Anda di halaman 1dari 25

KIMIA FISIKA

ORDE DAN KECEPATAN REAKSI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan YME, karena


hanya atas rahmat-Nya maka kami segenap tim dapat menyelesaikan penyusunan
makalah “Semikonduktor” ini.
Adapun penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Fisika Zat Padat di Universitas Nusa Cendana Kupang.
Penyusun jmengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu selama penyusunan makalah ini hingga selesainya.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari bahwa masih terdapat
kesalahan baik pada teknis penulisan maupun materinya. Hal ini terjadi mengingat
dari kemampuan yang dimiliki oleh penyusun. Untuk itu, kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak, sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan
penyusunan buku ini dan perbaikan untuk karya-karya penyusun dilain waktu.

September 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Hal
Kata Pengantar . .................................................................................................. i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang. .......................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 2
1.3 Tujuan......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3
2.1 Kecepatan dan Orde Reaksi ....................................................... 3
2.2 Jenis-jenis Orde Reaksi .............................................................. 4
2.3 Mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi ................ 7
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi ........................ 9
2.5 Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi ....................................... 13
2.6 Teori Keadaan Transisi .............................................................. 14
2.7 Prasyarat Berlangsungnya Suatu Reaksi .................................... 17
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 21
3.1 Kesimpulan................................................................................. 21
3.2 Saran ........................................................................................... 21
Daftar Pustaka

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kinetika reaksi menggambarkan suatu study secara kuantitatif tentang
perubahan – perubahan kadar terhadap waktu oleh reaksi kimia. Kecepatan
reaksi di tentukan oleh kecepatan terbentuknya zat hasil, dan kecepatan
pengurangan reaktan. Tetapan kecepatan (K) adalah faktor pembanding yang
menunjukkan hubungan antara kecepatan reaksi dengan konsentrasi reaktan.
Keberadaan reaksi kimia ditentukan oleh tinjauan termodinamika dan kinetika.
Termodinamika memberikan informasi kearah mana reaksi/ perubahan
kimia itu secara spontan dapat berlangsung, atau dengan kata lain kearah
manakah sistem kimia itu mempunyai kestabilan yang lebih besar. Sedangkan
kinetika mempermasalahkan laju reaksi dan mekanisme reaksinya. Informasi
kinetika di gunakan untuk meramalkan secara rinci mekanisme suatu reaksi
yaitu langkah-langkah yanhg di tempuh pereaksi untuk menetukan hasil reaksi
tertentu sesuai yang diinginkan.
Disamping itu kinetika juga memberikan informasi untuk mengendalikan
laju reaksi. Informasi semacam itu sangat berguna bagi para ahli sintesis
senyawa kimia, sehingga hasil sintesanya memuaskan. Selain itu, terdapat
contoh lain dalam kehidupan sehari-hari tentang kinetika reaksi yaitu
pembuatan sayur, terkadang dengan rasa yang pas, dan tak jarang pula dengan
rasa yang asin atau bahkan tak berasa.
Tidak jauh berbeda dengan pembuatan teh, dalam proses pembuatan sayur
juga harus memiliki teknik khusus agar terasa pas di lidah. Tak jarang proses
tersebut dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu untuk
membuktikannya kami melakukan percobaan yan berkaitan dengan kinetika
reaksi dengan maksud agar kita dapat, mengetahui pengaruh suhu dan
konsentrasi pada suatu reaksi

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kecepatan dan orde reaksi ?
2. Bagaimana mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi ?
3. Bagaiman pengaruh suhu terhadap laju reaksi ?
4. Bagaiman teori keadaan transisi ?
5. Bagaiman prasyarat berlangsungnya suatu reaksi ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui kecepatan dan orde reaksi
2. Mengetahui mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi
3. Mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi
4. Mengetahui teori keadaan transisi
5. Mengetahui prasyarat berlangsungnya suatu reaksi

