Anda di halaman 1dari 73

iv

PENGARUH INTERVENSI SLEEP HYGIENE TERHADAP


KUALITAS TIDUR PADA PASIEN CONGESTIVE HEART
FAILURE : SUATU LITERATUR RIVIEW

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Akhir


Pada Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Karsa Husada Garut

NITA KARDILAH
NIM KHGC 18143

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA


GARUT
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN
2020
v

LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : NITA KARDILAH


NIM : KHGC 18143
JUDUL :PENGARUH INTERVENSI SLEEP HYGIENE TERHADAP
KUALITAS TIDUR PADA PASIEN CONGESTIVE HEART
FAILURE

SKRIPSI

Skripsi ini telah disidangkan dihadapan


Tim Penguji Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karsa Husada Garut

Garut,Juli 2020

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(Iwan Wahyudi, S.Kep., Ns., M.Kep) (Iin Fatimah, S.Kep., Ns., M.Kep)

Mengetahui,

Ketua
Program Studi S1 Keperawatan

(Iin Fatimah, S.Kep., Ns., M.Kep)

v
vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skirpsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademik (S.Kep), baik dari STIKes Karsa Husada maupun di
perguruan tinggi lain.
2. Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain kecuali arahan Tim Pembimbing.
3. Dalam Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena skripsi ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang berlaku di STIKes Karsa Husada Garut.

Garut, Juli 2020


Yang membuat pernyataan

materai 6000

NITA KARDILAH
KHGC18143

vi
vii

Pengaruh Intervensi Sleep Hygiene Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien


Congestive Heart Failure

Nita Kardilah
E- Mail: nitazahri81@gmail.com

Abstrak

Pendahuluan : Congestive Heart Failure terjadi sewaktu kontraktilitas jantung


berkurang dan ventrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang
masuk selama diastole. Pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF)
membutuhkan tidur yang cukup dikarenakan dengan kualitas tidur yang baik akan
memperbaiki sel – sel otot jantung. Sleep Hygiene merupakan praktek perilaku
yang berdasarkan pada pengetahuan kita terhadap fisiologi tidur dan farmakologi,
yang telah terbukti dapat meningkatkan kualitas tidur (Jefferson et al, 2005).
Kualitas tidur dapat diukur dengan PSQI dengan hasil akhir ≤ 5 (Baik) dan 5-21
(Buruk). Tujuan literature review ini bertujuan untuk menemukan bukti – bukti
kualitas tidur pada pasien gagal jantung serta penanganannya. Metode : Studi
literatur dari beberapa jurnal yang bersumber dari google scholar, dengan kata
kunci Sleep hygiene dan Congestive Heart Failure, sebanyak 17 jurnal dipilih
untuk direview. Hasil : Penerapan Sleep Hygiene menunjukkan adanya perubahan
pola tidur dan kualitas tidur pada pasien Congestive Heart Failure (CHF). Diskusi
: Hasilnya adalah kekurangan tidur pada penderita gagal jantung berdampak
terhadap kualitas hidupnya, cenderung menderita depresi yang berdampak
terhadap peningkatan kematian dan ventrikuler aritmia. Penanganan berupa terapi
farmakologis dan non farmakologis. Implikasi terhadap ilmu keperawatan dari
masalah kualitas tidur pasien gagal jantung diupayakan mengembangkan model
terapi regimen non farmakologi, dengan mempertimbangkan aspek psikososial
dan spiritual.

Kata Kunci : Congestive Heart Failure, Kualitas Tidur, Sleep Hygiene

Abstract
Introduction : Congestive Heart Failure occurs when cardiac contractility is
reduced and the ventricles are unable to pump out as much blood as they enter
during diastole. Patients with Congestive Heart Failure (CHF) need adequate
sleep because of good sleep quality will improve heart muscle cells. Sleep
Hygiene is a behavioral practice based on our knowledge of sleep physiology and
pharmacology, which has been shown to improve sleep quality (Jefferson et al,
2005). Sleep quality can be measured by PSQI with the final result ≤ 5 (Good)
and 5-21 (Poor). This literature review aims to find evidence of sleep quality in
heart failure patients and their management. Methods : Literature study from
some a journals sourced from Google Scholar, with the keywords Sleep Hygiene
and Congestive Heart Failure, as many as 17 journals were selected for review.

vii
viii

Results: Application of Sleep Hygiene showed a change in sleep patterns and


sleep quality in Congestive Heart Failure (CHF) patients. Discussions : The
result is sleep deprivation in people with heart failure that affects their quality of
life, tends to suffer from depression which results in increased death and
ventricular arrhythmias. Handling in the form of pharmacological and non
pharmacological therapy. Implications for nursing science of sleep quality
problems of heart failure patients are sought to develop a model of non-
pharmacological regimen therapy, taking into account psychosocial and spiritual
aspects.

Keywords : Congestive Heart Failure, Sleep Quality, Sleep Hygiene

viii
ix

ix
x

x
xi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
rahmat dan bimbingan-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini
dengan judul “PENGARUH INTERVENSI SLEEP HYGIENE TERHADAP
KUALITAS TIDUR PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE ” sebagai
salah satu syarat yang akan di gunakan dalam ujian akhir pada program studi S1
Keperawatan di STIKes Karsa Husada Garut.
Dalam penyusunan penelitian ini penyusun banyak mendapat bimbingan,
nasehat, dukungan dan bantuan yang bersifat moril maupun materil yang sangat
berharga, untuk itu pada kesempatan ini perkenankan penyusun mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak DR. (HC) H. Amas Setiana, selaku ketua pembina yayasan Dharma

Husada Insani Garut.

2. Bapak H.D. Saepudin, S.Sos., M.M.Kes, selaku Ketua Pengurus Yayasan

Dharma Husada Insani Garut.

3. Bapak H. Engkus Kusnadi S.Kep., M.Kes selaku ketua STIKes Karsa

Husada Garut.

4. Bapak Iwan Wahyudi, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Prodi S1

Keperawatan STIKes Karsa Husada Garut.

5. Bapak Iwan Wahyudi, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku pembimbing utama yang

telah menyediakan waktu, arahan, motivasi dan bimbingan bagi penyusun.

6. Ibu Iin Fatimah, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku pembimbing pendamping yang

telah memberikan waktu, arahan serta masukan bagi penyusun.

7. Seluruh Staff dosen dan karyawan STIKes Karsa Husada Garut.

xi
xii

8. Orang tua, adik-adik dan anakku tercinta Naflah Zahrie Shiddiq, yang

senantiasa memberi motivasi peneliti dalam penyusunan penelitianini.

9. Rekan-rekan satu angkatan, khususnya program studi S1 Keperawatan Non

Reguleryang telah bersama dan saling bantu-membantu dalam penyusunan

penelitian ini.

10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dalam penyusunan penelitianini.

Selanjutnya demi kesempurnaan dalam penyusunan penelitian ini,

peneliti sangat mengaharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat

membangun. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-

Nya bagi hamba-hamba yang senantiasa memberikan ilmu yang bermanfaat

bagi orang lain, Amin.

Garut, Juli 2020

Peneliti

xii
xiii

DAFTAR ISI

JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

KATA PENGANTAR ............................................................................... iv

DAFTAR ISI .............................................................................................. vi

DAFTAR TABEL ..................................................................................... viii

DAFTAR BAGAN ..................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 6

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 9

2.1 KonsepTeori....................................................................................... 9

2.1.1 IstirahatTidur................................................................................. 9

2.1.2 TahapanTidur ............................................................................... 11

2.1.3 FungsiTidur .................................................................................. 13

2.1.4 KebutuhanTidur ............................................................................ 14

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tidur ................................... 14

2.1.6 Gangguan Tidur ............................................................................ 16

2.1.7 KualitasTidur ................................................................................ 17

xiii
xiv

2.1.8 Kualitas Tidur pada Pasien CHF .................................................. 18

2.1.9 Alat Ukur KualitasTidur ............................................................... 24

2.1.10 Tindakan Mengatasi Gangguan Tidur ........................................ 25

2.2 Teori Sleep Hygiene............................................................................... 27

2.2.1 Definisi Sleep Hygiene................................................................. 27

2.2.2 Manfaat Sleep Hygiene ................................................................. 27

2.2.3 Mekanisme Sleep Hygiene ........................................................... 28

2.2.4 Komponen Sleep Hygiene ............................................................ 29

2.2.5 Alat Ukur Sleep Hygiene .............................................................. 33

2.3 Kerangka Pemikiran............................................................................... 34

BAB III METODE PENELITIAN........................................................... 37

3.1 Desain Penelitian.................................................................................... 37

3.2 Strategi Pencarian.................................................................................. 37

3.3 Kriteria Inklusi dan Kriteria Ekslusi...................................................... 38

3.4 Jadwal Penelitan..................................................................................... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN................................................................. 41

4.1 Hasil Penelitian...................................................................................... 41

4.2 Pembahasan............................................................................................ 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 54

5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 54

5.2 Saran....................................................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran- Lampiran

xiv
xv

DAFTAR TABEL

2.1 Kebutuhan Tidur................................................................................. 14


2.2 Gangguan Tidur.................................................................................. 17
2.3 Derajat dan ManifestasiKlinis CHF................................................... 18

xv
xvi

DAFTAR BAGAN

2.1 Kerangka Pemikiran........................................................................... 30

xvi
xvii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

satu diagnosis kardiovaskular yang paling cepat meningkat jumlahnya

(Schilling,2014). Gagal jantung adalah masalah kesehatan yang terus

berkembang di dunia dengan jumlah penderita lebih dari 20 juta jiwa.

Prevalensi Menurut World Health Organisation (WHO) pada tahun 2016,

menyebutkan bahwa 17,5 juta orang meninggal akibat penyakit

kardiovaskuler yang mewakili 31% kematian didunia.

Penderita gagal jantung atau CHF di Indonesia pada tahun 2018

menurut data dari Departemen Kesehatan mencapai 29.550 jiwa. Data dari

Kompas.com pada Tahun 2017 penderita CHF di Jawa Barat berdasarkan

diagnosis dokter sebanyak 96.478 atau 0,3%. Ini merupakan kasus terbanyak

di Indonesia karena penduduk Jawa Barat mempunyai jumlah penduduk yang

banyak, sedangkan jumlah penderita paling sedikit ditemukan di Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung, yaitu sebanyak 945 orang atau 0,1%.

Penyebab kematian terbanyak yang sebelumnya ditempati oleh

penyakit infeksi sekarang telah beralih ke penyakit non infeksi dan

diperkirakan akan menjadi penyebab kematian 5 kali lebih banyak

dibandingkan dengan penyakit infeksi (Kemenkes RI, 2018). Setiap tahun,

lebih dari 36 juta orang meninggal dunia karena penyakit tidak menular, atau

xvii
xviii

mencapai 63% dari seluruh kematian. Diantaranya disebabkan oleh gagal jantung.

CHF terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang dan ventrikel

tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastole.

Hal ini menyebabkan volume diastolik akhir ventrikel secara progresif

bertambah (Hidayat, 2014). Gangguan kebutuhan dasar pada klien gagal

jantung tersebut akan menimbulkan masalah keperawatan, salah satu

diantaranya adalah sleep deprivation/ disturbed sleep pattern berhubungan

dengan nocturia atau sleep position because nocturnal dyspnea (Wilkinson,

2005). Sleep deprivation adalah periode lama yang tidak bisa tidur secara

alami dan terus menerus dalam periode kesadaran relatif. Sedangkan

disturbed sleep pattern adalah keterbatasan waktu tidur secara alami dan terus

menerus dalam periode kesadaran relatif meliputi jumlah dan kualitas

(NANDA, 2019).

