Hasil Penelitian
ABSTRAK
Studi ini adalah sebuah bahasan untuk memahami perubahan lingkungan perairan Danau Toba
akibat kegiatan budidaya perikanan berdasarkan perspektif ekologi politik. Studi ini adalah
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dengan teknik observasi,
wawancara dan studi pustaka. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, analisis data yang
digunakan adalah analisis kualitatif. Studi menyimpulkan bahwa perubahan lingkungan yang
terjadi di perairan Danau Toba adalah sebagai akibat pertentangan institusi ekonomi dan ekologi
dalam pengaturan akses perairan danau untuk kegiatan budidaya perikanan. Pertentangan
tersebut telah membuat para aktor terkait terbagi dua menjadi kelompok pro budidaya dan pro
lingkungan hidup. Dualisme pengaturan tersebut berujung “pembangkangan” dan pengabaian
kepentingan lingkungan dalam hubungan ekonomi dan politik oleh para pelaku budiaya. Serta
melepaskan para pelaku KJA dari pengawasan yang membatasi operasional kegiatan tersebut agar
tidak melampaui daya dukung lingkungan. Korban utama dari perubahan lingkungan perairan
tersebut adalah masyarakat sekitar sebagai pemanfaat langsung air danau. Studi ini
merekomendasikan agar dilakukan peninjauan ulang setiap kebijakan pengelolaan yang pernah
ada. Berdasarkan tahapan-tahapan model pengelolaan sumber daya alam yang kolaboratif.
ABSTRACT
This study is a discussion to understanding the environment changes of the Lake Toba waters due
to fisheries aquaculture activities based on a political ecology perspective. This study is a
descriptive study with a qualitative approach. Data collected by observation, interview and
literature study techniques. In accordance with the approach used, the analysis of the data used
qualitative analysis. The study concluded that the environmental changes that occurred in Lake
Toba waters were a result of conflicting economic and ecological institutions in regulating lake
waters access to aquaculture activities. The conflict has made the actors divided into two groups
of pro-cultivation and pro-environment. The dualism of the arrangement leads to "defiance" and
the neglect of environmental interests in economic and political relations. As well as releasing the
the actors of aquaculture from supervision that limits the operational activities so as not to exceed
the carrying capacity of the environment. The main victims of the changes in the aquatic
environment are the surrounding communities as direct users of lake water. This study
recommends that a review of every management policy that ever made. Based on the stages of a
collaborative natural resource management model.
109
Inovasi Vol. 17 No. 1, Mei 2020: 109-114
yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup ideal pengelolaan perairan berdasarkan
(DLH) Provinsi Sumatera Utara yang menyatakan perspektif ekologi.
bahwa Status mutu air Danau Toba telah berubah
dari “baik” pada tahun 1996 menjadi “cemar METODE
berat” pada tahun 2016, akibat tingginya kadar Metode yang digunakan dalam studi ini
Phospor dari kegiatan budidaya perikanan yang adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
kontribusinya mencapai 78%. Teknik pengumpulan data yang digunakan
Satria (2007) menyatakan bahwa didalam studi ini adalah obervasi (pengamatan),
persoalan sumberdaya alam tidak semata wawancara mendalam dan studi pustaka. Sesuai
persoalan teknis. Ada masalah-masalah sosial- dengan pendekatan yang digunakan, maka teknik
politik berkaitan dengan akses pemanfaatan dan analisis data yang digunakan adalah analisis
kontrol atas sumberdaya alam. Sejalan dengan kualitatif.
pernyataan Satria, White (2009) menyatakan Informan studi terdiri dari 4 unsur, yaitu:
permasalahan pengelolaan lingkungan Pemerintah, Pelaku KJA (masyarakat dan
disebabkan terutama bukan oleh kegagalan perusahaan), dan lembaga Non Pemerintah.
teknis tetapi oleh kegagalan politik. Ini berarti Pemerintah diwakili oleh Perangkat daerah yang
bahwa pendekatan dalam pengelolaan berkaitan dengan urusan Perikanan, Lingkungan
lingkungan yang bersifat sektoral, teknokratis, Hidup, dan investasi di tingkat Provinsi Sumatera
ekslusif dan elitis, tanpa memperhitungkan Utara dan Kabupaten di sekitar Danau Toba.