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1 Kecepatan dan orde reaksi


Kinetika Kimia (Chemical Kinetics) adalah salah satu cabang ilmu
kimia yang mengkaji mengenai seberapa cepat suatu reaksi kimia berlangsung.
Dari berbagai jenis reaksi kimia yang telah dipelajari para ilmuwan, ada yang
berlangsung dalam waktu yang sangat singkat (reaksi berlangsung cepat),
seperti reaksi pembakaran gas metana. Di sisi lain, ada pula reaksi yang
berlangsung dalam waktu yang lama (reaksi berlangsung lambat), seperti
reaksi perkaratan (korosi) besi. Cepat lambatnya suatu reaksi kimia dapat
dinyatakan dalam besaran laju reaksi.
Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau
produk per satuan waktu. Satuan laju reaksi adalah M/s (Molar per detik).
Sebagaimana yang kita ketahui, reaksi kimia berlangsung dari arah reaktan
menuju produk. Ini berarti, selama reaksi kimia berlangsung, reaktan
digunakan (dikonsumsi) bersamaan dengan pembentukan sejumlah produk.
Dengan demikian, laju reaksi dapat dikaji dari sisi pengurangan konsentrasi
reaktan maupun peningkatan konsentrasi produk.
Kecepatan reaksi dinotasikan sebagai v (velocity) atau r (rate) yang
didefinisikan sebagai turunan pertama dari konsentrasi terhadap waktu (dC/dt).
Karena pada reaksi tidak ada jarak yang ditempuh maka kecepatan reaksi
umum dinotasika sebagai “r” dan untuk secara umum, laju reaksi dapat
dinyatakan dalam persamaan sederhana berikut :
𝐴 →𝐵
laju reaksi = – ∆ [A] / ∆ t atau
laju reaksi = + ∆ [B] / ∆ t
Tanda – (negatif) menunjukkan pengurangan konsentrasi reaktan
Tanda + (positif) menunjukkan peningkatan konsentrasi produk

Laju reaksi berhubungan erat dengan koefisien reaksi. Untuk reaksi kimia
dengan koefisien reaksi yang bervariasi, laju reaksi harus disesuaikan dengan

3
koefisien reaksi masing-masing spesi. Sebagai contoh, dalam reaksi 2𝐴 → 𝐵,
terlihat bahwa dua mol A dikonsumsi untuk menghasilkan satu mol B. Hal ini
menandakan bahwa laju konsumsi spesi A adalah dua kali laju pembentukan
spesi B. Dengan demikian, laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan
berikut :
laju reaksi = – 1 ∆ [A] / 2.∆ t atau
laju reaksi = + ∆ [B] / ∆ t
Secara umum, untuk reaksi kimia dengan persamaan reaksi di bawah ini :
𝑎𝐴 + 𝑏𝐵 → 𝑐𝐶 + 𝑑𝐷
Laju reaksi masing-masing spesi adalah sebagai berikut :
laju reaksi (r) = – 1 ∆ [A] / a.∆ t = – 1 ∆ [B] / b.∆ t = + 1 ∆ [C] / c.∆ t
= + 1 ∆ [D] / d.∆ t
Persamaan diferensial untuk laju reaksi umum sebagai berikut :
𝒅𝑪
− = 𝒌 𝑪𝒏
𝒅𝒕
dimana : -dC/dt = laju reaksi (r)
k = konstanta kecepatan laju reaksi
n = orde/tingkat reaksi

2.2 Jenis-Jenis Orde Reaksi


1. Orde reaksi nol.

Reaksi dikatakan berorde nol terhadap salah satu reaktan, jika perubahan
konsentrasi reaktan tersebut tidak mempengaruhi laju reaksi. Artinya,
asalkan terdapat dalam jumlah tertentu, perubahan konsentrasi reaktan
itu tidak mempengaruhi laju reaksi. Besarnya laju reaksi hanya
dipengaruhi oleh besarnya konstanta laju reaksi ( k ).

v = k . [X]0 = k

4
2. Orde reaksi satu.

Suatu reaksi dikatakan berorde satu terhadap salah satu reaktan, jika
laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi reaktan itu. Jika
konsentrasi reaktan itu dilipat-tigakan maka laju reaksinya akan
menjadi 31 atau 3 kali lebih besar.

v k.X  k.X 






3. Orde reaksi dua.

5
Suatu reaksi dikatakan ber’orde dua terhadap salah satu reaktan, jika
laju reaksi merupakan pangkat dua dari konsentrasi reaktan itu. Jika
konsentrasi reaktan itu dilipat-tigakan, maka laju reaksi akan menjadi
32atau 9 kali lebih besar.

v =k.[X ]2

Penyelesaian umum untuk reaksi orde nol, satu, dan dua yang banyak
dijumpai adalah
1. Orde satu : 𝐶 = 𝐶0 𝑒 −𝑘 1 𝑡
1 1
2. Orde dua : 𝐶 = 𝑘2 𝑡 + 𝐶0

