Eq, SQ, Aq
Eq, SQ, Aq
Daftar Isi……………………………………………………………………… 1
Emotional, Spiritual, and Adversity Quotient………………………………... 2
a. Definisi Emotional, Spiritual, and Adversity Quotient………………. 2
b. Penerapan Emotional, Spiritual, and Adversity Quotient dalam
Pembelajaran Biologi………………………………………………… 9
Daftar Pustaka………………………………………………………………... 11
1
Emotional, Spiritual, and Adversity Quotient
2
7. Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
8. Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati
hancur lebur.
3
Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu
untuk mengembangkan kecerdasan emosi. Individu mulai
dikenalkan dengan berbagai bentuk emosi dan bagaimana
mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak hanya
berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan
masyarakat.
Menurut Golemen, ada lima macam kecerdasan emosi, yaitu :
1) Kemampuan Mengenali Emosi Diri
Seseorang yang mampu mengenali emosinya akan memiliki
kepekaan yang tajam atas perasaan yang muncul seperti senang,
bahagia, sedih, marah, benci dan sebagainya.
2) Kemampuan Mengelola Emosi
Mampu mengendalikan perasaannya sehingga emosinya
tidak meledak-ledak yang akibatnya memengaruhi perilakunya
secara salah.
3) Kemampuan Memotivasi Diri
2. Definisi Spiritual
4
individu. Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-
aspek :
Kecerdasan Spiritual
5
1) Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang kita gunakan untuk
membuat kebaikan, kebenaran,keindahan, dan kasih sayang dalam
kehidupan sehari-hari, keluarga, organisasi, dan institusi.
2) Kecerdasan spiritual adalah cara kita menggunakan makna, nilai,
tujuan, dan motivasi itu dalam proses berpikir dan pengambilan
keputusan.
6
Menurut Stoltz (1997), definisi Adversity quotient dapat dilihat
dalam tiga bentuk, yaitu :
a. Adversity quotient adalah suatu konsep kerangka kerja guna
memahami dan meningkatkan semua segi dari kesuksesan.
b. Adversity quotient adalah suatu pengukuran tentang bagaimana
seseorang berespon terhadap kesulitan.
c. Adversity quotient merupakan alat yang didasarkan pada
pengetahuan sains untuk meningkatkan kemampuan seseorang
dalam berespon terhadap kesulitan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Adversity quotient
adalah kemampuan seseorang dalam menghadapi berbagai kesulitan di
berbagai aspek kehidupannya. Melalui Adversity quotient dapat
diketahui seberapa jauh individu tersebut mampu bertahan dalam
menghadapi kesulitan yang dialami, sekaligus kemampuannya untuk
mengatasi kesulitan tersebut. Adversity quotient juga dapat
,meramalkan siapa yang akan tampil sebagai pemenang dan siapa yang
akan putus asa dalam ketidakberdayaan sebagai pecundang. Selain itu,
Adversity quotient dapat pula meramalkan siapa yang akan menyerah
dan siapa yang aan bertahan saat menghadapi suatu kesulitan.
Adversity quotient tersebut terwujud dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan
meningkatkan semua segi kesuksesan.
2. Suatu ukuran untuk mengetahui respon seseorang terhadap
kesulitan.
3. Serangkaian alat untuk memperbaiki respon seseorang terhadap
kesulitan.
7
tidak memiliki visi yang jelas serta berkomitmen rendah ketika
menghadapi tantangan dihadapan. Dalam kaitannya dengan dunia
pendidikan dapat kita kategorikan peserta didik yang hanya
menerima pembelajaran ataupun tugas-tugas yang diberikan oleh
guru dan mengerjakannya dengan motivasi yang rendah. Dengan
kata lain tipe peserta didik ini memiliki kemampuan mengahadapi
tekanan terhadap beban belajar yang rendah.
2. Camper (berkemah di tengah perjalanan) Para camper lebih
baik, karena biasanya mereka berani melakukan pekerjaan yang
berisiko, tetapi tetap mengambil risiko yang terukur dan aman.
Orang-orang ini sekurang-kurangnya sudah merasakan tantangan,
dan selangkah lebih maju dari para quitters. Sayangnya banyak
potensi diri yang tidak teraktualisasikan, dan yang jelas pendakian
itu sebenarnya belum selesai. Campers. Adalah orang yang
berhenti dan tinggal di tengah pendakian. Mendaki secukupnya
lalu berhenti kemudian mengakhiri pendakiannya. Umumnya
setelah mencapai tingkat tertentu dari pendakiannya maka
fokusnya berpaling untuk kemudian menikmati kenyamanan dari
hasil pendakiannya. Maka banyak kesempatan untuk maju menjadi
lepas karena fokus sudah tidak lagi pada pendakian. Sifatnya
adalah satisficer, merasa puas diri dengan hasil yang sudah dicapai.
