Askep Ppok
Askep Ppok
Disusun Oleh :
MULYATI, S. Kep
Dengan rasa syukur ke Hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan kita
kesehatan, sehingga kelompok kami bisa menyelesaiakan makalah ini. Makalah ini disusun
untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I dengan judul “Asuhan Keperawatan
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)”
Semoga ASKEP yang kami susun ini berguna dan bermanfaat bagi yang membacanya ,
kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca.
Penulis
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengkajian……………………………………………………… 14
B. Diagnosa Keperawatan…………………………………………. 18
C. Intervensi Keperawatan………………………………………… 25
D. Implementasi…………………………………………………… 25
E. Evaluasi…………………………………………………………. 26
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan................................................................................... 45
2. Saran............................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 46
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
yang di ringkas berdasarkan referensi buku kesehatan yang membahas tentang PPOK secara
lengkap.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas ,maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa itu PPOK (Penyakit pernafasan Obstruksi Kronik)?
2. Bagaimana dengan klasifikasi dari PPOK?
3. Apa Saja Etiologi PPOK secara umum?
4. Bagaimana dengan patofisiologi dan WOC dari PPOK?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang PPOK?
6. Bagaimana dengan penatalaksanaan PPOK?
7. Bagaimana Format Askep Teoritis PPOK?
8. Bagaimana contok kasus PPOK?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini yaitu :
1. Mengetahui pengertian PPOK.
2. Memahami klasifikasi dari PPOK.
3. Mengetahui dan memahami apa saja etiologi secara umumdari
PPOK.
4. Memahami patofisiologi dan WOC dari PPOK.
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari PPOK.
6. Mengetahui penatalaksanaan PPOK.
7. Memahami format Askep teoritis PPOK.
8. Dapat mengaplikasi format askep PPOK ke dalam kasus.
BAB II
PEMBAHASAN 2
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-
paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang
dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronkial (S
Meltzer, 2001).
Gangguan paru umum didiskusikan sebelumnya adalah potensial penyebab yang tak
pulih kembali dari gangguan pernafasan ,tetapi banyak penyakit menyebabkan PPOK,yaitu
meliputi Bronkitis kronik,emfisema,asma bronkial,dan bronkoekstasis.Hal penting utama untuk
tim kesehatan adalah kenyataan bahwa PPOK adalah penyebab utama dan umun dari kegagalan
pernafasan.
B. KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut:
3
Gambar 2. Bronkitis kronik dan Emfisema
a. Definisi
b. Etiologi
4
6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul,
dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.
7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia
(overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam,
biasanya karena infeksi pulmonary.
8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC.
Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju
penyakit cor pulmonal dan CHF.
2. Emfisema
a. Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
Emfisema diklasifikasikan sebagai :
Panlobular (panasinar) : ditandai dengan destruksi bronkiole pernafasan,duktus
alveolar,dan alveoli ;spasium udara di dalam lobules lebih atau kurang
membesar ,dengan sedikit penyakit inflasi.Sering disebut sebagai “pink puffer”’.
Sentrilobular (sentriasinar) : menyebabkan kelainan patologis dalam
bronkiolus,menghasilkan hipoksia kronis,hiperkapnea,positemia, dan episode
gagal jantung sebelah kanan.Seringkali disebut “blue bloater” .
b. Etiologi
1) Faktor tidak diketahui
2) Predisposisi genetik
3) Merokok
4) Polusi udara
5
3. Asma Bronkial
a. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan
bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas
yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth,
2002).
b. Etiologi
1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2) Infeksi saluran nafas
3) Stress
4) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5) Obat-obatan
6) Polusi udara
7) Lingkungan kerja
8) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
c. Manifestasi Klinis
1) Dispnea
2) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat),
3) wheezing,
4) batuk non produktif
5) takikardi
6) takipnea
C. ETIOLOGI
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas
yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1. asap rokok
a. perokok aktif
b. perokok pasif
2. polusi udara
a. polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
b. polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
3. polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
a. infeksi saluran nafas bawah berulang
6
D. PATOFISIOLOGI
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk
keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk
dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan
pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan
ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan
obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk
melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi
digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi
paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada
sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran
napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi
terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan
sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di
paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak
terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps
(GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan
adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya
inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi
berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
6
Gambar 3. Patofosiologi PPOK
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar
dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
3) Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan
KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan
arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang
pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
7
2. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang
pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu
penyebab payah jantung kanan.
3. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase
QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap
F. KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai
saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran
udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan
bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi
yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali
terlihat.
8
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih
awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba
perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab
infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
kontroversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran
lambat 1 - 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang
paling efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini umumnya disebabkan
oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau
eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B.
Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada
pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu
9
mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan
antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan
ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56
IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari dapat
menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka
sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5. Mukolitik dan ekspektoran
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan
PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk
itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PPOK
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien,
dan nama penanggungjawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan
atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Penyakit Paru Obstriksi Kronik
(PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak nafas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk,
sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu
juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan
produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi
dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan oksigen.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan
upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
C. RENCANA KEPERAWATAN
N DIAGNOSA NOC NIC
O KEPERAWATAN
7. Tingkatkan
aktivitas secara bertahap;
klien yang sedang atau
tirah baring lama mulai
melakukan rentang gerak
sedikitnya 2 kali sehari.
8. Tingkatkan
toleransi terhadap
aktivitas dengan
mendorong klien
melakukan aktivitas lebih
lambat, atau waktu yang
lebih singkat, dengan
istirahat yang lebih
banyak atau dengan
banyak bantuan.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan
interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang
tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon
pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien
(Budianna Keliat, 1994,4).
E. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota
tim kesehatan lainnya, Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk,
1989).
BAB IV
LAPORAN KASUS PPOK
Kasus :
Tn. J datang ke RS Dr. M jamil pada tanggal 17 oktober 2014 ,pasien mengeluh dadanya sesak
dan akhirnya di opname ,keluhan bertambah parah dan tidak kunjung sembuh walau keluarga
sudah membawa pasien kedokter dan sudah berlangsung sejak 29 september 2014 yang lalu
,istrinya mengatakan pasien memiliki riwayat hipertensi tetapi tidak pernah kontrol rutin ke
rumah sakit,sejak muda pasien sering merokok dan pernah diopname pada tahun 2012 karena
pembesaran prostate.Dokter mendiagnosa bahwa pasien mengalami PPOK (Penyakit Obstruksi
Kronik).Melalui Pemeriksaan didapatkan S: 36,P: 80 x/menit,N: 32x/menit,TD: 150/90 mmHg.
A. PENGKAJIAN
Anamnesa
1. Identitas Pasien
Nama : Tn J
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Status marital : Menikah
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Dagang
Asuransi : Tidak
Suku bangsa : Sunda
Alamat : Padang Marapalam
Tanggal masuk : 17/10/2014
Tanggal pengkajian : 21/10/2014
No Register : 478941
Diagnosa medis : PPOK
2. Identitas Penanggung jawab
Nama penanggung : Ny A
Hubungan dengan pasien : Istri
Alamat : Padang Marapalam
No.Telp :-
Nomor Kartu Identitas :-
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : PNS
2.1.2 Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan dada terasa sesak dan batuk.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan sesak nafas dan batuk-batuk tapi riak sulit keluar mulai tanggal 29
September 2014 keluhan bertambah parah dan tidak kunjung sembuh walau keluarga sudah
membawa pasien kedokter. Sesak yang dirasakan pasien tidak berkurang bila untuk istirahat dan
keluhan sesak meningkat pada malam hari disertai batuk-batuk tapi bila tidur dengan posisi
duduk keluhan agak berkurang.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan punya riwayat hipertensi tapi tidak pengobatan rutin dan pernah
diopname pada tahun 2012 di RS Dr. M. Jamil karena pembesaran prostate hingga dokter
menyarankan untuk rencana operasi tapi pasien menolak dan menunda operasi hingga sekarang.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan riwayat keluarganya ada yang menderita penyakit hipertensi dan asma.
Genogram
X X X
Tn. J Ny.
A
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
X : Meninggal :
: Tinggal serumah
B. ANALISA DATA
1. Analisa Data
Data Masalah
Etiologi kolaboratif/keperawatan
DS:Pasien mengatakan sesak nafas Ketidaknyamanan pada Inefektif bersihan jalan
mulut
dan batuk tidak sembuh-sembuh nafas b/d obstruksi jalan
DO: napas
Pasien tampak gelisah karena mukus berlebihan
Substansi vasoaktif
Terpasang selang O2
canule 3 ltr/menit
Riak kental
Merangsang sekresi
Terdengar wheezing mucus
disertai ronchi pada
paru kanan dan kiri
RR 32x/menit produksi mucus
bertambah
Nama :Tn J
No : 478941
NO DX IMPLEMENTASI KET
1 1 1. Mengajarkan klien napas dalam dan
19.10.14 batuk efektif
- Napas dalam dan perlahan saat duduk
setegak mungkin
- Lakukan pernapasan diafragma.