3. Orde nol : 𝐶 = 𝑘0 + 𝐶0
Selama reaksi kimia berlangsung, konsentrasi reaktan berkurang seiring
peningkatan waktu reaksi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
membedakan reaksi orde nol, orde satu, dan orde dua adalah melalui waktu
paruh. Waktu paruh (t1/2) adalah waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi
reaktan menjadi setengah dari konsentrasi semula. Persamaan waktu paruh
untuk masing-masing orde reaksi adalah sebagai berikut :
Orde Satu : t1/2 = ln 2 / k = 0,693 / k (waktu paruh tidak bergantung pada
konsentrasi awal reaktan)

6
Orde Dua : t1/2 = 1 / k.[A]0 (waktu paruh berbanding terbalik dengan
konsentarsi awal reaktan)
Orde Nol : t1/2 = [A]0 / 2k (waktu paruh berbanding lurus dengan konsentrasi
awal reaktan)
Reaksi orde nol umum terjadi secara enzimatis dalam biosintesis
dimana kecepatan reaksi tidak dipengaruhi konsentrasi substrat [S].
Reaksi orde satu adalah peluruhan radioaktif, sedangkan reaksinorde dua
sangat umum dijumpai dilaboratorium.

2.3 Mekanisme Reaksi dan Laju Penentu Kecepatan Reaksi


Mekanisme reaksi adalah urutan tahap-tahap elementer yang mengarah
pada pembentukan produk. Reaksi elementer adalah reaksi sederhana yang
hanya berlangsung dalam satu tahap. Sebagan besar reaksi adalah reaksi
kompleks dan membutuhkan lebih dari satu tahap. Urutan tahap-tahap
elementer yang mengarah pada pembentukan produk disebut mekanisme
reaksi.

Zat-antara adalah spesi yang muncul dalam mekanisme reaksi tetapi tidak ada
dalam persamaan setimbang.
Zat-antara selalu terbentuk dalam tahap elementer awal dan hilang dalam tahap
elementer berikutnya.

Molekularitas suatu reaksi banyaknya molekul yang bereaksi dalam tahap


elementer.

7
• Reaksi unimolekular – tahap elementer dengan I molekul
• Reaksi bimolekular – tahap elementer dengan 2 molekul
• Reaksi termolekular – tahap elementer dengan 3 molekul
Reaksi unimolekular A produk laju = k [A]
Reaksi bimolekular A + B produk laju = k [A][B]
Reaksi bimolekular A + A produk laju = k [A]2
Untuk proses elementer maka laju reaksi sebanding dengan konsentrasi
reaktan dipangkatkan dengan koefisien yang secara umum ditulis.

𝑎𝐴 + 𝑏𝐵 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖


𝑟 = 𝑘𝐴𝑎 + 𝐵 𝑏
Laju reaksi kompleks ditentukan berdasarkan eksperimen dengan 3
pedoman sebagai berikut :
1. Proses elementer dengan peruraian molekul tunggal (unimolekuler) atau
tumbukkan dua molekul (bimolekuler) lebih mungkin dibandingkan
dengan tiga molekul bertumbukkan secara serentak (termolekuler)
2. Semua proses elementer dipandang sebagai proses dapat balik (reversibel)
dan akan mencapai kondisi keadaan tetap (steady state) yaitu laju kekiri
sama sehingga konstan
3. Proses elementer yang berlangsung paling lambat adalah merupakan laju
penentu kecepatan reaksi (RDS)
Contoh : Hukum laju untuk reaksi antara NO2 and CO untuk menghasilkan NO
and CO2 adalah laju = k[NO2]2. Reaksi tersebut diketahui melalui dua tahap :

Tulislah persamaan reaksi keseuruhan ?


 𝑁𝑂2 + 𝐶𝑂 → 𝑁𝑂 + 𝐶𝑂2
Apakah zat-antaranya?
 NO3
Apa yang pendapat anda tentang laju relatif pada tahap 1 and 2 ?

8
 r = k[NO2]2 adalah hukum laju untuk tahap 1 maka tahap1 pasti lebih
lambat daripada tahap 2.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

1. Luas Permukaan Bidang Sentuh


Pada reaksi heterogen ( reaksi yang fase reaktannya tidak sama ), misalnya
logam Zn dengan larutan HCl; laju reaksi selain dipengaruhi oleh
konsentrasi larutan HCl, juga dipengaruhi oleh kondisi logam Zn tersebut.
 Dalam jumlah ( massa ) yang sama; butiran logam Zn akan bereaksi lebih
lambat daripada serbuk Zn.
 Reaksi akan terjadi antara molekul-molekul HCl dengan atom-atom Zn
yang bersentuhan langsung dengan HCl.
 Pada butiran Zn, atom-atom Zn yang bersentuhan langsung dengan HCl
lebih sedikit daripada serbuk Zn sebab atom-atom Zn yang bersentuhan
hanya atom Zn yang ada di permukaan butiran.
 Jika butiran Zn tersebut dihaluskan menjadi serbuk, maka atom-atom Zn
yang semula ada di bagian dalam akan berada di bagian permukaan dan
terdapat lebih banyak atom Zn yang secara bersamaan bereaksi dengan
larutan HCl.
 Semakin luas permukaan bidang sentuh zat padat, semakin banyak
tempat terjadinya tumbukan antar partikel zat yang bereaksi sehingga
laju reaksi akan semakin meningkat juga.

