Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH PENYAKIT PADA NEONATUS

Diajukan Sebagai Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan
Prasekolah
Dosen Pengampu: Nicky Danur Jayanti, S. ST., M.KM

Oleh:

1. Galuh Ajeng Retno P (1918154011193)

2. Rahmawati (1918154011199)

3. Rifdatun Jalilah (1918154011200)

Program Studi D3 Kebidanan

STIKES Widyagama Husada

MALANG

2020
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang
berjudul “Delapan Penyakit Lazim yang terjadi pada Neonatus, Bayi, Balita,
dan Jejas Persalinan“.

Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita


semua tentang asuhan neonatus dan bayi dengan masalah yang lazim.Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Malang, 20 Oktober 2020

TIM PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode neonatal
merupakan periode yang paling kritis, maka dari itu diperlukan pemantauan
pada bayi baru lahir. Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah untuk
mengetahui aktivitas bayi normal atau tidak dan diidentifikasi masalah
kesehatan bayi baru lahir yang memerlukan perhatian keluarga dan penolong
persalinan serta tindak lanjut petugas kesehatan.
Dengan pemantauan neonatal dan bayi, kita dapat segera mengetahui
masalah-masalah yang terjadi pada bayi sedini mungkin. Contoh masalah
pada bayi yang sering kita temui yaitu ikterus, infeksi pada bayi, cephal
hematoma, dan lain-lain. Jika salah satu dari masalah tersebut tidak segera
diatasi maka bisa menyebabkan masalah atau komplikasi lainnya. Namun,
tak semua masalah tersebut harus mendapat penanganan khusus karena
bisa membuat dampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Oleh karena itu penulis membuat makalah dengan judul “Delapan Penyakit
Lazim yang terjadi pada Neonatus, Bayi, Balita, dan Jejas Persalinan”.

B. Manfaat Penulisan
Diharapkan dengan adanya Asuhan Neonatus dengan Jejas Persalinan
caput succedaneum.Mahasiswa lebih dapat menerapkan ilmu pengetahuan
yang telah diberikan saat melakukan pendidikan selama dalam perkuliahan.
Serta dapat melakukan keterampilan dasar praktik dilapangan.

C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui definisi, etiologi, dan penanganan yang harus
dilakukan oleh bidan dalam kasus penyakit lazim pada neonatus, bayi, balita,
dan jejas persalinan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ikterus
Kulit kuning disebabkan oleh penumpukan bilirubin dalam darah. Penyakit
kuning dapat terjadi jika hati tidak dapat secara efisien memproses sel darah
merah saat dipecah. Ini normal pada bayi baru lahir yang sehat dan biasanya
hilang dengan sendirinya. Pada usia lainnya, ini mungkin sinyal infeksi atau
penyakit hati. Ikterus adalah suatu pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan
mukosa yang terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah .Ikterus
adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan
bilirubin.

Gambar Bayi Ikterus

Sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin


serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin
bila kadar bilirubin yang tidak dikendalikan. Ada beberapa keadaan ikterus yang
cenderung menjadi patologik:

 Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan: Peningkatan kadar


bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 24 jam

 Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi


G6PD, atau sepsis)
 Ikterus yang disertai oleh:

 Berat lahir <2000 gram

 Masa gestasi 36 minggu

 Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN)

 Infeksi

 Trauma lahir pada kepala

 Hipoglikemia, hiperkarbia

 Hiperosmolaritas darah

 Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada NCB) atau
>14 hari (pada NKB)

Gejala dan tanda klinis ikterus yang menjadi patologik, meliputi :

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping


itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:

1. Dehidrasi, Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-


muntah)

2. Pucat, Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan


golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah
ekstravaskular.

3. Trauma lahir, Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan


tertutup lainnya.

4. Pletorik (penumpukan darah), Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh


keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK

5. Letargik dan gejala sepsis lainnya

6. Petekiae (bintik merah di kulit), Sering dikaitkan dengan infeksi


congenital, sepsis atau eritroblastosis
7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal), sering berkaitan
dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati

8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)

9. Omfalitis (peradangan umbilikus)

10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)

11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)

12. Feses dempul disertai urin warna coklat

Penyebab Umum

Penyakit kuning dapat disebabkan oleh hal-hal di luar penyakit.


Contohnya meliputi sindrom Gilbert (kondisi jinak) atau efek samping
pengobatan. Penyebab bayi kuning atau ikterik adalah kadar bilirubin yang tinggi
dalam darah. Bilirubin ini adalah pigmen kuning dalam sel darah merah.
Kelebihan bilirubin terjadi karena organ hati bayi belum cukup matang untuk
menyingkirkan bilirubin dalam aliran darah. Seiring dengan berkembangnya
fungsi organ hati bayi dan mulai meningkatnya asupan bayi, penyakit kuning
akan berangsur hilang dengan sendirinya. Pada kebanyakan bayi, penyakit
kuning ini tidak memerlukan perawatan khusus dan akan hilang dengan
sendirinya sekitar 2-3 minggu setelah lahir. Namun, apabila bayi kuning setelah
lebih dari 3 minggu sejak lahir maka ini bisa menjadi pertanda adanya kondisi
lain yang perlu diperhatikan. Sebaiknya konsultasikan kepada dokter mengenai
kondisi bayi. Meskipun jarang terjadi, tapi apabila kadar bilirubin meningkat
secara berlebihan dan tidak dikeluarkan tubuh, bayi lebih berisiko menjadi tuli,
terkena lumpuh otak (cerebral palsy), kerusakan otak (kernikterus) dan bahkan
kematian.

Perawatan Medis

Penyakit kuning harus selalu dievaluasi oleh dokter. Segera periksa ke dokter
jika Anda:

 Melihat warna kuning pada kulit atau mata bayi, anak-anak, atau orang
dewasa
 Mengeluarkan urine berwarna gelap dan mengalami pembengkakan perut

B. Miliariasis

Gambar Miliaris pada Wajah Bayi

Biang keringat atau miliaria adalah ruam kecil berwarna merah yang
menonjol, terasa gatal, serta menyebabkan sensasi menyengat atau perih di
kulit. Kelainan yang juga dikenal dengan nama ruam panas ini tidak hanya terjadi
pada bayi, namun juga pada orang dewasa. Biang keringat lebih mudah terjadi
pada bayi. Hal ini karena pengaturan suhu pada bayi belum sempurna dan
kelenjar keringat bayi belum sepenuhnya berkembang sehingga belum mampu
mengeluarkan keringat dengan baik. Biang keringat pada bayi paling sering
muncul pada wajah, leher, dan selangkangan. Kesimpulan yang dapat diambil
dari asuhan kebidanan ini yaitu proses asuhan kebidanan pada neonatus dengan
miliariasis berjalan sesuai rencana dengan evaluasi akhir terjadi ketidak sesuaian
terhadap kriteria hasil yang diharapkan dengan hasil miliariasis sembuh total
tetapi hanya didapatkan hasil yaitu terapi yang diberikan belum bisa maksimal
menyembuhkan miliariasis secara total hanya mengurangi tanda miliariasis.
Saran untuk tempat penelitian yaitu pelayanan kesehatan untuk mengurangi
risiko kesakitan pada neonatus.