- Tahan nafas selama 3 sampai 5 detik
kemudian keluarkan sebanyak mungkin melalui
mulut (sangkar iga bawah dan abdomen harus
turun).
- Lakukan napas kedua, tahan, dan
batukkan dari dada (bukan dari belakang mulut
atau tenggorok) dengan melakukan dua batuk
pendek dan kuat.
2. Menganjurkan untuk minum air hangat
sedikit tapi sering
3. Melakukan auscultasi paru sebelum dan
sesudah klien batuk
4. Membantu melakukan perawatan mulut
5. Mengobservasi warna dan karakeristik
sputum; sputum kental warna putih kekuning-
kuningan
Memberikan obat :
Allopurinol 100 mg TID
Aminophilyn 100 mg TID
Halfilyn syp 10 cc TID
Pectocyl 1 tab TID
Salbutamol 1 mg TID
IMPLEMENTASI
Nama :Tn J
No : 478941
NO DX IMPLEMENTASI KET
1 2 1. Mengobservasi porsi makanan
19.10.14 yang dihabiskan klien; makan habis ¼
porsi
2. Membantu perawatan mulut
sebelum dan sesudah makan
3. Anjurkan makan dalam porsi
kecil sedikit tetapi sering
4. Anjurkan untuk menghindari
makanan penghasil gas dan minuman
karbohidrat
5. Membantu menyajikan makanan
6. Membantu ahli gizi untuk
menentukan diit: makan lunak rendah
garam 0,8
IMPLEMENTASI
Nama :Tn J.
No : 478941
NO DX/TGL IMPLEMENTASI KET
1 1 1. Membantu memposisikan pasien dengan
20/10/14 posisi semi fowler
2. Melakukan auscultasi paru sebelum dan
sesudah klien batuk
3. Membantu melakukan perawatan mulut
4. Mengobservasi warna dan karakeristik
sputum; spuitm kental warna putih kekuning-
kuningan
5. Memberikan obat :
Allopurinol 100 mg TID
Aminophilyn 100 mg TID
Halfilyn syp 10 cc TID
Pectocyl 1 tab TID
Salbutamol 1 mg TID
EVALUASI
Nama :Tn J.
No : 478941
NO DX/TGL EVALUASI KET
1 1 S: Pasien mengatakan dada terasa sesak
19.10.14 O:
- Pasien tampak lemah
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak batuk-batuk
- RR 32 X/menit
- Tampak penggunaan otot-otot
bantu pernapasan
A: Tujuan belum tercapai
P: Intervensi dilanjutkan
- Membantu memposisikan pasien
dengan posisi semi fowler
- Melakukan auscultasi paru
sebelum dan sesudah klien batuk
- Membantu melakukan perawatan
mulut
- Mengobservasi warna dan
karakeristik sputum; spuitm kental warna
putih kekuning-kuningan
- Memberikan obat sesuai dengan
advis dokter
EVALUASI
Nama :Tn J
No : 478941
NO DX/TGL EVALUASI KET
1 1 S: Pasien mengatakan sesak agak
20.10.14 berkurang tetapi batuk masih belum
berkurang
O:
- Pasien tampak lemah
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak batuk-batuk
- RR 28 X/menit
A: Tujuan belum tercapai
P: Intervensi dilanjutkan
- Membantu memposisikan pasien
dengan posisi semi fowler
- Melakukan auscultasi paru
sebelum dan sesudah klien batuk
- Membantu melakukan perawatan
mulut
- Mengobservasi warna dan
karakeristik sputum
- Memberikan obat sesuai dengan
advis dokter
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit paru obtruksi menahun (PPOK) adalah aliran udara mengalami obstruksi yang
kronis dan pasien mengalami kesulitan dalam pernafasan. PPOK sesungguhnya merupakan
kategori penyakit paru-paru yang utama dan bronkitis kronis, dimana keduanya menyebabkan
perubahan pola pernafasan (Reeves, 2001 : 41).
DAFTAR PUSTAKA
Baughman ,diane C. 2000.Keperawatan Medikal-Bedah : Buku Saku dari Brunner &
Suddarth.Jakarta : EGC.
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
kato.blogspot.com/2014/03/askep-penyakit-paru-obstruksi-
Anonim.2014.LaporanPendahuluanPPOK.
(http://lpkeperawatan.blogspot.com/2014/01/Laporan-pendahuluan-