2. Konsentrasi Reaktan.
Pengaruh konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi dapat dijelaskan
dengan menggunakan teori tumbukan.

 Semakin tinggi konsentrasinya berarti semakin banyak molekul dalam


setiap satuan luas ruangan; dengan demikian tumbukan antar molekul

9
akan semakin sering terjadi.
 Semakin banyak tumbukan yang terjadi, berarti kemungkinan untuk
menghasilkan tumbukan yang efektif akan semakin besar sehingga
reaksi berlangsung lebih cepat.

3. Tekanan.

 Pada reaksi yang reaktannya berwujud gas, peningkatan tekanan dapat


meningkatkan laju reaksi. Jika tekanan meningkat, maka volumenya
akan berkurang sehingga konsentrasi gas akan meningkat (konsentrasi
n
berbanding terbalik dengan volume; ( M = )
V

 Jika volumenya berkurang, maka memungkinkan bertambahnya jumlah


tumbukan yang terjadi karena setiap molekul menjadi lebih berdekatan
jaraknya.

4. Suhu
Pada umumnya, suhu yang semakin tinggi akan semakin mempercepat
reaksi. Meningkatnya suhu akan memperbesar energi kinetik molekul
reaktan. Oleh karena itu,gerakan antar molekul reaktan akan semakin
acak sehingga kemungkinan terjadinya tumbukan antar molekul akan
semakin besar. Akibatnya tumbukan yang efektif akan mudah tercapai
dan energi aktivasi akan mudah terlampaui.

5. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tanpa
dirinya mengalami perubahan yang kekal sehingga pada akhir reaksi zat
tersebut dapat diperoleh kembali. Suatu katalis mungkin dapat terlibat
dalam proses reaksi atau mengalami perubahan selama reaksi
berlangsung, tetapi setelah reaksi itu selesai maka katalis akan diperoleh
kembali dalam jumlah yang sama. Katalis dapat mempercepat reaksi

10
dengan cara mengubah jalannya reaksi. Jalur reaksi yang ditempuh
tersebut mempunyai energi aktivasi ( Ea ) yang lebih rendah daripada
jalur reaksi yang ditempuh tanpa katalis. Artinya : katalis berperan untuk
menurunkan energi aktivasi ( Ea ).

Jenis-jenis katalis yaitu :

 Katalis Homogen.
Katalis Homogen adalah katalis yang wujudnya sama dengan wujud
reaktannya. Dalam reaksi kimia, katalis homogen berfungsi sebagai zat
perantara (fasilitator).

Contohnya :
o Katalis gas NO2 pada pembuatan gas SO3.
o Katalis gas Cl2 pada penguraian N2O

 Katalis Heterogen.
Katalis Heterogen Adalah katalis yang wujudnya berbeda dengan wujud
reaktannya. Reaksi zat-zat yang melibatkan katalis jenis ini, berlangsung
pada permukaan katalis tersebut.

Contohnya :
o Katalis logam Ni pada reaksi hidrogenasi etena ( C2H4 ).
o Katalis logam Rodium atau Iridium pada proses pembuatan asam
etanoat.
o Katalis logam Ni pada proses pembuatan mentega.
o Katalis logam V2O5 pada reaksi pembuatan asam sulfat (proses kontak).

o Katalis logam Fe pada reaksi pembuatan amonia ( proses Haber-Bosch)

 Biokatalis ( enzim ).

11
Biokatalis ( enzim ) Adalah katalis yang dapat mempercepat reaksi-
reaksi kimia dalam tubuh makhluk hidup. Mekanisme kerjanya dengan
metode “kunci dan gembok “ atau “lock and key “ yang dipopulerkan
oleh Emil Fischer.

Contohnya :
Enzim amilase = membantu menghidrolisis amilum
menjadi maltosa. Enzim katalase = menguraikan H2O2
menjadi O2 dan H2O
Enzim lipase = menguraikan lipid menjadi gliserol dan asam lemak.