Salah satu diantaranya adalah kebutuhan istirahat seperti adanya nyeri

dada pada aktivitas, dyspnea pada istirahat atau aktivitas, letargi dan

gangguan tidur (Corwin,2009). Kekurangan tidur berdampak terhadap

kualitas hidupnya, sehingga pasien cenderung menderita depresi yang

berdampak terhadap peningkatan kematian, sudden cardiac death dan

ventrikuler aritmia (Thomas et al. 2008).Kualitas tidur yang buruk

mengakibatkan proses perbaikan kondisi klien akan semakin lama sehingga

akan memperpanjang long of stay (LOS) di rumah sakit. Lamanya perawatan

ini akanmenambah beban biaya yang ditanggung klien menjadi tinggi dan

kemungkinan akan menimbulkan respon hospitalisasi bagi klien.

xviii
xix

Gangguan tidur pada pasien CHF bisa disebabkan oleh beberapa

faktor, yaitu faktor fisik (Penderita gagal jantung sering mengalami

hipersomnia di siang hari, tetapi kurang tidur atau sering terbangun dari tidur

di malam hari karena sesak, gelisah, nokturi, nyeri), faktor lingkungan (suara

bising, suhu ruangan yg panas, cahaya lampu, tempat tidur yang nyaman,

ventilasi yang baik) dan faktor psikologis (cemas dan depresi). Gangguan

tidur ini dapat berupa SDB (sleep disordered breathing), DMS (difficulties

maintaining sleep) dan EDS (excessive daytime sleepiness) lebih sering

terjadi pada lansia dengan gagal jantung (Johansson et al. 2010).

Menurut Hidayat (2009) kualitas tidur adalah kepuasaan seseorang

terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperihatkan perasaan

lelah, mudah terangsang, gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata,

kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian pecah-

pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk. Menurut Mujtahidin

(2012) kualitas tidur seseorang tidak bergantung pada lamanya tidur, tetapi

pada pemenuhan kebutuhan tubuh akan tidur. Indikator tercukupinya waktu

tidur adalah kondisi tubuh saat bangun tidur. Jika terasa segar setelah bangun

tidur, berarti tidur sudah cukup.

Memperoleh kualitas tidur terbaik adalah penting untuk peningkatan

kesehatan yang baik dan pemulihan klien yang sakit. Klien yang sakit

seringkali membutukan lebih banyak tidur dan istirahat daripada klien yang

sehat. Sifat alamiah dari penyakit akan mengurangi klien mendapatkan

xix
xx

istirahat dan tidur yang cukup. Pengidentifikasian dan penanganan gangguan

istirahat tidur klien adalah tujuan penting bagi perawat. Perawat harus

memahami sifat alamiah dari tidur, faktor yang mempengaruhi dan

kebiasaan tidur klien untuk membantu klien mendapatkan kebutuhan tidur

dan istirahat (Potter & Perry, 2005).

Sleep Hygiene merupakan praktek perilaku yang berdasarkan pada

pengetahuan kita terhadap fisiologi tidur dan farmakologi, yang telah terbukti

dapat meningkatkan kualitas tidur (Jefferson et al., 2005). Menurut Prayitno

(2004; Nami, 2011 dalam Made 2014) Ada 4 komponen yang dapat dilakukan

terhadap tindakam Sleep Hygiene yaitu dengan memodifikasi dan atau

mengubah perilaku (jadwal tidur teratur, rileks, minum obat sesuai jadwal

dll), lingkungan (pencahayaan, suhu ruangan, tingkat kebisingan dll), diet

( makan teratur, tidak makan sebelum tidur dll) dan olah raga (latihan ROM

aktif dan pasif).

Intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah gangguan tidur

menurut Dochterman dan Bulechek (2000) Nursing Interventions

Clasification ada 2 yaitu intervensi yang disarankan dan intervensi pilihan

tambahan. Intervensi Sleep Hygiene merupakan intervensi pilihan tambahan

atau additional optional interventions.Dalam salah satu penelitian yang

mengevaluasi penanganan dengan meditasi, kontrol stimulus, dan Sleep

Hygiene untuk memperbaiki tidur penderita insomnia. Telah terbukti bahwa

Sleep Hygiene lebih efektif dibandingkan pilihan terapi lainnya (Jefferson et

xx
xxi

al.,2005).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan dan dari berbagai jurnal salah

satunya penelitian di RS Dr M Jamil Padang oleh Ismaiwteri dkk tahun 2010

menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara sters psikologis dan

suasana lingkungan dengan gangguan tidur pasien rawat inap di rumah sakit

tersebut. Kondisi stres psikologis dan kondisi lingkungan dapat

mempengaruhi seseorang untuk jatuh tidur atau mempertahankan kualitas

tidur. Hasil observasi singkat yang telah dilakukan di RS Abdul Wahab

Sjahrani Samarinda pada tanggal 25 - 30 Juni 2018 didapatkan 6

penderita CHF mengatakan mengalami gangguan tidur (seperti sulit tidur,

sulit mempertahankan kualitas tidur, sering terbangun ketika tidur). Pasien

megatakan berbagai alasan bahwa gangguan tidur sering terjadi karena pasien

merasa cemas dengan penyakit jantung yang dideritanya. Tindakan yang

telah dilaksanakan di ruang Cardiac Center untuk penanganan gangguan

istirahat tidur pada pasien CHF masih berfokus pada terapi farmakologis.

Seperti pemberian obat Clobazam dan Alprazolam. Dimana efek samping

yang ditimbulkan bila mengkonsumsi obat tersebut dalam jangka waktu lama

secara terus menerus akan meningkatkan ketergantungan pasien terhadap obat

tidur, sehingga pasien akan tersugesti tidak bisa tidur jika tidak meminum

obat tidur. Tindakan non farmakologis untuk meningkatkan kualitas tidur

masih belum ada.

xxi
xxii

NIC memuat banyak sekali intervensi yang dapat dilakukan oleh

perawat dalam mengatasi ganggun tidur yang terjadi pada pasien, salah

satunya adalah sleep hygiene.

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian diatas, maka peneliti

ingin melakukan penelitian dengan judul pengaruh intervensi Sleep Hygiene

terhadap kualitas tidur pasien CHF.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari

penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh Intervensi Sleep Hygiene

terhadap kualitas tidur pasien CHF”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan nilai rerata kelompok intervensi dan kelompok

kontrol setelah dilakukan tindakan Sleep Hygiene terhadap kualitas tidur

pasien CHF.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengetahui nilai rerata sebelum dilakukan tindakan sleep hygiene pada

pasien CHF.

2) Mengetahui nilai rerata setelah dilakukan tindakan sleep hygiene pada

pasien CHF.

3) Menganalisis sebelum dan setelah dilakukan tindakan sleep hygiene

pada pasien CHF.

xxii
xxiii

4) Mengetahui perbedaan kelompok intervensi dan kelompok kontrol

tindakan sleep hygiene pada pasien CHF.

5) Mengetahui bagaimana kualitas tidur pasien CHF sebelum dilakukan

intervensi Sleep Hygiene.

6) Mengetahui bagaimana kualitas tidur pasien CHF setelah dilakukan

intervensi Sleep Hygiene.

7) Mengetahui pengaruh nilai/ skor kualitas tidur sebelum dan sesudah

dilakukan tindakan Sleep Hygiene pada pasien.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.2 Manfaat Teoritis

1) Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah dan mengembangkan

pengetahuan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat mengenai

pengaruh intervensi Sleep Hygiene terhadap kualitas tidur pasien CHF.

2) Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menambah dan mengembangkan pengetahuan

bagi mahasiswa jurusan keperawatan mengenai gambaran pengaruh

intervensi Sleep Hygiene terhadap kualitas tidur pasien CHF.

3) Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian dapat digunakan atau dijadikan sebagai gambaran

untuk penelitian lebih lanjut yang terkait dengan pengaruh intervensi

Sleep Hygiene terhadap kualitas tidur pasien CHF.

xxiii
xxiv

1.4.2 Manfaat Praktis

1) Bagi Peneliti

Adanya pengalaman baru dalam pelaksanaan penelitian ini dan dapat

mengetahui pengaruh intervensi Sleep Hygiene terhadap kualitas tidur

pasien CHF.

2) Bagi Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini dapat dijadikan masukan kepada perawat Agate Bawah

sebagai ruangan khusus penyakit jantung yang ada dirumah sakit, agar

intervensi Sleep Hygiene bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan

dalam memberikan intervensi keperawatan untuk memberikan

dukungan psikologis, memenuhi dan memfasilitasi kebutuhan fisiologis

tidur pasien selama dirawat dirumah sakit dan mampu melakukan

tindakan yang tepat untuk meningkatkan kualitas tidur pasien.

3) Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

institusi pendidikan dalam merevisi kurikulum untuk menambah

keterampilan perawat dalam memberikan pelayanan khususnya untuk

penanganan gangguan tidur melalui intervensi Sleep Hygiene dengan

memperhatikan kebutuhan khusus pada klien.

4) Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian dapat dijadikan data dasar untuk penelitian selanjutnya

dengan metodologi penelitian yang berbeda untuk melanjutkan

penelitianberdasarkan rekomendasi penelitian.

xxiv
xxv

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 . Konsep Teori

2.1.1 Istirahat Tidur

Istirahat dan tidur yang sesuai adalah sama pentingnya bagi

kesehatan yang baik dengan nutrisi yang baik dan olah raga yang cukup

(Tarwoto & Wartonah, 2006). Tanpa jumlah istirahat dan tidur yang

cukup, kemampuan untuk berkonsentrasi, membuat keputusan dan

berpartisipasi dalam aktivitas harian akan menurun dan meningkatkan

iritabilitas (Potter & Perry, 2003).

Pengidentifikasian dan penanganan gangguan pola tidur klien

adalah tujuan penting perawat (Kusniadi, 2011). Untuk membantu klien

mendapatkan kebutuhan tidur dan istirahat, maka perawat harus

memahami sifat alamiah dari tidur, faktor yang mempengaruhi dan

kebiasaan tidur klien.Klien membutuhkan suatu pendekatan individual

berdasarkan pada kebiasaan pribadi mereka dan pola tidur serta masalah

khusus yang mempengaruhi tidur mereka.Intervensi keperawatan dapat

menjadi efektif dalam mengatasi gangguan tidur jangka pendek dan

panjang (Potter & Perry, 2005).

Satu teori fungsi tidur adalah berhubungan dengan penyembuhan

(Potter & Perry, 2010). Memperoleh kualitas tidur terbaik adalah

xxv
xxvi

penting untuk peningkatan kesehatan yang baik dan pemulihan

individu yang sakit. Perawat perlu memperhatikan klien yang seringkali

mengalami gangguan tidur yang ada sebelumnya dan klien yang

mengalami masalah tidur karena penyakit atau hospitalisasi.Klien yang

sakit seringkali membutukan lebih banyak tidur dan istirahat daripada

klien yang sehat.Akan tetapi, sifat alamiah dari penyakit yang

mencegah klien untuk mendapatkan istirahat dan tidur yang cukup.

Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan

status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu (Potter & Perry,

2005). Jika seseorang memperoleh tidur yang cukup, mereka merasa

tenaganya telah pulih.Beberapa ahli tidur yakin bahwa perasaan tenaga

yang pulih ini menunjukan tidur memberikan waktu untuk perbaikan

dan penyembuhan system tubuh untuk periode keterjagaan yang

berikutnya.

Pola istirahat dan tidur yang biasa dari seseorang yang masuk

rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan seseorang lain dengan

mudah dipengaruhi oleh penyakit atau rutinitas pelayanan kesehatan

yang tidak dikenal. Keluasan perubahan pola tidur dan istirahat yang

biasa tergantung pada status fisologis , psikologis dan lingkungan fisik

klien seperti kebisingan ruangan dan pola kerja dari pemberi pelayanan

Perawat harus selalu menyadari kebutuhan klien untuk istirahat.Kurang

istirahat selama periode yang lama menyebabkan penyakit atau

xxvi
xxvii

memperburuk penyakit yang ada (Potter & Perry, 2010). .

2.1.2 Tahapan Tidur.

Tidur yang normal melibatkan dua fase : pergerakan mata yang

tidak cepat atau tidur non rapid eye movement, (NREM) dan pergerakan

mata yang cepat atau tidur rapid eyemovement, (REM). Tahapan siklus

tidur adalah sebagai berikut (Patlak, 2005) :

a. Tahap 1 :NREM

1) Tahap meliputi tingkat paling dangkal dari tidur.

2) Tahap berakir beberapa menit.

3) Pengurangan aktivitas fisiologis dimulai dengan penurunan

secara bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme.

4) Seseorang dengan mudah terbangun oleh stimulus sensori

seperti suara.

