Anda di halaman 1dari 86

UNIVERSITAS DIPONEGORO

BATUAN SEDIMEN KARBONAT

LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI

DANI MUHAMAD IQBAL


21100117130065

LABORATORIUM SUMBER DAYA MINERAL DAN BATUBARA


FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
SEMARANG
MEI 2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Petrologi acara Batuan Sedimen Karbonat yang disusun


oleh Dani Muhamad Iqbal telah disahkan pada :
hari :
tanggal:
pukul :
Sebagai tugas praktikum mata kuliah Petrologi.

Semarang, April 2018

Asistensi Acara Praktikan,

Faris Ridwan Maulana Dani Muhamad Iqbal


NIM : 21100116130058 NIM : 21100117130065

ii
DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………....ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….......iii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………..iv
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….....viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Maksud……………………………………………………………….......1
1.2 Tujuan…………………………………………………………………….1
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan………………………………………….1
BAB II HASIL DESKRIPSI
2.1 Sayatan MP7.............................................................................................2
2.2 Sayatan MP5.............................................................................................5
2.3 Sayatan SCAR-L.......................................................................................8
2.4 Sayatan AK-47........................................................................................12
2.5 Sayatan G36C.........................................................................................15
BAB III Pembahasan
3.1 Sayatan MP7............................................................................................16
3.2 Sayatan MP5............................................................................................20
3.3 Sayatan SCAR-L......................................................................................24
3.4 Sayatan AK-47 ........................................................................................28
3.5 Sayatan G36C .........................................................................................32
BAB IV PENUTUP
5.1 Kesimpulan...............................................................................................36
5.2 Saran.........................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kenampakan seriate


Gambar 3.1 Kurva Plagioklas albit an 8
Gambar 3.1 Klasifikasi IUGF, 1973 untuk sayatan MP7
Gambar 3.1 Klasifikasi Terner, 1954
Gambar 3.1 Continental Arc
Gambar 3.2 Kenampakan zoning
Gambar 3.2 Kurva Plagioklas andesine an 42
Gambar 3.2 Klasifikasi IUGF, 1973 untuk sayatan MP5
Gambar 3.2 Klasifikasi Terner, 1954
Gambar 3.2 Continental Arc
Gambar 3.3 Kenampakan porfiritik
Gambar 3.3 Klasifikasi Streckeinsen, 1976
Gambar 3.3 Klasifikasi Terner, 1954
Gambar 3.3 MOR
Gambar 3.4 Kenampakan porfiritik
Gambar 3.4 Kurva Plagioklas bytownite an 80
Gambar 3.4 Klasifikasi IUGF, 1973 untuk sayatan AK-47
Gambar 3.4 Klasifikasi Terner, 1954
Gambar 3.4 Continental Arc
Gambar 3.5 Kenampakan porfiritik
Gambar 3.5 Kurva Plagioklas labradorit an 52
Gambar 3.5 Klasifikasi IUGF, 1973 untuk sayatan G36C
Gambar 3.5 Klasifikasi Terner, 1954
Gambar 3.5 Continental Arc

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Presentasi Mineral QAPF pada Sayatan


Tabel 3.2 Presentasi Mineral QAPF pada Sayatan
Tabel 3.3 Presentasi Mineral QAPF pada Sayatan
Tabel 3.4 Presentasi Mineral QAPF pada Sayatan
Tabel 3.5 Presentasi Mineral QAPF pada Sayatan

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Maksud
 Dapat mendeskripsikan dan menentukan jenis batuan sedimen karbonat
 Dapat dapat menentukan komposisi dari batuan sedimen karbonat
 Dapat mengetahui petrogenesa terbentuknya serta dapat menentukan fasies
terumbu dari terbentuknya batuan sedimen karbonat
1.2 Tujuan
 Mampu memahami tentang batuan sedimen karbonat dan memahami jenis
batuan sedimen karbonat
 Mampu menentukan komposisi dari batuan sedimen karbonat berdasarkan
Allochem dan Orthochem dari batuan
 Mampu mengetahui petrogenesa terbentuknya serta memahami fasies
terumbu dari terbentuknya batuan sedimen karbonat
1.3 Waktu Pelaksanaan Praktikum
Kegiatan praktikum Petrologi acara : Batuan Sedimen Karbonat telah
dilaksanakan pada :
Pertemuan 1
hari/tanggal : Rabu/18 April 2018
pukul : 18.30 WIB
tempat : Ruang GS 202, Gedung pertamina Sukowati
Pertemuan 2
hari/tanggal : Rabu/25 April 2018
pukul : 15.30 WIB
tempat : Ruang GS 302, Gedung pertamina Sukowati
Praktikum dilaksanakan sebagai syarat lulus mata kuliah petrologi.

1
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian Batuan Sedimen Karbonat


Batuan karbonat merupakan salah satu batuan sedimen non siliklastik.
Menurut Pettijohn (1975), batuan karbonat adalah batuan yang unsur karbonatnya
lebih besar dari unsur non karbonat atau dengan kata lain unsur karbonatnya
>50%. Apabila unsur karbonatnya <50% maka, tidak bisa lagi disebut sebagai
batuan karbonat. Sedangkan batugamping (limestone) adalah batuan sedimen
yang mengandung lebih dari 90% unsur karbonat. Unsur-unsur karbonat yang
umum dapat dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1. Mineral karbonat yang umum dijumpai

Di antara mineral-mineral di atas, yang paling banyak dijumpai adalah


argonit, kalsit, dan dolomit. Material karbonat dapat berasal dari presipitasi

2
langsung dari air atau dari organisme yang membentuk cangkang
karbonatan.Kebanyakan karbonat modern tersusun oleh mineral aragonit, dimana
mineral ini umum sebagai penyusun cangkang/rangka organisme karbonatan:
pelecypoda, gastropoda, halimeda.Karena sifat aragonit tidak stabil, maka akan
mudah terubah (replacement) menjadi kalsit.Kalsit sendiri jika mengalami
diagenesis lanjut, akan terubah menjadi dolomit.

Pembentukan batuan sedimen karbonat sama dengan batuan sedimen


lainnya tetapi material yang diendapkan berasal dari material sedimen yang telah
ada sebelumnya (alloctonous limestone), hasil litifikasi pada suatu lingkungan
pengendapan karbonat yang telah ada maupun hasil pelarutan material karbonat
dengan laruta karbonat di daerah tersebut (autochnous limestone).

Batuan karbonat penting dipelajari secara khusus karena mempunyai arti


ekonimis yang cukup besar dan dalam berbagai ha lberbedadengan batuan
silisiklastik. Aspek perbedaannya antar lain :

 Pembentukannya tergantung aktifitas organisme (98% asal


organisme)
 Sangat mudah berubah karena proses diagnesis.
 Terbentuk pada lingkungan dimana dia terendapkan
(intrabasinal)
Endapan karbonat merupakan hasil proses biokimia dilingkungan laut yang
jernih, hangat, dan dangkal.

 Jernih : berhubungan dengan penetrasi sinar matahari,


dimana aktifitas metabolisme organisme sangat tergantung pada sinar
matahari, apabila silisiklastik berukuran halus (misal, lanau) hadir, maka bisa
menyumbat pernafasan organisme dan menghambat penetrasi sinar matahari,
sehingga menggangu metabolisme organisme pembentuk karbonat.

3
 Hangat : koral dan organisme lain bereproduksi pada suhu
sekitar 180C
 Dangkal : semakin besar kedalaman laut, maka penetrsai
sinar matahari akan semakin berkurang, sehingga organisme pembentuk
karbonat akan sulit hidup.

2.2 Komponen
Batuan karbonat terbentuk oleh proses pengendapan mekanik, seperti
halnya batuan sedimen klastik, tetapi berasal dari batugamping ataupun
material CaCO3 yang telah ada sebelumnya. Komponen penyusun batuan
karbonat adalah sebagai berikut :

A. Allochem (Grain)

Allochem merupakan komponen batuan karbonat berupa


partikel / butiran karbonat yang berukuran lebih dari/ sama dengan
pasir. Macam-macam Grain (Allochem) adalah :

 Non Skeletal Grain


Merupakan grain atau butiran dalam batuan karbonat yang
bukan berasal dari cangkang/rangka organisme karbonatan.
Macam-macam non skeletal grain adalah :

 Ooid/oolith/coated grain
Merupakan butiran berbentuk spheroidal/elipsoid yang struktur
laminasi konsentris mengelilingi satu pusat inti dengan ukuran <
2mm (berukuran pasir), yang menjadi partikel inti biasanya berupa
fragmen cangkang atau butiran kuarsa yang kemudian terlingkupi
oleh karbonat halus karena proses agitasi gelombang pada lingkungan
laut dangkal. Apabila salinitas sangat tinggi maka akan terbentuk

4
struktur radier. Ooid tersusun oleh lapisan kalsit/aragonit yang
mengelilingi suatu inti.

(a) (b)

Gambar 2.2. Struktur Ooid (a), Kenampakan Ooid Secara Megaskopis (b)

Ooid terbentuk pada lingkungan air laut yang dangkal, hangat dan
pengaruh pasang surut yang kuat. Aktivitas gelombang mempengaruhi
bentuknya yang spherical.

 Pisoid/pisolit
Merupakan butiran karbonat seperti ooid tapi mempunyai
ukuran >2mm.

 Pelloid/Pellet
Adalah butiran karbonat berbentuk spheroidal atau ellipsoidal
atau runcing tapi tidak memiliki struktur dalam seperti ooid, ukuran
pellet relatif kecil, tapi biasanya berdiameter 0,1-0,5 mm (lanau
sampai pasir halus). Pellet tersusun oleh microcrystalin carbonate,
tetapi tanpa internal structure. Peloid berasal dari sekresi organisme,
terutama organisme pemakan lumpur. Pelloid dapat berasal dari fecal
pellet,algae dan mud clast.

5
Gambar 2.2. Pellet

 Intraclast
Merupakan fragmen dari batuan karbonat yang telah ada
sebelumnya (berasal dari cekungan yang sama), yang kemudian
mengalami proses rombakan dan terendapkan kembali sebagai grain
dalam batugamping yang lebih muda. Biasanya terbentuk akibat strom
deposit atau endapan turbidit.

Gambar 2.2. Intraclast

 Klastika Karbonat
Merupakan butiran karbonat yang berasal dari proses erosi batu
gamping purba yang telah tersingkap di darat, atau berasal dari proses
erosi endapan-endapan karbonat terkonsolidasi lemah pada cekungan
pengendapan. Ukuran klastika karbonat biasanya pasir sampai gravel.

6
Gambar 2.2. Klastika Karbonat

 Skeletal Grain
Merupakan fragmen karbonat yang berasal dari bagian keras
organisme/cangkang/tubuh organisme (moluska, echinoidea, ostracoda,
foraminifera dll). Butiran cangkang pada batuan karbonat dapat berupa
mikrofosil, makrofosil atau fragmen/pecahan makrofosil. Jika fosil
tersebut berupa cangkang utuh maka disebut sebagai biomorf,
sedangkan apabila butiran brupa pecahan cangkang disebut sebagai
bioclast. Butiran ini merupakan allochem yang paling sering dijumpai
dalam batugamping. Butiran fosil baik yang utuh maupun fragmen
cangkang pada batugamping dapat digunakan untuk interpretasi
lingkungan pengendapan purba

Gambar 2.2. Skeletal Grain

7
B. Orthochem

Orthochem merupakan komponen batuan karbonat yang mineralnya


terkristalisasi langsung di tempat pengendapan, sehingga tidak
mempunyai butiran-butiran bawaan. Orthochem ini dapat disebandingkan
dengan matriks dalam batuan sedimen klastik. Macam-macam Orthochem
adalah sebagai berikut :

 Micrite (Microcrystalin Calcite)

Berupa lumpur (mud) karbonat, yang tersusun oleh interlocking


anhedral calcite / aragonit yang berukuran halus/lumpur. Secara umum,
mikrite ini membentuk matriks dalam batuan karbonat. Atau bisa juga
sebagai penyusun utama batuan karbonat berbutir halus, butirannya
berukuran <1/256 mm atau ukuran lempung (Tucker, 1982). Di bawah
microscop micrite mempunyai kenampakan cloudy dan translucent,
keabu-abuan sampai cokelat. Kehadiran mikrite yang melimpah
mencirikan lingkungan pengendapan yang berenergi rendah, sehingga
micrite terbentuk pada kondisi air yang tenang.

Micrite Micrite
(Microscopic)

Gambar 2.2. Micrite

8
 Sparit (Spary Calcite)

Merupakan semen karbonat yang umumnya mengisi ruang


kosong pada batuan karbonat, berupa kristal-kristal kalsit.
Kenampakannya lebih jernih, kristalin dan berukuran lebih kasar
daripada micrite. Sparite tersusun oleh kristal-kristal kalsit berbentuk
equant, berukuran 0,021-0,1 mm, kenampakannya transparan dan jernih
di bawah mikroskop polarisasi (Boggs, 1987). Sparit dibedakan dengan
mikrit karena mempunyai ukuran kristal yang lebih besar dan
kenampakannya lebih jernih, sedang perbedaannya dengan butiran
allochem adalah pada bentuk kristalnya dan tidak adanya tekstur
internal. Sparite terbentuk akibat proses diagenesis, yaitu dari pelarutan
karbonat yang kemudian mengkristal. Secara umum, jika kehadiran
sparite melimpah, mencirikan lingkungan pengendapan berenergi
tinggi.

2.3 Klasifikasi dan Tatanama batuan


Secara umum klasifikasi batuan karbonat didasarkan pada dua hal yaitu
kenampakan fisik (klasifikasi deskriptif) dan pada asal-usul (klasifikasi
genetik). Beberapa klasifikasi yang dapat digunakan antara lain :

 Klasifikasi Grabau (1904)

Menurut Grabau batugamping dapat dibagi menjadi 5 berdasarkan


ukuran dan teksturnya, yaitu :

a. Kalsirudit, yaitu batugamping yang ukuran butirnya > 2 mm atau


lebih besar dari ukuran pasir.
b. Kalkarenit, yaitu batugamping yang ukuran butirnya sama dengan
ukuran pasir (1/16-2 mm)

9
c. Kalsilutit, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih kecil dari
ukuran pasir (<1/16 mm)
d. Kalsipulverit, yaitu batugamping hasil presipitasi kimiawi, sifatnya
kristalin.
e. Batugamping organik, yaitu hasil pertumbuhan organisme secara
insitu, misalnya terumbu dan stromatolit.
 Klasifikasi Folk (1959)

Folks mengklasifikasikan batuan karbonat berdasarkan tekstur


pengendapan dan perbandingan fraksi komponen penyusunnya, yaitu
butiran/allochem, micrite dan sparite/orthochem. Berdasarkan
perbandingan relief antara allochem, micrite dan sparite serta jenis
allochem yang dominan, maka Folk membagi batugamping menjadi 4
famili, seperti yang terdapat pada tabel klasifikasi.

Batugamping tipe I dan II disebut sebagai allochemical rock


(allochem>10%), sedangkan batugamping tipe III disebut sebagai
orthochemical rock (allochem<10%). Batas ukur butir yang digunakan oleh
Folk untuk membedakan butiran (allochem) dan micrite adalah 4 mikron
(lempung).

Batugamping tipe I analog dengan batupasir / konglomerat yang


tersortasi bagus dan terbentuk pada high energy zone, batugamping tipe II
analog dengan batupasir lempungan atau konglomerat lempungan dan
terbentuk pada low energy zone dan batugamping tipe III analog dengan
batulempung dan terbentuk pada kondisi yang tenang (lagoon).

10
(a)

(b)

(c)

Gambar 2.3. Klasifikasi Folk (1959) berdasarkan komposisi utama(a), berdasarkan tekstur
(b), berdasarkan ukuran butir dan kristal penyusun (c)

11
Keterangan :

 Intraclast awalnya merupakan suatu endapan yang berupa lumpur


karbonat yang belum memadat, semi konsolidasi, lalu ada erosi dan
mengalami pengendapan kembali yang biasanya dekat dengan tempat
pembentukan awalnya.
 Pellet merupakan suatu butiran yang strukturnya mycrocrystalin
(warnanya gelap),jika mengandung kotoran binatang maka disebut “facal
pellet”sedangkan jika mempunyai ukuran yang agak besar disebut
“luap”.
 Oolite merupakan suatu butiran yang intinya dilapisi oleh unsur karbonat,
dimana intinya berfosil dan apabila disayat memiliki bentuk konsentris.
 Fosil termasuk ke dalam allochemical, karenamengalami transportasi
akibatadanya suatu erosi ia akan terlepas dari induknya lalu mengendap di
tempat tertentu, misalnya Globigerina yang hidup secara plankton.

 Klasifikasi Dunham (1962)

Dunham membuat klasifikasi batuan karbonat berdasarkan tekstur


pengendapannya, meliputi ukuran butir dan pemilahan/ sortasi. Hal yang
perlu diperhatikan dalam klasifikasi ini antara lain:

 Derajat perubahan tekstur pengendapan


 Komponen asli terikat atau tidak terikat selama proses deposisi
 Tingkat kelimpahan antar butiran (grain) dengan lumpur karbonat
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Dunham membuat klasifikasi.

 Boundstone : hubungan antar komponen tertutup yang berhubungan


dengan rapat.

12
 Grainstone : hubungan terbuka antar komponen-komponen, tanpa
lumpur.
 Packcstone : ada lumpur, tetapi yang banyak adalah komponen
penyusun berupa allochem.
 Wackestone: didominasi lumpur akan tetapi kandungan fragmen
juga cukup banyak.
 Mudstone : didominasi lumpur dengan kandungan fragmen yang
sangat sedikit bahkan bisa jadi tanpa adanya fragmen.
Kelebihan yang lain dari klasifikasi Dunham (1962) adalah dapat
dipakai untuk menentukan tingkat diagenesis karena apabila sparit
dideskripsi maka hal ini bertujuan untuk menentukan tingkat diagenesa.

Gambar 2.3. Klasifikasi Dunham, 1962

 Klasifikasi Embry & Klovan (1971)

Embry dan Klovan (1971) mengembangkan klasifikasi Dunham


(1962) dengan membagi batugamping menjadi dua kelompok besar yaitu
Autochnous Limestone dan Alloctonous Limestone berupa batugamping

13
yang komponen-komponen penyusunnya tidak terikat secara organis
selama proses deposisi.

Pembagian Autochnous Limestone dan Alloctonous Limestone


oleh Embry dan Klovan (1971) telah dilakukan oleh Dunham (1962),
hanya saja tidak terperinci. Dunham hanya memakainya sebagai dasar
pengklasifikasiannya saja antara batugamping yang tidak terikat
(packstone, wackstone, mudstone, grainstone) dan terikat (boundstone)
ditegaskan. Sedangkan Embry dan Klovan (1971) membagi lagi
bounstone menjadi tiga kelompok yaitu framestone, bindstone, dan
bafflestone, berdasarkan atas komponen utama terumbu yang berfungsi
sebagai perangkap sedimen. Selain itu juga ditambahkan nama kelompok
batuan yang mengandung komponen berukuran lebih besar dari 2 cm >
10%. Nama yang mereka berikan adalah rudstone untuk component-
supported dan floatstone untuk matrix-supported.

Gambar 2.3. Klasifikasi Embry & Klovan (1971)

14
 Lingkungan Pengendapan

Lingkungan pembentukan karbonat dapat terjadi mulai zona


supratidal sampai dengan cekungan yang lebih dalam, paparan
cekungan dangkal, yang meliputi middle self dan outer shelf. Cekungan
pembentukan karbonat ini disebut sebagai subtidal carbonate factory.

Endapan-endapan ini akan terakumulasi pada shelf, sebagian


mengalami transportasi ke daratan (tidal flat)oleh gelombang dan
pasang surut, sebagian lagi akan mengalami transportasi ke arah laut /
cekungan yang lebih dalam.

2.4 Fasies Terumbu

Meskipun lingkungan pembentukan endapan karbonat dapat terjadi mulai


dari zona supratidal sampa cekungan yang lebih dalam diluar shelf, paparan
cekungan dangkal (shallow basin platform) yang meliputi middle shelf dan outer
shelf adalah tempat produksi endapan karbonat yang utama dan kemudian tepat
ini disebut sebagai subtidal carbonate factory (N.P. James, 1979, dalam Boggs,
1987)

15
Gambar 2.4. FasiesTerumbu (James, 1979)

Endapan-endapan karbonat yang dihasilkan akan terakumulasi pada shelf,


sebagian mengalami transportasi ke arah daratan, yaitu ke tidal flat, pantai
lagoon sedangkan sebagian lagi mengalami transportasi ke arah laut, yaitu ke
cekungan yang lebih dalam. Pada lingkungan laut yang dalam jarang terbentuk
endapan karbonat, kecuali merupakan hasil jatuahan dari plankton yang
mengekspresikan kalsium di karbonat dan hidup di air permukaan. Pada gambar
terlihat, bahwa terumbu merupakan salah satu sumber produksi endapan karbonat
di paparan maupun cekungan di luar paparan. Terumbu adalah suatu timbulan
karbonat yang dibentuk oleh pertumbuhan organisme koloni yang insitu,
mempunyai potensi untuk berdiri tegar membentuk struktur topografi yang tahan
gelombang.

James (1979), membagi fasies terumbu masa kini secara fisiografis


menjadi 3 macam, yaitu sebagai berikut :

a. Fasies Inti Terumbu (reef core facies)


Fasies ini tersusun oleh batugamping yang masif dan tidak berlapis,
berdasarkan litologi dan biota penyusunnya, fasies ini dapat dibagi menjadi 4
sub-fasies, yaitu :

 Sub-fasies puncak terumbu (reef crest)


Litologi berupa framestone dan bindstone, sebagai hasil pertumbuhan
biota jenis kubah dan menggerak dan merupakan very high energy zone.

 Sub-fasies dataran terumbu (reef flat)


Litologi berupa ridstone, grainstone, dan nosule dari ganggang
karbonatan dan merupakan daerah berenergi sedang dan tempat akumulasi
rombakan terumbu.

16
 Sub-fasies terumbu depan (ree front)
Litologi berupa bafflestone, bid stone dan framestone dan merupakan
daerah berenergi lemah – sedang.

 Sub-fasies terumbu belakang (back reef)


Litologi berupa bafflestone dan flatstone dan merupakan daerah berenergi
lemah dan relatif tenang.

b. Facies depan terumbu (fore reef facies)

Litologi berupa grainstone dan rudstone dan merupakan lingkungan


yang mempunyai kedalaman > 30 m dengan lereng 45 – 60. semakin jauh dari
inti terumbu (ke arah laut), litologi berubah menjadi packstone, wackstone,
dan mudstone.

c. Fasies belakang terumbu (back reef facies)

Fasies ini sering disebut juga fasies lagoon dan meliputi zona laut
dangkal (<30m) dan tidak berhubungan dengan laut terbuka. Kondisi airnya
tenang, sirkulasi air terbatas, dan banyak biota penggali yang hidup di dasar.
Litologi berupa packstone, wackstone, dan mudstone dan banyak dijumpai
struktur jejak dan bioturbasi, baik horizontal maupun vertikal.

17
BAB III
HASIL DESKRIPSI

3.1 Deskripsi Batuan No. Peraga C1


Deskripsi Megaskopis
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Karbonat Kristalin
Warna batuan : Putih kecoklatan
Struktur : Masif
Dimensi : 14x6x7 cm
Tekstur :
 Ukuran Butir :-
 Bentuk Butir :-
 Sortasi :-
 Kemas :-
Deskripsi komposisi
 Allochem : Kalsit (85%)
 Orthochem : Sparite (15%)
Petrogenesa :
Batuan peraga C1 merupakan batuan sedimen karbonat yang telah mengalami
proses rekristalisasi yang sempurna yang dapat terlihat dari batuan tersebut
terdapat mineral kalsit yang mengisi batuan tersebut. Dapat diinterpretasikan
batuan ini terbentuk pada lingkungan pengendapan berenergi tinggi akibat
hempasan gelombang sehingga terbentuk akumulasi Kristal sparite yang terbawa
erosi oleh gelombang laut dari arah inti terumbu menuju depan terumbu. Dan
terlihat pada bagian bawah dari batuan tersebut belum mengalami proses
rekristalisasi. Dapat diinterpretasikan batuan ini telah mengalami proses
mikritisasi yaitu terbentuknya lumpur dari endapan bioklas yang dipengaruhi

18
oleh proses kimia, dan batuan tersebut terkompaksi dan sementasi hingga
membentuk batuan tersebut. Kemudian batuan tersebut mengalami proses
rekristalisasi yang membentuk Kristal mineral pada batuan.
Foto Batuan :

Sparite 15 %

Mineral kalsit pada batuan karbonat


yang menyusun 85 % batuan

Nama Batuan :
 Kalsiplverit (Grabau, 1904)
 Dismikrit (Folk, 1959)
 Sorted biosparite (Folk, 1962)
 Crystaline (Dunham, 1962)
 Crystaline (Embry Klovan, 1971)
Fasies Terumbu :

19
3.2 Deskripsi Batuan No. Peraga α −5
Deskripsi Megaskopis
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Karbonat Klastika
Warna batuan : Coklat
Struktur : Masif
Dimensi : 10x9.5x7.5 cm
Tekstur :
 Ukuran Butir : 1/4-1/2 mm
 Bentuk Butir : rounded
 Sortasi : buruk
 Kemas : tertutup
Deskripsi komposisi
 Allochem : Moluska (20%)
 Orthochem : Mikrite (80%)
Petrogenesa :
Batuan peraga α −5 merupakan batuan sedimen karbonat klastik yang terbentuk
dari fragmen-fragmen cangkang suatu organisme. Deskripsi batuan tersebut
menunjukkan batuan tersebut tersusun atas cangkang organisme moluska. Batuan
tersebut dapat diinterpretasikan terbentuk pada fasies terumbu bagian depan yang
mana pada saat organisme tersebut mati dan meninggalkan bagian kerasnya
berupa cangkang, cangkang tersebut tertrasnportasi menuju bagian depan
terumbu dan terdeposisi. Material tersebut dapat terdeposisi pada bagian depan
terumbu disebabkan karena aliran arus pada bagian depan tersebut merupakan
low energy sehingga arus tidak dapat mentransportasi material tersebut. Setelah
mengalami deposisi material tersebut mengalami proses diagenesis berupa
mikritisasi yaitu terubahnya material bioklas menjadi lumpur, dan sebagian
material belum dapat terubahnya sehingga masih terdapat fragmen cangkang

20
pada batuan tersebut. Setelah mengalami proses mikritisasi batuan tersebut
mengalami proses sementasi dan proses kompaksi yang mana menyebabkan
butiran pada batuan tersebut terkompakan dan membentuk batuan sedimen
karbonat. Batuan ini belum mengalami proses rekristalisasi karena belum
ditemukannya Kristal mineral pada tubuh batuan tersebut.
Foto Batuan :

Mikrite 80 %

Fragmen cangkang Moluska pada


batuan karbonat yang menyusun 20 %
batuan

Nama Batuan :
 Kalkarenite (Grabau, 1904)
 Biomikrite (Folk, 1959)
 Sparse biomikrite (Folk, 1962)
 Wackestone (Dunham, 1962)
 Floatstone (Embry Klovan, 1971)
Fasies Terumbu :

21
3.3 Deskripsi Batuan No. Peraga β−2
Deskripsi Megaskopis
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Karbonat Terumbu
Warna batuan : Putih tulang
Struktur : Masif
Dimensi : 10x9x3 cm
Tekstur :
 Ukuran Butir :-
 Bentuk Butir :-
 Sortasi :-
 Kemas :-
Deskripsi komposisi
 Allochem : Coelentrata (55%)
 Orthochem : Sparite (45%)
Petrogenesa :
Batuan peraga β−2 merupakan batuan sedimen karbonat terumbu yang
terbentuk dari fosil ataupun fragmen dari terumbu yang terakumulasi pada suatu
tempat. Deskripsi batuan tersebut menunjukkan batuan tersebut tersusun atas

22
organisme yang termasuk kedalam Filum Coelentrata. Batuan tersebut dapat
diinterpretasikan terbentuk pada fasies terumbu inti terumbu pada sub fasies
puncak terumbu yang mana pada saat organisme tersebut mati dan meninggalkan
bagian kerasnya berupa bagian tubuhnya, bagian tubuh tersebut terakumulasi
pada tempat dimana terumbu tersebut hidup. Organisme tersebut mati dan
membentuk tumpukan dari akumulasi fosil Coelentrata dimana dapat
diinterpretasikan Organisme tersebut mati karena arus yang tinggi sehingga
organisme tersebut terhenti pertumbuhannya dan mati. Setelah mengalami
deposisi material tersebut mengalami proses diagenesis berupa Sementasi dan
kompaksi yang mana fosil fosil dari organisme tersebut terkompakan dan
tersemenkan yang disebabkan oleh adanya larutan mineral yang terdapat pada
fluida. Setelah mengalami proses sementasi dan kompaksi batuan tersebut
mengalami proses rekristalisasi yaitu pembentukan mineral baru yang terjadi
pada lokasi batuan tersebut terdeposisi.
Foto Batuan :

Sparite 45 %

Fragmen Coelentrata pada batuan


karbonat yang menyusun 55 % batuan

v
Nama Batuan :
 Batu Gamping Organik (Grabau, 1904)
 Biolithite (Folk, 1959)
 - (Folk, 1962)
 Boundstone (Dunham, 1962)
 Framestone (Embry Klovan, 1971)

23
Fasies Terumbu :

3.4 Deskripsi Batuan No. Peraga α −4


Deskripsi Megaskopis
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Karbonat Klastika
Warna batuan : Putih Krem
Struktur : Masif
Dimensi : 9x6x3 cm
Tekstur :
 Ukuran Butir : 1/4-1/2 mm
 Bentuk Butir : rounded
 Sortasi : buruk
 Kemas : tertutup
Deskripsi komposisi
 Allochem : Foraminifera (90%)
 Orthochem : Sparite (10%)
Petrogenesa :
Batuan peraga α −4 merupakan batuan sedimen karbonat klastik yang terbentuk
dari suatu organisme. Deskripsi batuan tersebut menunjukkan batuan tersebut

24
tersusun atas organisme Foraminera. Batuan tersebut dapat diinterpretasikan
terbentuk pada fasies terumbu inti terumbu sub fasies dataran terumbu yang
mana pada saat organisme tersebut mati dan meninggalkan bagian tubuhnya dan
terdeposisi pada suatu daerah. Material tersebut dapat terdeposisi pada dataran
terumbu yang mana organisme tersebut mati yang disebabkan akibat arus yang
sangat tinggi sehingga menyebabkan berhentinya perkembangan dari organisme
tersebut. Setelah mengalami deposisi material tersebut mengalami proses
sementasi dan proses kompaksi yang mana menyebabkan butiran pada batuan
tersebut terkompakan dan membentuk batuan sedimen karbonat. Batuan ini
belum mengalami proses rekristalisasi karena belum ditemukannya Kristal
mineral pada tubuh batuan tersebut.
Foto Batuan :

Sparite 10 %

Foraminifera pada batuan karbonat


yang menyusun 90 % batuan

Nama Batuan :
 Kalkarenite (Grabau, 1904)
 Biomikrite (Folk, 1959)
 Unsorted biosparite (Folk, 1962)
 Grainstone (Dunham, 1962)
 Grainstone (Embry Klovan, 1971)
Fasies Terumbu :

25
3.5 Deskripsi Batuan No. Peraga β−3
Deskripsi Megaskopis
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Karbonat Terumbu
Warna batuan : Coklat Muda
Struktur : Masif
Dimensi : 10x5x4 cm
Tekstur :
 Ukuran Butir :-
 Bentuk Butir :-
 Sortasi :-
 Kemas :-
Deskripsi komposisi
 Allochem : Coelentrata (90%)
 Orthochem : Sparite (10%)
Petrogenesa :

26
Batuan peraga β−3 merupakan batuan sedimen karbonat terumbu yang
terbentuk dari fosil ataupun fragmen dari terumbu yang terakumulasi pada suatu
tempat. Deskripsi batuan tersebut menunjukkan batuan tersebut tersusun atas
organisme yang termasuk kedalam Filum Coelentrata. Batuan tersebut dapat
diinterpretasikan terbentuk pada fasies terumbu inti terumbu pada sub fasies
puncak terumbu dan terumbu bagian depan yang mana pada saat organisme
tersebut mati dan meninggalkan bagian kerasnya berupa bagian tubuhnya, bagian
tubuh tersebut terakumulasi pada tempat dimana terumbu tersebut hidup.
Organisme tersebut mati dan membentuk tumpukan dari akumulasi fosil
Coelentrata dimana dapat diinterpretasikan Organisme tersebut mati karena arus
yang tinggi sehingga organisme tersebut terhenti pertumbuhannya dan mati.
Setelah mengalami deposisi material tersebut mengalami proses diagenesis
berupa Sementasi dan kompaksi yang mana fosil fosil dari organisme tersebut
terkompakan dan tersemenkan yang disebabkan oleh adanya larutan mineral
yang terdapat pada fluida. Batuan ini belum mengalami proses rekristalisasi yang
mana belum terlihat pertumbuhan mineral pada batuan tersebut
Foto Batuan :

Sparite 10 %

Fragmen Coelentrata pada batuan


karbonat yang menyusun 90 % batuan
v
Nama Batuan :
 Batu Gamping Organik (Grabau, 1904)
 Biolithite (Folk, 1959)
 - (Folk, 1962)
 Boundstone (Dunham, 1962)

27
 Framestone (Embry Klovan, 1971)
Fasies Terumbu :

3.6 Deskripsi Batuan No. Peraga β−1


Deskripsi Megaskopis
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Karbonat Terumbu
Warna batuan : Coklat Terang
Struktur : Masif
Dimensi : 10x5x8 cm
Tekstur :
 Ukuran Butir :-
 Bentuk Butir :-
 Sortasi :-
 Kemas :-
Deskripsi komposisi
 Allochem : Porifera (90%)
 Orthochem : Sparite (10%)
Petrogenesa :

28
Batuan peraga β−1 merupakan batuan sedimen karbonat terumbu yang terbentuk
dari fosil ataupun fragmen dari terumbu yang terakumulasi pada suatu tempat.
Deskripsi batuan tersebut menunjukkan batuan tersebut tersusun atas organisme
yang termasuk kedalam Filum Porifera. Batuan tersebut dapat diinterpretasikan
terbentuk pada fasies terumbu inti terumbu pada sub fasies puncak terumbu dan
terumbu bagian depan yang mana pada saat organisme tersebut mati dan
meninggalkan bagian kerasnya berupa bagian tubuhnya, bagian tubuh tersebut
terakumulasi pada tempat dimana terumbu tersebut hidup. Organisme tersebut
mati dan membentuk tumpukan dari akumulasi fosil Porifera dimana dapat
diinterpretasikan organisme tersebut mati karena arus yang tinggi sehingga
organisme tersebut terhenti pertumbuhannya dan mati. Setelah mengalami
deposisi material tersebut mengalami proses diagenesis berupa sementasi dan
kompaksi yang mana fosil fosil dari organisme tersebut terkompakan dan
tersemenkan yang disebabkan oleh adanya larutan mineral yang terdapat pada
fluida. Setelah mengalami proses sementasi dan kompaksi batuan tersebut
mengalami proses rekristalisasi yaitu pembentukan mineral baru yang terjadi
pada lokasi batuan tersebut terdeposisi.
Foto Batuan :

Sparite 10 %

Fragmen Porifera pada batuan


karbonat yang menyusun 90 % batuan

v
Nama Batuan :
 Batu Gamping Organik (Grabau, 1904)
 Biolithite (Folk, 1959)
 - (Folk, 1962)

29
 Boundstone (Dunham, 1962)
 Framestone (Embry Klovan, 1971)
Fasies Terumbu :

3.7 Deskripsi Batuan No. Peraga β−4


Deskripsi Megaskopis
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Karbonat Terumbu
Warna batuan : Putih Kehitaman
Struktur : Masif
Dimensi : 9x5x3 cm
Tekstur :
 Ukuran Butir :-
 Bentuk Butir :-
 Sortasi :-
 Kemas :-
Deskripsi komposisi
 Allochem : Coelentrata (70%)
 Orthochem : Mikrite (30%)
Petrogenesa :

30
Batuan peraga β−4 merupakan batuan sedimen karbonat terumbu yang
terbentuk dari fosil ataupun fragmen dari terumbu yang terakumulasi pada suatu
tempat. Deskripsi batuan tersebut menunjukkan batuan tersebut tersusun atas
organisme yang termasuk kedalam Filum Coelentrata. Batuan tersebut dapat
diinterpretasikan terbentuk pada fasies terumbu inti terumbu pada sub fasies
puncak terumbu dan terumbu bagian depan yang mana pada saat organisme
tersebut mati dan meninggalkan bagian kerasnya berupa bagian tubuhnya, bagian
tubuh tersebut terakumulasi pada tempat dimana terumbu tersebut hidup.
Organisme tersebut mati dan membentuk tumpukan dari akumulasi fosil
Coelentrata dimana dapat diinterpretasikan Organisme tersebut mati karena arus
yang tinggi sehingga organisme tersebut terhenti pertumbuhannya dan mati.
Setelah mengalami deposisi material tersebut mengalami proses diagenesis
berupa Sementasi dan kompaksi yang mana fosil fosil dari organisme tersebut
terkompakan dan tersemenkan yang disebabkan oleh adanya larutan mineral
yang terdapat pada fluida. Setelah mengalami proses sementasi dan kompaksi
batuan tersebut mengalami proses rekristalisasi yaitu pembentukan mineral baru
yang terjadi pada lokasi batuan tersebut terdeposisi.
Foto Batuan :

Mikrite 30 %

Fragmen Coelentrata pada batuan


karbonat yang menyusun 70 % batuan

v
Nama Batuan :
 Batu Gamping Organik (Grabau, 1904)
 Biolithite (Folk, 1959)
 - (Folk, 1962)

31
 Boundstone (Dunham, 1962)
 Framestone (Embry Klovan, 1971)
Fasies Terumbu :

3.8 Deskripsi Batuan No. Peraga α


Deskripsi Megaskopis
Jenis Batuan : Batuan Sedimen Karbonat Klastika
Warna batuan : Coklat
Struktur : Masif
Dimensi : 9x4x4 cm
Tekstur :
 Ukuran Butir : 1/4-1/2 mm
 Bentuk Butir : rounded
 Sortasi : buruk
 Kemas : tertutup
Deskripsi komposisi
 Allochem : Moluska (10%)
 Orthochem : Mikrite (90%)
Petrogenesa :

32
Batuan peraga α merupakan batuan sedimen karbonat klastik yang terbentuk dari
fragmen-fragmen cangkang suatu organisme. Deskripsi batuan tersebut
menunjukkan batuan tersebut tersusun atas cangkang organisme moluska. Batuan
tersebut dapat diinterpretasikan terbentuk pada fasies terumbu bagian depan yang
mana pada saat organisme tersebut mati dan meninggalkan bagian kerasnya
berupa cangkang, cangkang tersebut tertrasnportasi menuju bagian depan
terumbu dan belakang terumbu sehingga terdeposisi. Material tersebut dapat
terdeposisi pada bagian depan terumbu disebabkan karena aliran arus pada
bagian depan tersebut merupakan low energy sehingga arus tidak dapat
mentransportasi material tersebut. Setelah mengalami deposisi material tersebut
mengalami proses diagenesis berupa mikritisasi yaitu terubahnya material
bioklas menjadi lumpur, dan sebagian material belum dapat terubahnya sehingga
masih terdapat fragmen cangkang pada batuan tersebut. Setelah mengalami
proses mikritisasi batuan tersebut mengalami proses sementasi dan proses
kompaksi yang mana menyebabkan butiran pada batuan tersebut terkompakan
dan membentuk batuan sedimen karbonat. Batuan ini belum mengalami proses
rekristalisasi karena belum ditemukannya Kristal mineral pada tubuh batuan
tersebut.
Foto Batuan :

Mikrite 90 %

Fragmen cangkang Moluska pada


batuan karbonat yang menyusun 10 %
batuan

Nama Batuan :
 Kalkarenite (Grabau, 1904)
 Biomikrite (Folk, 1959)

33
 Sparse biomikrite (Folk, 1962)
 Mudstone (Dunham, 1962)
 Mudstone (Embry Klovan, 1971)
Fasies Terumbu :

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada praktikum Petrologi pertemuan pertama yang diadakan pada hari Rabu,
18 april 2018 acara Batuan Sedimen Karbonat dilaksanakan pada pukul 18.30 WIB.
Pertemuan pertama ini mendeskripsikan 4 batu peraga diantaranya adalah batu peraga
kode C1, peraga kode α −5, peraga β−2, dan peraga kodeα −4. Batuan tersebut
dideskripsikan berupa Struktur, tekstur, dan komposisi pada batuan sedimen tersebut.
Pada praktikum petrologi pertemuan kedua diadakan pada hari Rabu, 25 april 2018
dilaksanakan pada pukul 15.30 WIB. Pada pertemuan kedua ini praktikan
mendeskripsikan 4 batuan beku dengan kode peraga β−2, peraga kode β−1, peraga
kode β−4 ,dan kode peraga α. Batuan tersebut dideskripsikan berupa struktur,

34
tekstur, dan komposisi yang terdapat pada batuan sedimen tersebut. Hasil dari
deskripsi batuan peraga sebagai berikut :

4.1 Batuan Kode C1

Pada batu peraga dengan kode C1 dilakukan pengamatan secara


megaskopis meliputi struktur, tekstur dan komposisi dari batuan peraga
dengan kode C1. Batuan peraga C1 memiliki warna coklat dan memiliki
dimensi yaitu panjang 14 cm, lebar 6 cm, dan tingginya 7 cm. Jika dilakukan
pengamatan secara megaskopis batuan peraga dengan kode C1 tidak terlihat
retakan ataupun lubang-lubang gas dan juga tidak terlihat struktur lain pada
batuan peraga ini, dari hal tersebut struktur dari batuan ini adalah masif.
Kemudian setelah melakukan pengamatan dari keseluruhan penampakan
batuan dilakukan pengamatan tekstur dari batuan peraga dengan kode C1.
Tekstur pada batuan ini dilihat dari kenampakan butir meliputi ukuran butir,
bentuk butir, kemas dan sortasi dari batuan peraga dengan kode C1. Untuk
menentukan ukuran butir penyusun dari batuan sedimen ini dapat dilakukan
dengan penggukuran dengan cara menggunakan komparator untuk
mengetahui ukuran butir yang dapat diamati secara megaskopis. Ukuran
butir, bentuk butir, kemas, dan sortasi dari penyusun batuan dengan kode C1
tidak dapat diamati secara megaskopis, karena batuan ini tersusun atas
Kristal yang berasal dari proses rekristalisasi.

Setelah melakukan pengamatan secara megaskopis meliputi Struktur


dan Tekstur dari batuan peraga C1. Kemudian melakukan pengamatan
komposisi pada batuan peraga C1. Untuk pengamatan komposisi batuan
sedimen karbonat dapat dilakukan dengan menentukan Allochem dan juga
Orthocehem. Allochem adalah komponen batuan karbonat berupa partikel
atau butiran yang berukuran lebih dari atau sama dengan ukuran pasir.
Allochem dari batuan peraga ini tersusun atas mineral kalsit yang mana dapat

35
diketahui dari sifat fisik mineral yaitu kekerasan mineral 3 skala mohs dan
pada saat uji HCl terjadi reaksi pada mineral tersebut. Mineral kalsit
menyusun 85 %. Sedangkan Orthochem adalah komponen batuan karbonat
yang mineralnya terkristalisasi langsung pada lingkungan pengendapan
sehingga tidak memiliki butiran-butiran bawaan. Orthochem dari batuan
peraga ini yaitu tersusun atas material-material yang berwarna cerah yang
lebih dikenal dengan Sparite. Sparite tersebut menyusun 15 % dari komposisi
batuan perga tersebut. Semen adalah material halus yang menjadi pengikat
antara butiran sedimen. Ketika uji HCl pada batuan ini terjadi reaksi pada
batuan dengan ditunjukan adanya buih-buih pada batuan peraga, hal tersebut
mengindikasikan bahwa semen dari batuan ini bersifat karbonatan.

Dari pengamatan struktur, tekstur, dan komposisi penyusun batuan


sedimen ini berupa ukuran butir, Bentuk butir, kemas, dan sortasi yang tidak
dapat ditentukan karena terbentuk dari kristal dan komposisi dari batuan ini
Allochem berupa mineral kalsit (85%) serta orthochem dari batuan ini yaitu
sparite (15%). Dari hal tersebut batuan ini termasuk kedalam jenis batuan
sedimen karbonat Kristalin dan penamaan batuan tersebut adalah
Kalsipulverite menurut Grabau, 1904, Dismikrit berdasarkan klasifikasi
Folk, 1959, Sorted biosparite menurut Folk, 1962, Crystaline menurut
klasifikasi Dunham, 1962, dan Crystaline menurut klasifikasi Embry
Klovan, 1971.

36
Gambar 4.1 Klasifikasi Folk, 1959

Gambar 4.1 Klasifikasi Folk, 1962

Gambar 4.1 Klasifikasi Dunham, 1962

Gambar 4.1 Klasifikasi Embry Klovan, 1971

37
Batuan peraga C1 merupakan batuan sedimen karbonat kristalin yang
tersusun atas mineral kalsit yang terdapat pada tubuh batuan tersebut. Batuan
ini dapat diinterpretasikan terbentuk pada fasies depan terumbu yang mana
material material yang berasal dari fasies inti terumbu berupa organisme
yang hidup pada fasies tersebut mati dan mengalami proses transportasi yang
diakibatkan karena very high energy dan material berukuran kasar akan
terlebih dahulu terendapkan atau terdeposisi pada bagian yang lebih dekat
dengan inti terumbu sedangkan material yang berukuran halus atau suspensi
akan terendapkan pada fasies depan terumbu karena pada fasies terumbu
tersebut arus tersebut mulai rendah dan material suspensi dapat terendapkan.
Pada bagian tersebut material material tersebut mengalami proses diagenesis
yang menyebabkan butiran butiran suspensi dapat menjadi batuan sedimen.
Dapat diinterpretasikan butiran tersebut mengalami proses kompaksi yang
mana material tersebut termampatkan yang diakibatkan terjadinya
pembebanan pada bagian atas dari material tersebut dan terjadi pengurangan
massa air pada material tersebut. Setelah mengalami proses kompaksi
material yang telah termampatkan tersebut akan tersementasi yang
disebabkan karena fluida yang membawa larutan mineral mineral yang
disebabkan karena adanya reaksi kimia sehingga mineral tersebut dapat larut
dalam fluida. Dan terakhir material yang telah mengalami proses sementasi
menjadi batuan sedimen karbonatan tersebut mengalami proses akhir yaitu
proses rekristalisasi yang mana mineral mineral yang terdapat pada batuan
tersebut mulai tumbuh dan membentuk mineral baru yang terjadi pada
tempat mineral tersebut terdeposisi dan menjadi batuan sedimen. Batuan
tersebut telah mengalami proses rekristalisais yang hampir sempurna yang
mana ditunjukkan dengan terdapatnya mineral kalsit yang hampir seluruhnya
terkandung dalam batuan tersebut yang mana presentasi dari mineral kalsit
tersebut sebanyak 85% dari keseluruhan penyusun batuan sedimen karbonat
tersebut.

38
Gambar 4.1 Fasies Terumbu Batuan Peraga C1

4.2 Batuan Kode α −5

Pada batu peraga dengan kode α −5 dilakukan pengamatan secara


megaskopis meliputi struktur, tekstur dan komposisi dari batuan peraga
dengan kode α −5. Batuan peraga α −5 memiliki warna coklat dan memiliki
dimensi yaitu panjang 10 cm, lebar 9.5 cm, dan tingginya 7.5 cm. Jika
dilakukan pengamatan secara megaskopis batuan peraga dengan kode α −5
tidak terlihat retakan ataupun lubang-lubang gas dan juga tidak terlihat
struktur lain pada batuan peraga ini, dari hal tersebut struktur dari batuan ini
adalah masif. Kemudian setelah melakukan pengamatan dari keseluruhan
penampakan batuan dilakukan pengamatan tekstur dari batuan peraga dengan
kode α −5. Tekstur pada batuan ini dilihat dari kenampakan butir meliputi
ukuran butir, bentuk butir, kemas dan sortasi dari batuan peraga dengan kode
α −5. Untuk menentukan ukuran butir penyusun dari batuan sedimen ini
dapat dilakukan dengan penggukuran dengan cara menggunakan komparator
untuk mengetahui ukuran butir yang dapat diamati secara megaskopis.
Ukuran butir dari penyusun batuan dengan kode α −5memiliki ukuran ¼-1/2

39
mm (pasir sedang). Bentuk butir dari penyusun batuan ini berbentuk
membulat dengan tidak terlihatnya sudut-sudut pada butiran tersebut atau
lebih dikenal dengan rounded. Keseragaman dari ukuran besar butir
penyusun batuan sedimen dengan kode peraga α −5 ini tidak seragam
sehingga dapat dikatakan sortasinya buruk. Sedangkan hubungan antar
butirnya saling bersetuhan menyebabkan butiran tersebut tidak terlihat
rongga pada antar butir tersebut sehingga kemas dari batuan ini adalah kemas
tertutup.

Setelah melakukan pengamatan secara megaskopis meliputi Struktur


dan Tekstur dari batuan peraga α −5. Kemudian melakukan pengamatan
komposisi pada batuan peraga α −5. Untuk pengamatan komposisi batuan
sedimen karbonat dapat dilakukan dengan menentukan Allochem dan juga
Orthocehem. Allochem adalah komponen batuan karbonat berupa partikel
atau butiran yang berukuran lebih dari atau sama dengan ukuran pasir.
Allochem dari batuan peraga ini tersusun atas skeletal grain berupa fragmen-
fragmen cangkang dari makhluk hidup yaitu Mollusca. Fosil tersebut
menyusun 20 % dari keseluruhan komposisi batuan peraga tersebut.
Sedangkan Orthochem adalah komponen batuan karbonat yang mineralnya
terkristalisasi langsung pada lingkungan pengendapan sehingga tidak
memiliki butiran-butiran bawaan. Orthochem dari batuan peraga ini yaitu
tersusun atas material-material mud yang lebih dikenal dengan mikrit. Mikrit
tersebut menyusun 80 % dari komposisi batuan perga tersebut. Semen adalah
material halus yang menjadi pengikat antara butiran sedimen. Ketika uji HCl
pada batuan ini terjadi reaksi pada batuan dengan ditunjukan adanya buih-
buih pada batuan peraga, hal tersebut mengindikasikan bahwa semen dari
batuan ini bersifat karbonatan.

Dari pengamatan struktur, tekstur, dan komposisi penyusun batuan


sedimen ini berupa ukuran butir ¼-1/2 mm (pasir halus), bentuk butir

40
rounded, sortasi buruk, kemas tertutup, dan komposisi dari batuan ini
Allochem berupa fosil dari Mollusca (20 %) serta orthochem dari batuan ini
yaitu mikrit (80 %). Dapat dilakukan penamaan batuan tersebut adalah
Kalkarenit menurut Grabau, 1904, Biomikrit berdasarkan klasifikasi Folk,
1959, Sparse biomikrite menurut klasifikasi Folk, 1962, Wackestone
menurut klasifikasi Dunham, 1962, dan Flotstone menurut klasifikasi Embry
Klovan, 1971.

Gambar 4.2 Klasifikasi Grabau, 1904

Gambar 4.2 Klasifikasi Folk, 1959

41
Gambar 4.2 Klasifikasi Folk, 1962

Gambar 4.2 Klasifikasi Dunham, 1962

Gambar 4.2 Klasifikasi Embry Klovan, 1971

Batuan peraga α −5 merupakan batuan sedimen karbonat klastik yang


terbentuk dari fragmen-fragmen cangkang suatu organisme. Deskripsi batuan

42
tersebut menunjukkan batuan tersebut tersusun atas cangkang organisme
moluska. Batuan tersebut dapat diinterpretasikan terbentuk pada fasies
terumbu bagian depan yang mana pada saat organisme tersebut mati dan
meninggalkan bagian kerasnya berupa cangkang, cangkang tersebut
tertrasnportasi menuju depan terumbu dan belakang terumbu dan terjadi
deposisi. Arus yang membawa material ke bagian belakang terumbu tersebut
berasal dari terusan arus yang menghempaskan bagian inti terumbu sehingga
material tersebut terbawa sampai bagian belakang terumbu. Material tersebut
dapat terdeposisi pada bagian depan terumbu disebabkan karena aliran arus
pada bagian depan tersebut merupakan low energy sehingga arus tidak dapat
mentransportasi material tersebut. Dan Pada fasies terumbu bagian depan dan
terumbu bagian belakang tersebut material yang terdapat pada inti terumbu
tersebut telah mengalami proses tranportasi sehingga material-material yang
berukuran kasar terlebih dahulu telah terendapkan pada bagian-bagian zona
fasies yang terletak pada inti terumbu sehingga dapat tersisa adalah material
yang berukuran halus yang terdapat pada terumbu bagian depan dan bagian
belakang tersebut. Fasies terumbu bagian depan terletak pada kedalaman >30
meter dengan keadaan slope 45-60o dengan kecepatan arus low energy zone
dan fasies terumbu bagian belakang terletak dengan kedalaman <30 meter.
Kecepatan arus yang lemah tersebut menyebabkan material-material suspensi
dapat terendapkan pada daerah tersebut dan membentuk batuan karbonat
tersebut. Setelah mengalami deposisi material tersebut mengalami proses
diagenesis berupa mikritisasi yaitu terubahnya material bioklas menjadi
lumpur, dan sebagian material belum dapat terubahnya sehingga masih
terdapat fragmen cangkang pada batuan tersebut. Setelah mengalami proses
mikritisasi batuan tersebut mengalami proses sementasi dan proses kompaksi
yang mana menyebabkan butiran pada batuan tersebut terkompakan dan
membentuk batuan sedimen karbonat. Batuan ini belum mengalami proses
rekristalisasi karena belum ditemukannya Kristal mineral pada tubuh batuan

43
tersebut. Fosil Mollusca tersebut dapat mengindikasikan bahwa batuan
tersebut terbentuk pada garis lintang 25-50o atau lebih dikenal dengan daerah
beriklim subtropis karena organisme tersebut lebih senang hidup pada daerah
yang hangat dan memiliki salinitas yang rendah untuk dapat hidup.
Sedangkan sirkulasi air dan suplai sedimen pada tempat Mollusca tersebut
hidup haruslah sedikit dan tidak terlalu berlebihan karena ketika suplai
sedimen tersebut dapat mempengaruhi kondisi dari daerah tempat hidupnya
hewan tersebut.

Gambar 4.2 Garis Lintang Mollusca

44
Gambar 4.2 Fasies Terbentuknya batuan peraga

4.3 Batuan Kode β−2

Pada batu peraga dengan kode β−2 dilakukan pengamatan secara


megaskopis meliputi struktur, tekstur dan komposisi dari batuan peraga
dengan kode β−2. Batuan peraga β−2 memiliki warna coklat dan memiliki
dimensi yaitu panjang 10 cm, lebar 9 cm, dan tingginya 3 cm. Jika dilakukan
pengamatan secara megaskopis batuan peraga dengan kode β−2 tidak
terlihat retakan ataupun lubang-lubang gas dan juga tidak terlihat struktur
lain pada batuan peraga ini, dari hal tersebut struktur dari batuan ini adalah
masif. Kemudian setelah melakukan pengamatan dari keseluruhan
penampakan batuan dilakukan pengamatan tekstur dari batuan peraga dengan
kode β−2. Tekstur pada batuan ini dilihat dari kenampakan butir meliputi
ukuran butir, bentuk butir, kemas dan sortasi dari batuan peraga dengan kode
β−2. Untuk menentukan ukuran butir penyusun dari batuan sedimen ini
dapat dilakukan dengan penggukuran dengan cara menggunakan komparator
untuk mengetahui ukuran butir yang dapat diamati secara megaskopis.
Ukuran butir, bentuk butir, kemas, dan sortasi dari penyusun batuan dengan
kode β−2 tidak dapat diamati karena tersusun atas material dari fosil suatu
organisme.

Setelah melakukan pengamatan secara megaskopis meliputi Struktur


dan Tekstur dari batuan peraga β−2. Kemudian melakukan pengamatan
komposisi pada batuan peraga −2 . Untuk pengamatan komposisi batuan
sedimen karbonat dapat dilakukan dengan menentukan Allochem dan juga
Orthocehem. Allochem adalah komponen batuan karbonat berupa partikel
atau butiran yang berukuran lebih dari atau sama dengan ukuran pasir.
Allochem dari batuan peraga ini tersusun atas skeletal grain berupa fragmen-

45
fragmen dari Coelentrata. Fosil tersebut menyusun 55 % dari keseluruhan
komposisi batuan peraga tersebut. Sedangkan Orthochem adalah komponen
batuan karbonat yang mineralnya terkristalisasi langsung pada lingkungan
pengendapan sehingga tidak memiliki butiran-butiran bawaan. Orthochem
dari batuan peraga ini yaitu tersusun atas material-material yang berwarna
cerah atau lebih dikenal dengan sparite. Sparite tersebut menyusun 45 % dari
komposisi batuan peraga tersebut. Semen adalah material halus yang menjadi
pengikat antara butiran sedimen. Ketika uji HCl pada batuan ini terjadi reaksi
pada batuan dengan ditunjukan adanya buih-buih pada batuan peraga, hal
tersebut mengindikasikan bahwa semen dari batuan ini bersifat karbonatan.

Dari pengamatan struktur, tekstur, dan komposisi penyusun batuan


sedimen ini berupa ukuran butir, Bentuk butir, kemas, dan sortasi yang tidak
dapat ditentukan karena terbentuk dari fosil suatu organisme dan komposisi
dari batuan ini Allochem berupa fosil dari Coelentrata (55%) serta orthochem
dari batuan ini yaitu sparite (45%). Dari hal tersebut batuan ini termasuk
kedalam jenis batuan sedimen karbonat terumbu dan penamaan batuan
tersebut adalah Batugamping Organik menurut Grabau, 1904, Biolithite
berdasarkan klasifikasi Folk, 1959, Boundstone menurut klasifikasi
Dunham, 1962, dan Framestone menurut klasifikasi Embry Klovan, 1971.

Gambar 4.3 Klasifikasi Folk, 1959

46
Gambar 4.3 Klasifikasi Dunham, 1962

Gambar 4.3 Klasifikasi Embry Klovan, 1971

Batuan peraga β−2 merupakan batuan sedimen karbonat terumbu


yang terbentuk dari fosil ataupun fragmen dari terumbu yang terakumulasi
pada suatu tempat. Deskripsi batuan tersebut menunjukkan batuan tersebut
tersusun atas organisme yang termasuk kedalam Filum Coelentrata.
Coelentrata atau lebih dikenal dengan coral hidup pada zona laut dengan
kedalaman rendah yang memiliki sinar matahari yang cukup untuk coral
tersebut melakukan fotosintesis. Coral tersebut akan mati atau tidak
bertumbuh kembali ketika terjadinya arus yang tinggi menghantam koral
tersebut. Ketika koral tersebut mati, maka akan terjadi penumpukan dari
koral tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat diintepretasikan batuan ini
terbentuk pada zona fasies inti terumbu. Fasies inti terumbu memiliki sub

47
fasies yang mana batuan ini dapat diinterpretasikan terbentuk pada bagian
puncak terumbu. Bagian tersebut memiliki very high energy zone yang mana
memiliki kecepatan arus yang tinggi sehingga koral yang hidup pada bagian
tersebut akan terhantam oleh arus tersebut dan menjadi tumpukan-tumpukan
fosil dan menyebabkan terbentuknya timbunan fosil yang semakin tinggi.
Pada bagian tersebut coral membentuk seperti tiang tiang yang mana
mengarah kepada sinar matahari. Sehingga ketika koral tersebut mati maka
akan membentuk bentukan seperti tiang-tiang atau lebih dikenal dengan
framestone. Organisme tersebut mati dan membentuk tumpukan dari
akumulasi fosil Coelentrata dimana dapat diinterpretasikan organisme
tersebut mati karena arus yang tinggi sehingga organisme tersebut terhenti
pertumbuhannya dan mati. Setelah mengalami deposisi material tersebut
mengalami proses diagenesis berupa Sementasi dan kompaksi yang mana
fosil fosil dari organisme tersebut terkompakan oleh penekanan beban yang
berada diatas material tersebut terdeposisi sehingga air yang terdapat pada
material tersebut keluar dan termampatnya, kemudian material tersebut
tersemenkan yang disebabkan oleh adanya larutan mineral yang terdapat
pada fluida. Setelah mengalami proses sementasi menjadi batuan sedimen
tersebut, batuan sedimen tersebut mengalami proses Neomorfisme atau
rekristalisasi yang menyebabkan terbentuknya mineral-mineral baru yang
terbentuk pada daerah pengendapan dari batuan tersebut terbentuk. Fosil
Coelentrata tersebut dapat mengindikasikan bahwa batuan tersebut terbentuk
pada garis lintang 0-30o atau lebih dikenal dengan daerah beriklim tropis
karena organisme tersebut lebih senang hidup pada daerah yang hangat dan
memiliki salinitas yang rendah untuk dapat hidup. Sedangkan sirkulasi air
dan suplai sedimen pada tempat Coelentrata tersebut hidup haruslah sedikit
dan tidak terlalu berlebihan karena ketika suplai sedimen tersebut dapat
mempengaruhi kondisi dari daerah tempat hidupnya hewan tersebut. Dan

48
juga untuk Sinar matahari tempat hidup hewan tersebut haruslah cukup
karena sinar matahari tersebut digunakan untuk fotosintesis.

Gambar 4.3 Garis Lintang Koral

Gambar 4.3 Fasies terbentuknya batuan Peraga

4.4 Batuan Kode α −4

Pada batu peraga dengan kode α −4 dilakukan pengamatan secara


megaskopis meliputi struktur, tekstur dan komposisi dari batuan peraga
dengan kode α −4. Batuan peraga α −4 memiliki warna coklat dan memiliki
dimensi yaitu panjang 9 cm, lebar 6 cm, dan tingginya 3 cm. Jika dilakukan
pengamatan secara megaskopis batuan peraga dengan kode α −4 tidak

49
terlihat retakan ataupun lubang-lubang gas dan juga tidak terlihat struktur
lain pada batuan peraga ini, dari hal tersebut struktur dari batuan ini adalah
masif. Kemudian setelah melakukan pengamatan dari keseluruhan
penampakan batuan dilakukan pengamatan tekstur dari batuan peraga dengan
kode α −4. Tekstur pada batuan ini dilihat dari kenampakan butir meliputi
ukuran butir, bentuk butir, kemas dan sortasi dari batuan peraga dengan kode
α −4. Untuk menentukan ukuran butir penyusun dari batuan sedimen ini
dapat dilakukan dengan penggukuran dengan cara menggunakan komparator
untuk mengetahui ukuran butir yang dapat diamati secara megaskopis.
Ukuran butir dari penyusun batuan dengan kode α −4 memiliki ukuran ¼-1/2
mm (pasir sedang). Bentuk butir dari penyusun batuan ini berbentuk
membulat dengan tidak terlihatnya sudut-sudut pada butiran tersebut atau
lebih dikenal dengan rounded. Keseragaman dari ukuran besar butir
penyusun batuan sedimen dengan kode peraga α −4 ini tidak seragam
sehingga dapat dikatakan sortasinya buruk. Sedangkan hubungan antar
butirnya saling bersetuhan menyebabkan butiran tersebut tidak terlihat
rongga pada antar butir tersebut sehingga kemas dari batuan ini adalah kemas
tertutup.

Setelah melakukan pengamatan secara megaskopis meliputi Struktur


dan Tekstur dari batuan peraga α −4. Kemudian melakukan pengamatan
komposisi pada batuan peraga α −4. Untuk pengamatan komposisi batuan
sedimen karbonat dapat dilakukan dengan menentukan Allochem dan juga
Orthocehem. Allochem adalah komponen batuan karbonat berupa partikel
atau butiran yang berukuran lebih dari atau sama dengan ukuran pasir.
Allochem dari batuan peraga ini tersusun atas skeletal grain berupa fragmen-
fragmen cangkang dari makhluk hidup yaitu Foraminifera. Fosil tersebut
menyusun 90% dari keseluruhan komposisi batuan peraga tersebut.
Sedangkan Orthochem adalah komponen batuan karbonat yang mineralnya

50
terkristalisasi langsung pada lingkungan pengendapan sehingga tidak
memiliki butiran-butiran bawaan. Orthochem dari batuan peraga ini yaitu
tersusun atas material yang berwarna cerah yang lebih dikenal dengan sparit.
Sparit tersebut menyusun 10% dari komposisi batuan perga tersebut. Semen
adalah material halus yang menjadi pengikat antara butiran sedimen. Ketika
uji HCl pada batuan ini terjadi reaksi pada batuan dengan ditunjukan adanya
buih-buih pada batuan peraga, hal tersebut mengindikasikan bahwa semen
dari batuan ini bersifat karbonatan.

Dari pengamatan struktur, tekstur, dan komposisi penyusun batuan


sedimen ini berupa ukuran butir ¼-1/2 mm (pasir halus), bentuk butir
rounded, sortasi buruk, kemas tertutup, dan komposisi dari batuan ini
Allochem berupa fosil dari Mollusca (20 %) serta orthochem dari batuan ini
yaitu mikrit (80 %). Dapat dilakukan penamaan batuan tersebut adalah
Kalkarenit menurut Grabau, 1904, Biosparite berdasarkan klasifikasi Folk,
1959, Unsorted biosparite menurut klasifikasi Folk, 1962, Grainstone
menurut klasifikasi Dunham, 1962, dan Grainstone menurut klasifikasi
Embry Klovan, 1971.

Gambar 4.4 Klasifikasi Grabau, 1904

51
Gambar 4.4 Klasifikasi Folk, 1959

Gambar 4.4 Klasifikasi Folk, 1962

Gambar 4.4 Klasifikasi Dunham, 1962

52
Gambar 4.4 Klasifikasi Embry Klovan, 1971

Batuan peraga α −4 merupakan batuan sedimen karbonat klastik yang


terbentuk dari suatu organisme. Deskripsi batuan tersebut menunjukkan
batuan tersebut tersusun atas organisme Foraminera. Batuan tersebut dapat
diinterpretasikan terbentuk pada fasies terumbu inti terumbu sub fasies depan
terumbu dan dataran terumbu yang mana pada saat organisme tersebut mati
dan meninggalkan bagian tubuhnya dan terdeposisi pada suatu daerah.
Material tersebut dapat terdeposisi pada bagian depan terumbu disebabkan
karena aliran arus pada bagian depan tersebut merupakan low energy
sehingga arus tidak dapat mentransportasi material tersebut. Dan Pada fasies
inti terumbu sub fasies dataran terumbu tersebut material yang terdapat pada
inti terumbu tersebut telah mengalami proses tranportasi sehingga material-
material yang berukuran kasar terlebih dahulu telah terendapkan pada
bagian-bagian zona fasies yang terletak pada inti terumbu sehingga dapat
tersisa adalah material yang berukuran halus yang terdapat pada terumbu
bagian depan dan bagian belakang tersebut. fasies dataran terumbu terletak
pada fasies inti terumbu. Kecepatan arus yang sangat kuat tersebut
menyebabkan organisme tersebut mati dan tidak dapat berkembang dan
kemudia terdeposisi pada daerah organisme tersebut berkembang. Setelah
mengalami deposisi material tersebut mengalami proses diagenesis berupa
proses sementasi dan proses kompaksi yang mana menyebabkan butiran pada

53
batuan tersebut terkompakan dan membentuk batuan sedimen karbonat.
Batuan ini belum mengalami proses rekristalisasi karena belum
ditemukannya Kristal mineral pada tubuh batuan tersebut Fosil Foraminifera
tersebut dapat mengindikasikan bahwa batuan tersebut terbentuk pada garis
lintang 0-50o atau lebih dikenal dengan daerah beriklim tropis hingga
subtropics karena organisme tersebut lebih senang hidup pada daerah yang
hangat dan memiliki salinitas yang rendah untuk dapat hidup. Sedangkan
sirkulasi air dan suplai sedimen pada tempat Mollusca tersebut hidup
haruslah sedikit dan tidak terlalu berlebihan karena ketika suplai sedimen
tersebut dapat mempengaruhi kondisi dari daerah tempat hidupnya hewan
tersebut.

Gambar 4.4 Garis Lintang Foraminifera

54
Gambar 4.4 Fasies Terbentuknya batuan peraga

4.5 Batuan Kode β−3

Pada batu peraga dengan kode β−3 dilakukan pengamatan secara


megaskopis meliputi struktur, tekstur dan komposisi dari batuan peraga
dengan kode β−3. Batuan peraga β−3 memiliki warna coklat dan memiliki
dimensi yaitu panjang 10 cm, lebar 5 cm, dan tingginya 4 cm. Jika dilakukan
pengamatan secara megaskopis batuan peraga dengan kode β−3 tidak
terlihat retakan ataupun lubang-lubang gas dan juga tidak terlihat struktur
lain pada batuan peraga ini, dari hal tersebut struktur dari batuan ini adalah
masif. Kemudian setelah melakukan pengamatan dari keseluruhan
penampakan batuan dilakukan pengamatan tekstur dari batuan peraga dengan
kode β−3. Tekstur pada batuan ini dilihat dari kenampakan butir meliputi
ukuran butir, bentuk butir, kemas dan sortasi dari batuan peraga dengan kode
β−3. Untuk menentukan ukuran butir penyusun dari batuan sedimen ini
dapat dilakukan dengan penggukuran dengan cara menggunakan komparator
untuk mengetahui ukuran butir yang dapat diamati secara megaskopis.
Ukuran butir, bentuk butir, kemas, dan sortasi dari penyusun batuan dengan

55
kode β−3 tidak dapat diamati karena tersusun atas material dari fosil suatu
organisme.

Setelah melakukan pengamatan secara megaskopis meliputi Struktur


dan Tekstur dari batuan peraga β−3. Kemudian melakukan pengamatan
komposisi pada batuan peraga −3 . Untuk pengamatan komposisi batuan
sedimen karbonat dapat dilakukan dengan menentukan Allochem dan juga
Orthocehem. Allochem adalah komponen batuan karbonat berupa partikel
atau butiran yang berukuran lebih dari atau sama dengan ukuran pasir.
Allochem dari batuan peraga ini tersusun atas skeletal grain berupa fragmen-
fragmen dari Coelentrata. Fosil tersebut menyusun 90 % dari keseluruhan
komposisi batuan peraga tersebut. Sedangkan Orthochem adalah komponen
batuan karbonat yang mineralnya terkristalisasi langsung pada lingkungan
pengendapan sehingga tidak memiliki butiran-butiran bawaan. Orthochem
dari batuan peraga ini yaitu tersusun atas material-material yang berwarna
cerah atau lebih dikenal dengan sparite. Sparite tersebut menyusun 10 % dari
komposisi batuan peraga tersebut. Semen adalah material halus yang menjadi
pengikat antara butiran sedimen. Ketika uji HCl pada batuan ini terjadi reaksi
pada batuan dengan ditunjukan adanya buih-buih pada batuan peraga, hal
tersebut mengindikasikan bahwa semen dari batuan ini bersifat karbonatan.

Dari pengamatan struktur, tekstur, dan komposisi penyusun batuan


sedimen ini berupa ukuran butir, Bentuk butir, kemas, dan sortasi yang tidak
dapat ditentukan karena terbentuk dari fosil suatu organisme dan komposisi
dari batuan ini Allochem berupa fosil dari Coelentrata (90%) serta orthochem
dari batuan ini yaitu sparite (10%). Dari hal tersebut batuan ini termasuk
kedalam jenis batuan sedimen karbonat terumbu dan penamaan batuan
tersebut adalah Batugamping Organik menurut Grabau, 1904, Biolithite
berdasarkan klasifikasi Folk, 1959, Boundstone menurut klasifikasi
Dunham, 1962, dan Framestone menurut klasifikasi Embry Klovan, 1971.

56
Gambar 4.5 Klasifikasi Folk, 1959

Gambar 4.5 Klasifikasi Dunham, 1962

Gambar 4.5 Klasifikasi Embry Klovan, 1971

Batuan peraga β−3 merupakan batuan sedimen karbonat terumbu


yang terbentuk dari fosil ataupun fragmen dari terumbu yang terakumulasi

57
pada suatu tempat. Deskripsi batuan tersebut menunjukkan batuan tersebut
tersusun atas organisme yang termasuk kedalam Filum Coelentrata.
Coelentrata atau lebih dikenal dengan coral hidup pada zona laut dengan
kedalaman rendah yang memiliki sinar matahari yang cukup untuk coral
tersebut melakukan fotosintesis. Coral tersebut akan mati atau tidak
bertumbuh kembali ketika terjadinya arus yang tinggi menghantam koral
tersebut. Ketika koral tersebut mati, maka akan terjadi penumpukan dari
koral tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat diintepretasikan batuan ini
terbentuk pada zona fasies inti terumbu. Fasies inti terumbu memiliki sub
fasies yang mana batuan ini dapat diinterpretasikan terbentuk pada bagian
puncak terumbu. Bagian tersebut memiliki very high energy zone yang mana
memiliki kecepatan arus yang tinggi sehingga koral yang hidup pada bagian
tersebut akan terhantam oleh arus tersebut dan menjadi tumpukan-tumpukan
fosil dan menyebabkan terbentuknya timbunan fosil yang semakin tinggi.
Pada bagian tersebut coral membentuk seperti tiang tiang yang mana
mengarah kepada sinar matahari. Sehingga ketika koral tersebut mati maka
akan membentuk bentukan seperti tiang-tiang atau lebih dikenal dengan
framestone. Organisme tersebut mati dan membentuk tumpukan dari
akumulasi fosil Coelentrata dimana dapat diinterpretasikan organisme
tersebut mati karena arus yang tinggi sehingga organisme tersebut terhenti
pertumbuhannya dan mati. Setelah mengalami deposisi material tersebut
mengalami proses diagenesis berupa Sementasi dan kompaksi yang mana
fosil fosil dari organisme tersebut terkompakan oleh penekanan beban yang
berada diatas material tersebut terdeposisi sehingga air yang terdapat pada
material tersebut keluar dan termampatnya, kemudian material tersebut
tersemenkan yang disebabkan oleh adanya larutan mineral yang terdapat
pada fluida. Setelah mengalami proses sementasi menjadi batuan sedimen
tersebut, batuan sedimen tersebut mengalami proses Neomorfisme atau
rekristalisasi yang menyebabkan terbentuknya mineral-mineral baru yang

58
terbentuk pada daerah pengendapan dari batuan tersebut terbentuk. Fosil
Coelentrata tersebut dapat mengindikasikan bahwa batuan tersebut terbentuk
pada garis lintang 0-30o atau lebih dikenal dengan daerah beriklim tropis
karena organisme tersebut lebih senang hidup pada daerah yang hangat dan
memiliki salinitas yang rendah untuk dapat hidup. Sedangkan sirkulasi air
dan suplai sedimen pada tempat Coelentrata tersebut hidup haruslah sedikit
dan tidak terlalu berlebihan karena ketika suplai sedimen tersebut dapat
mempengaruhi kondisi dari daerah tempat hidupnya hewan tersebut. Dan
juga untuk Sinar matahari tempat hidup hewan tersebut haruslah cukup
karena sinar matahari tersebut digunakan untuk fotosintesis.

Gambar 4.5 Garis Lintang Koral

Gambar 4.5 Fasies terbentuknya batuan Peraga

59
4.6 Batuan Kode β−1

Pada batu peraga dengan kode β−1 dilakukan pengamatan secara


megaskopis meliputi struktur, tekstur dan komposisi dari batuan peraga
dengan kode β−1. Batuan peraga β−1 memiliki warna coklat dan memiliki
dimensi yaitu panjang 10 cm, lebar 5 cm, dan tingginya 8 cm. Jika dilakukan
pengamatan secara megaskopis batuan peraga dengan kode β−1 tidak
terlihat retakan ataupun lubang-lubang gas dan juga tidak terlihat struktur
lain pada batuan peraga ini, dari hal tersebut struktur dari batuan ini adalah
masif. Kemudian setelah melakukan pengamatan dari keseluruhan
penampakan batuan dilakukan pengamatan tekstur dari batuan peraga dengan
kode β−1. Tekstur pada batuan ini dilihat dari kenampakan butir meliputi
ukuran butir, bentuk butir, kemas dan sortasi dari batuan peraga dengan kode
β−1. Untuk menentukan ukuran butir penyusun dari batuan sedimen ini
dapat dilakukan dengan penggukuran dengan cara menggunakan komparator
untuk mengetahui ukuran butir yang dapat diamati secara megaskopis.
Ukuran butir, bentuk butir, kemas, dan sortasi dari penyusun batuan dengan
kode β−1 tidak dapat diamati karena tersusun atas material dari fosil suatu
organisme.