 Autokatalis.
Autokatalis adalah zat hasil reaksi yang berfungsi sebagai katalis.
Artinya, produk reaksi yang terbentuk akan mempercepat reaksi kimia.

Contohnya :
Reaksi antara kalium permanganat ( KMnO4 ) dengan asam oksalat
(H2C2O4 ) salah satu hasil reaksinya berupa senyawa mangan sulfat
(MnSO4 ). Semakin lama, laju reaksinya akan semakin cepat karena
MnSO4 yang terbentuk berfungsi sebagai katalis.

6. Teori Tumbukan

Suatu zat dapat bereaksi dengan zat lain jika partikel-partikelnya saling
bertumbukan. Tumbukan yang terjadi akan menghasilkan energi untuk
memulai terjadinya reaksi. Terjadinya tumbukan tersebut disebabkan
karena partikel- partikel zat selalu bergerak dengan arah yang tidak
teratur. Tumbukan antar partikel yang bereaksi tidak selalu
menghasilkan reaksi. Hanya tumbukan yang menghasilkan energi yang
cukup serta arah tumbukan yang tepat, yang dapat menghasilkan reaksi.
Tumbukan seperti ini disebut tumbukan yang efektif.

12
Jadi, laju reaksi tergantung pada 3 hal :

a. Frekuensi tumbukan
b. Energi partikel reaktan
c. Arah tumbukan

 Energi minimum yang harus dimiliki oleh partikel reaktan, sehingga


menghasilkan tumbukan yang efektif disebut energi pengaktifan atau
energi aktivasi ( Ea ).
 Semua reaksi, baik eksoterm maupun endoterm memerlukan Ea. Reaksi
yang
dapat berlangsung pada suhu rendah berarti memiliki Ea yang rendah.
Sebaliknya, reaksi yang dapat berlangsung pada suhu yang tinggi, berarti
memiliki Ea yang tinggi.
 Ea ditafsirkan sebagai energi penghalang ( barrier ) antara reaktan
dengan produk. Reaktan harus didorong agar dapat melewati energi
penghalang tersebut sehingga dapat berubah menjadi produk.

2.5 Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi


Laju reaksi bertambah dengan naiknya temperatur. Ketergantungan laju
reaksi terhadap temperatur secara implisit tergambar melalui ketergantungan
tetapan laju (k) terhadap temperatur (T). Hubungan antara k dan T dinyatakan
melalui persamaan Arhenius. Pengamatan empiris menemukan banyak reaksi
mempunyai tetapan laju yang mentaati persamaan Arhenius.
k = A.eEa/RT
k adalah tetapan laju, A adalah faktor praeksponensial atau faktor frekuensi
yang berdimensi sama dengan k, R tetapan gas ideal dan T adalah temperatur
dalam kelvin. Harga eEa/RT dikenal sebagai ungkapan Boltzmann yang
mengekspresikan fraksi partikel yang memiliki energi cukup (Ea) untuk
melangsungkan reaksi. Besarnya energi minimal yang dibutuhkan sistem untuk

13
bereaksi disebut dengan Energi Pengaktifan (Ea). A dan Ea disebut juga
sebagai parameter Arhenius.

Dengan pengaturan kembali persamaan Arhenius menjadi logaritma


bilangan pokok 10 maka menjadi persamaan :
Log k = {(-Ea/2,303 RT)} 1/T + A
Secara empirik harga A dan Ea suatu reaksi dapat ditentukan dari data k pada
berbagai temperatur. Kurva persamaan (1) merupakan grafik ekponensial,
namun dengan mengkonversikannya dengan logaritma alam, sehingga
persamaan menjadi ln k = ln A – Ea/ RT, dengan mengalurkan hubungan
antara ln k dengan 1/T maka didapat grafik berupa garis lurus. Harga Ea
ditentukan dari slope (tg) = -Ea/2,303 R atau kemiringan garis dan harga A
merupakan intersep grafik yaitu perpotongan antara sumbu y (ordinat) dengan
grafik.
Jika ditentukan hanya membandingkan dua data percobaan menggunakan
persamaan berikut :
Log (k1/k2) = (Ea/2,303 RT). (T2-T1/T2.T1).

2.6 Teori Keadaan Transisi


Suatu teori dapat digunakan pada suatu sistem, bila sistem tersebut
memenuhi anggapan dasar yang diambil pada waktu teori tersebut dirumuskan.
Anggapan yang paling mendasar dari teori ini adalah bahwa dalam suatu reaksi
sebelum pereaksi berubah menjadi produk pereaksi akan melalui tahap suatu
keadaan transisi dimana keadaan transisi ini bukan merupkan hasil antara.

