September 2020
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Hal
Kata Pengantar . .................................................................................................. i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang. .......................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 2
1.3 Tujuan......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3
2.1 Kecepatan dan Orde Reaksi ....................................................... 3
2.2 Jenis-jenis Orde Reaksi .............................................................. 4
2.3 Mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi ................ 7
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi ........................ 9
2.5 Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi ....................................... 13
2.6 Teori Keadaan Transisi .............................................................. 14
2.7 Prasyarat Berlangsungnya Suatu Reaksi .................................... 17
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 21
3.1 Kesimpulan................................................................................. 21
3.2 Saran ........................................................................................... 21
Daftar Pustaka
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kecepatan dan orde reaksi ?
2. Bagaimana mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi ?
3. Bagaiman pengaruh suhu terhadap laju reaksi ?
4. Bagaiman teori keadaan transisi ?
5. Bagaiman prasyarat berlangsungnya suatu reaksi ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui kecepatan dan orde reaksi
2. Mengetahui mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi
3. Mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi
4. Mengetahui teori keadaan transisi
5. Mengetahui prasyarat berlangsungnya suatu reaksi
BAB II
2
PEMBAHASAN
Laju reaksi berhubungan erat dengan koefisien reaksi. Untuk reaksi kimia
dengan koefisien reaksi yang bervariasi, laju reaksi harus disesuaikan dengan
3
koefisien reaksi masing-masing spesi. Sebagai contoh, dalam reaksi 2𝐴 → 𝐵,
terlihat bahwa dua mol A dikonsumsi untuk menghasilkan satu mol B. Hal ini
menandakan bahwa laju konsumsi spesi A adalah dua kali laju pembentukan
spesi B. Dengan demikian, laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan
berikut :
laju reaksi = – 1 ∆ [A] / 2.∆ t atau
laju reaksi = + ∆ [B] / ∆ t
Secara umum, untuk reaksi kimia dengan persamaan reaksi di bawah ini :
𝑎𝐴 + 𝑏𝐵 → 𝑐𝐶 + 𝑑𝐷
Laju reaksi masing-masing spesi adalah sebagai berikut :
laju reaksi (r) = – 1 ∆ [A] / a.∆ t = – 1 ∆ [B] / b.∆ t = + 1 ∆ [C] / c.∆ t
= + 1 ∆ [D] / d.∆ t
Persamaan diferensial untuk laju reaksi umum sebagai berikut :
𝒅𝑪
− = 𝒌 𝑪𝒏
𝒅𝒕
dimana : -dC/dt = laju reaksi (r)
k = konstanta kecepatan laju reaksi
n = orde/tingkat reaksi
Reaksi dikatakan berorde nol terhadap salah satu reaktan, jika perubahan
konsentrasi reaktan tersebut tidak mempengaruhi laju reaksi. Artinya,
asalkan terdapat dalam jumlah tertentu, perubahan konsentrasi reaktan
itu tidak mempengaruhi laju reaksi. Besarnya laju reaksi hanya
dipengaruhi oleh besarnya konstanta laju reaksi ( k ).
v = k . [X]0 = k
4
2. Orde reaksi satu.
Suatu reaksi dikatakan berorde satu terhadap salah satu reaktan, jika
laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi reaktan itu. Jika
konsentrasi reaktan itu dilipat-tigakan maka laju reaksinya akan
menjadi 31 atau 3 kali lebih besar.
v k.X k.X
5
Suatu reaksi dikatakan ber’orde dua terhadap salah satu reaktan, jika
laju reaksi merupakan pangkat dua dari konsentrasi reaktan itu. Jika
konsentrasi reaktan itu dilipat-tigakan, maka laju reaksi akan menjadi
32atau 9 kali lebih besar.
v =k.[X ]2
Penyelesaian umum untuk reaksi orde nol, satu, dan dua yang banyak
dijumpai adalah
1. Orde satu : 𝐶 = 𝐶0 𝑒 −𝑘 1 𝑡
1 1
2. Orde dua : 𝐶 = 𝑘2 𝑡 + 𝐶0
3. Orde nol : 𝐶 = 𝑘0 + 𝐶0
Selama reaksi kimia berlangsung, konsentrasi reaktan berkurang seiring
peningkatan waktu reaksi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
membedakan reaksi orde nol, orde satu, dan orde dua adalah melalui waktu
paruh. Waktu paruh (t1/2) adalah waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi
reaktan menjadi setengah dari konsentrasi semula. Persamaan waktu paruh
untuk masing-masing orde reaksi adalah sebagai berikut :
Orde Satu : t1/2 = ln 2 / k = 0,693 / k (waktu paruh tidak bergantung pada
konsentrasi awal reaktan)
6
Orde Dua : t1/2 = 1 / k.[A]0 (waktu paruh berbanding terbalik dengan
konsentarsi awal reaktan)
Orde Nol : t1/2 = [A]0 / 2k (waktu paruh berbanding lurus dengan konsentrasi
awal reaktan)
Reaksi orde nol umum terjadi secara enzimatis dalam biosintesis
dimana kecepatan reaksi tidak dipengaruhi konsentrasi substrat [S].
