Anda di halaman 1dari 32

Referat

Hubungan Adiksi Rokok dengan


Gangguan Jiwa

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Rumah Sakit Jiwa Aceh
Banda Aceh

Oleh:
Chairini Fikry
1907101030113

Pembimbing:
dr. Rina Hastuti Lubis, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT JIWA ACEH
BANDA ACEH
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Hubungan Adiksi Rokok dengan Gangguan Jiwa”. Shalawat beserta salam
penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia
ke masa yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa, Rumah
Sakit Jiwa Aceh. Ucapan terima kasih serta penghargaan yang tulus penulis
sampaikan kepada dr. Rina Hastuti Lubis, Sp.KJ yang telah bersedia meluangkan
waktu membimbing penulis dalam penulisan laporan kasus ini.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan bagi semua pihak khususnya di bidang kedokteran dan berguna bagi para
pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya
dan ilmu kedokteran jiwa khususnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk referat ini.

Banda Aceh, 25 Juni 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3
2.1 Adiksi Rokok ....................................................................................................... 3
2.1.1 Definisi Rokok ............................................................................................. 3
2.1.2 Epidemiologi Merokok ................................................................................ 3
2.1.3 Jenis Jenis Rokok ......................................................................................... 4
2.1.4 Kandungan Rokok ....................................................................................... 5
2.1.5 Faktor Risiko Adiksi Nikotin ....................................................................... 6
2.1.6 Efek dari Nikotin.......................................................................................... 6
2.1.7 Proses Adiksi Nikotin .................................................................................. 7
2.2 Gangguan Jiwa .................................................................................................... 8
2.2.1 Definisi Gangguan Jiwa ............................................................................... 8
2.2.2 Etiologi......................................................................................................... 8
2.2.3 Tanda dan Gejala ......................................................................................... 9
2.2.4 Jenis Gangguan Jiwa .................................................................................. 13
2.3 Hubungan Adiksi Rokok dengan Gangguan Jiwa ............................................. 14
2.3.1 Hubungan Adiksi Rokok dengan Depresi.................................................. 15
2.3.2 Hubungan Adiksi Rokok dengan Kecemasan............................................ 16
2.3.3 Hubungan Adiksi Rokok dengan ADHD .................................................. 17
2.3.4 Tatalaksana Pasien Adiksi Rokok dengan Gangguan Jiwa ....................... 19
2.3.5 Prognosis .................................................................................................... 24
BAB III. KESIMPULAN........................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Merokok merupakan bentuk utama penggunaan tembakau. Secara global,


terjadi peningkatan konsumsi rokok terutama di negara berkembang. Berdasarkan
data dari Tobacco Control Support Centre (2015), diperkirakan saat ini jumlah
perokok di seluruh dunia mencapai 1,3 milyar orang dan data dari Tobacco Atlas
2015, Indonesia menjadi negara keempat dengan konsumsi rokok tertinggi di dunia
setelah Cina, Rusia, dan Amerika Serikat..1,2 Di Indonesia, merokok adalah bentuk
utama penggunaan tembakau. Secara nasional, prevalensi merokok adalah sebesar
29%. Provinsi dengan prevalensi merokok tertinggi di Indonesia adalah Jawa Barat
32.7%. Sedangkan prevalensi merokok terendah adalah Provinsi Papua 21.9%.
Terdapat 13 provinsi dari 33 provinsi yang mempunyai prevalensi merokok lebih dari
rata-rata nasional. 3

Dampak negatif merokok pada kesehatan telah ditulis dengan jelas di setiap
bungkus rokok, yaitu kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan
dan janin. Berbagai hasil penelitian secara longitudinal dan cohort, baik dalam setting
eksperimen, kuasi-eksperimen, maupun natural telah membuktikan hal tersebut.
Merokok mendorong terjadinya vasoconstriction dan atherosclerosis yang
menyebabkan subclinical myocardinal ischemia, serta karbon monoksida yang
memperbesar risiko terjadinya hypoxemia dan myopacardinal hypoxia. Selain
berdampak pada organ tubuh, kandungan zat dalam rokok khususnya nikotin juga
mempengaruhi kondisi psikologi, syaraf, serta aktivitas dan fungsi otak, baik pada
perokok aktif maupun pasif.4

Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang


signifikan di dunia, termasuk pada Indonesia. Salah satunya adalah gangguan jiwa
kondisi ini merupakan keadaan-keadaan yang abnormal baik berhubungan dengan
fisik atau mental. Keabnormalan tersebut terbagi dalam dua golongan diantaranya
psikosis dan neurosis.5

Word Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2016, jumlah


penderita depresi sekitar 35 juta, 21 juta terkena skizofrenia, 60 juta orang terkena
bipolar. Di Indonesia jumlah kasus orang dengan gangguan jiwa terus bertambah.5
1
2

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, prevelensi pada gangguan mental emosional
dengan gejala anxietas dan depresi usia≥15 tahun ke atas mencapai 14 juta orang (6%
dari jumlah penduduk Indonesia). Sedangkan pada prevelensi gangguan jiwa berat
seperti skizofrenia sebanyak 1,7per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang.
Gangguan jiwa terbanyak berada di DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali dan
Jawa Tengah.6

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, depresi adalah penyebab utama


kecacatan dan kontributor utama keempat beban penyakit global pada tahun 2004,
dengan kecenderungan untuk pindah ke posisi pertama pada tahun 2030. Depresi
ditandai oleh suasana hati yang rendah, kehilangan minat, kehilangan dorongan dan
kesenangan, perasaan bersalah, konsentrasi yang buruk, harga diri yang rendah,
gangguan tidur, dan meningkatnya nafsu makan. Depresi dihasilkan dari interaksi
kompleks faktor sosial, psikologis, dan biologis. Orang-orang yang telah melalui
peristiwa kehidupan yang merugikan (pengangguran, berkabung, dan trauma
psikologis) lebih mungkin untuk mengalami depresi. Pada gilirannya, depresi dapat
menyebabkan lebih banyak stres dan disfungsi yang memperburuk situasi kehidupan
orang yang terkena dampak dan memperburuk depresi itu sendiri.7 selain itu, survei
epidemiologis didapatkan, sepertiga dari populasi dipengaruhi oleh gangguan
kecemasan di beberapa titik dalam kehidupan. Gangguan ini dikaitkan dengan tingkat
kerusakan yang cukup besar, pemanfaatan layanan kesehatan yang tinggi, dan beban
ekonomi masyarakat yang sangat besar.8

Penelitian pada Orang tua yang perokok atau lingkungan yang banyak perokok
juga didapatkan mempengaruhi kesehatan anak meskipun anak tidak merokok
karenan anak dalam hal ini adalah sebagai perokok pasif. Penelitian yang dilakukan di
Indonesia oleh Dwijo Tahun 2000-2004 menemukan dari 4015 siswa usia 6-13 tahun
di 10 SD Wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat menunjukkan prevalensi 26,2%
anak ADHD berdasarkan kriteria DSM IV (Manual Diagnostik dan Statistik
Gangguan Mental Edisi ke Empat). Dan pada data penelitian oleh Balitbang
Direktotar Pendidikan Luar Biasa menemukan penyebab 26,2% siswa SD tersebut
mengalami ADHD karena pola asuh orang tua dan guru sebanyak 33% dan 67%
sisanya dikarena pengaruh pencemaran lingkungan seperti asap rokok dan asap
kendaraan bermotor, perjalanan prenatal terhadap alkohol, dan malnutrisi berat pada
masa anak-anak.9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Adiksi Rokok

2.1.1 Definisi Rokok


Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari
tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya
yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Sedangkan,
merokok adalah kegiatan membakar tembakau kemudian dihisap, baik menggunakan
rokok maupun pipa. Temperatur pada sebatang rokok yang sedang dibakar adalah 90
derajat celcius untuk ujung rokok yang dibakar dan 30 derajat celcius untuk ujung
rokok yang terselip dibibir. 10,11

2.1.2 Epidemiologi Merokok


Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi merokok memiliki kesamaan dari
tahun-tahun sebelumnya, yaitu prevalensi merokok pada laki-laki selalu lebih tinggi
daripada perempuan. Pada tahun 2013, prevalensi merokok laki-laki dewasa
meningkat dari 65.8% tahun 2010 menjadi 66%. Demikian juga proporsi perempuan
perokok dewasa meningkat dari 4,1% tahun 2010 menjadi 6,7% Secara keseluruhan,
prevalensi merokok pada laki-laki dan perempuan mengalami kenaikan. 3