14
Keadaan transisi ini dicapai setelah pereaksi memiliki sejumlah energi tertentu
yang disebut sebagai energi aktivasi.
Pada keadaan transisi, pereaksi akan berada sebagai kompleks teraktivasi,
yang kemudian akan berubah menjadi produk. Perubahan pereaksi menjadi
produk hanya tergantung pada dapat tidaknya pereaksi mencapai keadaan
transisi. Jadi dapat dikatakan bahwa keadaan transisi tergantung pada
keberhasilan pereaksi melampaui energi penghalang reaksi yang besarnya
sama dengan besar energi aktivasi. Asumsi berikutnya yang berlaku dalam
Teori Kompleks Teraktivasi adalah terjadinya kesetimbangan antara pereaksi
dengan kompleks teraktivasi. Secara skematis kedua asumsi ini dapat
dituliskan seperti reaksi
𝐴 + 𝐵 ↔ 𝑋 𝑘2 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
X adalah kompleks teraktivasi. Secara matematis dapat dituliskan sebagai
[𝑋]
K = [𝐴][𝐵] atau K = Nx/ NA. NB

Nx adalah konsentrasi kompleks teraktivasi, NA dan NB adalah konsentrasi


pereaksi Secara skematis perubahan energi potensial suatu peraksi hingga
menjadi produk dapat digambarkan seperti gambar 3. Sumbu horisontal
mempresentasikan jalannya peristiwa tumbukan bimolekul dalam reaksi fase
gas, yang disebut sebagai koordinat reaksi.
Pada awalnya hanya terdapat pereaksi A dan B, saat dimulai A dan B saling
mendekat dan akhirnya bersentuhan, maka energi potensial naik sampai
maksimum, kumpulan atom yang berada pada daerah maksimum (X) disebut
sebagai kompleks teraktifkan. Kemudian energi potensial akan menurun pada
saat atom tersusun ulang, yaitu membentuk produk. Pada saat pereaksi A dan
B dalam keadaan yang sangat dekat disebut sebagai keadaan transisi.
Energi pengaktifan E1 merupakan energi perubahan 𝐴 + 𝐵 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
produk, sedangkan E-1 merupakan energi pengaktifan untuk reaksi sebaliknya.
Selisih energi antara E1 dan E-1 merupakan entalpi reaksi antara A dan B
menjadi produk.
KP/TS

15
Ea
R

Dimana : R dan P : reaktan dan produk


Ea : Energi aktivasi
KP/TS : keadaan peralihan (transitin state)
Anggapan dasar lain yang diambil yaitu laju pembentukan sebanding dengan
pengurangan kompleks teraktifkan X, yang dituliskan seperti persamaan
berikut :
𝑋 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘

KP/TS yaitu reaksi adalah pemutusan ikatan pada R dan pembentukkan


ikatan pada P. Pada KP/TS maka didefinisikan ikatan R hampir terbentuk
dengan notasi (.......) yang diilustrasikan sebagai berikut :
𝐴2 + 𝐵2 → 2𝐴𝐵
Pada reaksi diatas maka terjadi pemutusan A-A dan B-B dan pembentukkan
ikatan pada A-B dengan penggambaran reaksi dan KP/TS sebagai berikut .
𝐴 − 𝐴 + 𝐵 − 𝐵 → 𝐴 … … . . 𝐵 − 𝐵 … … . . 𝐴 → 2𝐴𝐵

Keadaan teraktivasi (KP/TS)

16
2.7 Prasyarat Berlangsungnya Suatu Reaksi

Berlangsungnya suatu reaksi dikendalikan berdasarakan dua prasyarat atau


kontrol sebagai berikut :