Reaksi orde satu adalah peluruhan radioaktif, sedangkan reaksinorde dua
sangat umum dijumpai dilaboratorium.
Zat-antara adalah spesi yang muncul dalam mekanisme reaksi tetapi tidak ada
dalam persamaan setimbang.
Zat-antara selalu terbentuk dalam tahap elementer awal dan hilang dalam tahap
elementer berikutnya.
7
• Reaksi unimolekular – tahap elementer dengan I molekul
• Reaksi bimolekular – tahap elementer dengan 2 molekul
• Reaksi termolekular – tahap elementer dengan 3 molekul
Reaksi unimolekular A produk laju = k [A]
Reaksi bimolekular A + B produk laju = k [A][B]
Reaksi bimolekular A + A produk laju = k [A]2
Untuk proses elementer maka laju reaksi sebanding dengan konsentrasi
reaktan dipangkatkan dengan koefisien yang secara umum ditulis.
8
r = k[NO2]2 adalah hukum laju untuk tahap 1 maka tahap1 pasti lebih
lambat daripada tahap 2.
2. Konsentrasi Reaktan.
Pengaruh konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi dapat dijelaskan
dengan menggunakan teori tumbukan.
9
akan semakin sering terjadi.
Semakin banyak tumbukan yang terjadi, berarti kemungkinan untuk
menghasilkan tumbukan yang efektif akan semakin besar sehingga
reaksi berlangsung lebih cepat.
3. Tekanan.
4. Suhu
Pada umumnya, suhu yang semakin tinggi akan semakin mempercepat
reaksi. Meningkatnya suhu akan memperbesar energi kinetik molekul
reaktan. Oleh karena itu,gerakan antar molekul reaktan akan semakin
acak sehingga kemungkinan terjadinya tumbukan antar molekul akan
semakin besar. Akibatnya tumbukan yang efektif akan mudah tercapai
dan energi aktivasi akan mudah terlampaui.
5. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tanpa
dirinya mengalami perubahan yang kekal sehingga pada akhir reaksi zat
tersebut dapat diperoleh kembali. Suatu katalis mungkin dapat terlibat
dalam proses reaksi atau mengalami perubahan selama reaksi
berlangsung, tetapi setelah reaksi itu selesai maka katalis akan diperoleh
kembali dalam jumlah yang sama. Katalis dapat mempercepat reaksi
10
dengan cara mengubah jalannya reaksi. Jalur reaksi yang ditempuh
tersebut mempunyai energi aktivasi ( Ea ) yang lebih rendah daripada
jalur reaksi yang ditempuh tanpa katalis. Artinya : katalis berperan untuk
menurunkan energi aktivasi ( Ea ).
Katalis Homogen.
Katalis Homogen adalah katalis yang wujudnya sama dengan wujud
reaktannya. Dalam reaksi kimia, katalis homogen berfungsi sebagai zat
perantara (fasilitator).
Contohnya :
o Katalis gas NO2 pada pembuatan gas SO3.
o Katalis gas Cl2 pada penguraian N2O
Katalis Heterogen.
Katalis Heterogen Adalah katalis yang wujudnya berbeda dengan wujud
reaktannya. Reaksi zat-zat yang melibatkan katalis jenis ini, berlangsung
pada permukaan katalis tersebut.
Contohnya :
o Katalis logam Ni pada reaksi hidrogenasi etena ( C2H4 ).
o Katalis logam Rodium atau Iridium pada proses pembuatan asam
etanoat.
o Katalis logam Ni pada proses pembuatan mentega.
o Katalis logam V2O5 pada reaksi pembuatan asam sulfat (proses kontak).
Biokatalis ( enzim ).
11
Biokatalis ( enzim ) Adalah katalis yang dapat mempercepat reaksi-
reaksi kimia dalam tubuh makhluk hidup. Mekanisme kerjanya dengan
metode “kunci dan gembok “ atau “lock and key “ yang dipopulerkan
oleh Emil Fischer.