5) Ketika terbangun seseorang merasa seperti telah melamun.

b. Tahap 2 :NREM

1). Tahap 2 merupakan periode tidur bersuara.

2). Kemajuan relaksasi.

3). Untuk terbangun masih relatif mudah.

4). Tahap berakhir 10 hingga 20 menit.

5). Kelanjutan fungsi tubuh menjadi lamban.

c. Tahap 3 :NREM

1). Tahap 3 meliputi tahap awal dari tidur yang dalam.

xxvii
xxviii

2). Orang yang tidur sulit dibangunkan dan jarang bergerak.

3). Otot-otot dalam keadaan santai penuh.

4). Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur.

5). Tahap berakhir 15 hingga 30menit.

d. Tahap 4 :NREM

1) Tahap 4 merupakan tahap tidur terdalam.

2) Sangat sulit membangunkan orang tidur.

3) Jika terjadi kuarang tidur, maka orang yang tidur akan

menghabiskan porsi malam yang seimbang pada tahap ini.

4) Tanda-tanda vital menurun secara bermakna dibanding selama

jam terjaga.

5) Tahap berakhir kurang lebih 15 hingga 30menit.

6) Tidur sambil berjalan dan eneuresis dapat terjadi.

e. Tidur REM

1). Mimpi yang penuh warna dan tampak hidup dapat terjadi pada

REM. Mimpi yang kurang hidup dapat terjadi pada tahap yang

lain.

2). Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah mulai tidur.

3). Hal ini dicirikan dengan respons otonom dari pergerakan mata

yang cepat, fluktuasi jantung dan kecepatan respirasi dan

peningkatan atau fluktuasi tekanan darah.

4). Terjadi penurunan tonus otot skelet.

xxviii
xxix

5). Peningkatan sekresi lambung.

6). Sangat sulit sekali membangunkan orang yang tidur.

7). Durasi tidur REM meningkat pada tiap siklus dan rata-rata 20

menit.

2.1.3 Fungsi Tidur

Kegunaan tidur masih tetap belum jelas (Hodgon,1991dalam Potter

& Perry, 2005). Tidur dipercaya mengkontribusi pemulihan fisiologis dan

psikologis (Oswald,1984; Anch dkk,1988 dalam Potter & Perry, 2005).

Menurut teori, tidur adalah waktu perbaikan dan persiapan untuk periode

terjaga berikutnya.Selama tidur NREM, fungsi biologis menurun.Laju

denyut jantung jantung orang normal 70 hingga 80 denyut permenit atau

lebih rendah jika individu berada pada kondisis fisik yang sempurna.Akan

tetapi selama tidur laju denyut jantung turun sampai 60 denyut per menit

atau lebih rendah.

Teori lain kegunaan tidur adalah tubuh menyimpan energi selama

tidur. Otot skelet berelaksasi secara progesif, dan tidak adanya kontraksi

otot menyimpanenergi kimia untuk proses seluler. Penurunan laju

metabolik basal lebih jauh menyimpan persediaan energi tubuh (Anch dkk,

1998 dalam Potter & Perry, 2005).

xxix
xxx

aktivitas kortikal, peningkatan konsumsi oksigen dan pelepasan

epineprin.Hubungan ini dapat membantu penyimpanan memori dan

pembelajaran.Selama tidur, otak menyaring informasi yang disimpan

tentang aktivitas hari tersebut.

2.1.4 Kebutuhan Tidur

Kebutuhan tidur pada manusia bergantung pada tingkat

perkembangan.Tabel dibawah ini merangkum kebutuhan tidur manusia

berdasarkan usia.

Tabel 2.1 Kebutuhan tidur (Hidayat, 2009)

Us Tingkat Perkembangan Jumlah Kebutuhan Tidur


ia
0-1 bulan Masa neonatus 14-
18jam/hari
1 bulan – 18bulan Masa bayi
12-
18 bulan – 3tahun Masa anak 14jam/hari

3 tahun – 6 tahun Masa prasekolah 11-


12jam/hari
6 tahun – 12 tahun Masa sekolah
11jam/hari
12 tahun – 18tahun Masa remaja
10jam/hari
18 tahun – 40tahun Masa dewasa muda
40 tahun – 60 tahun 8,5jam/hari
Masa paruh baya
60 tahun ke atas 7-8jam/hari
Masa dewasa tua
7jam/hari

6 jam/har
i

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tidur.

Sejumlah faktor mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur

xxx
xxxi

.Seringkali faktor tunggal tidak hanya menjadi penyebab masalah

tidur.Faktor fisiologis, psikologis, dan lingkungan dapat mengubah

kualitas dan kuantitas tidur. Faktor- faktor tersebut diantaranya adalah

(Sularso, 2014 dalam Potter & Perry, 2005) :

1. Penyakit fisik

Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan

fisikmisalnya kesulitan bernapas atau masalah suasana hati seperti

kecemasan atau depresi, dapat menyebabkan masalah tidur.

Penyakit juga memaksa klien untuk tidur dalam posisi yang tidak

biasa atau posisi tertentu saat tangan atau lengan diimobilisasikan

pada tindakan traksi dapat pula mengganggu tidur.

2. Obat-obatan.

Beberapa obat tertentu ada yang berpengaruh terhadap pola tidur

klien seperti obat diuretik menyebabkan nokturia, obat penyekat

beta menyebabkan insomnia dan masih banyak obat – obat lain

yang akan berpengaruh terhadap kebutuhan tidur klien.

3. Gaya hidup

Rutinitas harian seseorang mempengaruhi pola tidur.Individu yang

bekerja bergantian berputar misalnya 2 minggu siang diikuti oleh 1

minggu malam seringkali mempunyai kesulitan menyesuaikan

perubahan jadwal tidur.

4. Lingkungan.

xxxi
xxxii

Lingkungan fisik tempat seseorang tidur berpengaruh penting pada

kemampuan untuk tertidur dan tetap tertidur.Ventilasi yang baik,

ukuran, kekerasan dan posisi tidur, suara yang terlalu bising

berpengaruh sekali pada seseorang yang mau tidur.

5. Latihan fisik dan kelelahan.

Kelelahan yang berlebihan atau meletihkan saat klien latihan akan

membuat klien sulit tidur.

6. Asupan makanan dan kalori.

Orang tidur lebih baik ketika sehat sehingga mengikuti kebiasaan

makan yang lebih baik adalah penting untuk kesehatan yang tepat

dan tidur.Makanan besar, berat dan / berbumbu pada malam dapat

menyebabkan tidak dapat dicerna yang mengganggu tidur.Kafein

dan alkohol yang dikonsumsi pada malam hari mempunyai efek

produksi insomnia sehingga mengurangi atau menghindari zat

tersebut secara drastis adalah strategi yang sangat penting.

2.1.6 Gangguan Tidur.

Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak diobati, secara

umum akan menyebakan gangguan tidur malam yang mengakibatkan

munculnya salah satu dari ketiga masalah tersebut : insomnia, gerakan

atau sensasi abnormal di kala tidur atau terjaga di tengah malam, atau

rasa mengantuk di siang hari ( Naylor & Aldrich, 1994 dalam Perry &

Potter, 2005). Gangguan tidur telah diklasifikasikan menjadi empat

xxxii
xxxiii

kategori utama (Thorpy, 1994, dalam Potter &Perry 2005).

Tabel 2.2 klasifikasi gangguan tidur

Disomnia Parasomnia Gangguan Tidur Gangguan Tidur


Yang Berhubungan Yang Masih
Dengan Gangguan Diusulkan
Medis/Psikiatrik
Gangguan tidur Gangguan terjaga : Gangguan alam Gangguan tidur
instrinsik: Berjalan dalam perasaan. Gangguan yang
Insomnia tidur Teror tidur kecemasan berhubungan
Narkolepsi Gangguan transisi Berhubungan dengan
Sindrom apne tidur tidur- bangun : dengan gangguan menstruasi.
obstruktif Berbicara dalam neurologis : Sindrom
Gangguan gerakan tidur. Kram tungkai Demensia tersedak waktu
ekstremitas nocturnal. Parkinsonisme tidur.
periodik. Parasomnia Berhubungan
Ganggauan tidur biasanya dengan
ekstrinsik: berkaitan dengan gangguan medis
Higiene tidur yang tidur REM : lainya :
tidak adekuat. Mimpi buruk. Iskemia jantung
Sindrom tidur yang Gangguan prilaku nocturnal.
tidak edekuat. tidur REM. PPOM
Gangguan tidur Parasomnia yang
tergantung lain : Bruksisme
hipnotik. tidur
Gangguan tidur (menggeretakan
tergantung alkohol. gigi).
Gangguan tidur Enuresis tidur
irama sirkadian : (ngompol).
Sindrom perubahan Sindrom kematian
waktu tidur (Jet bayi mendadak.
leg). Gangguan
tidur karena jam
kerja.
Sindrom fase tidur
tertunda.

2.1.7 Kualitas Tidur

Menurut Hidayat (2009) kualitas tidur adalah kepuasaan seseorang

terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperihatkan perasaan

xxxiii
xxxiv

lelah, mudah terangsang, gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata,

kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian pecah-

pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk. Menurut

Mujtahidin (2012) kualitas tidur seseorang tidak bergantung pada lamanya

tidur, tetapi pada pemenuhan kebutuhan tubuh akan tidur. Indikator

tercukupinya waktu tidur adalah kondisi tubuh saat bangun tidur. Jika terasa

segar setelah bangun tidur, berarti tidur sudah cukup. Sebaliknya jika badan

terasa loyo ketika bangun tidur, berarti tidurnya masih kurang.

2.1.8 Kualitas Tidur Pada Pasien CHF

Kondisi atau klasifikasi gagal jantung sangat menentukan kualitas

tidur pasien gagal jantung.Beberapa penelitian telah dilakukan untuk

mengetahui bagaimana gambaran kualitas tidur pada pasien gagal jantung.

Dari penelitian Norra et al (2012) didapatkan hasil bahwa sebagian besar

pasien gagal jantung memiliki kualitas tidur yang rendah (Norra, Kummer,

Boecker, Skobel, Schauerte, & Wirtz,2012). Derajat gagal jantung dapat

dijelaskan berdasarkan pada beratnya manifestasi klinis menurut kriteria

New York Heart Association (NYHA).

tabel 2.3 Derajat dan manifestasi klinis CHF

KLASIFIKASI KRITERIA

Tidak ada pembatasan aktivitas aktivitas latihan fisik sehari-hari


(ordinary phsysical exercise), tidak menimbulkan sesak napas atau

xxxiv
xxxv

KELAS I berdebar-debar.

Ada pembatasan ringan aktivitas. Saat istirahat tidak ada keluhan,


akan tetapi aktivitas sehari-hari dapat menimbulkan rasa capek,
KELAS II berdebar atau sesak.

Pembatasan yang jelas dari aktivitas fisik. Saat istirahat tidak ada
keluhan, namun aktivitas sehari-hari yang ringan sekalipun sudah
KELAS III menimbulkan keluhan.

Tidak sanggup melakukan sesuatu aktifitas fisik tanpa perasaan tidak


nyaman, simptom gagal jantung sudah ada bahkan saat istirahat
KELAS IV sekalipun dan akan meningkat setiap aktivitas yang ringan sekalipun.

Penderita gagal jantung sering mengalami hipersomnia di siang

hari, tetapi kurang tidur atau sering terbangun dari tidur di malam hari

karena sesak.Gangguan tidur ini dapat berupa, DMS (difficulties

maintaining sleep) dan EDS (excessive daytime sleepiness) lebih sering

terjadi pada lansia dengan gagal jantung (Johansson et al. 2010).

Gangguan tidur merupakan masalah yang sangat umum, di Negara-

negara industri khususnya, banyak orang menderita dari beberapa bentuk

gangguan tidur.Data tentang frekuensi bervariasi anata 25-50% dari

populasi. Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan

mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologisnya,

menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah

tersingung, depresi, kurang konsentrasi, yang pada akhirnya dapat

mempengaruhi keselamatan diri sendiri dan orang lain. (Potter & Perry

2005).

xxxv
xxxvi

Faktor fisik, lingkungan dan psikologis dapat mempengaruhi tidur

sesorang, dimana dari faktor ini biasanya dapat mengubah kualitas dan

kuantitas tidur seseorang.(Potter & Perry 2005).

a. Faktor fisik

Ketidaknyamanan fisik dapat menyebabkan masalah tidur.Pada

umumnya pada perasaan lelah, gelisah, dan nokturia dapat merupakan

gejala yang dapaat mengganggu tidur.