1. Persyaratan Termodinamik untuk Reaksi


Subyek yang sangat penting dalam termodinamika adalah keadaan
kesetimbangan, maka termodinamika adalah metoda yang sangat penting
untuk mejajaki keadaan kesetimbangan suatu reaksi kimia.
Untuk terjadinya reaksi secara spontan, energi bebas produk harus lebih
rendah daripada energi bebas reaktan, yakni ΔG harus negatif. Reaksi dapat
saja berlangsung melalui jalan lain, tapi tentu saja hanya jika energi bebas
ditambahkan. Energi bebas terbuat dari dua komponen yaitu entalpi H dan
entropi S. Kuantitas tersebut dihubungkan dengan persamaan:
ΔG = ΔH – TΔS
Perubahan entalpi dalam suatu reaksi terutama adalah perbedaan
energi ikat (meliputi energi resonansi, tegangan, dan solvasi) antara reaktan
dengan produk. Perubahan entalpi dapat dihitung dengan menjumlahkan
semua energi ikatan yang putus, kemudian dikurangi dengan jumlah energi
semua ikatan yang terbentuk, dan ditambahkan dengan perubahan energi
resonansi, tegangan, atau energi solvasi.
Perubahan entropi menyatakan ketidak teraturan atau kebebasan sistem.
Semakin tidak teratur suatu sistem maka semakin tinggi entropinya.
Kondisi yang lebih disukai di alam adalah entalpi rendah dan entropi tinggi;
dan di dalam sistem reaksi, entalpi spontan menurun sedangkan entropi
spontan meningkat. Bagi kebanyakn reaksi, pengaruh entropi adalah kecil
dan entalpi yang paling utama menentukan apakah reaksi dapat terjadi
secara spontan. Akan tetapi dalam reaksi jenis tertentu, entropi adalah
penting dan dapat mendominasi entalpi. Berikut ini akan dibicarakan
contoh tentang hal tersebut.
Di dalam suatu reaksi dalam mana jumlah molekul produk sebanding
dengan molekul reaktannya (contoh, A + B → C + D), pengaruh entropi
biasanya kecil; tapi jika jumlah molekuknya meningkat (contoh, A → B +

17
C), ada tambahan entropi yang besar karena jika lebih banyak molekul
maka lebih banyak pula kemungkinan susunan dalam ruang. Reaksi dalam
mana terjadi pemecahan molekul menjadi dua atau lebih bagian maka
secara termodinamika lebih disukai karena faktor entropi. Sebaliknya,
reaksi dalam mana jumlah molekul produk lebih sedikit daripada molekul
reaktannya akan memperlihatkan penurunan entropi, dan dalam hal seperti
itu maka harus ada penurunan entalpi yang besar juga untuk mengatasi
perubahan entropi yang tidak diinginkan itu.

2. Persyaratan Kinetik Reaksi


Kinetika kimia adalah bahagian ilmu kimia fisika yang mempelajari
laju reaksi kimia, faktor-faktor yang mempengaruhinya serta penjelasan
hubungannya terhadap mekanisme reaksi.
Reaksi yang dapat berlangsung tidak hanya karena menpunyai ΔG
negatif. ΔG yang negatif memang suatu hal yang penting tapi bukan suatu
persyaratan yang cukup untuk berlangsungnya suatu reaksi secara spontan.
Sebagai contoh, reaksi antara H2 dengan O2 untuk menghasilkan H2O
mempunyai ΔG negatif, tapi campuran H2 dan O2 dapat disimpan pada suhu
kamar selama berabad-abad tanpa adanya reaksi yang berarti.
Untuk terjadinya reaksi maka variabel energi bebas aktivasi ΔG‡
harus ditambahkan. Situasi ini diilustrasikan dalam Gambar 1. yang
merupakan profil energi untuk reaksi satu tahap tanpa spesies-antara.
Dalam gambar seperti ini, absis menandai kemajuan reaksi. ΔGf‡ adalah
energi bebas aktivasi untuk reaksi maju.
Jika reaksi antara dua molekul atau lebih telah maju ke titik yang
berkaitan dengan puncak kurva maka digunakan istilah keadaan transisi
untuk posisi inti dan elektron spesies yang ada pada keadaan ini. Keadaan
transisi memiliki geometri yang terbatas dan distribusi muatan tapi tidak
memiliki keberadaan yang terbatas. Sistem pada titik ini disebut kompleks
teraktivasi.