kekuatan ekonomi, sosial dan politik yang Pelaku KJA dari kelompok masyarakat diwakili
menjadi sebab utama dari kerusakan oleh Kelompok masyarakat pelaku KJA di
sumberdaya alam, tidak mungkin berhasil. White Kecamatan Haranggaol, Dolok Pardamean, dan
mengutip pernyataan Neumann (2005) bahwa Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun;
semua masalah ekologi sebenarnya merupakan di Kecamatan Ajibata dan Laguboti Kabupaten
masalah politik dan ekologi, sosial dan biofisik Toba Samosir; di Kecamatan Baktiraja
sekaligus. Merujuk pernyataan-pernyataan Kabupaten Humbang Hasundutan dan di
tersebut, patut diduga bahwa memburukknya Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.
kualitas perairan Danau Toba akibat kegiatan KJA Perusahaan perikanan diwakili oleh PT.
bukanlah permasalahan teknis. Namun akibat Aquafarm Nusantara dan PT. Suri Tani Pemuka.
gagalnya politik mengelola ekosistem tersebut. Sedangkan kelompok lembaga non pemerintah
Pendekatan yang dapat digunakan untuk diwakili oleh Yayasan Pecinta Danau Toba
memahami sebuah perubahan lingkungan dan (YPDT).
menjadi pijakan dalam formulasi kebijakan
lingkungan adalah analisis Ekologi Politik (Satria, HASIL DAN PEMBAHASAN
2007). Asumsi pokok dalam ekologi politik Historis Keberadaan Budidaya Perikanan
bahwa perubahan lingkungan tidaklah bersifat dengan KJA di Danau Toba. Kegiatan budidaya
netral. Melainkan merupakan suatu bentuk perikanan dengan KJA bukanlah sebuah kegiatan
politized environment yang melibatkan banyak eksisting masyarakat sekitar Danau Toba.
aktor berkepentingan (Bryant & Bailey, 1997). Masyarakat sekitar yang mayoritas bersuku
Ekologi-politik dapat diartikan kajian politik batak dan memiliki hubungan erat dengan ikan
yang memahami relasi manusia dengan dalam peradatan, sebelumnya tidak terbiasa
perubahan lingkungan sebagai hasil dari proses- membudidayakan ikan. Secara turun temurun
proses politik (Dharmawan, 2007). masyarakat sekitar danau lebih memilih
Studi ini adalah sebuah bahasan untuk menangkap ikan secara tradisional
memahami perubahan lingkungan perairan menggunakan jala, pancing dan bubu untuk
Danau Toba dan menemukenali model memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan
pengelolaan berdasarkan perspektif ekologi menangkap ikan di danau merupakan suatu mata
politik, yang dapat ditawarkan untuk pencaharian penting bagi sebagian kelompok
menyeimbangkan berbagai kepentingan terkait masyarakat yang bermukim di pinggiran danau.
kegiatan budidaya perikanan di Danau Toba. Pembudidayaan ikan yang semula
Sesuai rangkuman Afiff (2009) tentang rangkaian menggunakan keramba tancap pada tahun 1986
tahapan penelitian berbasis ekologi politik. Maka dan berangsur berkembang menjadi KJA pada
studi ini dimulai dengan memahami keberadaan tahun awal tahun 1990-an, hadir sebagai sebuah
kegiatan budidaya perikanan dalam konteks pilihan kebijakan Pemerintah untuk mengatasi
historis di Danau Toba. Kemudian menelusuri masalah kemiskinan di kawasan Danau Toba.
berbagai aktor dan institusi yang berperan, serta Terpilihnya badan air sebagai media kegiatan
relasi dan dinamikanya dalam pengelolaan perekonomian tersebut, didasarkan atas
perairan Danau Toba untuk kegiatan budidaya pertimbangan akses sebagian masyarakat yang
perikanan. Selanjutnya akan dibahas pula model lebih terbuka pada lingkungan perairan.