CHF menimbulkan berbagai gejala klinis yang dirasakan pasien

beberapa diantaranya dyspnea, ortopnea, dan gejala yang paling sering

dijumpai adalah Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau sesak napas

pada malam hari, PND disebabkan oleh perpindahan cairan dari jaringan

kedalam kompartemen intravaskular sebagai akibat dari posisi terlentang.

PND terjadi dimalam hari yang mengakibatkan pasien terbangun di

tengah malam karena mengalami napas yang pendek dan hebat, sehingga

dapat mengakibatkan gangguan tidur dengan kesulitan masuk dalam

tahap tidur dan kesulitan mempertahankan tidur, Kurang tidur dalam

periode yang lama dapat menyebabkan penyakit lain atau memperburuk

penyakit yang ada. (Fachrunnisa, 2015).Derajat dan manifestasi klinis

gagal jantung berdasarkan New York Heart Association (NYHA) ini

membantu perawat didalam melakukan pengkajian dan menentukan

tingkat bantuan yang harus diberikan serta gangguan tidur dan istirahat

yang dialami klien

xxxvi
xxxvii

Gagal jantung kongestif mengakibatkan nyeri yang mengakibatkan

rasa tidak nyaman pada pasien yang dapat mengganggu tidur

klien.Penyakit juga memaksa klien untuk tidur dalam posisi yang aneh

dapat menggangu tidur. Berdasarkan penelitian, rasa tidak nyaman

merupakan salah satu faktor terjadinya gangguan tidur dimana seseorang

akan merasa gelisah dan sulit untuk mendapatkan tidur yang nyenyak

(Potter & Perry 2005).

Pusing sering terjadi pada siapa saja termasuk klien CHF, dan akan

menyebabkan gangguan tidur, serta apabia pusing semakin parah maka

akan semakin parah juga tingkat gangguan tidurnya. Pusing dapat

menyebabkan seseorang terbangun dari tidurnya sehingga total jam tidur

menjadi berkurang (Potter & Perry 2005).

Nokturia atau berkemih pada malam hari, mengganggu tidur dan

siklus tidur.Kondisi ini sudah sering terjadi pada klien penyakit jantung,

setelah seseorang berulang kali terbangun untuk berkemih, menyebabkan

kembali untuk tertidur lagi menjadi sulit (Potter & Perry 2005).

Kelelahan menyebabkan gangguan tidur, dimana biasanya

seseorang yang kelelahan akan merasa seolah-olah mereka bangun ketika

tidur dan biasanya tidak mendapatkan tidur yang dalam, (Potter & Perry,

2005). Seseorang yang kelelahan menengah biasanya memperoleh tidur

yang mengistirahatkan, khususnya jika kelelahan adalah hasil kerja atau

latihan yang menyenangkan. Latihan 2 jam atau lebih sebelum waktu

xxxvii
xxxviii

tidur membuat tubuh mendingin dan mempertahankan suatu keadaan

kelelahan yang meningkatkan relaksasi. Akan tetapi, kelelahan yang

berlebihan yang dihasilkan dari kerja yang meletihkan atau penuh stres

membuat sulit tidur.Hal ini dapat menjadi masalah yang umum bagi

sebagian orang.(Potter & Perry, 2005).

b. Faktor lingkungan

Lingkungan tempat seseorang tidur berpengaruh penting pada

kemampuan untuk tertidur dan tetap tertidur.Ventilasi yang baik adalah

esensial untuk tidur yang tenang.Ukuran, kekerasan, dan posisi tempat

tidur mempengaruhi kualitas tidur. Jika seseorang biasanya tidur dengan

keadaan ini menyebabkan ia terjaga. Sebaliknya, tidur tanpa ketenangan

atau teman tidur yang mengorok juga mengganggu tidur (Potter & Perry,

2005).

Suara bising, kebisingan dapat menyebabkan tertundanya tidur

dan juga dapat membangunkan seseorang dari tidur (Hanning,

2009).Suara yang terlalu keras jelas mengganggu konsentrasi untuk

beristirahat.

Suhu ruangan Lee (1997 dalam Suci 2015), menyatakan bahwa

seseorang mengalami gangguan tidur apabila tidur diruangan yang terlalu

panas ataupun terlalu dingin.

Cahaya lampu Menurut Lee (1997), sorot lampu yang terlalu

terang dapat menyebabkan gangguan tidur dan dapat menghambat sekresi

xxxviii
xxxix

melatonin pada tubuh. Joyce A. Walsleben PhD. Mengatakan bahwa

kondisi yang relatif tenang dan tidak terlalu terang akan mempengaruhi

cepat gerak mata. Selain itu tubuh juga akan memproduksi melatonin,

hormon yang akan membantu untuk bermimpi.

Tempat tidur nyaman Ruang tidur merupakan tempat dimana

seseorang melepaskan penat dan lelah setelah seharian beraktifitas.Dan

seseorang membutuhkan tempat yang kondusif untuk membuat tidur

semakin sehat dan nyaman.

Ventilasi yang baik.Ventilasi yang baik adalah esensial untuk

tidur yang tenang (Potter & Perry, 2005). Kelembaban ruangan perlu

diatur agar paru-paru tidak kering karena apabila kelembaban ruangan

tidak diatur maka seseorang tidak akan dapat tidur, walaupun dapat

tidur maka seseorang akan terbangun dengan kerongkongan kering

seakan–akan seseorang tersebut menderita radang amandel (Septiyadi,

2005).

c. Faktor psikologis

Riwayat rawat inap pertama kali dengan CHF mempengaruhi

kecemasan karena kerusakan organ jantung belum terlalu

parah.Serangan yang berulang dari CHF juga memberikan pengalaman

serta koping yang baik bagi pasien CHF. Perilaku koping diperlukan

dalam menghadapi kecemasan.Kecemasan yang dialami responden

setelah dirawat berbeda ketika reponden mengalami serangan pertama

xxxix
xl

kali.Kecemasan yang dialami responden mempunyai beberapa alasan

yaitu cemas akibat penyakitnya, cemas memikirkan anggota keluarga

yang ditinggalkan dirumah dan cemas dengan biaya pengobatan yang

menyebabkan gelisah dan tidak tenang sehingga istirahat responden

terganggu (Ihdaniyati, 2008).

Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada

frekuensi tidur. Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan

meningkatkan norefinefrin darah melalui sistem saraf simpatik. Zat ini

mengurangi tahap IV NREM dan REM (Asmadi, 2008).

Kekurangan tidur berdampak terhadap kualitas hidupnya, sehingga

pasien cenderung menderita depresi yang berdampak terhadap peningkatan

kematian, sudden cardiac death dan ventrikuler aritmia (Thomas et al.

2008). Hayes, Anstead, Ho, & Philips (2009) mengungkapkan bahwa usia

memegang peranan dalam terjadinya insomnia penderita gagal jantung.

Insomnia yang terjadi secara terus-menerus juga akan menyebabkan

penderitanya menjadi lemas sehingga intoleransi terhadap aktivitas akibat

kurangnya kuantitas dan kualitas tidur di malam hari.

2.1.9 Alat Ukur Kualitas Tidur

Kualitas tidur dapat diukur dengan PSQI dengan hasil akhir ≤ 5

(Baik) dan 5-21 (Buruk). Pittsburgh Sleep Quality Index (Departement of

Psychiatry Universityof Pittsburgh 2016). PSQI terdiri dari 19 butir poin

berkembang menjadi tujuh “komponen” penilaian: kualitas tidur subjektif,

xl
xli

latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan-gangguan tidur,

penggunaan obat-obatan untuk tidur, dan disfungsi tidur saat siang hari.

Jumlah penilaian untuk tujuh komponen ini menghasilkan satu penilaian

global.Clinical properties dan clinimetric properties dari PSQI dinilai

dalam waktu lebih dari 18 bulan dengan subjek yang memiliki kualitas

tidur yang “baik” (subjek yang sehat,n= 52)dan subjek dengan kualitas

tidur yang “buruk” (pasien yang mengalami depresi, n = 54; pasien dengan

gangguan tidur, n = 62). Acceptable measures dari homogenitas internal,

konsistensi (test-retest reliability), danvaliditas telah diperoleh. Penilaian

global PSQI > 5 menghasilkan 89,6% sesitivitas dan 86,5% spesifisitas

(kappa = 0.75, p ⩽0.001) dalam membedakan orang dengan kualitas tidur

yang baik dan buruk. Mengacu pada clinemetricproperties dan clinical

properties dari PSQI maka PSQI disarankan dapat dipakai sebagai

instrumen dalam praktek klinik dan aktivitas riset.

2.1.10 Tindakan Mengatasi Gangguan Tidur

Tindakan-tindakan yang dapat membantu meningkatkan kualitas tidur

diantaranya adalah:

1) Aromaterapi

Adalah suatu proses terapi penyembuhan yang menggunakan sari

tumbuhan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan

tubuh, pikiran, dan jiwa (Namni etal.,2005). Beberapa penelitian

mengatakan bahwa penggunaan aromaterapi memiliki efek positif terhadap

xli
xlii

peningkatan kualitas tidur (Price & Price, 2007).

2) Stimulus Control

Tujuan dari terapi ini adalah membantu penderita menyesuaikan onset

tidur dengan tempat tidur.Dengan metode ini, onset tidur dapat dapat

dipercepat.Malah dalam suatu studi menyatakan bahwa jumlah tidur pada

penderita insomnia dapat meningkat 30-40 menit.Metode ini sangat

tergantung kepada kepatuhan dan motivasi penderita itu sendiri dalam

menjalankan metode ini.

3) Sleep Restriction

Dengan metode ini, diharapkan penderita menggunakan tempat

tidur hanya waktu tidur dan dapat memperpanjang waktu tidur, sehingga

diharapkan dapat meningkatkan kualitas tidur penderita. Pendekatan ini

dilakukan dengan alasan, berada di tempat tidur terlalu lama bisa

menyebabkan kualitas tidur terganggu dan terbangun saat tidur. Metode ini

memerlukan waktu yang lebih pendek untuk diterapkan pada penderita

berbanding metode lain, namun sangat susah untuk memastikan penderita

patuh terhadap instruksi yang diberikan

4) CBT (Cognitive Behavioral Therapy)

Pendekatan dengan cognitive therapy adalah suatu metode untuk

mengubah pola pikir, pemahaman penderita yang salah tentang sebab dan

akibat insomnia.Kebanyakan penderita mengalami cemas ketika hendak

tidur dan ketakutan yang berlebihan terhadap kondisi mereka yang sulit

xlii
xliii

tidur.untuk mengatasi hal itu, mereka lebih sering tidur di siang hari

dengan tujuan untuk mengganti jumlah tidur yang tidak efisien di malam

hari. Namun itu salah, malah memperburuk status insomnia mereka.Pada

studi yang terbaru, menyatakan cognitive therapy dapat mengurangi onset

tidur sehingga 54%. Pada studi lainnya menyatakan, metode ini sangat

bermanfaat pada penderita insomnia usia lanjut, dan mempunyai

efektifitas yang sama dengan pengobatan denganmedikamentosa.

4) Sleep Hygiene

Sleep hygiene yang tidak baik sering menyebabkan insomnia tipe

primer. Pada suatu studi mendapatkan, seseorang dengan kualitas buruk

biasanya mempunyai kebiasan sleep hygiene yang buruk. Penelitian lain

menyatakan, seseorang dengan sleep hygiene yang baik, bangun di pagi hari

dalam suasana yang lebih bersemangat dan ceria. Terkadang, penderita

sering memikirkan dan membawa masalah-masalah ditempat kerja, ekonomi,

hubungan kekeluargaan dan lain-lain ke tempat tidur, sehingga mengganggu

tidur mereka.