Contohnya :
Enzim amilase = membantu menghidrolisis amilum
menjadi maltosa. Enzim katalase = menguraikan H2O2
menjadi O2 dan H2O
Enzim lipase = menguraikan lipid menjadi gliserol dan asam lemak.
Autokatalis.
Autokatalis adalah zat hasil reaksi yang berfungsi sebagai katalis.
Artinya, produk reaksi yang terbentuk akan mempercepat reaksi kimia.
Contohnya :
Reaksi antara kalium permanganat ( KMnO4 ) dengan asam oksalat
(H2C2O4 ) salah satu hasil reaksinya berupa senyawa mangan sulfat
(MnSO4 ). Semakin lama, laju reaksinya akan semakin cepat karena
MnSO4 yang terbentuk berfungsi sebagai katalis.
6. Teori Tumbukan
Suatu zat dapat bereaksi dengan zat lain jika partikel-partikelnya saling
bertumbukan. Tumbukan yang terjadi akan menghasilkan energi untuk
memulai terjadinya reaksi. Terjadinya tumbukan tersebut disebabkan
karena partikel- partikel zat selalu bergerak dengan arah yang tidak
teratur. Tumbukan antar partikel yang bereaksi tidak selalu
menghasilkan reaksi. Hanya tumbukan yang menghasilkan energi yang
cukup serta arah tumbukan yang tepat, yang dapat menghasilkan reaksi.
Tumbukan seperti ini disebut tumbukan yang efektif.
12
Jadi, laju reaksi tergantung pada 3 hal :
a. Frekuensi tumbukan
b. Energi partikel reaktan
c. Arah tumbukan
13
bereaksi disebut dengan Energi Pengaktifan (Ea). A dan Ea disebut juga
sebagai parameter Arhenius.
14
Keadaan transisi ini dicapai setelah pereaksi memiliki sejumlah energi tertentu
yang disebut sebagai energi aktivasi.
Pada keadaan transisi, pereaksi akan berada sebagai kompleks teraktivasi,
yang kemudian akan berubah menjadi produk. Perubahan pereaksi menjadi
produk hanya tergantung pada dapat tidaknya pereaksi mencapai keadaan
transisi. Jadi dapat dikatakan bahwa keadaan transisi tergantung pada
keberhasilan pereaksi melampaui energi penghalang reaksi yang besarnya
sama dengan besar energi aktivasi. Asumsi berikutnya yang berlaku dalam
Teori Kompleks Teraktivasi adalah terjadinya kesetimbangan antara pereaksi
dengan kompleks teraktivasi. Secara skematis kedua asumsi ini dapat
dituliskan seperti reaksi
𝐴 + 𝐵 ↔ 𝑋 𝑘2 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
X adalah kompleks teraktivasi. Secara matematis dapat dituliskan sebagai
[𝑋]
K = [𝐴][𝐵] atau K = Nx/ NA. NB
15
Ea
R
16
2.7 Prasyarat Berlangsungnya Suatu Reaksi
17
C), ada tambahan entropi yang besar karena jika lebih banyak molekul
maka lebih banyak pula kemungkinan susunan dalam ruang. Reaksi dalam
mana terjadi pemecahan molekul menjadi dua atau lebih bagian maka
secara termodinamika lebih disukai karena faktor entropi. Sebaliknya,
reaksi dalam mana jumlah molekul produk lebih sedikit daripada molekul
reaktannya akan memperlihatkan penurunan entropi, dan dalam hal seperti
itu maka harus ada penurunan entalpi yang besar juga untuk mengatasi
perubahan entropi yang tidak diinginkan itu.
18
Di dalam teori keadaan transisi, starting material dan kompleks
teraktivasi dipertimbangkan ada dalam kesetimbangan dengan tetapan
kesetimbangan K‡. Menurut teori ini, semua kompleks teraktivasi terus
berubah menjadi produk dengan kecepatan yang sama sehingga tetapan
kecepatan reaksi hanya tergantung pada posisi kesetimbangan antara
starting material dengan kompleks teraktvasi, yaitu nilai K ΔG
dihubungkan ke K dengan persamaan.
ΔG = -2,303 RT log K
Sehingga suatu nilai ΔG yang lebih tinggi adalah disertai dengan
suatu tetapan kecepatan yang lebih kecil. Kecepatan hampir semua reaksi
meningkat dengan meningkatnya suhu karena penambahan energi dapat
membantu molekul melewati rintangan energi aktivasi. Sejumlah reaksi
tidak mempunyai energi bebas aktivasi sama sekali, berarti K‡ tidak
terbatas dan hampir semua tumbukan mengarah kepada reaksi. Proses
seperti itu dikatakan terkontrol difusi (diffusion-controlled).