110
Perubahan Lingkungan Perairan Danau Toba Akibat Budidaya Perikanan Dalam Perspektif Ekologi Politik
(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Henri Sitorus, dan Fikarwin Zuska)
111
Inovasi Vol. 17 No. 1, Mei 2020: 109-114
112
Perubahan Lingkungan Perairan Danau Toba Akibat Budidaya Perikanan Dalam Perspektif Ekologi Politik
(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Henri Sitorus, dan Fikarwin Zuska)
kelompok atau individu yang terkena dampak resources seperti danau adalah model
langsung dari perubahan kondisi danau tersebut. pengelolaan kolaboratif. Menurut Conley dan
Pengelolaan Perairan Danau Toba Untuk Moote (2003) narasi yang tepat untuk
Kegiatan Budidaya Perikanan dalam mendefinisikan model pengelolaan kolaboratif
Perspektif Ekologi Politik. Pengelolaan sumber adalah sebagai sebuah cara untuk mengurangi
daya alam memang sangat berkaitan dengan konflik di antara para pemangku kepentingan;
aspek ekonomi dan ekologi. Karena bidang membangun modal sosial; mempertimbangkan
ekonomi cenderung berbenturan dengan urusan masalah lingkungan, sosial dan ekonomi
lingkungan hidup (ekologi), oleh sebabnya ditangani secara bersamaan; dan menghasilkan
pengelolaan sumber daya alam selalu memiliki keputusan yang lebih baik. Artinya bahwa model
tantangan besar (Herdiansyah. 2018). ini adalah sebuah sistem pengelolaan sumber
Pembangunan ekonomi dan pelestarian ekologi daya alam yang ideal dalam perspektif ekologi
bagaikan dua sisi yang berlainan tapi sangat politik, dan dapat ditawarkan sebagai model
berkaitan. Karena di satu sisi pembangunan pengelolaan perairan Danau Toba untuk kegiatan
ekonomi perlu dilakukan untuk kepentingan budidaya perikanan.
kesejahteraan masyarakat tetapi di lain pihak Sebagai rujukan pedoman pelaksanaanya,
pembangunan ekonomi sedikit banyak akan Gunton (2003) menjelaskan bahwa perencanaan
membawa dampak bagi pelestarian ekologi dan pelaksanaan pengelolaan kolaboratif
(Burhanuddin, 2016). dilakukan dalam tiga tahapan besar. Pertama
Namun, menurut Moh. Fadli et al (2016) adalah prenegotiation. Tahapan ini dilakukan
pembangunan dan pertumbuhan tidak perlu dengan tiga langkah, yaitu 1) background
ditiadakan tetapi harus dicari solusi yang preparation (menyusun tim professional,
signifikan dengan menekan berbagai dampak indentifikasi stakeholder yang potensial,
yang ditimbulkan, dan bagaimana supaya penilaian konflik yang mengevaluasi sifat konflik
lingkungan dan sumber-sumber alam tidak serta opsi penyelesaiannya); 2) mengidentifikasi
mengalami kerusakan dan habis dalam program kelompok stakeholder yang akan berpartisipasi
pembangunan. Dengan demikian, (Shiva, 1988) dalam proses kolaborasi; 3) mempersiapkan
dalam (Jati, 2013) menyatakan bahwa secara draft peraturan dasar, kerangka acuan kerja,
politik diperlukan aturan dan pengambilan uraian tujuan, peraturan atau prosedur, aturan
kebijakan yang jelas dalam mekanisme tanggungjawab, timelines, dan logistik. Semuanya
pengelolaan sumber daya alam. Dalam perspektif harus melalui kesepakatan para stakeholder; dan
ekologi politik meliputi dua hal utama yakni 4) mengidentifikasi berbagai fakta dan informasi
pengelolaan sumber daya berbasiskan terkait. Tahap kedua adalah negotiation. Hal yang
masyarakat (the commons) dan adanya keadilan dilakukan dalam tahapan ini adalah : 1)
bagi lingkungan (environmental justice). mengidentifikasi keinginan para stakeholder; 2)
Dalam kasus Danau Toba, perlu dilakukan mengelompokkan berbagai pilihan dan resume
peninjauan ulang setiap kebijakan pengelolaan diskusi; 3) mengikat kesepakatan dengan para
perairan berdasarkan analisis yang dilakukan stakeholder. Tahapan terakhir adalah
secara terintegrasi antar kedua kelompok postnegotiation. Tahapan ini dimulai dengan
institusi yang berkepentingan. Analisis tersebut menyepakati perjanjian untuk memulai
dilakukan menggunakan pendekatan yang dapat implementasi. Kemudian menyusun tahapan
melihat kepentingan ekonomi dan ekologi monitoring untuk mengevaluasi
sebagai sebuah kesatuan. Dalam konteks ekologi pengimplementasian disertai dengan re-
politik, Jati (2013) menyatakan bahwa hal negosiasi poin-poin perjanjian yang mungkin
pertama yang perlu dilakukan dalam peninjauan perlu disepakati ulang.