2.2 Teori Sleep Hygiene

2.2.1. Definisi Sleep Hygiene

Sleep Hygiene merupakan aktivitas yang dapat membuat seseorang

memiliki tidur yang lebih sehat jika dilakukan dengan baik meliputi

kebiasaan tidur dan lingkungan tidur (Sayekti, 2015). Sleep Hygiene

adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kebiasaan tidur yang

xliii
xliv

baik, yang meliputi hal-hal yang dapat dilakukan untuk memberikan

kesempatan terbaik untuk tidur yang rileks. Perilaku Sleep Hygiene adalah

latihan atau kebiasaan yang dapat mengoptimalkan tidur yang baik

sehingga dapat melakukan aktivitas maksimal di siang hari (Yessi, 2017).

2.2.2 Manfaat Sleep Hygiene

Terapi Sleep Hygiene diupayakan dengan membina kebiasaan atau

ritual yang konsisten yang mencakup aktivitas waktu tenang sebelum tidur

sebagai pendekatan awal untuk mengatasi insomnia dan kesulitan tidur

lainnya dan secara umum dapat digambarkan sebagai promosi perilaku

untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas tidur yang diperoleh seorang

individu setiap malam.Sleep Hygiene mengacu pada sekumpulan daftar

hal-hal yang dapat dilakukan untuk memfasilitasi mulainya tidur dan

mempertahankannya. Daftar ini berisi beberapa komponen yang

meningkatkan kecenderungan alami untuk tidur dan mengurangi hal yang

mengganggu tidur (Butkov & Lee-Chiong,2007).

2.2.3. Mekanisme Sleep Hygiene

Menurut Prayitno (2004; Nami, 2011 dalam Made 2014) sikap Sleep

Hygiene adalah sikap yang dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih

nyenyak dengan melalui perubahan perilaku, lingkungan, diet, dan

olahraga antara lain:

1) Perilaku

a. Memiliki jadwal bangun dan tidur yang teratur setiaphari.

xliv
xlv

b. Membuat pikiran dan tubuh menjadi tenang danrelaks dengan


memperbanyak do’a dan dzikir,dan berfikiran positif serta
menerima keadaan penyakit sebagai ujian dari Allah SWT.
c. Pasien berada diatas tempat tidur yang bersih.

d. Tidur siang kurang dari 30menit.

e. Minum obat sesuai jadwal

2) Lingkungan

a. Tidur dengan pencahayaan gelap.

b. Temperatur kamar tidur nyaman dengan suhu ruangan 20C


-25C

c. Menghindari suara ribut.

d. Membersihkan kamar tidur secara teratur.

e. Mengganti sprei

3) Diet

a. Makan secara teratur setiaphari.

b. Tidak makan terlalu banyak sebelumtidur.

c. Tidak minum kopi atau kafein sebelumtidur.

d. Tidak minum alkohol sebelumtidur.

e. Tidak merokok sebelum tidur.

4) Olahraga

Berolahraga (ROM Aktif Pasif) secara teratur selama 10-15 menit

sebanyak 2 kali sebelum tidur .

2.2.4 Komponen Sleep Hygiene

Komponen sleep hygiene dibagi menjadi 4 bagian besar yang

xlv
xlvi

terdiri dari jadwal tidur bangun, lingkungan, diet dan kebiasaan tidur yang

dapat menginduksi tidur seperti aktivitas siang hari (Amir N,2007).

1) Jadwal tidur – bangun

Jadwal bangun tidur terbagi atas kebiasaan tidur siang, kebiasaan

jam tidur, kebiasaan jam bangun, dan aktivitas latihan sebelum tidur

(Mastin D,2006). Tidur di siang hari dapat menyebabkan kualitas tidur

malam yang lebih baik. Kebiasaan tidur siang dimulai dari pukul 14.00 –

16.00 WIB dengan durasi tidur siang yang berbeda, yaitu antara 11,5

sampai 108,5 menit (Pandi S., Jaime,2010). ) Hal ini sesuai dengan

penelitian oleh Yoon yang menyebutkan bahwa lebih dari 40% responden

(433 responden) yang memiliki kebiasaan tidur siang teratur memiliki

tidur malam yang lebih dari dari pada responden yang tidak memiliki

kebiasaan tidur siang (Yoon I, 2004)

2) Lingkungan

Lingkungan terdiri dari tempat tidur yang tidak nyaman (seperti

matras dan guling yang tidak nyaman, selimut yang terlalu tebal atau

terlalu tipis), kamar tidur yang tidak nyaman (terlalu terang, suhu ruangan

yang panas, suara berisik), perasaan yang buruk sebelum tidur (seperti

marah, stress, khawatir). Studi menunjukkan bahwa sinar cahaya dalam

ruangan akan mempengaruhi hormone melatonin. Kamar yang tetap

terang saat tidur akan mengurangi kadar melatonin hingga 50%.Dari hasil

penelitian sebelumnya, tidur dengan tidak menggunakan lampu akan

memberikan kualitas tidur yang baik, jarang terbangun di malam hari dan

xlvi
xlvii

merasa bangun dalam keadaan segar. Lampu yang mati saat tidur akan

membuat kinerja hormon melantonin maksimal sehingga tubuh dan otak

beristirahat secara penuh (Suci R,2015).

3) Diet

Komponen Diet terdiri dari perilaku konsumsi alkohol, merokok

dan konsumsi kafein 4 jam sebelum tidur (Mastin D,2006). Komponen

bioaktif yang terdapat pada kafein dapat menghilangkan rasa kantuk

(Astawan M, 2008). Konsumsi kafein yang berlebih dapat menyebabkan

perburukan jumlah jam tidur, onset tidur, frekuensi terbangun dimalam

hari, kedalaman tidur, ketidakpuasan tidur dan disfungsi pada pagi hari

(Binti N,2013). Mekanisme kerja utama kafein adalah menghambat

reseptor Adenosin. Adenosine merupakan neurotransmitter yang efeknya

megurangkan aktivitas sel terutama sel saraf. Apabila reseptor adenosine

berikatan dengan kafein, maka aktivitas sel saraf akan tetap aktiv karena

adenosine tidak dapat berkerja menghambat aktivitas sel (Allsbrook

J,2008).

Konsumsi alkohol akan memicu rasa kantuk saat seseorang sudah

terjaga dalam waktu yang lama dan akan mulai mereda setelah tidur.

Setelah minum alkohol, produksi adenosine (bahan kimia yang

menginduksi tidur dalam otak) akan meningkat, memungkinkan untuk

onset cepat tidur. Namun, akan mereda dan menyebabkan seseorang

terbangun sebelum benar-benar istirahat. Dampak konsumsi alkohol

lainnya adalah blocking tidur pada fase REM. Fase REM yang berkurang

xlvii
xlviii

akan menyebabkan penurunan konsentrasi saat bangun tidur

(Matizih,2004).

Merokok merupakan salah satu perilaku yang dihindari sebelum

tidur. kandungan nikotin dalam rokok akan meningkatkan konsentrasi

intrasynaptic dopamine (DA) diventral striatum/nucleus accumbens

(VST/Nac) danserotonin sebagai neurotransmitter penahan kantuk (Liem

A,2010). Proses ini akan menyebabkan proses jatuh tidur semakin lama.

Vaora (2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa perokok berat

memiliki risiko 9,3 kali lebih besar untuk mengalami insomnia daripada

perokok ringan.

Obat-obatan sering kali mempengaruhi siklus tidur. Medikasi

antidepresan, heterosiklik, inhibitor monoamine oksidae (MAOI), dan

litium dapat menyebabkan penurunan dalam tidur REM. Penelitian dengan

obat-obatan heterosiklik tidak menunjukkan timbulnya toleransi terhadap

supresi REM. Terapi lain seperti elektrokonvulsif dan kokain dapat

menyebabkan penurunan tidur REM. Obat-obatan neuroleptic dapat

meningkatkan rasa kantuk dan tidur REM; namun dosis klorpromazin

yang tinggi akan menekan REM (Barry G. 2009).

Benzodiazepine menyebabkan penurunan pada stadium I, III, IV,

peningkatan pada stadium II dan peningkatan dalam kelatenan REM.

Toleransi timbul dengan cepat terhadap sedative-hipnotik. Penggunaan

jangka panjang dapat menimbulkan kelatenan tidur yang tidak teratur,

supresi REM dan sering terjaga (Barry G. 2009). Beberapa jenis hipnotik

xlviii
xlix

benzodiazepin adalah flurazepam, temazepam, triazolam, lorazepam,

piperidindion, glutetimid, meliprilon dan etklorvinol. Tahap kerja obat

akan dimulai 10-20 menit setelah konsumsi obat, namun jam kerja bisa

mencapai 3-6 jam. Tersedia dalam bentuk tablet sirup ataupun melalui

injeksi (Joyce LK,2010).

4) Kebiasaan yang dapat menginduksi tidur

Tindakan non-spesifik untuk menginduksi tidur (sleep hygiene)

dapat dilakukan dengan bangun pada waktu yang sama setiap hari, batasi

waktu ditempat tidur, hindari tidur sekejap di siang hari, aktif berolahraga

di sore hari. Merendam dalam air panas menjelang waktu tidur selama 20

menit, hindari makan banyak sebelum tidur, makan pada waktu yang

teratur, lakukan relaksasi sebelum tidur dan mempertahankan kondisi tidur

yang menyenangkan merupakan tindakan yang dapat menginduksi tidur

juga (Prayitno A,2012).

Studi yang dilakukan oleh Gumilar mengatakan bahwa dengan

memberi perlakuan rendam kaki dengan air hangat selama 5 hari berturut-

turut memberikan pengaruh yang baik terhadap kualitas tidur lansia.

Penurunan rata-rata skor total kualiatas tidur lansia dari 15,20 saat belum

diberikan intervensi menjadi 9,50 setelah diberikan intervensi. Dengan

analisis uji Wilcoxon setiap komponen, di dapat perbedaan rata-rata skor

yang bermakna antara sebelum dan sesudah pemberian perlakuan dengan

nilai p<0,05 (Gumiler G,2015).

xlix
l

2.2.5 Alat Ukur Sleep Hygiene

Menurut Mastin (2006; Nilam 2015 dalam Yessi, 2017) sleep hygiene

dapat diukur dengan menggunakan Kuesioner Sleep Hygiene Index (SHI).

Kuesioner ini digunakan sebagai alat ukur baik atau buruknya perilaku atau

kebiasaan tidur dan lingkungan tidur seseorang. Sleep Hygiene Index terdiri

dari 13 item dengan pilihan jawaban dalam rentang 1-5 per itemnya

sebagaimana

tabel 2.4 Sleep Hygiene Index (SHI).