Kaitannya dengan dunia pendidikan peserta didik yang tergolong
di tipe ini biasanya memiliki kemampuan untuk menerima tekanan
dan beban belajar, namun seringkali mereka tidak menyelesaikan
tugas dan beban belajarnya dengan baik.
3. Climber (pendaki yang mencapai puncak). Para climber, yakni
mereka, yang dengan segala keberaniannya menghadapi risiko,
akan menuntaskan pekerjaannya. Mereka mampu menikmati
proses menuju keberhasilan, walau mereka tahu bahwa akan
banyak rintangan dan kesulitan yang menghadang. Namun, di balik
kesulitan itu ia akan mendapatkan banyak kemudahan.”Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. Climbers.
Orang yang berhasil mencapai puncak pendakian. Mereka
senantiasa terfokus pada usaha pendakian tanpa menghiraukan
apapun keadaan yang dialaminya. Selalu memikirkan berbagai
macam kemungkinan dan tidak akan pernah terkendala oleh
hambatan yang dihadapinya. Mundur sejenak adalah proses
alamiah dari pendakian, dan mereka senantiasa mempertimbangkan
dan mengevaluasi hasil pendakiannya untuk kemudian bergerak
lagi maju hingga puncak pendakian tercapai. Dalam dunia
pendidikan peserta didik di level ini (climbers) adalah peserta
didik yang mampu menerima tekanan dan beban belajar, mencari
8
dan mengembangkan, dan menyelesaikan tugas dan beban
belajarnya dengan baik tanpa meninggalkan perasaan tertekan
atau mampu bertahan terhadap tekanan.
a. Daya saing
Seligman (Stoltz, 2000) berpendapat bahwa adversity
quotient yang rendah dikarenakan tidak adanya daya saing ketika
menghadapi kesulitan, sehingga kehilangan kemampuan untuk
menciptakan peluang dalam kesulitan yang dihadapi.
b. Produktivitas
Penelitian yang dilakukan di sejumlah perusahaan
menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara kinerja
karyawan dengan respon yang diberikan terhadap kesulitan.
Artinya respon konstruktif yang diberikan seseorang terhadap
kesulitan akan membantu meningkatkan kinerja lebih baik, dan
sebaliknya respon yang destruktif mempunyai kinerja yang rendah.
c. Motivasi
Penelitian yang dilakukan oleh Stoltz (2000) menunjukkan
bahwa seseorang yang mempunyai motivasi yang kuat mampu
menciptakan peluang dalam kesulitan, artinya seseorang dengan
motivasi yang kuat akan berupaya menyelesaikan kesulitan dengan
menggunakan segenap kemampuan.
d. Mengambil resiko
Penelitian yang dilakukan oleh Satterfield dan Seligman
(Stoltz, 2000) menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai
adversity quotient tinggi lebih berani mengambil resiko dari
tindakan yang dilakukan. Hal itu dikarenakan seseorang dengan
adversity quotient tinggi merespon kesulitan secara lebih
konstruktif.
e. Perbaikan
Seseorang dengan adversity quotient yang tinggi senantiasa
berupaya mengatasi kesulitan dengan langkah konkrit, yaitu
dengan melakukan perbaikan dalam berbagai aspek agar kesulitan
tersebut tidak menjangkau bidang-bidang yang lain.
f. Ketekunan
Seligman menemukan bahwa seseorang yang merespon
kesulitan dengan baik akan senantiasa bertahan.
9
g. Belajar
Menurut Carol Dweck (Stoltz, 2000: 95) membuktikan
bahwa anakanak yang merespon secara optimis akan banyak
belajar dan lebih berprestasi dibandingkan dengan anak-anak yang
memiliki pola pesimistis.
10
b. Pemberian materi yang memuat pengetahuan, ketrampilan dan
sikap melalui mata pelajaran ilmu pasti, seni budaya, jasmani dan
agama.
c. Pemberalajaran menerapkan metode dan sumber pembelajaran
yang tepat dan menunjang bagi kebutuhan peserta didik sesuai
dengan lingkungannya.
d. Memberikan ketentuan-ketentuan bagi peserta didik yang berisi
norma-norma yang dikembangkan sebagai bekal kehidupan
bermasyarakat.
e. Menyelenggerakan kegiatan-kegiatan yang mengembangkan
potensi peserta didik di bidang jasmani, estetika dan religi.
f. Mengadakan evaluasi yang menyeluruh terhadap pengetahuan,
sikap dan ketrampilan peserta didik secara periodic dan terukur.
11
DAFTAR PUSTAKA
http://depirismayanti.blogspot.com/2015/01/makalah-kecerdasan-
spiritual.html (diakses 30 Apr. 20)
12