ulang kebijakan pengelolaan sumber daya alam
adalah mengajak semua elemen masyarakat KESIMPULAN
untuk kembali memikirkan makna alam sebagai Faktor utama yang mempengaruhi
bentuk makhluk hidup. Kemudian meletakkan perubahan lingkungan perairan Danau Toba
esensi environmentalism dengan adalah pertentangan kepentingan antar institusi
mengedepankan isu lingkungan sebagai bentuk ekonomi dan ekologi yang mengatur akses
agenda yang diperjuangkan. Namun sebagai pemanfaatan perairan danau untuk kegiatan
catatan, kebijakan tersebut harus berbasis budidaya perikanan. Pertentangan tersebut telah
sinergitas antar aktor dan memberi manfaat bagi membentuk para aktor menjadi dua kelompok,
masyarakat secara adil dan berbagai pihak yaitu kelompok pro budidaya dan pro lingkungan
lainnya. hidup. Konsekuensinya adalah timbulnya
Endah dan Nadjib (2017) menyatakan “pembangkangan” dan pengabaian kepentingan
bahwa manajemen pengelolaan yang ideal untuk lingkungan dalam hubungan ekonomi dan
sumber daya yang bersifat common pool politik. Serta melepaskan para pelaku KJA dari
113
Inovasi Vol. 17 No. 1, Mei 2020: 109-114
pengawasan yang membatasi operasional deLeon and deLeon. 2002. “What ever happened to
kegiatan tersebut agar tidak melampaui daya policy implementation? An alternative approach”.
dukung lingkungan. Korban utama dari Journal of Public Administration Research and Theory
perubahan lingkungan perairan tersebut adalah 12 (4) hal: 467-4
masyarakat sekitar sebagai pemanfaat langsung
Dharmawan, Arya. 2007. Dinamika Sosio‐Ekologi
air danau. Dalam perpektif ekologi politik, model
Pedesaan: Perspektif dan Pertautan Keilmuan Ekologi
ideal pengelolaan sumber daya perairan Danau Manusia, Sosiologi Lingkungan dan Ekologi Politik.
Toba adalah pengelolaan kolaboratif. Untuk itu Sodality 1(1) hal: 2-37.
perlu dilakukan peninjauan ulang setiap
kebijakan pengelolaan yang pernah ada. Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Utara. 2016.
Berdasarkan tahapan-tahapan model Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup
pengelolaan kolaboratif tersebut. Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016. Medan:
DLH Provsu.
REKOMENDASI
Pemerintah pusat dan daerah melakukan Endah Nur Hadiati dan M. Nadjib. 2017. Pemanfaatan
re-negosiasi setiap kebijakan pengelolaan Dan Peran Komunitas Lokal Dalam Pelestarian Danau
Maninjau. Jurnal ekonomi pembangunan. 25(1 ).
perairan Danau Toba, berdasarkan model
pengelolaan yang kolaboratif dengan melibatkan
Gunton Thomas. 2003. The theory and practice of
seluruh aktor yang berkepentingan terkait collaborative planning in resource and environmental
kegiatan budidaya perikanan dengan KJA. management. Environments. 31 (2).
114