5 = selalu; 4 = sering; 3 = kadang; 2 = jarang; 1 = tidak pernah
1 Saya tidur siang selama 2 jam atau lebih 5 4 3 2 1
2 Saya mulai tidur diwaktu yang berbeda 5 4 3 2 1
3 Saya bangun tidur di waktu yang berbeda 5 4 3 2 1
4 Saya berolahraga sampai berkeringat dalam 1
5 4 3 2 1
jam sebelum tidur
5 Saya berada di tempat tidur lebih lama dari yang
5 4 3 2 1
seharusnya, 2-3 kali dalam satu minggu
6 Saya mengonsumsi alkohol, rokok, atau kofein
5 4 3 2 1
(kopi) kurang dari 4 jam sebelum tidur
7 Saya melakukan sesuatu yang dapat membuat
5 4 3 2 1
saya tetap terjaga sebelum tidur
8 Saya akan tidur ketika saya merasa stres, marah,
5 4 3 2 1
kecewa, atau gugup
9 Saya menggunakan tempat tidur selain untuk
5 4 3 2 1
Tidur
1 Saya tidur di tempat tidur yang tidak nyaman 5 4 3 2 1
0
1 Saya tidur di kamar yang tidak nyaman 5 4 3 2 1
1
1 Saya melakukan tindakan penting sebelum tidur 5 4 3 2 1
2
1 Saya berfikir, merencanakan, atau khawatir
5 4 3 2 1
3 ketika saya berada di tempat tidur
Hasil akhir dibagi menjadi 3, yaitu skor 13 – 27 (baik), 28 – 40 (sedang), 41 – 75
(buruk).

l
li

2.3 Kerangka Pemikiran

Faktor yg mempengaruhi kualitas tidur, Penyakit, Stress ,Kelelahan,

Obat-obatan, Nutrisi, lingkungan. Gagal jantung /CHF akanmenimbulkan

masalah keperawatan, salah satu diantaranya adalah sleep deprivation/

disturbed sleep pattern berhubungan dengan nocturia atau sleep position

because nocturnal dyspnea (Wilkinson, 2005). Sleep deprivation adalah

periode lama yang tidak bisa tidur secara alami dan terus menerus dalam

periode kesadaran relative. Sedangkan disturbed sleep pattern adalah

keterbatasan waktu tidur secara alami dan terus menerus dalam periode

kesadaran relatif meliputi jumlah dan kualitas (NANDA, 2005-2006). Hal

tersebut menyebabkan gangguan tidur dengan karakteristik: Sulit memulai

tidur, Sering terbangun di malam hari, Sulit mempertahankan tidur, Bangun

tidur terlalu cepat sehingga menyebabkan kualitas tidur menurun. Tindakan-

tindakan yang bisa dilakukan untuk mengatasi penurunan kualitas tidur

adalah dengan Aromaterapi, stimulus control, sleep hygiene, sleep restriction,

cognitive behavioral theraphy (CBT).Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan intervensi Sleep Hygiene dengan melalui perubahan perilaku,

lingkungan, diet, dan olahraga. Sehingga kualitas tidur akan meningkat.

li
lii

Bagan 3.1 pengaruh Sleep Hygiene terhadap kualitas tidur pada pasien CHF

Penyakit CHF

Faktor yg
mempengaruhi
kualitas tidur:

1. Penyakit Gangguan Tidur


2. Stress Sulit memulaitidur
3. Kelelahan Sering terbangun di malam hari
4. Obat-obatan Sulit mempertahankantidur
5. Nutrisi Bangun tidur terlalucepat
6. lingkungan

Aromaterapi StimulusContr
Sleep SleepRestrictio Cognitive
ol Hygiene n Behavioral
Perilaku Theraphy
Lingkungan
Diet
Olah Raga

Kualitas Tidur

Modifikasi teori Prayitno (2004; Nami, 2011 dalam Made 2014)

lii
liii

Berdasarkan kerangka konsep penelitian di atas maka hipotesis dari

Variabel penelitian adalah:

Keterangan:

: variabel yang diteliti

: variabel yang tidak diteliti

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode telaah literature (literature review)

atau tinjauan pustaka. Studi literature review adalah cara yang dipakai untuk

mengumpulkan data atau sumber yang berhubungan pada sebuah topic tertentu

yang bisa didapat dari berbagai sumber seperti jurnal, buku, internet, dan pustaka

lain.

3.2 Strategi Pencarian

3.2.1 Penelusuran Literature

Penelusuran didapat melalui media elektronik (internet). Waktu pencarian

( Maret- Juni 2020). Kata kunci yang digunakan dalam penelusuran adalah

“Hearth Failure”, “Sleep Disorders”, “Sleep Apnea”, “Non

Pharmacological Therapy”, ”Nursing Intervention”, ”Sleep Quality”,”Sleep

liii
liv

Hygiene”. Hasil penelusuran diatas menunjukan Sleep Hygiene dapat

meningkatkan kualitas tidur pasien CHF. Penelusuran literature menggunakan

database ScienceDirect, Google Scholar, ElsivierScience, SpringerPub,

PubMed, ResearchGate dan LibGen.

Artikel/ jurnal yang sesuai dengan criteria inklusi dan ekslusi diambil

untuk selanjutnya dianalisis. Literature review ini menggunakan terbitan tahun

2003-2019, yang dapat diakses fulltext. kriteria jurnal yang direview adalah

artikel jurnal berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Subjek penelitian

dewasa, lansia.

Berdasarkan hasil penelusuran di ScienceDirect, Google Scholar,

ElsivierScience, SpringerPub, PubMed, ResearchGate dan LibGen dengan

kata kunci, Sleep Hygiene, peneliti menemukan 832 jurnal yang sesuai dengan

kata kunci tersebut. Untuk kata kunci “kualitas tidur pasien CHF” Sebanyak

448 jurnal , untuk kata kunci “Congestive Hearth Failure” sebanyak 115

jurnal , dari jurnal yang ditemukan sesuai kata kunci pencarian tersebut

kemudian dilakukan skrining, jurnal dieksklusi karena tidak tersedia artikel

full text. Asesment kelayakan terhadap 54 jurnal full text dilakukan, jurnal

yang duplikasi dan tidak sesuai kriteria inklusi dilakukan eksklusi sebanyak

142 , sehingga didapatkan 20 jurnal & artikel full text yang dilakukan review.

3.3 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Kriteria inklusi pada penelitian yaitu jurnal yang diambil dalam 16 tahun

terakhir rentang tahun 2003-2019.

1. Tipe Studi

liv
lv

Desain penelitian yang diambil dalam penulusuran ilmiah ini adalah Mix

methods studi, experimental studi, survey studi, cross sectional studi

,analisis korelasi,analisis komparasi.

2. Bahasa

Jurnal yang dipilih yaitu yang berbahasa inggris dan bahasa indonesia

3. Tema

Tema jurnal yang di telaah yaitu Sleep Hygiene , kualitas tidur, CHF

4. Subjek/sampel

Manusia, dewasa,lansia, pasien CHF atau pasien yang dilakukan sleep

hygiene.

5. Tipe intervensi

Intervensi utama yang ditelaah pada penulusuran ilmiah ini adalah

pengaruh intervensi Sleep Hygiene terhadap kualitas tidur pada pasien

CHF

6. Hasil Ukur

Outcome yang di ukur dalam penulusuran ilmiah ini adalah pengaruh

intervensi Sleep Hygiene terhadap kualitas tidur pada pasien CHF

Literature Review ini di sintesis menggunakan metode naratif dengan

mengelompokkan data-data hasil ekstraksi yang sejenis sesuai dengan hasil

yang diukur untuk menjawab tujuan. Jurnal penelitian yang sesuai dengan

kriteria inklusi kemudian dikumpulkan dan dibuat ringkasan jurnal meliputi

nama peneliti, tahun terbit jurnal, negara penelitian, judul penelitian, metode

dan ringkasan hasil atau temuan. Ringkasan jurnal penelitian tersebut

lv
lvi

dimasukan ke dalam tabel diurutkan sesuai alphabet dan tahun terbit jurnal

dan sesuai dengan format tersebut di atas. Untuk lebih memperjelas analisis

abstrak dan full textjurnal dibaca dan dicermati. Ringkasan jurnal tersebut

kemudian dilakukan analisis terhadap isi yang terdapat dalam tujuan penelitian

dan hasil/temuan penelitian. Analisis yang digunakan menggunakan analisis

isi jurnal. Data yang sudah terkumpul kemudian dicari persamaan dan

perbedaannya lalu dibahas untuk menarik kesimpulan.

3.4 Jadwal Penelitian

Bulan

No Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli

1. Tahap persiapan
penelitian

a. Penyusunan dan
pengajuan judul
(outline)

b. Pengambilan data
dan sumber

c. Bimbingan proposal
penelitian

2. Sidang seminar proposal


penelitian

a. Revisi post sidang


proposal

b. Lain-lain

lvi
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penulis melakukan telaah literatur yang dimulai dengan mencari jurnal

melalui search ScienceDirect, Google Scholar, ElsivierScience, SpringerPub,

PubMed, ResearchGate dan LibGen. dan menggunakan kata kunci “Heart

Failure”, “Sleep Disorders”, “Sleep Apnea”, “Non Pharmacological

Therapy”, ”Nursing Intervention”, ”Sleep Quality”,”Sleep Hygiene”.tahun

penerbitan maksimal 2003, didapatkan hasil 17 jurnal dan artikel terkait

dengan kompetensi. Di bawah ini dijabarkan hasil literature review jurnal

terkait.

Table 4.1

No NamaPeneliti Judul Metode Sample Hasil Peneltian


.

1. Musaddad Efek Kebersihan Cross 530 orang Manajemen gangguan


Kamal, Tidur Dan Sectional tidur yang terjadi pada
TutiHerawati Relaksasi pasien yang gagal
(2019) Benson Pada jantung harus
Peningkatan mendapatkan perhatian
serius dan dilakukan
Kualitas Tidur secara komprehensif dan
di antara Pasien multidisplin. Perawat,
Gagal jantung sebagai salah satu
profesional kesehatan,
memiliki peran penting
dalam masalah ini.
Intervensi psikologis dan
prilaku juga dapat
mengatasi gangguan
tidur. Kebersihan tidur
dan relaksasi Benson
adalah intervensi yang

41
berpotensi untuk
meningkatkan kualitas
tidur pada pasien gagal
jantung.

2. Su Young Jung, Sleep Hygiene- Analisis 174 Hasil penelitian


Hyung-sik Kim, kondisi terkait korelasi menunjukan banyak
Kyoung Jin pada pasien faktor yang
Hwang, Sung dengan apnea mempengaruhi
Wan Kim saat tidur kebersihan tidur pasien,
disebabkan suhu yang tidak stabil,
(2018) obtruksi ringan kelembaban, minum
sampai sedang alcohol sebelum tidur,
kegembiraan emosional,
atau gairah dikaitkan
dengan gejala ringan
hingga OSA sedang.
Penelitian ini mendukung
hipotesa bahwa pasien
OSA ringan hingga
sedang dapat mengalami
pengurangan gejala jika
dilatih untuk
memperbaiki kebiasaan ,
gaya hidup, untuk
menjaga kondisi terkait
kebersihan tidur yang
memadai.

3. Inggriane Kualitas Tidur Literatur - Kekurangan tidur pada


Puspita Dewi Pasien Gagal penderita gagal jantung
Jantung dan berdampak terhadap
(2017). penanganannya kualitas hidupnya,
cenderung menderita
depresi yang berdampak
terhadap peningkatan
kematian, sudden
cardiac death dan
ventrikuler aritmia.
Penanganan berupa terapi
farmakologis dan non
farmakologis. Implikasi
terhadap ilmu
keperawatan dari
masalah kualitas tidur
pasien gagal jantung,
diupayakan
mengembangkan model
terapi regimen non

42
farmakologi, dengan
mempertimbangkan
aspek psikososial dan
spiritual

4. Suna, Mudge, Efek dari Uji n=54 Peningkatan kualitas


program eksperimen tidur berkorelasi dengan
Stewart,
pelatihan olah kapasitas latihan yang
Marquart,
raga yang ditingkatkan dan
O'Rourke, &
diawasi pada mengurangi gejala
A;, S.
kualitas tidur depresi, tetapi tidak
(2015). pada pasien berpengaruh dengan
gagal jantung perubahan indeks massa
tubuh atau denyut
jantung

5. Ira Suwartika Analisis Faktor Korelasi 80 orang Hasil penelitian


Yang analitik menunjukkan bahwa
Peni Cahyati dengan
Berpengaruh cross kebiasaan minum kopi
(2015) Terhadap sectional (p=0,001), kebiasaan
Kualitas Tidur merokok (p=0,004) dan
Pasien Gagal tingkat keparahan
Jantung Di penyakit (p=0,028)
RSUD Kota mempunyai pengaruh
Tasikmalaya yang signifikan terhadap
kualitas tidur pasien
gagal jantung. Hasil
multivariat didapatkan
tingkat keparahan
penyakit merupakan
faktor paling dominan
yang berpengaruh
terhadap kualitas tidur
pasien gagal jantung p =
0,001 (p < 0,05

6. Fachrunnisa, Faktor-Faktor Deskriptif 32 pasien Sebagian besar


Yang korelasi responden memiliki
Sofiana dengan
Nurchayati, Berhubungan pendekatan kualitas tidur yang tidak
Dengan Kualitas cross- baik yaitu sebanyak 20
Arneliwati, Tidur Pada sectional responden (62,5 %).
(2015) Pasien Kualitas tidur responden
Congestive yang tidak baik
Heart Failure mmmmmmmdisebabkan
oleh beberapa alasan,
seperti sesak napas
yang dirasakan saat
berbaring, nyeri dada,
lingkungan yang tidak

43
nyaman, dan
kecemasan.Kualitas
tidur yang tidak baik ini
ditandai dengan
lamanya waktu untuk
tertidur, beberapa kali
terbangun ditengah
malam bahkan ada
laporan responden yang
menyatakan tidak tidur
selama satu malam.