18
Di dalam teori keadaan transisi, starting material dan kompleks
teraktivasi dipertimbangkan ada dalam kesetimbangan dengan tetapan
kesetimbangan K‡. Menurut teori ini, semua kompleks teraktivasi terus
berubah menjadi produk dengan kecepatan yang sama sehingga tetapan
kecepatan reaksi hanya tergantung pada posisi kesetimbangan antara
starting material dengan kompleks teraktvasi, yaitu nilai K ΔG
dihubungkan ke K dengan persamaan.
ΔG = -2,303 RT log K
Sehingga suatu nilai ΔG yang lebih tinggi adalah disertai dengan
suatu tetapan kecepatan yang lebih kecil. Kecepatan hampir semua reaksi
meningkat dengan meningkatnya suhu karena penambahan energi dapat
membantu molekul melewati rintangan energi aktivasi. Sejumlah reaksi
tidak mempunyai energi bebas aktivasi sama sekali, berarti K‡ tidak
terbatas dan hampir semua tumbukan mengarah kepada reaksi. Proses
seperti itu dikatakan terkontrol difusi (diffusion-controlled).
Seperti halnya ΔG, ΔG terbentuk dari komponen entalpi dan entropi.
ΔG = ΔH - TΔS Entalpi aktivasi (ΔH) adalah perbedaan energi ikatan
(meliputi energi tegangan, resonansi dan solvasi) antara senyawa starting
material dengan keadaan transisi. Di dalam kebanyakan reaksi, ikatan-
ikatan telah putus atau putus secara parsial pada sesaat keadaan transisi
tercapai; energi yang penting untuk hal ini adalah ΔH. Adalah benar bahwa
tambahan energi akan disuplai oleh pembentukan ikatan baru, tapi jika hal
ini terjadi setelah keadaan transisi maka hal ini hanya dapat berpengaruhi
pada ΔH dan bukan ΔH.
Entropi aktivasi (ΔS) yang merupakan perbedaan entropi antara
senyawa starting material dengan keadaan transisi menjadi penting jika dua
molekul yang bereaksi saling mendekati satu sama lain dalam suatu
orientasi spesifik untuk terjadinya reaksi. Sebagai contoh, reaksi antara
alkil klorida non-siklik sederhana dengan ion hidroksida menghasilkan
alkena terjadi hanya jika dalam keadaan transisi, reaktan berorientasi

19
seperti yang diperlihatkan. Bukan hanya OH- mendekati hidrogen tersebut
tetapi hidrogen harus berorientasi anti terhadap klor.
Ketika dua molekul pereaksi bertabrakan, jika OH- akan mendekati
atom klor atau dekat R1 atau R2, tidak ada reaksi yang dapat terjadi. Untuk
terjadinya reaksi, molekul-molekul harus melepaskan kebebasan yang
dimiliki secara normal untuk menerima banyak susunan yang mungkin
dalam ruang dan mengadopsi hanya satu yang mengarah kepada terjadinya
reaksi. Jadi melibatkan penghilangan entropi, yakni S adalah negatif.
Entropi aktivasi juga bertanggung jawab terhadap sulitnya penutupan
cincin yang lebih besar daripada cincin beranggota enam.
Untuk terjadinya reaksi penutupan cincin, dua gugus pada ujung
rantai harus bertemu. Akan tetapi semakin banyak jumlah karbon maka
semakin banyak pula konformasi yang mungkin, dan hanya sedikit dari
konformasi tersebut yang ujung-ujungnya saling berdekatan. Jadi
pembentukan keadaan transisi mengharuskan penghilangan entropi yang
lebih besar.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kinetika Kimia (Chemical Kinetics) adalah salah satu cabang ilmu kimia
yang mengkaji mengenai seberapa cepat suatu reaksi kimia berlangsung.
Secara umum, untuk reaksi kimia dengan persamaan reaksi di bawah ini :
𝑎𝐴 + 𝑏𝐵 → 𝑐𝐶 + 𝑑𝐷
laju reaksi masing-masing spesi adalah sebagai berikut :
laju reaksi (r) = – 1 ∆ [A] / a.∆ t = – 1 ∆ [B] / b.∆ t = + 1 ∆ [C] / c.∆ t
= + 1 ∆ [D] / d.∆ t
Orde Satu : t1/2 = ln 2 / k = 0,693 / k
Orde Dua : t1/2 = 1 / k.[A]0
Orde Nol : t1/2 = [A]0 / 2k
Mekanisme reaksi adalah urutan tahap-tahap elementer yang mengarah
pada pembentukan produk

𝑎𝐴 + 𝑏𝐵 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖

𝑟 = 𝑘𝐴𝑎 + 𝐵 𝑏
Berlangsungnya suatu reaksi dikendalikan berdasarakan dua prasyarat atau
kontrol yaitu Persyaratan Termodinamik untuk Reaksi dan prasyarat kinetika
reaksi.

3.2 Saran
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan dan kesalahan, maka dari itu kami sangat mengharapkan bantuan
dari dosen pembimbing agar kiranya memberikan kritikan maupun saran yang
sifatnya membangun demi kelengkapan materi tugas kali ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2007. Chemistry Ninth Edition (terjemahan). New York: Mc


Graw Hill.

Firdaus, 2009. Kimia Organik Fisis I. Program Studi Kimia Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin.
Hart, H., Crain,L.E., Hart,D.J.,2003. Kimia Organik: Suatu Kuliah Singkat. Edisi
Ke Sebelas. Alih bahasa Suminar Setiati Achmadi. Penerbit Erlangga:
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai