Anda di halaman 1dari 3

A.

SEJARAH PERKEMBANGAN KELINCI DI INDONESIA

Kelinci adalah hewan vivipar yang berkembang biak secara beranak dan termasuk
mamalia famili Leporidae. Kelinci semulanya adalah hewan liar yang susah untuk di
jinakkan. Pada tahun 2000 kelinci mulai di jinakkan dengan tujuan keindahan, sebagai hewan
percobaan dan bahan pangan. Kelinci merupakan hewan yang memiliki daya adaftasi tubuh
yang relatif tinggi sehingga mampu hidup di seluruh dunia. Oleh karena itu, hampir setiap
negara di dunia mempunyai ternak kelinci. Kelinci dikembangkan di daerah yang relatif
populasi penduduknya tinggi. Penyebaran kelinci menimbulkan perbedaan sebutan di tiap
daerah,misalnya di Jawa disebut trewelu, di Erofa disebut rabbit, di Indonesia disebut
kelinci, dan sebagainya.

Adapun menurut Kartadisastra (1994) domestikasi kelinci pertama kali dilakukan oleh
bangsa Romawi yang menginginkan sumber pangan yang mudah. Domestikasi dilakukan dari
kelinci-kelinci hutan yang liar, proses domestikasi ini pun untuk selanjutnya menyebar ke
wilayah Eropa tengah dan wilayah Eropa timur. Pada tahun 1837, peternakan kelinci sudah
dikembangkan di Indonesia yang konon kelinci tersebut di bawa oleh orang-orang Belanda
yang di jadikan sebagai kelinci hias. Awalnya kelinci merupakan hewa kesayangan yang
dimiliki oleh tuan tanah. Selanjutnya, pada tahun 1980 pemerintah mengadakan program
pengembangan kelinci yang bertujuan untuk mengurangi rawan gizi. Pada tahun 1990,
pemerintah menerbitkan Pedoman Teknis Perusahaan Peternakan Kelinci sebagai upaya
untuk mendorong perkembangan budidaya kelinci dimasyarakat. Akan tetapi sampai saat ini
perkembangan nya mengalami hambatan yang diakibatkan karena perbedaan tujuan dalam
produksi dan pengembangannya.

Kelinci dosmetik ( oryctolagus cuniculus) yang ada pada saat ini merupakan perkawinan
dari kelinci liar di Afrika Utara dan Eropa. Pada Abad ke 16 ditemukan beberapa bangsa
kelinci yang menyebar di Perancis dan Italia. Kelinci awalnya diklasifikasikan dalam ordo
rodensia (binatang mengerat) yang memliki gigi seri empat, tetapi akhirnya dimasukkan
dalam ordo lagomorpha karena bergigi seri enam. Kelinci (oryctolagus cuniculus)
diklasifikasikan dalam kerajaan Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo
Lagomorpha , famili Leporidae, genus Oryctolagus dan spesies O. Cuniculus.

Kelinci di kelompokkan menjadi kelinci medium, kelinci ringan, kelinci kecil dan kelinci
besar berdasarkan pertumbuhan rata-rata, ukuran tubuh dewasa, dan umur mulai dewasa.
1. Kelinci Medium

Kelinci medium merupakan kelinci yanga dapat dipelihara secara intesif untuk produksi
daging. Kelinci ini memiliki bobot dewasa 3,5-4,5 kg dan mempunyai nilai productivitas
yang unggul yaitu fertilitas yang tinggi, pertumbuhan cepat, perkembangan perbobotan yang
bagus, kualitas daging yang baik. English Silver, German Silver, Champagne d’Argent, New
Zealand Red, New Zealand White dan Grand Chinchilla termasuk kedalam bangsa ini.

2. Kelinci Ringan

Kelinci ini dapat berkembang dengan cepat dan merupakan induk yang baik, yang memiliki
bobot dewasa 2,5-3,0 kg. Kelinci ini bisa disilangkang dengan berat karkas 1,0-1,2 kg dan
konsumsi pakan nya lebih sedikit daripada tipe besar dan medium. Himalaya, Small
Chinchilla, Dutch, dan French havana termasuk dalam bangsa kelinci ini.

3. Kelinci Kecil
Kelinci ini sering disebut juga kelinci kerdil, karena kelinci ini memiliki bobot
dewasa dengan 1 kg . K elinci ini banyak di gunakan sebagai kelinci pertunjukkan dan
sebagi hewan kesenangan. Kelinci tipe ini salah satunya adalah Netherland Dwarf
dan Polish Dwarf.

Jenis kelinci yang umum di ternakkan adalah American Chinchilla, Angora, Belgian,
Californian, Dutch, Engkish Spot, Flemish Giant, Havana, Himalaya , dan lain sebagainya.
Jenis New Zealand White dan Californian sangat baik untuk produksi daging nya dan Angora
baik untuk bulunya.
DAFTAR PUSTAKA

Halim, S. (2017). Sejarah Perkembangan Kelinci. Bogor Agricultural University, 1-6.

Anda mungkin juga menyukai