7. Herrscher, Akre, Predictor klinis kuantitatif 115 2


BMI ≥ 30 kg / m
pada apnea tidur pasien
Overland, dikaitkan dengan
Sandvik, & pada pasien
Westheim. rawat jalan sedang sampai berat SDB
(2014) gagal jantung (sleep disordered
breathing), sleep apnea
atau DMS (difficulties
maintaining sleep ).
Dengan demikian, BMI
dapat digunakan sebagai
salah satu kriteria seleksi
untuk rujukan pasien
gagal jantung ke spesialis
tidur.

8. Leah A. Irish, Peran Article in - Ulasan ini mengevaluasi


Christopher E. kebersihan tidur press dukungan empiris untuk
Kline, Heather dalam rekomendasi kebersihan
E. Gunn, Daniel mempromosikan tidur individu untuk
J. Buyse, kesehatan orang dewasa dengan
Martical H.Hall masyarakat: nonklinis masalah6 tidur.
Tinjauan bukti Secara khusus, kami
(2014) empiris melakukan tinjauan
selektif penelitian yang
menyelidiki dampak
penggunaan kafein,
meroko,alcohol,
olahraga, manajemen
stress, kebisingan, waktu
tidur, dan tidur siang
pada karakteristik tidur
nocturnal.epidemiologi
dan laboratium penelitian
memberkan beberapa
dukungan6 untuk

44
hubungan antara
komponen kebersihan
tidur individu dan setiap
rekomendasi didukung
oleh fisiologis yang
masuk akal dan
mekanisme psikososial.

9. Suci Khasanah Kualitas Tidur Deskriptif 16 pasien Hasil perhitungan


Pasien CHF Komparatif dengan menggunakan
Harnanto Setyo
Pambudi kuesioner The
Pittsburgh Sleep
(2014) Quality Index (PSQI),
didapatkan 8 responden
(50%) yang tidur
dengan posisi selain
menghadap ke kanan
memiliki skor >5 yang
artinya memiliki posisi
tidurnya selain miring
ke kanan. Hasil uji t-
test independent,
didapatkan nilai p =
0,015 (p < 0,05). yang
berarti ada perbedaan
skor kualitas tidur antara
pasien gagal jantung
kongestif dengan posisi
tidur miring ke kanan
dengan selain miring ke

kanan.

10. M. Pilar Terapi perilaku Quasy 59 Hasil penelitian grup


Martinez. Elena kognitif dan Experiment CBT melaporkan hasil
Miro. Ana I. kebersihan tidur 30(CBT- perkembangan yang
Sanchez. di uji coba I) signifikansetelah
Carilina Diaz- terkontrol secara dilakukan tindakan di
29(SH)
Piedra. Rafael acak beberapa variabel tidur,
Caliz. Johan W. fibromialgia A. kelelahan, kegiatan
S. Vlaeyen. 66harian, kesakitan,
Gualberto kecemasan dan depresi.
Buela- Casal
SH grup hanya
(2013) menunjukan
perkembangan yang
signifikan pada kualitas
tidur secara subjektif.

Pasien di grup CBT

45
menunjukan perubahan
yang lebih signifikan dari
pada SH grup di hampir
semua pengukuran.

11. Deora Johnson, Evaluasi Quasy 10 Hasil penelitian


DNP,PMHN,BC efektivitas Experiment pendidikan Kebersihan
, pelatihan tidur dan latihan relaksasi
relaksasi dan efektif dalam mengatasi
Anthony pendidikan gangguan tidur pada
Roberson, PhD, kebersihan tidur pasien depresi.
PHMNP,BC untuk insomnia
pada pasien
(2013)
depresi

12. Liu, Ju-Chi, Dampak kualitas cross- 88 pasien Temuan dari studi ini
Hung, tidur dan kantuk sectional dengan menambah bukti

Hsiang-Lien, di siang hari study penyakit bahwa pada orang


Shyu, Yuh- pada kualitas jantung dengan gagal jantung
Kae, Pei- hidup global di yang yang stabil memiliki
Shan. komunitas stabil kualitas tidur yang buruk,
tempat tinggal dan mempengaruhi
(2011 ) pasien dengan persepsi diri serta
gagal jantung. kualitas hidup, khususnya
domain fisik dan
psikologis.

13. Wang,T., Faktor-faktor Analisis 101 Pasien dengan gagal


Lee,S., yang quesioner pasien jantung harus diedukasi
Tsay,S.,& mempengaruhi dengan tentang Sleep Hygiene
Tung,H. kualitas tidur gagal dan meningkatkan
pasien gagal jantung kegiatan rekreasi,
(2010) jantung dari klinik manajemen penyakitnya,
kardiologi dan keterampilan
di Taiwan penyesuaian emosional.

14. Redeker, N., & Kualitas tidur Quasy 61 pasien Kualitas tidur berubah
dan kualitas experiment dengan dipengaruhi oleh
Hilkert, R. seringnya terbangun di
hidup pasien gagal malam hari, kinerja
(2010 ).
gagal jantung jantung fungsional dan kesehatan
stabil. mental pada pasien gagal
yang jantung dengan sistolik
stabil stabil. Penanganan yang
efektif

dari masalah tidur ini


dapat menyebabkan
peningkatan kualitas

46
hidup.

15. M. Siemenski Kebersihan Cross 388 Hasil penelitian


(2009) Tidur Pada Sectional Orang menunjukan kebersihan
Pasien Dengan tidur pada subjek RLS
Sindrom Kaki lebih buruk dari pada
Gelisah Setelah pasien non-RLS. Terapi
Stroke Iskemik kognitif dan perilaku
Dan Sindrom dapat meningkatkan
Koroner Akut kualitas tidur dan bahkan
intensitas gejala RLS
dalam kelompok ini.

16. Mariana Guedes Dampak Quasi 36 orang Pada subjek langkah


Bahia Kebersihan eksperimen langkah yang telah
Tidur Pada diadopsi, hasil yang baik
Pasien Pada dicatat bahwa pasien
Sindrom Apnea telah mempertimbangkan
Vera Soares
Tidur Obstruktif tidur teratur, jam bangun
Joao Carlos dan tidur santai sama
Winck(2006) pentingnya.

17. Edward J. Pengunaan Cross 96 orang Penelitian ini


Stepanski Kebersihan sectional menunjukan dengan jelas
Tidur Dalam bahwa kualitas dan
Pengobatan kuantitas tidur
Insomnia. dipengaruhi secara buruk
James
ketika perilaku tidur
K.Wyatt(2003)
tertentu diikuti.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Literatur Riview

1. Kualitas Tidur Pasien Congstive Heart Failure (CHF)

CHF menimbulkan berbagai gejala klinis yang dirasakan pasien,

beberapa diantaranya adalah dyspnea, orthopnea, dan gejala yang paling

47
sering dijumpai adalah paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) (Davey,

2005). Paroxysmal noctural dyspnea (PND) adalah sesak napas yang

terjadi tiba-tiba pada saat tengah malam setelah penderita tidur selama

beberapa jam. Gangguan pola tidur merupakan suatu keadaan ketika

individu mengalami atau mempunyai resiko perubahan jumlah dan

kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan atau

mengganggu gaya hidup yang diinginkan (Carpenito, 1995 dalam Hidayat

& Uliyah, 2008). Gangguan istirahat tidur pada pasien CHF terutama

terjadi pada malam hari dikarenakan munculnya keluhan sesak napas.

Kualitas tidur merupakan aspek dari tidur yang meliputi lama tertidur,

waktu bangun dan kenyenyakan dalam tidur (Melanie, 2012).

Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pasien,

diantaranya adalah dari faktor lingkungan seperti pencahayaan, suara

bising, tindakan perawatan yang dilakukan pada malam hari dan

banyaknya orang di dalam ruangan. Faktor yang lainnya adalah dari

tindakan medis seperti pengobatan, jika pasien tersebut merasa kondisinya

lebih baik maka kualitas tidurnya lebih baik, begitu juga sebaliknya.

Adanya keluhan seperti nyeri, suasana hati seperti kecemasan juga dapat

mengganggu tidur, sebagaimana disampaikan oleh Poter dan Perry (2005)

tentang faktor- faktor yang mengganggu tidur. Dengan demikian tidak

menutup kemungkinan kondisi tersebut juga mempengaruhi pasien berada

pada kualitas tidur buruk.

48
2. Kualitaas Tidur Pasien Gagal Jantung Dan Penanganannya

Dapat ditemukan beberapa hal penting terkait kualitas tidur pasien

dengan gagal jantung. Secara garis besar ditemukan tentang hubungan

penyakit gagal jantung dan pengaruhnya terhadap kualitas tidur pada jurnal

yang ditulis oleh (Herrscher, Akre, Overland, Sandvik, & Westheim, 2014;

Liu et al., 2011; Redeker & Hilkert, 2010), sementara mengenai

penanganan masalah tidur pada pasien dengan gagal jantung

dikemukakan (Suna et al., 2015; Wang, Lee, Tsay, & Tung, 2010).

Perjalanan penyakit gagal jantung diawali dengan adanya faktor risiko.

Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok merupakan faktor yang

dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat

badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga

dikatakan sebagai faktor risiko indepen perkembangan gagal jantung.

Gagal jantung terjadi karena interaksi kompleks antara faktor-faktor yang

mempengaruhi kontraktilitas, after load, preload, atau fungsi lusitropik

(fungsi relaksasi) jantung, dan respons neurohormonal dan hemodinamik

yang diperlukan untuk menciptakan kompensasi sirkulasi (Herrscher et al.,

2014).

Penderita Gagal jantung umumnya memiliki SDB (sleep

disordered breathing) didefinisikan sebagai Apnea-Hypopnea Index

(jumlah peristiwa apnea dan Hypopnea/jamtidur) ≥5 (Herrscher et al.,

2014). Sleep Apnea obstruktif 40 % ditemukan pada orang dewasa dengan

gagal jantung. Central Sleep Apnea bahkan lebih sering terjadi di populasi

49
gagal jantung. Penderita gagal jantung dan SDB memiliki waktu tidur total

lebih pendek, onset untuk tertidur lebih lama dan waktu untuk terbangun

setelah onset tidur, serta waktu tidur lebih pendek dibandingkan

dengan mereka yang tidak gagal jantung (Liu et al., 2011 ; Thomas et al.,

2008).

Bagan 4.1. Alur penelitian

Riegel dan weaver, 2009

Penurunan kualitas tidur pada pasien gagal jantung berdampak

terhadap kualitas hidup pasien, baik secara lingkungan, fisik, sosial dan

spiritualnya. Temuan memberikan bukti bahwa selain status fungsional dan

kelelahan terus-menerus, kualitas hidup pasien gagal jantung berhubungan

dengan tingkat keparahan SDB (Mills PJ et al., 2009). Penderita sering

mengalami gejala emosi dan somatik depresi. Pikiran negatif sering

dirasakan memperkuat perasaan depresi mereka ( Dekker, et al., 2009).

50
Dapat disimpulkan bahwa efek gangguan tidur mengungkapkan

bahwa efek kumulatif jangka panjang dari gangguan tidur telah dikaitkan

dengan berbagai penyakit kondisi kesehatan yaitu peningkatan risiko

hipertensi, diabetes, obesitas, depresi, serangan jantung, dan stroke. Pasien

gagal jantung yang mengalami gangguan tidur akan mengalami insomnia

yang berkontribusi signifikan terhadap kelelahan dan penurunan kualitas

hidup.

3. Pengaruh Sleep Hygiene Pada Peningkatan Kualitas Tidur Di Antara

Pasien Gagal Jantung

Mekanisme yang mendasari gangguan tidur pada pasien dengan

gagal jantung disebabkan oleh gejala nokturnal yang menyebabkan

gangguan tidur, seperti batuk, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea,

dan nocturia. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada faktor

perilaku yang menyebabkan gangguan tidur pada pasien gagal jantung

yang berhubungan dengan peningkatan waktu tidur meskipun mereka

masih terjaga, persepsi kurang tidur, sering tidur siang, dan penggunaan

televisi yang dapat membantu mereka tidur.

Sleep Hygiene memiliki efek yang diinginkan pada kualitas tidur

pasien dengan penyakit CHF sehingga dapat digunakan sebagai terapi

komplementer untuk meningkatkan kualitas tidur pada pasien. Gangguan

tidur yang terjadi pada pasien dengan gagal jantung harus mendapatkan

perhatian serius dan dilakukan secara komprehensif dan multidisiplin.

Perawat, sebagai salah satu profesional kesehatan, memiliki peran penting

51
dalam masalah ini. Ini karena ruang lingkup keperawatan adalah

memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu tidur salah satunya.

Dari hasil penelitian jurnal oleh Musaddad Kamal dalam jurnal

International Journal of Nursing and Health Service didapatkan protokol

sleep hygiene yang bias meningkatkan kualitas tidur diantaranya :

1) Menyiapkan lingkungan tidur yang nyaman, seperti menggunakan

tempat tidur yang nyaman dan pencahayaan yang memadai, dan

menggunakan seprai bersih dan kering.

2) Mengatur waktu untuk bangun pada waktu yang sama setiap hari.

3) Tidur pada waktu yang sama setiap hari.

4) Melakukan kegiatan seperti berdoa sebelum tidur untuk membantu

meningkatkan kenyamanan sebelum tidur.

5) Memilih posisi tidur yang nyaman, pada pasien dengan gagal

jantung dianjurkan untuk memilih posisi miring kanan atau kiri

atau setengah matang dengan 45 derajat.

6) Jaga suhu di kamar tidur nyaman.

7) Jaga agar ruangan tetap tenang.

Sedangkan hal-hal yang harus dihindari adalah:

1. Hindari tidur di siang hari dengan waktu yang lama karena tidur

lebih dari 30-45 menit di siang hari akan mengurangi waktu tidur

di malam hari dan membuat sulit tertidur di malam hari,

2. Hindari kegiatan seperti menonton televisi, makan atau hal-hal

lain yang dapat mengganggu tidur,

52
3. Menghindari konsumsi minuman kafein di malam hari (kopi, teh,

coklat, dll.), minum alkohol, dan merokok sebelum tidur (nikotin

adalah stimulan yang dapat membuat terjaga),

4. Hindari minum berlebihan sebelum tidur agar tidak bangun untuk

pergi ke kamar mandi.

Banyak penelitian tentang efek kebersihan tidur pada pasien gagal

jantung dilakukan. Dalam penelitian tersebut, dijelaskan bahwa pasien

gagal jantung harus mendapatkan kualitas tidur, meningkatkan waktu

luang, meningkatkan manajemen diri, dan mempromosikan kondisi

emosional untuk meningkatkan kualitas tidur. Manfaat dari kualitas tidur

adalah pasien dapat mengatur tidur, mengurangi gangguan tidur yang

dialami sebelumnya dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Penelitian

tentang kualitas tidur telah dilakukan Martinez pada pasien fibromyalgia

yang mengalami gangguan tidur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kualitas tidur mampu meningkatkan kualitas tidur pasien. Studi serupa

pada pasien lain juga dilakukan oleh Soleimani pada pasien gagal ginjal

yang menjalani hemodialisis dan memiliki gangguan tidur. Studi tersebut

menyatakan bahwa kebersihan tidur mampu mengurangi kualitas tidur

yang buruk dari 84,7% menjadi 64,5%.

Dapat disimpulkan bahwa sleep hygiene dapat mengurangi

gangguan tidur pada pasien gagal jantung. Pasien gagal jantung harus

mendapatkan kualitas tidur, meningkatkan waktu luang, meningkatkan

53
manajemen diri, dan mempromosikan kondisi emosional untuk

meningkatkan kualitas tidur.

54
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Manajemen gangguan tidur yang terjadi pada pasien dengan gagal

jantung harus mendapatkan perhatian serius dan dilakukan secara

komprehensif dan multidisiplin. Perawat, sebagai salah satu profesional

kesehatan, memiliki peran penting dalam masalah ini. Intervensi psikologis

dan perilaku juga dapat mengatasi gangguan tidur. Sleep Hygiene dan adalah

intervensi yang berpotensi meningkatkan kualitas tidur pada pasien CHF.

Penyakit gagal jantung biasanya disertai gangguan tidur yang dapat

terjadi pada siang hari (tidur berkepanjangan) atau malam hari (sering

terbangun) karena sesak. Hal ini berdampak terhadap penurunan kualitas

hidup pasien baik dimensi fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Perlu

diupayakan penanganan baik bersifat farmakologis maupun non

farmakologis. Kasus kelolaan sleep hygiene pada pasien gagal jantung

congestive pada pasien dengan diagnosa Medis Congestive didapatkan hasil

penanganannya sebagai berikut :

1) Aspek Farmakologis

Penggunaan sleep hygiene meningkatkan kualitas tidur secara signifikan,

hal ini menunjukkan bahwa gangguan tidur pada pasien gagal jantung lebih

merasakan manfaat dengan penggunaan alat ini.

55
2) Non Farmakologis

a. Pendidikan kesehatan tentang Sleep Hygiene

b. Manajemen koping bagi penderita gagal jantung

c. Pemanfaatan waktu senggang/rekreasi bagi penderita gagal jantung

d. Program olahraga secara teratur dan dibawah pengawasan ahlinya

5.2 Saran

1) Saran bagi pasien

Klien bisa menggunakan Sleep Hygiene karena ini membantu klien

dalam mendapatkan kualitas tidur yang lebih baik.

2) Saran bagi perawat dan tenaga kesehatan

Sebagai salah satu penatalaksanaan tindakan keperawatan diharapkan

perawat mampu mengimplementasikan untuk membantu pasien yang

mengalami gangguan tidur. Sehingga dapat meningkatkan harapan sembuh

pasien serta memperpendek waktu menginap pasien di rumah sakit.

3) Saran bagi penulis

Mengoptimalkan pemahaman asuhan keperawatan pada pasien CHF

sehingga dapat menjadi bekal pengetahuan untuk meningkatkan keilmuan

kardiovaskuler.

4) Saran bagi dunia keperawatan

Mengembangkan intervensi inovasi sebagai tindakan mandiri perawat

yang dapat diunggulkan. Sehingga, seluruh tenaga pelayanan medis dapat

56
sering mengaplikasikan sleep hygiene dalam pemberian intervensi pasien CHF

salah satunya untuk kualitas tidur.

57
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi.2008.Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC. 

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M.


2000. .Nursing Interventions Classification (NIC).(I. Nurjannah& R. D.
Tumanggor, Eds.) (6th ed.). Jakarta: Elsevier Ltd.

Buysse, D.J., et al. 1989. The Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI): A New
Instrument For Psiciatric Practice And Research, Pittsburg: Elsevier
Scientific Publisher Ireland Ltd.

Dahlan, Sopiyudin M. 2013. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel.


Jakarta: Salemba Medika.

Depkes RI. 2012. Pedoman Nasional Penanggulangan Penyakit Infeksi Dan Non
Infeksi. Edisi III, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Dochterman.M.,&Bulecheck, G.M. 2004. Nursing interventions classification


(NIC) fourth edition, St. Louise, Missouri : Mosby, Inc.

Elizabet J.Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin .Jakarta: Aditya Media.

Evans & French. 1995. Esential Of Medical Surgical Nursing-Bedrest. USA:


Mosby Company

Fachrunnisa .2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan kualitas Tidur pada


Pasien Congestive Heart Failure JOM Vol 2 No 2, Oktober 2015, 1094

Hanning, C. 2009. Sleep Disturbance and Wind Turbine Noise on Behalf of Stop.
Swinford.Wind.Farm.Action.Group. SSWFAG

Hidayat, A.A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan teknik Analisa Data.


Jakarta: Salemba medika.

Hidayat, A. A. A. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep


dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Jefferson, C.D. Drake, C. Holly,M. 2005. Sleep Hygiene Practices in a Population


Based Sample of Insomniacs. Melalui <www.journal sleep.org /articles
/280509 .pdf>[10/01/2020].

58
Johansson, P., Arestedt, K., Alehagen, U., Svanborg, E., Dahlström, U.,
&Broström, A. 2010. Sleep Disordered Breathing, Insomnia, and Health
Related Quality of Life - A Comparison Between Age and Gender Matched
Elderly with Heart Failure or without Cardiovascular Disease. European
Journal of Cardiovascular Nursing: Journal of the Working Group on
Cardiovascular Nursing of The European Society Of Cardiology [Eur J
CardiovascNurs] 9(2), 108- 117

Lee, K. A. 1997. An Overview of Sleep and Common Sleep Problems.ANNA


Journal Volume 24.

Louis: Elsevier. Butkov, N., Teofilo, L. & Lee-Chiong.2007. Fundamentals of


Medical Surgical Nursing. Clinical ManagemenFor Positive Outcome.(8th
Ed). St.

Malau, Rulita Yesi. 2017. Gambaran Sleep Hygiene Lansia Di Panti Werdha Elim
Dan Wisma Harapan Asri Semarang. Melalui
<http://eprints.undip.ac.id/55072/1/proposal_skripsi.pdf>[10/01/2020].

Melani, R. 2014. Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur Terhadap Kualitas Tidur
Dan Tanda Vital Pasien Gagal Jantung Di Ruang Rawat Intensif RSUP dr.
Hasan Sadikin Bandung.

Nanda (Budi Santosa: editor).2006. Panduan Diagnosa NANDA 2005-2006:


Definisi dan klasifikasi .Jakarta: EGC.

Nami, Torabi. 2011. Sleep Hygiene The Gateway for Efficient Sleep: A Brief
Review. [13 /01/2020]

Norra, C., Kummer, J., Boecker, M., Skobel, E., Schauerte, P., &Wirtz, M. 2012.
Poor Sleep Quality is Associated with Depressive Symptoms. International
Society of Behavioral Medicine, 19, 526-534.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :Rineka

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu.


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 

Potter & Perry.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4 volume 1.EGC. Jakarta. Almatsier, Sunita

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M.  2007. Patofisiologi: Konsep Klinis. Proses-


Proses ... British Medical Journal

Sastroasmoro S, Ismael S. 2010. Dasar-Dasar Metodologi Penelitin Klinis.


Jakarta: Sagung Seto.

59
Sayekti, Nilam dan Hendrati. 2015. “Analisis Resiko Depresi Tingkat Kejadian
Sleep Hygiene Dan Penyakkit Kronis Dengan Kejadian Insomnia Pada
Lansia”. Jurnal FKM volume 3 No.2. Universitas Airlangga. Melalui
<http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2015>[13/01/ 2020].

Schilling,J.D. 2014. Evaluation of acute heart failure.In.:cuculich PS, Kates AM,


editors. Cardiology Subspecialty consult (3rded). Philadelphia:
WolterKluwer;p, 71-2.

Septiyadi, E. 2005.Terapi Alami Agar Tidur Lebih Mudah. Jakarta: Restu Agung.

Suastri, Ni Made P; Tirtayasa, B.P.N; Suka Aryana G.P; Kusuma Wardhani,


R.A.T. 2014. “Hubungan Antara Sleep Hygiene Dengan Derajat Insomnia
Pada Lansia Di Poliklinik Geriatri RSUP Sanglah, Denpasar”. Melalui
<http://id.portalgaruda.org/?
ref=browse&mod=viewarticle&article=2958000> [20 /01/2020].

Thomas, S. A., Chapa, D. W., Friedmann, E., Durden, C., Ross, A., Lee, M. C.
Y., & Lee, H.-J. 2008. Depression in Patients with Heart Failure:
Prevalence, Pathophysiological Mechanisms, and Treatment. Crit Care
Nurse 28, 40-45

WHO. 2016. Prevention Of Cardiovascular Disease. WHO Epidemologi Sub


Region AFRD and AFRE.Genewa.

Wilkinson, J. M. 2005. Buku Saku Diagnosis keperawatan dengan Intervensi NIC


dan criteria hasil NOC .Alih bahasa oleh Widiyawati (2007). (edisi 7).
Jakarta: EGC.

60

Anda mungkin juga menyukai