Seperti halnya ΔG, ΔG terbentuk dari komponen entalpi dan entropi.
ΔG = ΔH - TΔS Entalpi aktivasi (ΔH) adalah perbedaan energi ikatan
(meliputi energi tegangan, resonansi dan solvasi) antara senyawa starting
material dengan keadaan transisi. Di dalam kebanyakan reaksi, ikatan-
ikatan telah putus atau putus secara parsial pada sesaat keadaan transisi
tercapai; energi yang penting untuk hal ini adalah ΔH. Adalah benar bahwa
tambahan energi akan disuplai oleh pembentukan ikatan baru, tapi jika hal
ini terjadi setelah keadaan transisi maka hal ini hanya dapat berpengaruhi
pada ΔH dan bukan ΔH.
Entropi aktivasi (ΔS) yang merupakan perbedaan entropi antara
senyawa starting material dengan keadaan transisi menjadi penting jika dua
molekul yang bereaksi saling mendekati satu sama lain dalam suatu
orientasi spesifik untuk terjadinya reaksi. Sebagai contoh, reaksi antara
alkil klorida non-siklik sederhana dengan ion hidroksida menghasilkan
alkena terjadi hanya jika dalam keadaan transisi, reaktan berorientasi
19
seperti yang diperlihatkan. Bukan hanya OH- mendekati hidrogen tersebut
tetapi hidrogen harus berorientasi anti terhadap klor.
Ketika dua molekul pereaksi bertabrakan, jika OH- akan mendekati
atom klor atau dekat R1 atau R2, tidak ada reaksi yang dapat terjadi. Untuk
terjadinya reaksi, molekul-molekul harus melepaskan kebebasan yang
dimiliki secara normal untuk menerima banyak susunan yang mungkin
dalam ruang dan mengadopsi hanya satu yang mengarah kepada terjadinya
reaksi. Jadi melibatkan penghilangan entropi, yakni S adalah negatif.
Entropi aktivasi juga bertanggung jawab terhadap sulitnya penutupan
cincin yang lebih besar daripada cincin beranggota enam.
Untuk terjadinya reaksi penutupan cincin, dua gugus pada ujung
rantai harus bertemu. Akan tetapi semakin banyak jumlah karbon maka
semakin banyak pula konformasi yang mungkin, dan hanya sedikit dari
konformasi tersebut yang ujung-ujungnya saling berdekatan. Jadi
pembentukan keadaan transisi mengharuskan penghilangan entropi yang
lebih besar.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kinetika Kimia (Chemical Kinetics) adalah salah satu cabang ilmu kimia
yang mengkaji mengenai seberapa cepat suatu reaksi kimia berlangsung.
Secara umum, untuk reaksi kimia dengan persamaan reaksi di bawah ini :
𝑎𝐴 + 𝑏𝐵 → 𝑐𝐶 + 𝑑𝐷
laju reaksi masing-masing spesi adalah sebagai berikut :
laju reaksi (r) = – 1 ∆ [A] / a.∆ t = – 1 ∆ [B] / b.∆ t = + 1 ∆ [C] / c.∆ t
= + 1 ∆ [D] / d.∆ t
Orde Satu : t1/2 = ln 2 / k = 0,693 / k
Orde Dua : t1/2 = 1 / k.[A]0
Orde Nol : t1/2 = [A]0 / 2k
Mekanisme reaksi adalah urutan tahap-tahap elementer yang mengarah
pada pembentukan produk
𝑟 = 𝑘𝐴𝑎 + 𝐵 𝑏
Berlangsungnya suatu reaksi dikendalikan berdasarakan dua prasyarat atau
kontrol yaitu Persyaratan Termodinamik untuk Reaksi dan prasyarat kinetika
reaksi.
3.2 Saran
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan dan kesalahan, maka dari itu kami sangat mengharapkan bantuan
dari dosen pembimbing agar kiranya memberikan kritikan maupun saran yang
sifatnya membangun demi kelengkapan materi tugas kali ini.
21
DAFTAR PUSTAKA
Firdaus, 2009. Kimia Organik Fisis I. Program Studi Kimia Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin.
Hart, H., Crain,L.E., Hart,D.J.,2003. Kimia Organik: Suatu Kuliah Singkat. Edisi
Ke Sebelas. Alih bahasa Suminar Setiati Achmadi. Penerbit Erlangga:
Jakarta.