Gejala dan Jenis Biang Keringat

Biang keringat merupakan kondisi yang tidak berbahaya dan tidak menular.
Kondisi ini umumnya terjadi ketika seseorang berada di cuaca sedang panas
atau lingkungan yang bersuhu lembap. Biang keringat kerap ditandai dengan
gejala berupa:

 Bintil-bintil kecil yang berwarna merah, terutama di tempat menumpuknya


keringat.

 Rasa gatal atau rasa perih dan tajam pada ruam.

Gejala-gejala tersebut dapat muncul di seluruh bagian tubuh dan bisa terjadi
pada semua rentang usia, namun paling sering terjadi pada bayi dan anak.
Terkadang biang keringat juga bisa tampak mirip dengan jerawat pasir. Menurut
dalamnya kerusakan kulit yang terjadi, biang keringat terbagi menjadi beberapa
jenis, yaitu:

1.) Miliaria kristalina

Miliaria kristalina adalah jenis biang keringat yang paling ringan dan
hanya mempengaruhi lapisan kulit teratas. Kondisi ini ditandai dengan
kemunculan bintil-bintil merah berisi cairan berwarna jernih yang mudah
pecah. Biang keringat jenis ini biasanya tidak gatal dan tidak terasa sakit.

2.) Miliaria rubra

Miliaria rubra terjadi di lapisan kulit yang lebih dalam. Kondisi ini lebih
sering dialami oleh orang dewasa daripada anak-anak. Gejala miliaria rubra
antara lain bintil merah disertai dengan rasa gatal dan menyengat.

3.) Miliaria pustulosa

Miliaria pustulosa merupakan perkembangan lanjutan dari miliaria


rubra. Biang keringat ini terjadi ketika miliaria rubra mengalami peradangan.
Tanda dari miliaria pustola yaitu bintil merah yang terisi nanah (pustule)
sehingga berubah warna menjadi putih atau kuning. Adanya pustule ini
menandakan mulai terjadinya infeksi kulit.

4.) Miliaria profunda

Miliaria profunda adalah jenis yang paling jarang terjadi. Jenis miliaria
ini terjadi di lapisan lebih dalam (dermis). Tertahannya keringat ini akan
menyebabkan munculnya bintil merah yang lebih besar dan lebih keras.
Walaupun lebih jarang terjadi, miliaria jenis ini bersifat kronis dan sering
kambuh..

Penyebab Biang Keringat

Biang keringat disebabkan oleh kelenjar keringat yang tersumbat, yang


memicu timbulnya ruam dan peradangan. Tidak diketahui penyebab pasti dari
tersumbatnya kelenjar keringat. Namun, beberapa faktor dan kondisi berikut bisa
meningkatkan risiko terjadinya biang keringat:

 Iklim tropis

Iklim dan cuaca yang panas serta lembab merupakan pemicu utama dari
munculnya biang keringat.

 Kepanasan

Kepanasan juga dapat memicu tersumbatnya kelenjar keringat yang


menyebabkan biang keringat. Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan
kepanasan adalah menggunakan pakaian yang terlalu tebal atau tidur
dengan selimut tebal saat suhu panas.

 Aktivitas fisik tertentu

Aktivitas tertentu, seperti olahraga yang menyebabkan tubuh


mengeluarkan banyak keringat, dapat memicu terjadinya biang keringat.

 Kelenjar keringat belum berkembang

Kelenjar keringat pada bayi belum berkembang sepenuhnya, sehingga


keringat lebih mudah tertahan di dalam kulit. Oleh karena itulah biang
keringat lebih mudah terjadi pada bayi.

 Obesitas

Seseorang dengan berat badan berlebih (obesitas) juga lebih berisiko


mengalami biang keringat terutama di area lipatan-lipatan seperti perut, leher,
dan selangkangan.

 Tirah baring (bed rest) terlalu lama


Pasien yang harus tirah baring untuk waktu yang cukup lama, terutama
yang mengalami demam memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami biang
keringat.

Diagnosis Biang Keringat

Untuk mendiagnosis biang keringat, dokter melakukan tanya jawab


seputar keluhan dan gejala yang dialami, riwayat kesehatan, dan kondisi di
lingkungan sekitar pasien. Selanjutnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik
dengan melihat ruam secara langsung. Tidak ada tes atau pemeriksaan
penunjang yang diperlukan untuk memastikan diagnosis biang keringat.

Pengobatan Biang Keringat

Biang keringat umumnya tidak berbahaya dan tidak membutuhkan


pertolongan medis khusus. Kondisi ini dapat ditangani sendiri di rumah dengan
langkah-langkah sederhana, seperti:

 Mengompres bagian yang mengalami ruam dengan kain lembab atau es


batu selama tidak lebih dari 20 menit setiap jam.

 Membersihkan bagian yang mengalami ruam dengan air mengalir dan


sabun yang lembut.

 Menaburkan bedak talek pada bagian yang mengalami ruam untuk


mengurangi rasa tidak nyaman di kulit.

 Menjaga kulit tetap dingin, misalnya dengan berendam dan mandi.

 Menghindari cuaca panas dan tempat yang lembab, seperti berada lebih
lama dalam ruangan yang sejuk, atau menggunakan kipas angin.

 Meminum banyak cairan agar terhindar dari dehidrasi.

 Memakai pakaian longgar sehingga tidak menghambat pengeluaran


keringat.

Jika biang keringat yang dialami cukup parah dan mengganggu, dokter
dapat melakukan penanganan berupa:
 Pemberian obat golongan antihistamin, untuk meredakan rasa gatal dan
kemerahan di permukaan kulit.

 Pemberian salep kortikosteroid, untuk meredakan rasa gatal dan


peradangan pada ruam.

 Pemberian losion calamine, untuk meredakan rasa gatal, perih, atau


mengalami iritasi.

 Pemberian obat antibiotik, untuk menangani jika terjadi infeksi sekunder


pada biang keringat.

 Pemberian lanolin anhidrat, untuk mencegah penyumbatan kelenjar


keringat dan menghentikan timbulnya ruam baru.

Biang keringat jarang menyebabkan komplikasi. meski begitu, bisa terjadi


infeksi sekunder pada ruam akibat digaruk.

Pencegahan Biang Keringat

Cara terbaik untuk mencegah biang keringat adalah dengan menghindari


faktor risiko yang dapat memicu terjadinya penyumbatan pada kelenjar keringat.
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyumbatan
tersebut, di antaranya:

1. Menjaga kulit tubuh tetap dingin dan sejuk.

2. Menggunakan sabun yang berbahan dasar lembut dan tidak


mengandung parfum.

3. Menghindari mengenakan pakaian ketat dan terlalu tebal saat


cuaca sedang panas.

4. Selalu menyeka keringat yang menumpuk setelah berolahraga


atau beraktivitas.

C. Infeksi Pada Neonatus


Infeksi neonatal adalah infeksi pada neonatus (bayi baru lahir) yang
didapat selama perkembangan prenatal atau dalam empat minggu pertama
kehidupan (periode neonatal). Infeksi neonatal dapat ditularkan dari ibu ke anak,
di jalan lahir saat melahirkan, atau tertular setelah lahir. Beberapa infeksi
neonatal terlihat segera setelah melahirkan, sementara yang lain mungkin
berkembang pada periode setelah melahirkan. Beberapa infeksi neonatal seperti
HIV, hepatitis B, dan malaria baru terlihat lama kemudian.
Risiko infeksi lebih tinggi pada neonatus prematur atau berat lahir
rendah . Sindrom gangguan pernapasan bayi sering merupakan kondisi bayi
prematur yang dapat memiliki konsekuensi negatif jangka panjang, juga dapat
muncul setelah infeksi. Dalam beberapa kasus, penyakit saluran pernapasan
neonatal dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi saluran pernapasan di
masa mendatang dan respons peradangan yang terkait dengan penyakit paru-
paru.
Antibiotik bisa efektif untuk infeksi neonatal, terutama bila patogen
diidentifikasi dengan cepat. Alih-alih hanya mengandalkan teknik kultur,
identifikasi patogen telah meningkat secara substansial dengan kemajuan
teknologi; namun, penurunan mortalitas neonatus tidak mengimbangi dan tetap
20% sampai 50%. Meskipun neonatus prematur memiliki risiko yang sangat
tinggi, semua neonatus dapat mengalami infeksi. Infeksi neonatal juga dapat
dikaitkan dengan ketuban pecah dini (pecahnya kantung ketuban ) yang secara

substansial meningkatkan risiko sepsis neonatal dengan memungkinkan


masuknya bakteri ke dalam rahim sebelum kelahiran bayi. Infeksi neonatal dapat
mengganggu keluarga dan memicu upaya terkonsentrasi untuk mengobatinya
oleh dokter . Penelitian untuk meningkatkan pengobatan infeksi dan pengobatan
profilaksis ibu untuk menghindari infeksi pada bayi sedang berlangsung.
Penyebab
Gambar Infeksi pada Mata Bayi
Penyebab dan alasan infeksi neonatal ada banyak. Bakteri penyebab infeksi
dan beberapa patogen lainnya seringkali berasal dari saluran pencernaan dan
genitourinari ibu. Banyak dari infeksi ibu dengan organisme ini tidak bergejala
pada ibu. Infeksi ibu lainnya yang dapat ditularkan ke bayi dalam kandungan
atau selama kelahiran adalah infeksi menular seksual bakteri dan virus.
Kemampuan bayi untuk melawan infeksi dibatasi oleh sistem kekebalannya yang
belum matang. Agen penyebab infeksi neonatal adalah bakteri, virus, dan jamur .
Selain itu, sistem kekebalan bayi baru lahir dapat merespons dengan cara yang
dapat menimbulkan masalah yang mempersulit pengobatan, seperti pelepasan
bahan kimia inflamas. Cacat bawaan dari sistem kekebalan juga memengaruhi
kemampuan bayi untuk melawan infeksi.

a. Bakteri

 Listeria monocytogenes

b. Virus

 HIV

 Sitomegalovirus

 HSV (Virus herpes simpleks)

 Zika

 Rubella

c. Jamur

Pencegahan Infeksi
Untuk mengurangi infeksi neonatal, skrining HIV, hepatitis B, dan sifilis
pada ibu hamil. Perawatan dengan pencuci antibiotik vagina sebelum kelahiran
tidak mencegah infeksi bakteri streptokokus grup B (GBS). dengan klorheksidin
vagina sebelum kelahiran tidak mencegah infeksi neonatal. Karena bakteri GBS
dapat menjajah 30% saluran reproduksi bawah wanita, biasanya wanita hamil
diuji untuk patogen ini dari 35 hingga 37 minggu kehamilan. Sebelum melahirkan,
pengobatan ibu dengan antibiotik mengurangi tingkat infeksi
neonatal.Pencegahan infeksi pada bayi dilakukan dengan cara merawat ibu
dengan penisilin. Sejak adopsi pengobatan profilaksis ini, kematian bayi akibat
infeksi GBS telah menurun hingga 80%. Ibu dengan herpes genital bergejala
dan yang diobati dengan profilaksis antivirus cenderung tidak mengalami kasus
simptomatik aktif pada saat kelahiran dan mungkin dapat mengurangi risiko
penularan HSV selama kelahiran. Persalinan sesar mengurangi risiko infeksi
pada bayi. Menyusui telah terbukti melindungi neonatus dari beberapa infeksi.
D. Sudden Infant Death Syndrome
SIDS atau sudden infant death syndrome adalah kematian mendadak pada
bayi yang berusia di bawah 1 tahun, dan terjadi tanpa menimbulkan gejala-gejala
terlebih dahulu. Sebagian besar kematian terjadi ketika bayi sedang tertidur, tapi
tidak menutup kemungkinan bahwa kematian juga dapat terjadi saat bayi tidak
sedang tidur.
Kriteria SIDS
Kematian bayi dapat disebut sebagai SIDS apabila:
1. Bayi meninggal mendadak.
2. Penyebab kematian tak diketahui walaupun sudah diotopsi, x-ray,
investigasi tkp, dll secara menyeluruh.
3. Gizi bayi cukup.
4. Tak ada pertanda penyakit.
5. Tak ada tanda kekerasan.
6. CPR atau pernafasan buatan jarang sekali memberi efek pada bayi
yang sudah tidak bernafas.
Faktor Risiko Terjadinya SIDS:
 Tidur tengkurap (pada bayi kurang dari 4 bulan)
 Kasur yang lembut (pada bayi kuran dari 1 tahun)
 Bayi premature
 Riwayat SIDS pada saudara kandung
 Banyak anak
 Musim dingin
 Ibunya perokok
 Ibunya pecandu obat terlarang
 Ibunya berusia muda
 Jarak yang pendek diantara 2 kehamilan
 Perawatan selama kehamilan yang kurang
 Golongan sosial-ekonomi rendah. SIDS lebih banyak ditemukan pada
bayi laki-laki
Hal yang Dapat Dilakukan Untuk Menekan Risiko Terhadap SIDS
1. Perhatikan posisi tidur
Di Amerika, SIDS lebih sering teijadi pada bayi yang tidur dengan
posisi tengkurap. tengkurap bermanfaat untuk membantu perkembangan
bagian otot leher bayi, selain itu baik pula untuk perkembangan otot
napasnya. Tetapi harus dicermati, jangan sampai ada yang menghalangi
jalan napas bayi, khususnya bayi yang belum bisa mengangkat kepala.

2. Sirkulasi udara
Pastikan ruang tidur bayi memiliki sirkulasi udara yang baik. Sebuah
penelitian menunjukkan angka kejadian SIDS lebih rendah pada bayi yang
tidur menggunakan kipas angin dibanding yang memakai penyejuk ruangan.
3. Tempat tidur
Tidurkan bayi di kasur yang tidak terlalu empuk dan tidak
menggunakan bantal, khususnya jika bayi tidur tengkurap. Jauhkan selimut,
boneka, atau benda lain yang bisa menutup hidungnya.
4. Pengawasan
Kebiasaan orangtua di Indonesia yang tidur bersama bayinya ternyata
bisa mengurangi risiko SIDS. "Ibu bisa mengawasi jika bayinya tertutup
hidungnya atau mengalami henti napas," katanya. Hindari pula membedong
bayi terlalu kuat karena bayi masih bernapas menggunakan dada dan perut.
Apa jadinya jika ia dibedong kuat-kuat.
5. Posisi menyusui
Pilihlah posisi menyusui yang aman untuk bayi, yakni satu tangan ibu
yang diangkat ke atas kepala bayi. "Jangan sampai bayi tertindih tangan
ibunya,"
Faktor-Faktor Penyebab Bayi Meninggal Mendadak
a. Jeda pernafasan karena Apnea dan sianosis yang lama selama tidur
telah diobservasi pada dua bayi yang kemudian dianggap meninggal
karena SIDS dan telah diamati pula adanya obstruksi saluran nafas
bagian atas dengan jeda pernafasan serta bradikardia yang lama pada
bayi-bayi dengan SIDS abortif. Walaupun demikian masih belum pasti
apakah apnea sentral atau apnea obstruktif yang lebih penting dalam
terjadinya SIDS.
b. Cacat batang otak karena sedikitnya 2 kepingan bukti telah
mengisyaratkan bahwa bayi-bayi dengan SIDS memiliki abnormalitas
pada susunan saraf pusat.
c. Fungsi saluran nafas atas yang abnormal, berdasarkan pada
perkembangan dan anatomi, maka bayi yang muda dianggap beresiko
tinggi terhadap saluran pernafasan bagian atas, apakah keadaan ini
terjadi pada SIDS masih belum di ketahui.
d. Reflek saluran nafas yang hiperreaktif karena masuknya sejumlah
cairan ke dalam laring dapat merangsang timbulnya reflek ini dan di
duga menimblkan apnea, maka di berikan perhatian yang cukup besar
akan kemungkinan reflek gasoesofagus dan aspirasi sebagai
mekanisme primer teijadinya SIDS pada beberapa bayi.
e. Abnormalitas jantung, beberapa ahli mengajukan adanya
ketidakstabilan pada jantung muda, tetapi tidak mendapatkan bukti yang
meyakinkan saa ini untuk menunjukan bahwa aritmia jantung
memainkan perana pada SIDS.
Gejala : Tidak ada gejala yang mendahului terjadinya SIDS.
Diagnosa
SIDS didiagnosis jika seorang bayi yang tampaknya sehat tiba-tiba
meninggal dan hasil otopsi tidak menunjukkan adanya penyebab kematian
yang jelas. Semakin banyak bukti bahwa bayi dengan resiko SIDS
mempunyai cacat fisiologik sebelum lahir. Pada neonatus dapat di temukan
nilai apgar yang rendah dan abnormalitas control respirasi, denyut jantung
dan suhu tubuh, serta dapat pula mengalami retardasi pertumbuhan pasca
natal.
Orang tua yang kehilangan anaknya karena SIDS memerlukan
dukungan emosional. Penyebab kematian anaknya tidak diketahui, sehingga
mereka seringkali merasa bersalah. Mungkin ada baiknya jika orang tua
merencanakan untuk memiliki anak lagi.
Pencegahan
Angka kejadian SIDS telah menurun secara berarti (hampir mendekati
50%) sejak para orang tua dianjurkan untuk menidurkan bayinya dalam posisi
terlentang atau miring (terutama ke kanan).
1. Jangan pernah menengkurapkan bayi secara sengaja ketika bayi
tersebut belum waktunya untuk bisa tengkurap sendiri secara alami.
2. Selalu letakkan bayi Anda dalam posisi terlentang ketika ia sedang
tidur, walaupun saat tidur siang. Posisi ini adalah posisi yang paling
aman bagi bayi yang sehat untuk mengurangi risiko SIDS.
3. Gunakan kasur atau matras yang rata dan tidak terlalu empuk.
Penelitian menyimpulkan bahwa risiko SIDS akan meningkat drastis
apabila bayi diletakkan di atas kasur yang terlalu empuk, sofa,
bantalan sofa, kasur air, bulu domba atau permukaan lembut lainnya.
4. Jauhkan berbagai selimut atau kain yang lembut, berbulu dan lemas
serta mainan yang diisi dengan kapuk atau kain dari sekitar tempat
tidur bayi Anda. Hal ini untuk mencegah bayi Anda terselimuti atau
tertindih benda-benda tersebut.
5. Pastikan bahwa setiap orang yang suka mengurus bayi Anda atau
tempat penitipan bayi untuk mengetahui semua hal di atas. Ingat
setiap hitungan waktu tidur mengandung risiko SIDS.
6. Pastikan wajah dan kepala bayi Anda tidak tertutup oleh apapun
selama dia tidur. Jauhkan selimut dan kain penutup apapun dari
hidung dan mulut bayi Anda.
7. Pakaikan pakaian tidur lengkap kepada bayi Anda sehingga tidak
perlu lagi untuk menggunakan selimut. Tetapi seandainya tetap
diperlukan selimut sebaiknya Anda perhatikan hal-hal berikut ini:
Pastikan kaki bayi Anda berada di ujung ranjangnya, Selimutnya tidak
lebih tinggi dari dada si bayi,Ujung bawah selimut yang ke arah kaki
bayi, Anda selipkan di bawah kasur atau matras sehingga terhimpit.
8. Jangan biarkan siapapun merokok di sekitar bayi Anda khususnya
Anda sendiri. Hentikan kebiasaan merokok pada masa kehamilan
maupun kelahiran bayi Anda dan pastikan orang di sekitar si bayi tidak
ada yang merokok.
9. Jangan biarkan bayi Anda kepanasan atau kegerahan selama dia
tidur. Buat dia tetap hangat tetapi jangan terlalu panas atau gerah.
Kamar bayi sebaiknya berada pada suhu yang nyaman bagi orang
dewasa. Selimut yang terlalu tebal dan berlapis-lapis bisa membuat
bayi Anda terlalu kepanasan.
10. Temani bayi Anda saat ia tidur. Jangan pernah ditinggal-tinggal sendiri
untuk waktu yang cukup lama.
11. Perlu diketahui juga, SIDS lebih umum teijadi di negara barat dari
pada di kawasan timur. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada
umumnya bayi di negara Eropa dan Amerika Serikat tidur di ruangan
terpisah dengan orang tuanya sedangkan di negara-negara timur
lazimnya bayi tidur bersama orang tua sehingga memudahkan orang
tua mengawasi sang buah hati. Tetapi bagaimanapun tentunya ada
baiknya untuk mencegah sebelum terlambat.
Beberapa tips:
a. Jangan merokok, mengkonsumsi kafein berlebihan, menggunakan
obat terlarang, dan mengkonsumsi alkohol saat hamil. Studi
menyatakan bahwa ibu yang mengonsumsi zat-zat tersebut lebih
rawan menghadapi SIDS.
b. Jangan merokok di sekitar bayi, daya tahan tubuh bayi masih lemah.
Paru-parunya pun juga tidak sekuat orang dewasa, karena itu hindari
merokok di sekitar bayi.
c. Jaga suhu ruangan tempat bayi tidur.
d. Perhatikan pakaian bayi, pastikan hangat tidak terlalu dingin atau
terlalu panas. Jangan pakaikan pakaian yang terlalu ketat.
e. Singkirkan benda-benda yang dapat menghalangi jalur pernafasan
bayi, perhitungkan juga kemungkinan pergerakan bayi.
f. Tidurkan bayi dengan posisi menghadap atas, tidur tengkurap
memang bagus untuk melatih perkembangan otot leher bayi. Namun
selalu awasi bayi bila tidur tengkurap, karena posisi ini menyulitkan
bayi untuk bernafas.
g. Jika bayi belum berusia setahun, sebaiknya hindarkan tidur tengkurap
daiam waktu lama.
h. Kipas angin disebut-sebut sebagai salah satu sarana untuk
menghindarkan bayi dari kematian mendadak atau SIDS. Tapi para
ahli sepakat bahwa dibutuhkan penelitian lebih lanjut soal itu.
Ada 3 hal yang menyebabkan masalah kematian pada bayi:
1. Kematian karena adanya kelainan bawaan semisal bayi lahir dengan
kelainan jantung dan paru-paru yang memungkinkan kejadian
kematiannya diprediksi. Terlebih bila kelainan tersebut merupakan
salah satu faktor risiko.
2. Kematian karena penyakit yang didapat, semisal radang paru-paru
atau pneumonia maupun akibat suatu kecelakaan yang didapat di
rumah, di jalan, atau di mana pun.
3. Sementara kematian berikut yang lebih dikenal dengan istilah sids,
agak sulit diprediksi. Sebab, kejadian kematian ini bersifat dadakan,
hingga tak pernah bisa diperkirakan apa penyebabnya dan bagaimana
mengantisipasinya.
Sebetulnya, posisi tidur tengkurap bermanfaat untuk mencegah
terjadinya aspirasi / tersedak. Yakni, masuknya cairan muntahan ke dalam
paru-paru yang bisa membahayakan. Selain itu, baik pula untuk pergerakan
otot pernapasannya. Tetapi posisi tidur ini mesti dicermati bila bayi memiliki
kelainan neurologis semisal pergerakan kepalanya susah." Meski tak ada
batasan waktu yang baku, orang tua harus tetap mengawasi bila bayinya tidur
dengan posisi ini sekaiipun bayi punya insting untuk membebaskan diri.
Artinya, jika napasnya susah, ia akan bergerak dengan sendirinya.
Meskipun begitu para ilmuwan dan pakar kesehatan belum
menemukan secara pasti apa penyebab SIDS. Namun ada beberapa teori
yang dikemukakan, diantaranya :
 Malfungsi otak, teori ini mengatakan bahwa teijadi delay antara sel-sel
saraf yang mengatur kerja jantung dan sistem respirasi.
 Hyperthermia, peningkatan suhu tubuh bayi ( yang mungkin
disebabkan ruangan yang terlalu panas) dapat mempengaruhi
metabolisme tubuh bayi yang berpengaruh pada peningkatan kerja
jantung berlebihan.
 Apnea.
 Kekurangan oksigen, dapat terjadi karena berbagai faktor.
 Dll.
Para ahli berpendapat SIDS terjadi karena kombinasi berbagai
penyebab di atas. Namun tetap saja penyebab pastinya belum diketahui.
Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi kejadian SIDS, diantaranya :
a. Faktor Ibu
Selama masa kehamilan, faktor diri ibu sangat berpengaruh. Ibu yang
merokok, minum minuman beralkohol, mengonsumsi obat-obatan secara
bebas, berpeluang memperoleh bayi yang pertumbuhannya terganggu. Hal
ini bisa menjadi risiko faktor penyebab terjadinya SIDS.
b. Kelahiran Prematur
Prematuritas juga bisa menjadi risiko terjadinya SIDS karena organ-
organ tubuhnya yang belum matang dan sempurna. Demikian juga dengan
sistem pernapasannya yang bisa menyebabkan gangguan pada sistem
pernapasannya. Sementara pada bayi yang tidak dilahirkan prematur, sistem
pernapasannya mulai bagus/matang di usia 8 bulanan. Itu sebabnya kasus
SIDS jarang dijumpai pada bayi atas usia 6 bulan.
c. Sulit Napas
Sesudah bayi lahir, ada kejadian yang dinamakan asfiksia. Yakni bayi
mengalami kesulitan bernapas. Biasanya akan menampakkan gejala biru,
susah bernapas, dan berkurangnya denyut jantung.
d. Disfungsi Pada Batang Otak
Usia terbanyak kejadian SIDS ditemui pada bayi usia 2-4 bulan.
Sedangkan mayoritas atau 95 persen, dijumpai pada bayi di bawah 6 bulan.
Penyebabnya, kemungkinan terjadi disfungsi atau gangguan pada batang
otak. Gangguan ini mengakibatkan berubahnya pola pernapasan si bayi.
Dalam bahasa Inggris istilahnya arousal, yang bisa digambarkan mirip orang
yang kekurangan oksigen selagi tidur. Ini membuatnya gelagapan dan
terbangun, tapi kemudian bisa tertidur lagi. Nah, pada bayi, tingkat
kewaspadaan inilah yang terganggu sementara ia tak mampu mengatasinya.
Singkatnya, berawal dari fungsi otak yang terganggu/berkurang tanpa
diketahui penyebabnya. Proses arousal-nya pun jadi kurang bagus yang
diikuti dengan pola tidur dan kontrol kurang bagus serta pola pernapasannya
juga tak baik. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan
gangguan/perubahan denyut jantung dan peningkatan suhu tubuh. Akibatnya,
paru-parunya jadi kekurangan oksigen lalu menyebabkan gangguan berhenti
napas.
e. Posisi Tidur Tengkurap
Kejadian SIDS akibat posisi tidur tengkurap ternyata sekitar 3 kali lebih
besar dibanding posisi terlentang. Ini bisa dimengerti karena pergerakan
kepala pada pada bayi usia 2 bulan mestinya sudah kuat. Sedangkan bayi
dengan gangguan di otak umumnya tidak kuat mengangkat kepalanya.
Akibatnya, posisi tidur tengkurap memperbesar kemungkinan teijadinya SIDS.
Belum lagi faktor kasur yang sangat empuk atau lunak, yang menyebabkan
kepalanya "terbenam" ke dalam kasur. Akibatnya, bayi kesulitan mengangkat
kepalanya mencari udara bebas.
Di lain pihak, sebetulnya kalau kondisi si bayi normal-normal saja
(dalam arti tak ada dasar gangguan otak), maka posisi tidur tengkurap tak
memicu terjadinya SIDS. Sayangnya, ada-tidaknya gangguan atau kelainan
pada batang otak bayi baru lahir, tidak mudah segera diketahui. Sementara
dari hasil otopsi pada bayi-bayi di luar negeri yang mengalami SIDS, ternyata
kejadian ini terutama teijadi pada bayi-bayi yang memiliki kelainan pada
batang otak, pembengkakan pada paru-paru, dan perdarahan pada daerah
sekitar dada. Semua itu dapat terjadi akibat kondisi asfiksia/kesulitan
bernapas akibat hipoksia atau kekurangan oksigen dalam jangka waktu
cukup lama dalam darahnya.
f. Dialami Ras Tertentu
Soal ras ternyata merupakan salah satu faktor munculnya kejadian
SIDS yang banyak terjadi pada kalangan kulit hitam. Namun, tandas
Bambang, itu kejadian di luar negeri, sedangkan di Indonesia belum ada
penelitiannya.
g. Kurang Pengawasan
Bisa pula terjadi bayi tertutup selimut dalam keadaan tidur. Tentu saja
risiko SIDS tetap terbuka, terlebih bila dibarengi dengan kurangnya
pengawasan orang tua. Selama tetap diawasi dengan baik, menyelimuti bayi
tak akan jadi masalah. Selain itu, pernah pula dilaporkan bayi mengalami
SIDS karena hidung dan mulutnya tertutup payudara si ibu saat menyusui.
Kemungkinan ini terjadi bila ibu menyusui bayinya sambil tiduran, tapi
kemudian tertidur karena capek. Tertutupnya mulut dan hidung si bayi
membuat bayi seperti dibekap.
E. Caput Succedaneum
Caput succedaneum ini ditemukan biasanya pada presentasi kepala,
sesuai dengan posisi bagian yang bersangkutan. Pada bagian tersebut terjadi
oedema sebagai akibat pengeluaran serum dari pembuluh darah. Caput
suksedaneum tidak memerlukan pengobatan khusus dan biasanya
menghilang setelah 2-5 hari.
Kejadian caput succedaneum pada bayi sendiri adalah benjolan pada
kepala bayi akibat tekanan uterus atau dinding vagina dan juga pada
persalinan dengan tindakan vakum ekstraksi.
Caput suksedaneum adalah Kelainan ini akibat sekunder dari tekanan
uterus atau dinding vagina pada kepala bayi sebatas caput. Keadaan ini
dapat pula terjadi pada kelahiran spontan dan biasanya menghilang dalam 2-
4 hari setelah lahir. Tidak diperlukan tindakan dan tidak ada gejala sisa yang
dilaporkan.
Caput Succedaneum adalah benjolan yang membulat disebabkan kepala
tertekan leher rahim yang saat itu belum membuka penuh yang akan
menghilang dalam waktu satu dua hari.
Penyebab
Caput succedaneum terjadi karena adanya tekanan yang kuat pada
kepala pada saat memasuki jalan lahir sehingga terjadi bendungan
sirkulasi perifer dan limfe yang disertai dengan pengeluaran cairan tubuh
ke jaringan ekstravaskuler. Keadaan ini bisa terjadi pada partus lama atau
persalinan dengan Vacum ektrasi.
Benjolan caput ini berisi cairan serum dan sering bercampur
dengan sedikit darah. Benjolan dapat terjadi sebagai akibat bertumpang
tindihnya tulang kepala di daerah sutura pada suatu proses kelahiran
sebagai salah satu upaya bayi untuk mengecilkan lingkaran kepalanya
agar dapat melalui jalan lahir. Umumnya moulage ini ditemukan pada
sutura sagitalis dan terlihat segera setelah bayi lahir. Moulage ini
umumnya jelas terlihat pada bayi premature dan akan hilang sendiri dalam
satu sampai dua hari.

Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya trauma lahir antara lain :
1)     Makrosomia
2)     Prematuritas
3)     disproporsi sefalopelvik
4)     distosia
5)     persalinan lama
6)     persalinan yang diakhiri dengan alat (ekstraksi vakum dan forceps)
7)     persalinan dengan sectio caesaria
8)     kelahiran sungsang
9)     presentasi bokong
10)  presentasi muka
11)  kelainan bayi letak lintang
Gejala
1)      Udema di kepala
2)      Terasa lembut dan lunak pada perabaan
3)      Benjolan berisi serum dan kadang bercampur dengan darah
4)      Udema melampaui tulang tengkorak
5)      Batas yang tidak jelas
6)      Permukaan kulit pada benjolan berwarna ungu atau kemerahan
7)      Benjolan akan menghilang sekitar 2-3 minggu tanpa pengobatan
Komplikasi
1)   Infeksi
Infeksi pada caput succedaneum bisa terjadi karena kulit kepala terluka.
2)    Ikterus
Pada bayi yang terkena caput succedanieum dapat menyebabkan ikterus
karena inkompatibilitas faktor Rh atau golongan darah A, B, O antara ibu
dan bayi.
3)    Anemia
Anemia bisa terjadi pada bayi yang terkena caput succedanieum karena
pada benjolan terjadi perdarahan yang hebat atau perdarahan yang banyak.
Penatalaksana
1)  Perawatan bayi sama dengan  perawatan bayi normal.
2)  Pengawasan keadaan umum bayi.
3)  Berikan lingkungan yang baik, adanya ventilasi dan sinar matahari yang
cukup.
4)  Pemberian ASI yang adekuat, bidan harus mengajarkan pada ibu teknik
menyusui dengan benar.
5)   Pencegahan infeksi harus dilakukan untuk menghindari adanya infeksi
pada benjolan.
6)   Berikan konseling pada orang tua, tentang:
a.    Keadaan trauma yang dialami oleh bayi;
b.   Jelaskan bahwa benjolan akan menghilang dengan sendirinya
setelah sampai 3 minggu tanpa pengobatan.
c.    Perawatan bayi sehari-hari.
d.    Manfaat dan teknik pemberian ASI.

F. Cephal Hematoma
Cephal hematoma biasanya disebabkan oleh cedera pada periosteum
tengkorak selama persalianan dan kelahiran, meskipun dapat juga timbul
tanpa trauma lahir. Cephal hematola terjadi sangat lambat, sehingga tidak
adanya edema dan eritema pada kulit kepala. Insidennya adalah 2,5 %.
Perdarahan dapat terjadi di satu atau kedua tulang parietal. Tepi periosteum
membedakan cephal hematoma dari caput sucsedeneum. Terdapat juga
predisposisi yaitu seperti tekanan jalan lahir yang terlalu lama pada kepala
saat persalinan, moulage terlalu keras dan partus dengan tindakan seperti
forcep maupun ekstraksi. Caput terdiri atas pembengkakan kulit kepala
akibat edema yang terletak di atas periosteum. Selain itu, sefalhematum
mungkin timbul beberapa jam setelah lahir, sering tumbuh semakin besar
dan lenyap hanya setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
Cephal hematoma adalah perdarahan sub periosteal akibat kerusakan
jaringan poriestum karena tarikan atau tekanan jalan lahir dan tidak pernah
melampaui batas sutura garis tengah. Pemeriksaan x-ray tengkorak
dilakukan, bila dicurigai ada nya faktur (mendekati 5% dari seluruh
cephalhematoma). Tulang tengkorak yang sering terkena adalah tulang
temporal atau parietal ditemukan pada 0,5-2 % dari kelahiran hidup. Cephal
hematoma adalah pembengkakan pada daerah kepala yang disebabkan
karena adanya penumpukan darah akibat pendarahan pada subperiostinum
Kelainan ini agak lama menghilang (1-3 bulan). Pada gangguan yang luas
dapat menimbulkan anemia dan hiperbilirubinemia. Perlu pemantauan
hemoglobin, hematokrik, dan bilirubin. Aspirasi darah dengan jarum tidak
perlu di lakukan. Klasifikasi Menurut letak jaringan yang terkena ada 2 jenis
yaitu: Subgaleal Galea merupakan lapisan aponeurotik yang melekat secara
longgar pada sisi sebelah dalam periosteum. Pembuluh-pembuluh darah
vena di daerah ini dapat tercabik sehingga mengakibatkan hematoma yang
berisi sampai sebanyak 250 ml darah. Terjadi anemia dan menjadi shock.
Hematoma tidak terbatas pada suatu daerah tertentu. Penyebabnya adalah
perdarahan yang letaknya antara aponeurosis epikranial dan periosteum.
Dapat terjadi setelah tindakan ekstraksi vakum. Jarang terjadi karena
komplikasi tindakan mengambil darah janin untuk pemeriksaan selama
persalinan, risiko terjadinya terutama pada bayi dengan gangguan
hemostasis darah. Sedangkan untuk kadang-kadang sukar didiagnosis,
karena terdapat edema menyeluruh pada kulit kepala. Perdarahan biasanya
lebih berat dibandingkan dengan perdarahan subperiosteal, bahaya ikterus
lebih besar. Subperiosteal Karena periosteum melekat pada tulang tengkorak
di garis-garis sutura, maka hematoma terbatas pada daerah yang dibatasi
oleh sutura-sutura tersebut. Jumlah darah pada tipe subperiosteal ini lebih
sedikit dibandingkan pada tipe subgaleal, fraktur tengkorak menyertainya.

Perbedaan caput succedaneum dan cephalhematoma

Caput succedaneum Cephalhematoma


Muncul waktu lahir, mengecil Muncul waktu lahir atau setelah
setelah lahir. lahir, dapat membesar sesudah
lahir.
Lunak, tidak berfluktuasi. Teraba fluktuasi.
Melewati batas sutura, teraba Batas tidak melampaui sutura.
moulase.
Bisa hilang dalam beberapa Hilang lama (beberapa minggu
jam atau 2-4 hari atau bulan).
Berisi cairan getah bening Berisi darah

Gambar Cephal hematoma

G. Trauma Flexus Brachialis


Gambar Flexus Brachialis
Trauma lahir pada flexuux brachialis dapat dijumpai pada persalinan
yang mengalami kesukaran dalam melahirkan kepala atau bahu. Pada kelahiran
presentasi yang mengalami kesukaran melahirkan bahu, dapat terjadi penarikan
balik cukup keras ke lateral yang berakibat terjadinya trauma di pleksus brakialis.
Trauma lahir ini dapat pula terjadi pada kelahiran letak sungsang yang
mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.

Gejala klinis trauma lahir flexus brachialis berupa gangguan fungsi dan posisi
otot ekstremitas atas. Gangguan otot tersebut tergantung dari tinggi rendahnya
serabut syaraf pleksus braklialis yang rusak dan tergantung pula dari berat
ringannya kerusakan serabut syaraf tersebut. Paresis atau paralisis akibat
kerusakan syaraf perifer ini dapat bersifat temporer atau permanen. Hal ini
tergantung kerusakan yang terjadi pada serabut syaraf di pangkal flexux
brachialis yang akut berupa edema biasa, perdarahan, perobekan atau
tercabutnya serabut saraf.
Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Trauma Flexus Brachialis

a. Faktor Bayi:

 Makrosomia: Bayi yang berat badannya pada saat lahir lebih dari
4000gram.

 Presentasi Ganda: Keadaan dimana di samping bagian terendah janin


teraba anggota badan seperti tangan, lengan, atau kaki; atau keaadan
dimana di samping bokong janin dijumpai tangan.

 Letak sungsang: Cedera flexus brachialis dapat terjadi saat prenatal


atau selama proses kelahiran saat traksi digunakan di leher. Cedera
tersebut dapat terjadi pada kelahiran presentasi bokong yang diperberat
dengan distosia bahu.

 Distosia bahu: Pada persalinan distosia bahu adanya traksi yang


dilakukan oleh penolong persalinan sehingga mengkibatkan flexus
brachialis mengalami ovulsi.

 Malpresentasi: Merupakan bagian terendah janin yang berada di bagia


segmen bawah rahim selain bagian belakang kepala, seperti adanya
bagian kecil janin di dekat kepala.
b. Faktor Ibu:

 Ibu dengan panggul sempit

 Adanya penyulit saat persalinan: Seperti pada partus yang lama akan
menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis. Cedera fleksus brachialis
sering terjadi dan ditemukan biasanya terjadi setelah suatu persalinan
yang sulit, namun kadangkala sesudah persalinan yang tampaknya
mudah, bayi baru lahir dengan mengalami kelumpuhan.

c. Faktor Penolong Persalinan:

 Tarikan yang berlebihan pada kepala dan leher saat menolong


kelahiran

 Tarikan yang berlebihan pada bahu pada presentasi bokong

Tanda dan Gejala

Secara umum, tanda dan gejala traum flexus brachialis antara lain:
a. Gangguan motorik pada lengan atas

b. Paralisis atau kelumpuhan pada lengan atas dan lengan bawah

c. Lengan atas dalam keadaan ekstensi dan abduksi

d. Jika anak diangkat maka lengan akan lemas dan tergantung

e. Reflex moro

f. Tangan tidak menggenggam

g. Reflex meraih dengan tangan tidak ada

Jenis Trauma pada Fleksus Brakialis


a. Paralisis Erb-Duchenee: Jejas terbatas pada saraf servikal (C5 dan C6),
bayi kehilangan kekuatan untuk mengabduksi lengan dari bahu, merotasi
lengan keluar dan melakukan supinasi lengan ke bawah.
Gambar Bayi dengan Paralisis Erb-Duchenee
b. Paralisis Klumpke: Kerusakan cabang-cabang C8 – Th1 pleksus brakialis
menyebabkan kelemahan lengan otot-otot fleksus pergelangan, maka
bayi tidak dapat mengepal. Secara klinis terlihat pegang menjadi telapak
tangan terkulai lemah, sedangkan refleksi biseps dan radialis tetap positif.
Jika serabut simpatis ikut terkena, maka akan terlihat sindrom Horner
yang ditandai antara lain oleh adanya gejala prosis, miosis, enoftalmus,
dan hilangnya keringat di daerah kepala dan muka homolateral dari
trauma lahir tersebut.

Penatalaksanaan sesuai dengan klasifikasi

a. Paralisis Erb-Duchenee

 Upaya ini dilakukan antara lain dengan jalan imobilisasi pada posisi
tertentu selama 1-2 minggu yang kemudian diikuti program latihan

 Pada trauma ini imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang
sakit dalam posisi yang berlawanan dengan posisi karakteristik
kelumpuhan Erb

 Lengan yang sakit di fiksasi dalam posisi abduksi 90 ̊ disertai eksorotasi


pada sendi bahu, fleksi 90 ̊

b. Paralisis Klumpke
Penatalaksanaan trauma lahir klumpke berupa imbolisasi dengan
memasang bidang pada telapak tangan dan sendi tangan yang sakit pada
posisi netral yang selanjutnya diusahakan program latihan.
Komplikasi Trauma Flexus Brachialis
1. Kontraksi otot yang abnormal (kontraktur) atau pengencangan otot-otot,
yang mungkin menjadi permanen pada bahu, siku atau pergelangan
tangan.
2. Permanen, parsial, atau total hilangnya fungsi saraf yang terkena,
menyebabkan kelumpuhan lengan atau kelemahan lengan.
3. Komplikasi eksplorasi fleksus brachialis antara lain infeksi, prognosis
buruk, dan luka bakar penggunaan mikroskop pada saat operasi. Hasil
yang baik dari terapi bedah adalah bila di kerjakan pada tahun pertama
kehidupan. Beberapa peneliti merekomendasikan eksplorasi bedah dan
pencangkokan (grafting) bila tidak terdapat fungsi pada akar atas pada
usia 3 bulan. Tindakan eksplorasi awal umumnya tidak di anjurkan.

H. Fraktur Klavikula

Gambar Fraktur Klavikula Bilateral


Fraktur klavikula adalah patah tulang/fraktur pada tulang klavikula bayi saat
proses persalinan, biasanya pada bayi besar atau pada kelahiran dengan
presentasi bokong.
Penyebab Fraktur Klavikula

Persalinan yang sukar, terutama pada bayi besar (> 4000 gram) dengan
bahu yang lebar sehingga menyebabkan distosia bahu. Selain itu dapat juga
diseabkan oleh persalinan sungsang, dan induksi oksitosin. Secara teoritis
penolong persalinan harus dengan sengaja mematahkan os klavikula janin,
untuk memperpendek lebar bahu agar bahu bayi dapat dilahirkan. Namun kini
dengan kemajuan teknologi, estimasi berat lahir bayi dapat di ketahui sejak
dalam kandunga melalui USG dengan akurasi yang baik, sehingga tidak perlu
mengalami persalinan yang sulit, dan menjadi indikasi untuk melakukan
persalinan secara seksio sesarea.
A. Tanda dan Gejala Fraktur Klavikula
a. Bayi tidak dapat menggerakan lengan secara bebas pada sisi yang
mengalami gangguan
b. Menghilangnya reflex moro dan atau reflex moro menjadi asimetrik
c. Bayi terutama jika disentuh pada bagian yang mengalami cedera
d. Adanya diskontinuitas pada tulang klavikula
e. Gerakan tangan kanan dan kiri tidak sama
f. Gerakan pasif tangan yang cedera
B. Diagnosis Fraktur Klavikula

Diagnosis dibuat melalui palpasi dan jika perlu dilakukan foto rontgen.
C. Penanganan Fraktur Klavikula

Menggunakan ransel verband, dan lakukan rujukan pada dokter spesialis


anak untuk penanganan selanjutnya.
I. Fraktur Humerus
Pengertian

Fraktur humerus adalah patahnya tulang humerus akibat pada persalinan


letak kepala atau sungsang dengan lengan menumbung ke atas.

Gambar Fraktur Humerus


Penyebab Fraktur Humerus

Persalinan pervaginan dengan tangan menumbung Namun demikian kasus


ini terjadi juga pada persalinan secara seksio sesarea, meskipun sangat jarang.
Secara khusus, dalam kasus distosia bahu, presentasi sungsang, posisi kaki
pertama, kehamilan kembar, dan makrosomia janin yang juga merupakan
indikasi sesar, risiko cedera janin meningkat. Fraktur humerus merupakan fraktur
tulang panjang kedua yang sering pada neonatal.
Tanda dan Gejala Fraktur Humerus
a. Lengan yang cedera berkurang gerakannya

b. Menghilangnya reflex moro atau reflex moro asimetris

c. Bayi menangis pada gerakan pasif

d. Letak fraktur biasanya di daerah difasis


Penanganan Fraktur Humerus

a. Rujuk ke dokter spesialis anak – bedah, sebelumnya mengurangi


gerakan/imobilisasi dan memasang spalk

b. Reduksi dan Pemasangan gips

Kesimpulan
Caput succedaneum adalah pembengkakan yang edematosa atau
kadang-kadang ekimotik dan difus dari jaringan lunak kulit kepala yang
mengenai bagian yang telah dilahirkan selama persalinan. Edema pada caput
suksadenum dapat hilang pada hari pertama, sehingga tidak diperlukan
terapi. Tetapi jika terjadi ekimosis yang luas, dapat diberikan indikasi
fototerapi untuk kecenderungan hiperbilirubin. Kadang-kadang caput
suksadenum disertai dengan molding atau penumpangan tulang parietalis,
tetapi tanda tersebut dapat hilang setelah satu minggu. Cephal hematoma
merupakan perdarahan subperiosteum.
Cephal hematoma terjadi sangat lambat, sehingga tidak adanya
edema dan eritema pada kulit kepala. Cephal hematoma dapat sembuh
dalam waktu 2 minggu hingga 3 bulan, tergantung pada ukuran
perdarahannya. Pada dengan cephal hematoma tidak diperlukan
pengobatan, namun perlu dilakukan fototdrapi untuk mengatasi
hiperbilirubinemia. Tindakan insisi dan drainase merupakan kontraindikasi
karena dimungkinkan adanya resiko infeksi. Kejadian cephal hematoma
dapat disertai fraktur tengkorak, koagulopati dan perdarahan. Maka dari itu
sebagai seorang bidan kita harus terampil memberikan asuhan pada bayi
baru lahir baik yang normal maupun memilik kelainan untuk menghindari
terjadinya cephal hematoma tersebut.
SIDS adalah sebutan kematian mendadak bagi bayi atau balita
dibawah satu tahun tanpa ada pertanda sebelumnya.
Saran
Diharapkan kepada tenaga kesehatan khususnya bidan agar selalu
memantau keadaan pada bayi. Diharapkan kepada bidan untuk benar-benar
mengerti tentang penatalaksanaan pada setiap kelainan kepala yang
mungkin terjadi. Diharapkan kepada setiap orang tua untuk melakukan
perawatan bayinya secara rutin dirumah guna mencegah kemungkinan
terjadinya infeksi dan iritasi.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika
Pehttp://nursingbrainriza.blogspot.com/2007 06 01 archive.html (diunduh tangga 2
Januari 2008)
http://www.hvtd.org (diunduh tanggal 1 Januari 2008 )
http://www.nih.gov/medical/zoomifv 8.html (diunduh tanggal 31 Desember 2007)
dokky omed .ac.j p/a-super/super-c-5. htm I
https://www.sehatq.com/penyakit/ikterus-neonatorum
https://idtesis.com/pengertian-ikterus-gejala-dan-tanda-klinis-ikterus-patologik/
https://www.alodokter.com/biang-keringat

https://translate.googleusercontent.com/translate_c?
client=srp&depth=1&hl=id&nv=1&prev=search&rurl=tra
slate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Neon
atal_infection&usg=ALkJrhh
dfP0wWxM0l-ctvm-_HOkDtu2QA

Anda mungkin juga menyukai