Konsumsi jumlah batang rokok yang dikonsumsi di daerah perdesaan lebih


banyak dibandingkan perkotaan, baik pada laki-laki maupun perempuan kecuali pada
tahun 2010, perempuan di perkotaan lebih banyak mengonsumsi rokok dan tembakau
dibandingkan perempuan di perdesaan. 3

Secara ekonomi, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pendapatan


semakin banyak pula mengonsumsi rokok dan tembakau. Berdasarkan tingkat
pendidikan, secara umum dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
maka semakin meningkat pula jumlah konsumsi rokok dan tembakau, baik pada laki-
laki maupun perempuan. Sedangkan jika dilihat berdasarkan umur, jumlah konsumsi
terendah berada pada kelompok umur 15-24 tahun kemudian meningkat hingga
mencapai puncak di usia antara 35-54 tahun dan kembali menurun diusia 55 tahun ke
atas. 3

3
4

Berdasarkan jenis produk rokok, menurut laporan Global Adult Tobacco


Survey tahun 2011, rokok kretek merupakan produk rokok yang paling populer di
Indonesia. Jumlah pengguna rokok linting 8,1juta- lebih tinggi dari jumlah pengguna
rokok putih 3,8juta-. Sekitar 54,3juta orang merokok kretek dan hampir setengah juta
merokok produk lain seperti pipa, cerutu, shisha, dan lainnya. Untuk konsumsi jenis
produk rokok, sebanyak 80,4% perokok dewasa mengonsumsi rokok kretek saja,
sedangkan 5,4% mengonsumsi rokok linting saja, dan 3,7% mengonsumsi rokok putih
saja.3

2.1.3 Jenis Jenis Rokok


Jenis-jenis rokok dibagi berdasarkan bahan pembungkus rokok, isi rokok,
penggunaan filter pada rokok, dan proses pembuatan rokok:11
1. Rokok berdasarkan bahan pembungkus yaitu:
a. Cerutu : Rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau
b. Sigaret : Rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas
c. Klobot : Rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung
d. Kawung : Rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren
2. Rokok berdasarkan bahan baku atau isi:
a. Rokok kretek : Rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau
dan cengkeh dengan penambah rasa dan aroma tertentu
b. Rokok putih : Rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau
saja tanpa campuran bahan yang lain
c. Rokok tingwe : Rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau,
cengkeh, klembek dan terkadang juga kemenyan dengan penambah rasa dan
aroma tertentu
3. Rokok berdasarkan penggunaan filter:
a. Rokok filter : Rokok yang di bagian pangkalnya terdapat gabus
b. Rokok non filter : Rokok yang di bagian pangkalnya tidak terdapat gabus
4. Rokok berdasarkan proses pembuatannya:
a. Sigaret Kretek Mesin (SKM) : Rokok yang proses pembuatannya
b. Sigaret Kretek Tangan (SKT) : Rokok yang proses pembuatannya dilakukan
dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan atau alat
bantu sederhana
5

2.1.4 Kandungan Rokok


Kandungan pada sebatang rokok terdapat kandungan lebih dari 4000 senyawa
kimia, dan 2000 di antaranya berdampak buruk bagi kesehatan tubuh, seperti bahan
radioaktif (polonium-201) dan bahan yang digunakan dalam dalam cat seperti aseton,
hidrogen sianida, dan lainnya.11

Terdapat 3 komponen utama pada rokok yaitu:12


1. Nikotin adalah zat yang bersifat adiktif atau menyebabkan kecanduan. Nikotin
pada rokok akan menimbulkan rangsangan psikologis dan memberi efek ketagihan
dan ketergantungan.
2. Tar adalah zat yang bersifat karsinogenik atau menimbulkan kanker. Sumber tar
dari tembakau, cegkeh, pembalut rokok, dan bahan organic lainnya yang dibakar.
3. Karbon Monoksida (CO) adalah gas beracun yang memiliki afinitas atau
kemampuan berikatan dengan hemoglobin di sel darah merah lebih kuat
dibandingkan dengan oksigen.
Amonia beserta senyawa pembentuknya seperti diamonium fosfat (DAP) dan
urea, merupakan salah satu bahan tambahan yang terdapat di dalam rokok. Walaupun
ditolak oleh sebagian besar perusahaan tembakau di Amerika Serikat, badan
pengawas obat dan makanan di Amerika Serikat, FDA (Food and Drug
Administration) berargumen bahwa penggunaan ammonia bertujuan untuk
meningkatkan dan mengontrol masuknya alkaloid nikotin ke jalur pernapasan
perokok. Hal tersebut diperkuat oleh teori amonium-garam yang menyatakan bahwa
ketika dimasukkan ke dalam campuran tembakau, amonia bereaksi dengan garam
nikotin (indigenous nicotine salts) dan melepaskan nikotin bebas atau basal (free
nicotine) melalui proses peningkatan pH, sehingga mengakibatkan jumlah nikotin
yang masuk ke tubuh menjadi lebih besar.11,12

Nikotin berpengaruh pada otak yang kemudian menimbulkan efek psikologis


seperti penurunan kemampuan mengenali emosi dan cenderung depresi membuat para
pecandu rokok terus merokok agar tetap semangat dan lebih tenang. Selain itu nikotin
juga dapat memberikan efek kecanduan pada perokok. Kecanduan inilah yang dapat
membuat perokok apabila tidak merokok dalam sehari dapat menimbulkan depresi
berkepanjangan bahkan stres.4
6

2.1.5 Faktor Risiko Adiksi Nikotin


Berdasarkan hasil penelitian terhadap perilaku remaja berikut didapatkan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku merokok remaja. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan seseorang mempunyai kebiasaan merokok. Secara umum
dapat dibedakan menjadi 3 bagian:13
a. Faktor farmakologis, salah satu zat yang terdapat dalam rokok adalah nikotin
yang dapat mempengaruhi perasaan atau kebiasaan.
b. Faktor sosial, yaitu jumlah teman yang merokok. Faktor psikososial dari
merokok akan lebih diterima dalam lingkungan teman dan merasa lebih
nyaman.
c. Faktor psikologis, yaitu merokok dianggap meningkatkan konsentrasi,
menyenangkan atau hanya sekedar untuk menikmati asap rokok. Faktor
kepuasan psikologis memberi sumbangan yang lebih tinggi, mencapai 40,9%
dibandingkan sikap permisif orang tua dan faktor lingkungan teman sebaya
yang hanya mencapai 38,4%. Hal ini memberikan gambaran bahwa perilaku
merokok bagi subjek dianggap memberikan kenikmatan dan menyenangkan.
Kondisi yang paling banyak menyebabkan perilaku merokok yaitu ketika subjek
dalam tekanan atau stres yaitu sebanyak 40,9% .4

2.1.6 Efek dari Nikotin


Gambaran bahwa perilaku merokok bagi subjek dianggap memberikan
kenikmatan dan menyenangkan. Rokok diyakini dapa mendatangkan efek-efek
yang menyenangkan. Berikut tabel perasaan subjek setelah merokok.12

Merokok mempunyai kaitan yang erat dengan aspek psikologis terutama efek
positif yaitu sejumlah 91,491% sedangkan efek negatif hanya sebesar 8,539%
(pusing, ngantuk, dan pahit). Paling menonjol dirasakan subjek adalah kenikmatan
(38,298%), kepuasan (15,957%), dan merasakan ketenangan (12,766%). Kepuasan
psikologis ini kemungkinan berhubungan erat dengan frekuensi merokok subjek.
Rata-rata subjek merokok 7 batang per hari.12

Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa orang yang merokok lebih awal


dapat memicu kejadian depresi dan anxietas sekitar 5 tahun lebih cepat daripada
perokok late onset. Hal ini dapat disebabkan kecanduan nikotin terjadi secara cepat
sehingga kerusakan yang ditimbulkan pun lebih cepat. Belum ada penelitian yang
7

secara tegas menyebutkan berapa jumlah rokok yang dikonsumsi per hari yang dapat
memicu depresi. Akan tetapi berdasarkan penelitian, dinyatakan bahwa konsumsi
jumlah rokok lebih dari 20 batang per hari berdampak cepat dan berat terhadap
gangguan kesehatan.14

2.1.7 Proses Adiksi Nikotin


Nikotin merupakan senyawa golongan alkaloid yang dihasilkan oleh
tembakau. Nikotin sangat larut lipid sehingga mudah diabsorbsi pada mukosa mulut,
paru, mukosa pencernaan dan kulit. Rokok umumnya mengandung 6-8 mg nikotin.
Dosis letal akut nikotin adalah 60 mg. Lebih dari 90 % nikotin nikotin diisap dari asap
yang diabsorbsi. Nikotin terikat sebagai agonis pada reseptor kolinergik yaitu
nicotinic acetylcholine receptor (nAChR) yang terletak pada otak, ganglia otonom
dan neuromuscular junction. nAChR adalah reseptor pentamer yang terhubung kanal
ion. nAChR pada sel saraf terdiri dari sub unit α dan β . Reseptor ini terhubung
dengan x y kanal ion Na sehingga aktivasi reseptor ini kemudian memasukkan ion Na
kedalam sel dan mengaktifkan reseptor kanal ion Ca pada retikulum sarkoplasmik (sel
otot) danretikulum endoplasmik (sel saraf) sehingga ion Ca menuju ke sitosol,
menimbulkan kontraksi. Efluks kation-kation memicu polarisasi sel dan
memperantarai pelepasan neurotransmitter dari daerah presinaptik, salah satunya
adalah dopamin di daerah nucleus accumbens (NAc). Pelepasan hormon dan
neurotransmitter tersebut memodulasi subyektifitas, kognitif dan efek perilaku yang
berhubungan dengan merokok.15
Nikotin, seperti obat yang sering disalahgunakan lainnya, menginduksi
dopamine rewards system dan meningkatkan neurotransmitter dopamin pada daerah
nucleus accumbens (NAc). Dopamin inilah yang bertanggung jawab terhadap efek
ketergantungan dan stimulan nikotin. Nikotin yang terikat pada nAChR sub unit α4β2
mengeksitasi saraf dopaminergik melalui depolarisasi. Depolarisasi ini disebabkan
++2+ karena masuknya ion Na , K dan Ca . Ion 2+ Ca dalam sel menginduksi
kontraksi otot dan pelepasan berbagai neurotransmiter dan hormon. Sist em
dopaminergik yang dipengaruhi oleh nikotin adalah dopamin pada jalur
mesokortikolimbik yaitu pada daerah vental tegmental area (VTA), profrontal cortex
(PFC) nucleus accumbens (NAc). Pelepasan dopamin pada jalur mesokortikolimbik
inilah yang berperan dalam tingkah laku dan menyebabkan efek ketergantungan
terhadap obat-obat psikostimulan, termasuk nikotin.15
8

Secara keseluruhan, nikotin yang dihisap oleh tubuh akan berikatan dengan
reseptor asetilkolin-nikotinik yang kemudian mengaktifasi reward system pathways
dan jalur adrenergik. Pada reward system pathways, perokok akan merasa nikmat dan
memicu sistem dopaminergik sehingga perokok akan merasa lebih tenang dan mood
terkontrol. Efek nikotin berlangsung sebentar saja, oleh karena itu perokok harus terus
merokok untuk mempertahankan efek sensasi dari nikotin dan untuk menghindari
gejala putus zat. Sementara pada jalur adrenergik, nikotin akan mengaktifkan sistem
adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan serotonin.
Meningkatnya serotonin menimbulkan rasa senang, nafsu makan dan tidur terkontrol.
Secara fisiologis tubuh akan memproduksi serotonin secara autoregulasi. Namun, pada
pengguna tetap nikotin menyebabkan disregulasi serotonin, dimana tubuh kesulitan
memproduksi serotonin jika kadar nikotin dalam tubuh tidak mencukupi. Hal ini
menyebabkan tubuh akan tergantung pada nikotin untuk memproduksi serotonin. 12

2.2 Gangguan Jiwa


2.2.1 Definisi Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa merupakan psikologik atau pola perilaku yang ditunjukkan
pada individu yang menyebabkan distress, menurunkan kualitas kehidupan dan
disfungsi. Hal tersebut mencerminkan disfungsi psikologis, bukan sebagai akibat dari
penyimpangan sosial maupun konflik dengan masyarakat.16 Sedangkan American
Psychiatric Association (APA) mendefinisikan gangguan jiwa pola perilaku/ sindrom,
psikologis secara klinik terjadi pada individu berkaitan dengan distres (misalnya
gejala menyakitkan dan nyeri) atau disabilitas (ketidakmampuan pada salah satu
bagian atau beberapa fungsi penting) atau disertai peningkatan risiko secara bermakna
untuk mati, sakit, ketidakmampuan, atau kehilangan kebebasan.17

2.2.2 Etiologi
Penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling
mempengaruhi yaitu sebagai berikut: 18,19
1) Faktor Somatik (Somatogenik), yaitu akibat adanya gangguan pada
neuroanatomi, neurofisiologi, dan neurokimia, termasuk tingkat kematangan dan
perkembangan organik serta faktor pranatal dan perinatal.
2) Faktor Psikologik (psikogenik), yang terkait dengan interaksi ibu dan anak,
peranan ayah, persaingan antar saudara kandung, hubungan dalam keluarga,
pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi tingkat
9

perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan mempengaruhi
kemampuan untuk menghadapi masalah. Apabila keadaan ini kurang baik, maka
dapat mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu, dan bersalah yang
berlebihan. Tipe kepribadian tertutup juga merupakan penyebab terbanyak orang
mengalami gangguan jiwa. Mereka akan cenderung menyimpan segala
permasalah sendiri, sehingga masalah akan semakin menumpuk. Hal ini yang
akan membuat mereka bingung dengan permasalahannya dan dapat membuat
depresi.
3) Faktor sosial budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola mengasuh
anak, tingkat ekonomi (tidak bekerja bisa membuat orang kehilangan
kesempatan untuk mempunyai penghasilan dan membuat orang kehilangan
kesempatan untuk menunjukkan aktualisasi dirinya. Hal ini memungkinkan
orang mengalami harga diri rendah yang akan berdampak pada gangguan jiwa),
perumahan, dan masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas
kesehatan, dan kesejahteraan yang tidak memadai, serta pengaruh rasial dan
keagamaan.

2.2.3 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala gangguan jiwa adalah sebagai berikut : 20,21
1. Kesadaran
A. Gangguan Kesadaran
a. Disorientasi: Gangguan orientasi waktu, tempat atau orang
b. Pengaburan kesadaran: Kejernihan ingatan yang tidak lengkap dengan
gangguan persepsi dan sikap
c. Stupor: hilangnya reaksi dan ketidaksadaran terhadap lingkungan sekeliling
d. Delirium: Kebingungan, gelisah, reaksi disorientasi yang disertai rasa takut
dan halusinasi
B. Gangguan perhatian.
Perhatian ialah konsentrasi energi dan pemusatan, menilai suatu proses kognitif
yang timbul pada suatu rangsangan dari luar .
a. Distraktibilitas: Ketidakmampuan untuk memusatkan atensi; penarikan atensi
kepada stimuli eksternal yang tidak pentong/relevan.
b. Inatensi selektif: Hambatan hanya pada hal-hal yang menimbulkan
kecemasan.
10

c. Hipervigilensi: Atensi dan pemusatan berlebihan pada semua stimuli internal


dan eksternal, biasanya sekunder dari keadaan delusi/paranoid
d. Keadaan tak sadarkan diri: Atensi yang terpusat dan kesadaran yang berubah,
biasanya terlihat pada hipnosis, gangguan disosiatif dan pengalaman religius
yang luar biasa.
2. Gangguan perasaan atau emosi (Afek dan mood)
Perasaan dan emosi merupakan spontan reaksi manusia yang bila tidak diikuti
perilaku maka tidak menetap mewarnai persepsi seorang terhadap disekelilingnya
atau dunianya. Perasaan berupa perasaan emosi normal (adekuat) berupa perasaan
positif (gembira, bangga, cinta, kagum dan senang). Perasaan emosi negatif
berupa cemas, marah, curiga, sedih, takut, depresi, kecewa, kehilangan rasa
senang dan tidak dapat merasakan kesenangan
Bentuk gangguan afek dan emosi, dapat berupa:
a. Euforia yaitu emosi yang menyenangkan bahagia yang berlebihan dan tidak
sesuai keadaan, senang gembira hal tersebut dapat menunjukkan gangguan
jiwa. Biasanya orang yang euforia percaya diri, tegas dalam sikapnya dan
optimis.
b. Elasi ialah efosi yang disertai motorik sering menjadi berubah mudah
tersinggung.
c. Kegairahan atau eklasi adalah gairah berlebihan disertai rasa damai, aman
dan tenang dengan perasaan keagamaan yang kuat.
d. Eksaltasi yaitu berlebihan dan biasanya disertai dengan sikap kebesaran atau
waham kebesaran.
e. Depresi dan cemas ialah gejala dari ekspresi muka dan tingkah laku yang
sedih.
f. Emosi yang tumpul dan datar ialah pengurangan atau tidak ada sama sekali
tanda-tanda ekspresi afektif.
3. Perilaku Motorik
A. Gangguan psikomotor
Gangguan merupakan gerakan badan dipengaruhi oleh keadaan jiwa sehinggga
afek bersamaan yang megenai badan dan jiwa, juga meliputi perilaku motorik
yang meliputi kondisi atau aspek motorik dari suatu perilaku. Gangguan
psikomotor berupa, aktivitas yang menurun, aktivitas yang meningkat, kemudian
yang tidak dikuasai, berulang-ulang dalam aktivitas. Gerakan salah satu badan
11

berupa gerakan salah satu badan berulang-ulang atau tidak bertujuan dan melawan
atau menentang terhadap apa yang disuruh.
B. Gangguan kemauan.
Kemauan merupakan dimana proses keinginan dipertimbangkan lalu diputuskan
sampai dilaksanakan mencapai tujuan. Bentuk gangguan kemauan sebagai berikut:
a. Kemauan yang lemah (abulia) adalah keadaan ini aktivitas akibat ketidak
sangupan membuat keputusan memulai satu tingkah laku.
b. Kekuatan adalah ketidak mampuan keleluasaan dalam memutuskan dalam
mengubah tingkah laku.
c. Negativisme adalah ketidak sangupan bertindak dalam sugesti dan jarang
terjadi melaksanakan sugesti yang bertentangan.
d. Kompulasi merupakan dimana keadaan terasa terdorong agar melakukan suatu
tindakan yang tidak rasional
4. Berpikir
A. Gangguan pikiran atau proses pikiran (berfikir).
Pikiran merupakan hubungan antara berbagai bagian dari pengetahuan
seseorang. Berfikir ialah proses menghubungkan ide, membentuk ide baru, dan
membentuk pengertian untuk menarik kesimpulan. Proses pikir normal ialah
mengandung ide, simbol dan tujuan asosiasi terarah atau koheren.Gangguan
dalam bentuk atau proses berfikir adalah sebagai berikut :
a. Gangguan mental merupakan perilaku secara klinis yang disertai dengan
ketidakmampuan dan terbatasnya pada hubungan seseorang dan
masyarakat.
b. Psikosis ialah ketidak mampuan membedakan kenyataan dari fantasi,
gangguan dalam kemampuan menilai kenyataan.
c. Gangguan pikiran formal merupakan gangguan dalam bentuk masalah isi
pikiran dan proses berpikir.

B. Gangguan Spesifik dalam isi pikir


a. Kemiskinan isi pikir adalah pikiran yang memberikan sedikit informasi
karena tidak ada pengertian
b.Gagasan yang berkebihan merupakan keyakinan palsu yang dipertahankan
dan tidak beralasan yang dipertahankan secara kurang kuat dibandingkan
dengan suatu waham
12

c. Kecenderungan atau preokupasi pikiran merupakan pemusatan isi pikiran


pada ide tertentu, disertai dengan irama afektif yang kuat
d.Egomania adalah preokupasi pada diri sendiri yang patologis
e. Monomania adalah preokupasi dengan suatu objek tunggal
f. Hipokondria adalah keprihatinan yang berlebihan tentang kesehatan pasien
yang didasarkan bukan pada patologi organik yang nyata

5.Bicara
a. Tekanan bicara : bicara cepat, yaitu peningkatan jumlah dan kesulitan
memutuskan pembicaraan
b. Kesukaan bicara (logorrhea) : bicara banyak sekali, bertalian, dan logis
c. Kemiskinan bicara (poverty of speech) : terbatas dan jawabannya hanya satu
suku kata (monosyllabic)
d. Bicara tidak spontan : hanya jika ditanya atau dibicarakan langsung
e. Kemiskinan isi bicara : adekuat dalam jumlah tetapi sedikit informasi karena
ketidakjelasan, kekosongan atau frasa stereotipik.
6.Presepsi
A. Gangguan persepsi.
Persepsi merupakan kesadaran dalam suatu rangsangan yang dimengerti.
Sensasi yang didapat dari proses asosiasi dan interaksi macam-macam
rangsangan yang masuk. Yang termasuk pada persepsiseperti:
a. Halusinasi
Halusinasi merupakan seseorang memersepsikan sesuatu dan kenyataan
tersebut tidak ada atau tidak berwujud. Halusinasi terbagi dalam halusinasi
penglihatan, halusinasi pendengaran, halusinasi raba, halusinasi penciuman,
halusinasi sinestetik, halusinasi kinetic.
b. Ilusi adalah persepsi salah atau palsu (interprestasi) yang salah dengan suatu
benda.
c. Derealisasi yaitu perasaan yang aneh tentang lingkungan yang tidak sesuai
kenyataan.
d. Depersonalisasi merupakan perasaan yang aneh pada diri sendiri,
kepribadiannya terasa sudah tidak seperti biasanya dan tidak sesuai kenyataan.
13

2.2.4 Jenis Gangguan Jiwa


Berikut ini ialah jenis gangguan jiwa yang sering ditemukan di masyarakat
adalah sebagai berikut:
a. Skizofrenia adalah gangguan otak yang parah di mana orang menafsirkan realitas
secara tidak normal. Pasien datang dengan kombinasi halusinasi, delusi, dan
pemikiran dan perilaku yang sangat tidak teratur. Skizofrenia adalah gangguan
kejiwaan yang melemahkan yang ditandai dengan gejala-gejala yang digambarkan
dalam literatur sebagai positif (misalnya, halusinasi dan delusi), negatif (misalnya,
suasana hati yang tertekan dan penarikan sosial), dan kognitif (misalnya, defisit
dalam pemprosesan informasi, perhatian, ingatan kerja, dan fungsi eksekutif).
Gejala biasanya berkembang secara bertahap, dimulai pada usia dewasa muda.
Skizofrenia adalah kondisi kronis, membutuhkan perawatan seumur hidup. Sekitar
0,3% -0,7% orang terkena skizofrenia selama hidup mereka. 22,23
b. Depresi ialah salah satu gangguan jiwa pada alam perasaan afektif dan mood
ditandai dengan kemurungan, tidak bergairah, kelesuan, putus asa, perasaan tidak
berguna dan sebagainya. Depresi adalah salah satu gangguan jiwa yang ditentukan
banyak pada masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi. Hal ini erat
kaitannya dengan ketidak mampuan, kemiskinan atau ketidaktahuan masyarakat.
Depresi adalah gangguan multif aset dengan beragam penyebab yang telah
dikaitkan dengan peningkatan risiko pengembangan kondisi medis yang parah.
Misalnya, depresi meningkatkan risiko gangguan kardiovaskular, stroke, penyakit
Alzemier, epilepsi, diabetes, dan kanker. 7,22
c. Gangguan kecemasan adalah penyakit kompleks yang disebabkan oleh kombinasi
faktor genetik dan lingkungan. Mirip dengan penyakit kejiwaan lainnya,
kecenderungan kegelisahan diciptakan oleh genetika dan riwayat keluarga, tetapi
umumnya, rangsangan eksternal memicu onset atau eksaserbasi. 146 Faktor
genetik menyumbang sekitar 43% dari varians dalam gangguan panik dan 28%
pada gangguan kecemasan umum. 146a Sebagai contoh, beberapa polimorfisme
gen telah ditemukan berkorelasi dengan kecemasan: PLXNA2, SERT, CRH,
COMT, dan BDNF. 146b, 146c, 146d Beberapa gen tersebut berdampak
neurotransmiter (seperti serotonin dan norepinefrin) dan hormon yang terlibat
dalam kecemasan. Gejala kecemasan baik kronis maupun akut merupakan
komponen utama pada semua gangguan psikiatri. Komponen kecemasan dapat
berupa bentuk gangguan fobia, panik, obsesi komplusi dan sebagainya. 8,22
14

d. Penyalahgunaan narkoba dan HIV/ AIDS.


Di Indonesia penyalah gunaan narkotika sekarang sudah menjadi ancaman yang
sangat serius bagi kehidupan Negara dan bangsa. Gambaran besarnya masalah
pada narkoba diketahui bahwa kasus penggunaan narkoba di Indonesia
pertahunnya meningkat rata-rata 28,95. Meningkatnya dalam penggunaan
narkotika ini juga berbanding lurus dengan peningkatan sarana dan dana. Para ahli
epidemiologi kasus HIV atau AIDS di Indonesia sebanyak 80ribu sampai 120ribu
orang dari jumlah tersebut yang terinfeksi melalui jarum suntik adalah 80%. 18
e. Attention Deficit Hyperakctivity Disorder (ADHD)
Attention Deficit Hyperakctivity Disorder (ADHD) merupakan gangguan
pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Sebelumnya, gangguan pemusatan
perhatian tanpa hiperaktif disebut sebagai Attention Deficit Disorder (ADD).
ADHD mencakup disfungsi otak, individu mengalami kesulitan dalam
mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang
perhatian atau rentang perhatian mudah teralihkan. Gangguan ini merupakan salah
satu kelainan yang sering dijumpai pada gangguan perilaku anak. Dalam beberapa
tahun ini gangguan ADHD menjadi masalah yang mendapat banyak sorotan dan
perhatian utama dikalangan medis ataupun masyarakat umum. 9

2.3 Hubungan Adiksi Rokok dengan Gangguan Jiwa

Penelitian tentang pengaruh nikotin terhadap kinerja otak hampir selalu


menggunakan metode neuroimaging. Metode tersebut mulai digunakan sejak tahun
1980‐an dengan diawali Positron Emission Tomography (PET) yang bersandar
padapenelusuran radioaktif di darah. PET kemudian tergantikan oleh Magnetic
Resonance Imaging (MRI) yang melihat aliran oksigen dalam darah. Keunggulan
utama MRI daripada PET adalah hasil scan yang lebih cepat dan prosedurnya yang
lebih aman bagi subjek. Selanjutnya, sekitar satu dekade sejak penggunaan PET, para
peneliti lebih sering menggunakan functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI)
yang prinsip penggunaannya sama dengan MRI.14
15

2.3.1 Hubungan Adiksi Rokok dengan Depresi


Pengamatan bahwa seseorang yang depresi cenderung merokok telah
mengarah pada gagasan bahwa nikotin dapat mengurangi gejala depresi. Perkiraan
prevalensi ketergantungan nikotin pada pasien depresi kisaran antara 50% dan 60%,
dibandingkan dengan populasi umum sekitar 25%. Nikotin menstimulasi pelepasan
acetyl‐choline, serotonin, hormon‐hormon pituitary, dan epinephrine. Selain itu
nikotin juga menstimulasi pelepasan dopamin dan nore pinephrine. Pengaruh nikotin
dapat dijumpai pada berbagai aspek kehidupan, yaitu belajar, ingatan, kewaspadaan,
dan kelabilan emosi. Ketika seseorang telah mengalami ketergantungan pada nikotin,
maka saat withdrawal (putus zat) individu tersebut akan mengalami perasaan tidak
nyaman seperti cemas, merasa tertekan, sulit mengendalikan diri atau mudah marah,
mudah putus asa, dan depresi.14

Perbedaan aktivitas pada otak perokok di jaringan mesolimbic dapat ditemui


pada medial orbitral yang berkaitan erat dengan fungsi regulasi sosial, pembedaan
wajah secara visual, serta pada aspek emosi dan perhatian. Para pecandu rokok juga
mengalami gangguan psikologis berupa kecemasan, depresi atau sedih, marah,
gelisah, sulit berkonsentrasi, dan kecenderungan munculnya perilaku kompulsif.
Munculnya rasa takut erat hubungannya dengan aktivasi didaerah dorsal anterior
cingulate cortex (dACC) dan rostral anteriorcingulate cortex (rACC), sedangkan
gangguan panik dikaitkan dengan aktivasi otak di area hippocampus, thalamus, dan
amygdala. Pengaruh nikotin yang mengganggu aktivitas di area‐area tersebut akan
mendorong terjadinya gangguan psikologis pada pecandu rokok.14

Pemberian kadar nikotin rendah dianggap menurunkan sensitivitas nAChR


dan dapat memodulasi efek nikotin pada pengurangan gejala depresi. Telah
dilaporkan bahwa satu kepulan rokok cukup untuk menjenuhkan nicotinic
acetylcholine receptor (nAChR) berafinitas tinggi (yang mengandung β 2 nAChR
subunit) di otak manusia, dan diketahui bahwa ikatan nikotin diikuti oleh penurunan
jangka panjang aktivitas nAChR karena desensitisasi. Dapat dihipotesiskan bahwa
peningkatan awal aktivitas nAChR setelah merokok, melalui peningkatan regulasi
nAChR, dapat menyebabkan afektif, gejala pada pasien depresi, sedangkan penurunan
jangka panjang dalam aktivitas nAChR akibat desensitisasi dapat mengakibatkan
pengurangan gejala depresi. Peningkatan jumlah nAChR dipertahankan setelah
16

berhenti merokok selama minimal 2 minggu dan dapat berkontribusi pada gejala
depresi setelah berpantang.7

Hormon dopamin dan serotonin yang dihasilkan akibat masuknya nikotin


dalam darah juga dapat membuat pecandu rokok menahan kantuk. Akan tetapi efek
sampingnya adalah munculnya gangguan tidur berupa insomnia, tidur tidak nyenyak,
atau mudah terbangun. Secara umum orang yang mengalami gangguan tidur akan
memiliki emosi yang kurang stabil, kurang dapat berkonsentrasi, serta daya ingat
yang menurun.14

2.3.2 Hubungan Adiksi Rokok dengan Kecemasan


Studi tentang perilaku perokok dan motivasi mereka untuk merokok juga
menunjukkan bahwa pengurangan kecemasan dan penghilang stres adalah pendorong
untuk mengejar kebiasaan ini. Sebaliknya telah dilaporkan, yaitu, hubungan antara
merokok dan meningkatnya gejala kecemasan, yang menguatkan bukti dari penelitian
laboratorium yang gagal mendeteksi efek peningkatan mood dari merokok atau
nikotin. Karena nikotin adalah senyawa yang kuat, dalam konteks aksinya pada sistem
neurotransmitter yang berbeda melalui nAChR, nikotin telah terlibat dalam berbagai
hipotesis yang berkaitan dengan dampak merokok pada kecemasan. 8

Sejumlah penelitian telah mengidentifikasi hubungan dua arah antara


ketergantungan nikotin dan gangguan kecemasan. Di sisi lain, gangguan kecemasan
juga telah terbukti secara signifikan lebih lazim pada orang yang didiagnosis dengan
ketergantungan nikotin (22%) dibandingkan pada populasi yang tidak tergantung.
Konsisten dengan tingginya tingkat ketergantungan nikotin pada pasien dengan
gangguan kecemasan, merokok sebelumnya telah ditemukan dikaitkan dengan
peningkatan kerentanan untuk mengembangkan PTSD jika terjadi trauma,
peningkatan risiko serangan panik dan pengembangan gangguan panik. Selain itu,
setelah trauma, inisiasi merokok dan tingkat merokok harian juga meningkat. Pasien
PTSD juga menunjukkan tingkat berhenti yang lebih rendah, menderita gejala putus
nikotin yang lebih buruk, dan sebagai hasilnya menunjukkan waktu yang lebih singkat
untuk selang merokok pertama dibandingkan populasi non-PTSD. Oleh karena itu,
ada kemungkinan bahwa sementara ketergantungan nikotin meningkatkan kerentanan
seseorang terhadap gangguan kecemasan, merokok dapat berfungsi sebagai cara untuk
17

meringankan gejala yang terkait dengan gangguan kecemasan, yang, pada gilirannya,
meningkatkan ketergantungan nikotin di antara pasien dengan gangguan kecemasan.24

Investigasi hubungan langsung antara nAChRs dan PTSD dengan


menggunakan radiotracer [123I] 5-IA-85380 ([123I] 5-IA) dan tomografi
terkomputasi emisi foton tunggal, Czermak et al. (2008) menemukan bahwa pasien
PTSD yang tidak pernah merokok menunjukkan kepadatan β2 nAChR yang lebih
tinggi secara signifikan di korteks mesiotemporal termasuk amigdala dan
hippocampus dibandingkan dengan individu sehat yang tidak pernah merokok.
Selanjutnya, penelitian yang sama menemukan korelasi yang signifikan antara
pengikatan β2 nAChR di thalamus dan gejala yang dialami kembali di antara pasien
PTSD. Disfungsi korteks thalamus dan mesiotemporal secara fungsional terkait
dengan patogenesis PTSD. Hasil ini menunjukkan bahwa nAChR yang mengandung
β2 dapat memainkan peran penting dalam epidemiologi PTSD. Seperti dibahas
sebelumnya, nikotin mengikat dan memodulasi berbagai subunit nAChR. Oleh karena
itu, ada kemungkinan bahwa modulasi nAChR yang mengandung β2 oleh asupan
nikotin juga dapat secara langsung memodulasi gejala PTSD.24

2.3.3 Hubungan Adiksi Rokok dengan ADHD


ADHD mungkin salah satu gangguan anak yang paling umum. Gejala utama
ADHD adalah kurangnya perhatian, hiperaktif, dan impulsif. Diperkirakan bahwa
ADHD mempengaruhi sekitar 6.5–8.4% anak-anak dan antara 1,9% dan 6% orang
dewasa. Ada banyak faktor risiko dan perubahan fungsi otak yang terkait dengan
ADHD. Sebagai contoh, analisis fMRI menunjukkan bahwa ADHD dapat dikaitkan
dengan penurunan konektivitas antara korteks cingulate anterior dorsal dan korteks
cingulate posterior dan precuneus; daerah otak yang terkait dengan fungsi kognitif
yang lebih tinggi termasuk memori kerja. Selain perubahan di daerah otak yang
terlibat dalam kognisi, ADHD juga dapat melibatkan perubahan dalam sistem
neurotransmitter yang terkait dengan kognisi dan perhatian seperti asetilkolin. Selain
itu, defisit kognitif yang terkait dengan ADHD mirip dengan perubahan terkait
penarikan nikotin dalam kognisi yang terlihat pada perokok seperti defisit dalam
perhatian berkelanjutan, penghambatan respons, dan memori kerja.24

Kesamaan antara gejala ADHD dan gejala penarikan nikotin dan potensi
keterlibatan sistem kolinergik dalam ADHD dapat menunjukkan bahwa individu
18

dengan ADHD mungkin merupakan kelompok berisiko untuk merokok; ini didukung
oleh data. Empat puluh dua persen pria dengan ADHD adalah perokok dan 38%
wanita dengan ADHD adalah perokok; ini dibandingkan dengan 28,1% dan 23,5%
perokok untuk pria dan wanita tanpa ADHD. Selain itu, penelitian yang sama
menemukan bahwa rasio berhenti secara substansial lebih rendah pada individu
dengan ADHD dibandingkan dengan sisa populasi yang tidak sakit, masing-masing
29% berbanding 48,5%. Temuan ini telah direplikasi oleh ilmuwan lain, misalnya,
menemukan ketergantungan tembakau seumur hidup adalah 40% pada individu
dengan ADHD dibandingkan dengan 19%. 24

Hubungan Riwayat Merokok dengan risiko Attention Deficit Hyperactivity


Disorder (ADHD) pada Anak Pra Sekolah Di TK Kasian. Dari hasil analisis bivariat
dengan menggunakan uji chi square antara riwayat merokok dengan risiko ADHD
didapatkan p = 0,543 > 0,05. Maka Ho diterima yang berarti bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara riwayat merokok dengan risiko ADHD pada anak
pra sekolah di TK Kasian. Hasil lain yang juga di dapatkan adalah responden yang
tidak memiliki riwayat merokok sebanyak 21 responden dengan 14 responden tidak
berisiko ADHD dan 7 responden yang lain berisiko ADHD, sedangkan untuk
responden yang riwayat merokok didapatkan sebanyak 44 responden dengan 34
responden tidak berisiko ADHD dan 10 responden berisiko ADHD.9

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Farhan Aditya (2013)
dengan judul Pengaruh Asap (rokok, kendaraan, dan pembakaran sampah) terhadap
timbulnya ADHD di Jakarta Barat. Dimana hasil penelitian tersebut menyatakan
bahwa Ho diterima atau Tidak ada hubungan yang signifikan antara Pengaruh Asap
(rokok, kendaraan, dan pembakaran sampah) terhadap timbulnya ADHD. Peneliti
meyakini bahwa rokok mempunyai efek yang dapat mengganggu perkembangan
mental anak meskipun masih ada penyebab-penyebab lain yang mempengaruhi
perkembangan mental seorang anak seperti shock karena kelahiran dan genetik.
Penyebab primer dari ADHD adalah “penyakit” keturunan atau genetik. Kira-kira
80% individu yang mengalami ADHD memiliki riwayat keluarga dengan kondisi
yang sama. Asap rokok adalah pemicu timbulnya ADHD dan bukanlah penybab
utama terjadinya ADHD. Tidak ada gen “khusus” penyebab ADHD, tetapi interaksi
dari berbagai gen dan factor lingkunganlah yang menyebabkan simptom-simptom
ADHD.9
19

Hasil Penelitian tersebut tidak sesuai dengan teori-teori yang telah


dikemukakan oleh para ahli seperti Alicia Padron (2008) yang mengatakan bahwa
anak-anak yang terpapar asap tembakau di rumah, tiga kali lebih mungkin
mendapatkan Gangguan Pemusatan Perhatian dan ADHD dari anak-anak yang tidak
terpapar asap rokok. 9

Rokok adalah pemicu tersering terjadinya ADHD pada anak setelah paparan
timbal dan didukung adanya genetic atau keturunan. Asap rokok yang mengandung
gas CO atau Carbon Monoksida membuat seseorang yang menghirupnya mengalami
hipoksia pada jaringan otak akibat oksigen yang dialirkan darah ke otak terhambat
oleh sifat CO atau Carbon Monoksida yang mengikat oksigen. Hal ini membuat otak
mengalami kerusakan sedikit demi sedikit hingga dapat membuat jaringan otak
menjadi mati. Pada seorang balita kerusakan jaringan otak tersebut dapat berdampak
pada kontroling emosi dan pemusatan perhatian hingga mudah teralihkan karena
stimulus yang diberikan ke otak tidak terkirim dengan benar. Merokok di samping
balita (bayi di bawah lima tahun). Asap yang terhirup selama 1 jam setiap hari oleh
balita tersebut berisiko menimbulkan penyakit ADHD (attention deficit hyperactive
disorder) atau gangguan pemusatan perhatian saat ia tumbuh dewasa (tiga sampai dua
belas tahun) dan berangsur-angsur menghilang ketika dia berumur lebih dari 12
tahun.9

2.3.4 Tatalaksana Pasien Adiksi Rokok dengan Gangguan Jiwa


Intervensi penghentian merokok terkait dengan penyakit tidak menular seperti
hipertensi dan kanker lebih murah daripada intervensi medis rutin lainnya,tetapi
selama proses penghentian akan menimbulkan gejala gannguan jiwa. Manual
Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental edisi ke-5 (DSM-V) mengatakan untuk
penghentian merokok terdapat gejala: suasana hati yang tertekan, insomnia (kurang
tidur), mudah marah, frustrasi, kemarahan, kegelisahan, mengidam, kesulitan
konsentrasi, gelisah, penurunan denyut jantung dan peningkatan nafsu makan atau
penambahan berat badan. Para profesional kesehatan harus mendokumentasikan
status penggunaan tembakau dari setiap pasien dan juga menyaring mereka yang
menggunakan tembakau untuk menetapkan tingkat ketergantungan mereka. Kategori
perawatan adikdi rokok dan intervensi berhenti merokok,ada tiga kategori utama: 25,26
20

1. Terapi singkat oleh profesional kesehatan,


Terapi singkat adalah aplikasi teknik teknik terapeutik yang secara khusus
ditargetkan pada gejala atau perilaku dan berorientasi pada jangka waktu perawatan
yang terbatas. Penelitian penghentian tembakau sangat mendukung pendekatan
komprehensif berbasis klinik untuk penghentian tembakau, yang dikenal sebagai 5A
(Ask, Advise, Menilai, Assist, Arrange). Metode 5A adalah model berbasis bukti
untuk digunakan oleh penyedia layanan kesehatan ketika melakukan intervensi
dengan pengguna tembakau. Intervensi ini dimaksudkan untuk mendorong para
profesional kesehatan dan staf lain untuk mengidentifikasi pengguna tembakau dan
menawarkan mereka sumber daya, layanan, dan program untuk membantu dalam
proses keluar dari pengguna tembakau. Menerapkan 5A membutuhkan perubahan
dalam cara sistem perawatan kesehatan beroperasi. Misalnya, proses harus
dilembagakan untuk secara rutin mengidentifikasi pengguna tembakau dan melacak
status penggunaan tembakau pasien dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk
memantau efektivitas layanan penghentian tembakau. 25,26
Langkah 1,Tanyakan (Ask): tentang penggunaan tembakau di setiap kunjungan
klinik. Apakah pasien menggunakan tembakau saat ini, telah menggunakan tembakau
di masa lalu, dan, jika demikian, apakah mereka saat ini tertarik untuk berhenti.
Langkah 2, Saran (Advice): tentang manfaat menghentikan penggunaan tembakau dan
risiko kesehatan dari penggunaan tembakau yang berkelanjutan harus diberikan secara
pribadi.25
Langkah 3: Menilai(Assess) - Motivasi untuk berhenti merokok. Apakah pasien ingin
menghentikan penggunaan tembakau? Seberapa pentingkah bagi pasien untuk
berhenti menggunakan tembakau? Apakah pasien akan siap untuk menghentikan
penggunaan tembakau dalam 2 minggu ke depan?Jika Belum siap untuk berhenti
maka lakukan 5R untuk memotivasi yang meliputi:25
1. Relevance = Bagaimana berhenti secara pribadi paling relevan bagi Anda?
2. Risks = Apa yang Anda ketahui tentang risiko penggunaan tembakau?
3.Reward= Apa manfaat dari berhenti merokok?
4.Roadblocks= Apa yang sulit untuk berhenti dari Anda? Ada tantangan?
5.Repetition= Ulangi penilaian kesiapan untuk berhenti jika masih belum siap
untuk berhenti ulangi intervensi di kemudian hari.
Langkah 4: Bantu-Bantu pengguna tembakau untuk berhenti
21

• Tetapkan tanggal berhenti, idealnya dalam 2 minggu


• Berikan konseling aktual, wawancara motivasi
• Diskusikan kemungkinan gejala penarikan nikotin dan penatalaksanaannya
• Identifikasi pemicu untuk penggunaan tembakau
• Mintalah dukungan keluarga dan teman
• Buat rencana tindakan yang dipersonalisasi dengan rekomendasi perawatan.
Langkah 5: Atur - kontak tindak lanjut.
• Kunjungan tindak lanjut pertama di dekat tanggal berhenti, lebih disukai selama
minggu pertama, dengan kunjungan kedua dalam bulan pertama.
• Pada setiap tindak lanjut, keberhasilan kontak harus diberi selamat, dan masalah
dan kesulitan harus diidentifikasi untuk membantu memfasilitasi upaya pasien.
Idealnya, penghentian harus divalidasi dalam 1 bulan dan sekali lagi dalam 3, 6
dan 12 bulan.25
2. Dukungan perilaku
Dukungan perilaku bertujuan mengubah proses pemikiran dan keyakinan.
Perubahan perasaan seseorang tentang penggunaan tembakau, akan memicu
perubahan perilaku. Penyedia layanan kesehatan membantu orang tersebut untuk
menghadapi perasaan negatif dan membantu klien dalam mengidentifikasi pemicu
atau hambatan untuk penghentian tembakau dan mengantisipasi mekanisme
mengatasi pemicu dengan menetapkan tujuan realistis untuk menghindari
kegagalan.25
Sambil memberikan dukungan tatap muka; praktisi layanan kesehatan harus
menawarkan lingkungan yang hangat dan perhatian positif kepada semua klien,
membangun hubungan untuk memastikan tindak lanjut yang sukses, Tetapkan waktu
khusus untuk memberikan dukungan dalam perawatan penghentian tembakau dan
mempromosikan dan memperkuat sikap positif terhadap penghentian tembakau
dengan menekankan hubungan antara penggunaan tembakau dan kondisi pasien saat
ini.25
Selama dukungan konseling telepon / jalur keluar; penyedia layanan kesehatan
harus menggunakan tindak lanjut telepon untuk membantu memulihkan klien jika
terjadi kekambuhan atau kehilangan motivasi, Catat semua panggilan yang berkaitan
dengan penghentian tembakau dan intervensi yang ditawarkan, Kategorikan mereka
22

sebagai berhenti, dukungan, tindak lanjut atau kambuh dan Rujuk penelepon ke
layanan tatap muka.25
3. Intervensi Farmakologis
Pengguna tembakau yang mengalami kesulitan berhenti menggunakan
tembakau sendiri atau melalui intervensi singkat karena gejala penarikan dan
keinginan akan mendapat manfaat dari intervensi farmakologis untuk meningkatkan
keberhasilan penghentian mereka. Intervensi farmakologis meliputi:25,26
1)Terapi Penggantian Nikotin/Nicotine Replacement Therapies
Nicotine Replacement Therapies (NRT) menyediakan nikotin untuk
mengurangi gejala lekas marah, cemas, sulit berkonsentrasi, disforia, kelaparan,
penambahan berat badan, dan gangguan tidur, yang terjadi ketika perokok berhenti
merokok. Namun, NRT tidak meniru efek merokok yang menyenangkan, sebagian
karena nikotin diserap lebih lambat dan menghasilkan konsentrasi nikotin di darah
yang lebih rendah daripada rokok, sehingga mengurangi efek yang menyenangkan.
NRT juga dapat mengurangi kepuasan dari merokok sebatang rokok jika ada
selang.26Beberapa NRT yang tersedia meliputi:
a. Permen nikotin: Menghadirkan nikotin melalui lapisan mulut, kunyah sebentar
sampai mulut terasa gatal, lalu letakkan permen karet di dalam pipi sampai
kesemutan memudar. Ulangi mengunyah setiap kali kesemutan memudar. Buang
permen karet setelah 30 menit penggunaan. Gunakan 1 potong per jam (Maks: 24 /
hari).25,26
b. Inhaler nikotin: Menghadirkan nikotin melalui lapisan hidung, Buang ke mulut /
tenggorokan sampai mengidam mereda.Jangan menghirup paru-paru.Ganti kartrid
saat rasa nikotin hilang.Gunakan 1 kartrid setiap 1-2 jam (Maks: 16 / hari).
c. Tablet hisap nikotin: Menghadirkan nikotin melalui lapisan mulut, Tempatkan di
antara gusi dan pipi, biarkan meleleh perlahan. Gunakan 1 buah setiap 1-2 jam
(Maks: 20 / hari).
d. Semprotan nikotin: Menghadirkan nikotin melalui lapisan hidung, gunakan 1
semprotan untuk setiap lubang hidung. Gunakan semprotan setiap 1-2 jam. (Maks:
80 / hari).
e. Patch nikotin: Menghasilkan nikotin melalui kulit, Oleskan patch baru setiap pagi
untuk kulit kering. Dosis awal: 21 mg untuk pemakaian sebelumnya > 10 rokok per
hari.14 mg untuk pemakaian sebelumnya <10 rokok per hari. Setelah 6 minggu,
23

opsi untuk mengurangi dosis untuk 2-6 minggu. Gunakan maksimal 3bulan.Setelah
6 minggu, lanjutkan dosis asli atau dosis yang lebih rendah.25,26

2) Terapi pengganti Non-Nokotin


a. Varenicline
Varenicline adalah agonis parsial pada reseptor kolinergik nikotinik a4b2 yang
memediasi pelepasan dopamin otak dan yang diyakini sebagai mediator utama dari
kecanduan nikotin. Sebagai agonis parsial, varenicline mengaktifkan reseptor nikotin,
menghasilkan sekitar 50% dari efek maksimal sebagai nikotin dengan demikian
mengurangi intensitas gejala penarikan nikotin. Pada saat yang sama, varenicline
berikatan erat dengan reseptor nikotin, mencegah pengikatan reseptor oleh nikotin
dari asap rokok dan mengurangi efek menguntungkan dari merokok. Antagonisme
reseptor nikotinat dari varenicline mengakibatkan berkurangnya kenikmatan dari
merokok dan diyakini menjelaskan mengapa beberapa perokok mengurangi konsumsi
rokok mereka bahkan sebelum hari berhenti yang ditentukan. 26

Varenicline dapat diminum mulai 1-4 minggu sebelum tanggal berhenti,


Minum dengan makanan dan segelas air besar untuk meminimalkan mual. Dosis
diberikan bertahap, hari 1-3 sebanyak 0,5 mg / hari, hari 4-7 sebanyak 0,5 mg dua kali
sehari, hari 8-akhir: 1 mg dua kali sehari, gunakan selama 3-6 bulan.26

B. Bupropion
Bupropion adalah obat pelepasan jangka panjang yang mengurangi penarikan
gejala dari nikotin. Kerjanya pada bahan kimia di otak yang berhubungan dengan
keinginan nikotin, tetapi tidak mengandung nikotin. Ini efektif untuk kedua jenis
kelamin dan telah terbukti membantu penghentian pada pasien depresi. Pengobatan
dengan bupropion dimulai saat pengguna masih menggunakan tembakau, satu minggu
sebelum tanggal berhenti.26
Tablet diminum setidaknya 7 minggu hingga 12 minggu. Interval minimal 8
jam antara dosis yang sama, disarankan upaya berhenti harus terjadi selama minggu
ke 2. Dosis diberikan 150 mg/tab secara berkelanjutan, 150 mg/ hari setiap pagi untuk
3 hari pertama dan dilanjutkan 300 mg / hari yang diberikan 150 mg dua kali sehari
(pagi dan sore). Bupropion disetujui untuk penggunaan 12 minggu, tetapi pengobatan
yang diperpanjang untuk 1 tahun mengurangi tingkat kekambuhan setelah
24

penghentian awal dalam 1 studi. Terapi kombinasi dengan bupropion dan patch
nikotin lebih efektif daripada bupropion saja atau NRT saja. Bupropion juga telah
dipelajari dalam kombinasi dengan varenicline, menunjukkan tingkat berhenti yang
meningkat secara signifikan pada 12 dan 26 minggu tetapi tidak pada 52 minggu.26
Uji coba terkontrol secara acak EAGLES (Evaluating Adverse Events in a
Global Smoking Cessation Study), yang mencakup lebih dari 8.000 perokok. Mereka
membandingkan varenicline, bupropion, nikotin, dan plasebo yang diberikan selama
12 minggu bersama dengan konseling singkat. Tingkat berhenti terus menerus dari
minggu ke 9 hingga 24 adalah: varenicline (21,8%); bupropion (16,2%); patch nikotin
(15,7%); dan plasebo (9,4%).26

2.3.5 Prognosis
Keberhasilan seseorang dalam usahanya untuk tidak merokok ditentukan oleh
sejauh mana niatnya untuk berhenti merokok. Niat yang kokoh untuk berhenti
merokok secara total akan menguatkan perokok untuk mengontrol perilakunya dalam
kondisi apapun pada saat akan melakukan aktivitas merokok. Lain halnya dengan
yang hanya berniat untuk mengurangi jumlah batang rokok yang dikonsumsi.
Seseorang sulit berhenti merokok adalah faktor nikotin, bila nikotin masih terkandung
dalam tubuh dan belum lepas secara total, maka kemungkinan merokok lagi sewaktu-
sewaktu bisa terjadi. Niat untuk berhenti merokok itu sendiri masih dipengaruhi oleh
faktor dukungan sosial untuk menghentikan perilaku merokok. Apabila lingkungan
sosialnya menolak dan tidak senang terhadap rokok maka individu akan merasa
mampu merealisasikan niatnya untuk berhenti merokok semakin kuat. Sebaliknya,
jika lingkungannya sesama perokok maka bagi perokok yang berencana berhenti
merokok supaya memberitahukan kepada lingkungan sosialnya, terutama orang
terdekat yaitu orang tua dan teman-teman, sehingga mereka nantinya akan
mendukung dan menghargai usaha perokok tersebut. 27

Oleh karena itu, langkah terbaik bagi perokok yang ingin menghentikan
kebiasaan merokoknya ialah memiliki niat berhenti merokok secara total, memilki
lingkungan social yang mendukung, serta dipandu tenaga kesehatan untuk tahap
berhenti merokok dan tatalaksana pemberian obat jika diperlukan. Dengan demikian,
pasien adiksi rokok dengan gangguan jiwa akan berhasil berhenti merokok.27
BAB III
KESIMPULAN

Adiksi rokok dengan gangguan jiwa menujukan hubungan yang kompleks.


Terdapat hubungan kuat antara adiksi rokok dengan beberapa jenis gangguan jiwa
seperti; depresi,kecemasan dan ADHD. Merokok dan depresi menunjukkan hubungan
dua arah. Merokok meningkatkan risiko depresi, dan depresi meningkatkan risiko
merokok. Depresi berhubungan dengan hiperaktivasi sistem kolinergik dan penurunan
aktivitas sistem noradrenergik. Nikotin telah digunakan dalam uji klinis untuk
mengevaluasi apakah itu dapat memberikan bantuan kepada pasien depresi. Demikian
pula dengan depresi, hubungan dua arah antara merokok dan kecemasan telah diamati.
Pasien dengan kecemasan cenderung merokok lebih bertujuan mengurangi kecemasan
dan menghilangkan stres. Yang sebaliknya telah dilaporkan juga, perokok cenderung
lebih cemas. Selanjutnya, hubungan antara nikotin dan ADHD kompleks. Individu
dengan ADHD mungkin merokok dalam upaya pengobatan sendiri, tetapi seiring
waktu efek positif dapat menghilang dan memburuknya gejala dapat terjadi. Selain
itu, paparan nikotin prenatal dapat menghasilkan perubahan epigenetik yang
meningkat Gejala ADHD pada generasi mendatang yang tidak terpapar nikotin.
Orang tua yang merokok adalah pemicu tersering terjadinya ADHD pada anak yang
didukung adanya genetic atau keturunan mengalami ADHD.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. World lung foundation. The Tobacco Atlas, 5th ed. Atlanta. World Med Heal
Policy. 2015;
2. WHO. Global Youth Tobacco Survey (GYTS): Indonesia report 2014. Who-
Searo. 2015.
3. Suryantisa I. Tembakau di Indonesia. Situasi Umum Konsumsi Temabakau di
Indones. 2018;06–7.
4. Safitri E, Widodo D, Widiani E. Hubungan Antara Frekuensi Merokok Dengan
Tingkat Stres Pada Remaja Akhir. Nurs News (Meriden). 2019;4:118–23.
5. Kemenkes RI. Pentingnya Peran Keluarga, Institusi dan Masyarakat
Kendalikan Gangguan Kesehatan Jiwa. Kemenkes RI. 2016;
6. Kemenkes RI. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). J Phys A
Math Theor. 2018;44:1–200.
7. Causes P, Smokingnicotine IOF, Evidence E. Depression. In: Nicotine and
Other Tobacco Compounds in Neurodegenerative and Psychiatric Diseases.
London: Academic Press; 2018. p. 51–6.
8. Xia W, Phillips B, Wong ET, Ho J, Oviedo A, Hoeng J. Anxiety. In: Nicotine
and Other Tobacco Compounds in Neurodegenerative and Psychiatric
Diseases. London: Academic Press; 2018. p. 57–60.
9. Rusnoto, Kudus M. Hubungan pola asuh dan riwayat merokok dengan resiko
attention deficit hyperactivity disorder (adhd) pada anak pra sekolah di tk
kasian. 2016;7:1–7.
10. Heriyani R. Kumpulan Undang - Undang dan Peraturan Pemerintah Republik
indonesia Khusus Kesehatan. Sekr Negara Republik Indones. 2014;
11. Larasati A. Perpedaan Derajat Keasaman( pH ) Saliva pada Perokok Kretek
dan Non Kretek. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta; 2016.
12. Amalia P. Hubungan Perilaku Merokok Dan Vaping Terhadap Kejadian Gejala
Depresi Pada Pelajar Slta Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2017. 2019;
13. Rochayati AS, Hidayat E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Merokok Remaja Di Sekolah Menengah Kejuruan Kabupaten Kuningan.
Jurnal Keperawatan Soedirman. 2015.
14. Liem A. Pengaruh Nikotin Terhadap Aktivitas Dan Fungsi Otak Serta
Hubungannya Dengan Gangguan Psikologis Pada Pecandu Rokok. Bul Psikol.
2016;18:37–50.
15. Setiawati A. Suatu Kajian Molekuler Ketergantungan Nikotin. Farm Sains dan
Komunitas. 2013;10:121–7.
16. Stuart GW. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa. International
Journal of Social Psychiatry. 2016.
26
17. American Psychiatric Association. American Psychiatric Association:
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fifth Edition. Arlington.
2013.
18. Rinawati F, Alimansur M. Analisa Faktor Faktor Penyebab Gangguan Jiwa
Menggunakan Pendekatan Model Adaptasi Stress Struart. Keperawatan. 2016;
19. Yusuf, A.H F, ,R & Nihayati H. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Buku
Ajar Keperawatan Kesehat Jiwa. 2015;
20. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry. Wolters Kluwer, Philadelphia, Pa. 2015.
21. Yosep, H. I., dan Sutini T. Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental
Health Nursing. Refika Aditama. 2016.
22. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ - III dan
DSM - 5. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. Jakarta; 2013.
23. Xia W, Phillips B, Wong ET, Ho J, Oviedo A, Hoeng J. Schizophrenia. In:
Nicotine and Other Tobacco Compounds in Neurodegenerative and Psychiatric
Diseases. London: Academic Press; 2018. p. 1–6.
24. Kutlu MG, Parikh V, Gould TJ. Nicotine Addiction and Psychiatric Disorders.
In: International Review of Neurobiology [Internet]. 1st ed. Texas: Elsevier
Inc.; 2015. p. 171–208. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/bs.irn.2015.08.004
25. Agyemang K. Smoking Cessation Clinical Guidelines for Ghana. Ghana; 2017.
1–32 p.
26. Barua RS, Rigotti NA, Benowitz NL, Cummings KM, Jazayeri MA, Morris
PB, et al. 2018 ACC Expert Consensus Decision Pathway on Tobacco
Cessation Treatment: A Report of the American College of Cardiology Task
Force on Clinical Expert Consensus Documents. J Am Coll Cardiol.
2018;72:3332–65.
27. Rosita R, Suswardany DL, Abidin Z. Penentu Keberhasilan Berhenti Merokok
Pada Mahasiswa. Unnes - J Kesehat Masy. 2012;8:1–9.

27
1
1

Anda mungkin juga menyukai