Setelah melakukan pengamatan secara megaskopis meliputi Struktur


dan Tekstur dari batuan peraga β−1. Kemudian melakukan pengamatan
komposisi pada batuan peraga −1 . Untuk pengamatan komposisi batuan
sedimen karbonat dapat dilakukan dengan menentukan Allochem dan juga
Orthocehem. Allochem adalah komponen batuan karbonat berupa partikel
atau butiran yang berukuran lebih dari atau sama dengan ukuran pasir.
Allochem dari batuan peraga ini tersusun atas skeletal grain berupa fragmen-
fragmen dari Porifera. Fosil tersebut menyusun 90 % dari keseluruhan
komposisi batuan peraga tersebut. Sedangkan Orthochem adalah komponen
batuan karbonat yang mineralnya terkristalisasi langsung pada lingkungan

60
pengendapan sehingga tidak memiliki butiran-butiran bawaan. Orthochem
dari batuan peraga ini yaitu tersusun atas material-material yang berwarna
cerah atau lebih dikenal dengan sparite. Sparite tersebut menyusun 10 % dari
komposisi batuan peraga tersebut. Semen adalah material halus yang menjadi
pengikat antara butiran sedimen. Ketika uji HCl pada batuan ini terjadi reaksi
pada batuan dengan ditunjukan adanya buih-buih pada batuan peraga, hal
tersebut mengindikasikan bahwa semen dari batuan ini bersifat karbonatan.

Dari pengamatan struktur, tekstur, dan komposisi penyusun batuan


sedimen ini berupa ukuran butir, Bentuk butir, kemas, dan sortasi yang tidak
dapat ditentukan karena terbentuk dari fosil suatu organisme dan komposisi
dari batuan ini Allochem berupa fosil dari Coelentrata (90%) serta orthochem
dari batuan ini yaitu sparite (10%). Dari hal tersebut batuan ini termasuk
kedalam jenis batuan sedimen karbonat terumbu dan penamaan batuan
tersebut adalah Batugamping Organik menurut Grabau, 1904, Biolithite
berdasarkan klasifikasi Folk, 1959, Boundstone menurut klasifikasi
Dunham, 1962, dan Framestone menurut klasifikasi Embry Klovan, 1971.

Gambar 4.6 Klasifikasi Folk, 1959

61
Gambar 4.6 Klasifikasi Dunham, 1962

Gambar 4.6 Klasifikasi Embry Klovan, 1971

Batuan peraga β−1 merupakan batuan sedimen karbonat terumbu


yang terbentuk dari fosil ataupun fragmen dari terumbu yang terakumulasi
pada suatu tempat. Deskripsi batuan tersebut menunjukkan batuan tersebut
tersusun atas organisme yang termasuk kedalam Filum Porifera. Porifera atau
lebih dikenal dengan coral hidup pada zona laut dengan kedalaman rendah
yang memiliki sinar matahari yang cukup untuk coral tersebut melakukan
fotosintesis. Coral tersebut akan mati atau tidak bertumbuh kembali ketika
terjadinya arus yang tinggi menghantam koral tersebut. Ketika koral tersebut
mati, maka akan terjadi penumpukan dari koral tersebut. Berdasarkan hal
tersebut dapat diintepretasikan batuan ini terbentuk pada zona fasies inti
terumbu. Fasies inti terumbu memiliki sub fasies yang mana batuan ini dapat

62
diinterpretasikan terbentuk pada bagian puncak terumbu. Bagian tersebut
memiliki very high energy zone yang mana memiliki kecepatan arus yang
tinggi sehingga koral yang hidup pada bagian tersebut akan terhantam oleh
arus tersebut dan menjadi tumpukan-tumpukan fosil dan menyebabkan
terbentuknya timbunan fosil yang semakin tinggi. Pada bagian tersebut coral
membentuk seperti tiang tiang yang mana mengarah kepada sinar matahari.
Sehingga ketika koral tersebut mati maka akan membentuk bentukan seperti
tiang-tiang atau lebih dikenal dengan framestone. Organisme tersebut mati
dan membentuk tumpukan dari akumulasi fosil Porifera dimana dapat
diinterpretasikan organisme tersebut mati karena arus yang tinggi sehingga
organisme tersebut terhenti pertumbuhannya dan mati. Setelah mengalami
deposisi material tersebut mengalami proses diagenesis berupa sementasi dan
kompaksi yang mana fosil fosil dari organisme tersebut terkompakan oleh
penekanan beban yang berada diatas material tersebut terdeposisi sehingga
air yang terdapat pada material tersebut keluar dan termampatnya, kemudian
material tersebut tersemenkan yang disebabkan oleh adanya larutan mineral
yang terdapat pada fluida. Setelah mengalami proses sementasi menjadi
batuan sedimen tersebut, batuan sedimen tersebut mengalami proses
Neomorfisme atau rekristalisasi yang menyebabkan terbentuknya mineral-
mineral baru yang terbentuk pada daerah pengendapan dari batuan tersebut
terbentuk. Fosil Porifera tersebut dapat mengindikasikan bahwa batuan
tersebut terbentuk pada garis lintang 0-30o atau lebih dikenal dengan daerah
beriklim tropis karena organisme tersebut lebih senang hidup pada daerah
yang hangat dan memiliki salinitas yang rendah untuk dapat hidup.
Sedangkan sirkulasi air dan suplai sedimen pada tempat Porifera tersebut
hidup haruslah sedikit dan tidak terlalu berlebihan karena ketika suplai
sedimen tersebut dapat mempengaruhi kondisi dari daerah tempat hidupnya
hewan tersebut. Dan juga untuk sinar matahari tempat hidup hewan tersebut
haruslah cukup karena sinar matahari tersebut digunakan untuk fotosintesis.

63
Gambar 4.6 Garis Lintang Koral

Gambar 4.6 Fasies terbentuknya batuan Peraga

4.7 Batuan Kode β−4

Pada batu peraga dengan kode β−4 dilakukan pengamatan secara


megaskopis meliputi struktur, tekstur dan komposisi dari batuan peraga
dengan kode β−4. Batuan peraga β−4 memiliki warna coklat dan memiliki
dimensi yaitu panjang 9 cm, lebar 5 cm, dan tingginya 3 cm. Jika dilakukan
pengamatan secara megaskopis batuan peraga dengan kode β−4 tidak
terlihat retakan ataupun lubang-lubang gas dan juga tidak terlihat struktur

64
lain pada batuan peraga ini, dari hal tersebut struktur dari batuan ini adalah
masif. Kemudian setelah melakukan pengamatan dari keseluruhan
penampakan batuan dilakukan pengamatan tekstur dari batuan peraga dengan
kode β−4. Tekstur pada batuan ini dilihat dari kenampakan butir meliputi
ukuran butir, bentuk butir, kemas dan sortasi dari batuan peraga dengan kode
β−4. Untuk menentukan ukuran butir penyusun dari batuan sedimen ini
dapat dilakukan dengan penggukuran dengan cara menggunakan komparator
untuk mengetahui ukuran butir yang dapat diamati secara megaskopis.
Ukuran butir, bentuk butir, kemas, dan sortasi dari penyusun batuan dengan
kode β−4 tidak dapat diamati karena tersusun atas material dari fosil suatu
organisme.

Setelah melakukan pengamatan secara megaskopis meliputi Struktur


dan Tekstur dari batuan peraga β−4. Kemudian melakukan pengamatan
komposisi pada batuan peraga −4 . Untuk pengamatan komposisi batuan
sedimen karbonat dapat dilakukan dengan menentukan Allochem dan juga
Orthocehem. Allochem adalah komponen batuan karbonat berupa partikel
atau butiran yang berukuran lebih dari atau sama dengan ukuran pasir.
Allochem dari batuan peraga ini tersusun atas skeletal grain berupa fragmen-
fragmen dari Coelentrata. Fosil tersebut menyusun 70 % dari keseluruhan
komposisi batuan peraga tersebut. Sedangkan Orthochem adalah komponen
batuan karbonat yang mineralnya terkristalisasi langsung pada lingkungan
pengendapan sehingga tidak memiliki butiran-butiran bawaan. Orthochem
dari batuan peraga ini yaitu tersusun atas material-material yang berwarna
gelap (Mud) atau lebih dikenal dengan Mikrite. Mikrite tersebut menyusun
30 % dari komposisi batuan peraga tersebut. Semen adalah material halus
yang menjadi pengikat antara butiran sedimen. Ketika uji HCl pada batuan
ini terjadi reaksi pada batuan dengan ditunjukan adanya buih-buih pada

65
batuan peraga, hal tersebut mengindikasikan bahwa semen dari batuan ini
bersifat karbonatan.

Dari pengamatan struktur, tekstur, dan komposisi penyusun batuan


sedimen ini berupa ukuran butir, Bentuk butir, kemas, dan sortasi yang tidak
dapat ditentukan karena terbentuk dari fosil suatu organisme dan komposisi
dari batuan ini Allochem berupa fosil dari Coelentrata (90%) serta orthochem
dari batuan ini yaitu sparite (10%). Dari hal tersebut batuan ini termasuk
kedalam jenis batuan sedimen karbonat terumbu dan penamaan batuan
tersebut adalah Batugamping Organik menurut Grabau, 1904, Biolithite
berdasarkan klasifikasi Folk, 1959, Boundstone menurut klasifikasi
Dunham, 1962, dan Framestone menurut klasifikasi Embry Klovan, 1971.

Gambar 4.7 Klasifikasi Folk, 1959

Gambar 4.7 Klasifikasi Dunham, 1962

66
Gambar 4.7 Klasifikasi Embry Klovan, 1971

Batuan peraga β−4 merupakan batuan sedimen karbonat terumbu


yang terbentuk dari fosil ataupun fragmen dari terumbu yang terakumulasi
pada suatu tempat. Deskripsi batuan tersebut menunjukkan batuan tersebut
tersusun atas organisme yang termasuk kedalam Filum Coelentrata.
Coelentrata atau lebih dikenal dengan coral hidup pada zona laut dengan
kedalaman rendah yang memiliki sinar matahari yang cukup untuk coral
tersebut melakukan fotosintesis. Coral tersebut akan mati atau tidak
bertumbuh kembali ketika terjadinya arus yang tinggi menghantam koral
tersebut. Ketika koral tersebut mati, maka akan terjadi penumpukan dari
koral tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat diintepretasikan batuan ini
terbentuk pada zona fasies inti terumbu. Fasies inti terumbu memiliki sub
fasies yang mana batuan ini dapat diinterpretasikan terbentuk pada bagian
puncak terumbu. Bagian tersebut memiliki very high energy zone yang mana
memiliki kecepatan arus yang tinggi sehingga koral yang hidup pada bagian
tersebut akan terhantam oleh arus tersebut dan menjadi tumpukan-tumpukan
fosil dan menyebabkan terbentuknya timbunan fosil yang semakin tinggi.
Pada bagian tersebut coral membentuk seperti tiang tiang yang mana
mengarah kepada sinar matahari. Sehingga ketika koral tersebut mati maka
akan membentuk bentukan seperti tiang-tiang atau lebih dikenal dengan
framestone. Organisme tersebut mati dan membentuk tumpukan dari

67
akumulasi fosil Coelentrata dimana dapat diinterpretasikan organisme
tersebut mati karena arus yang tinggi sehingga organisme tersebut terhenti
pertumbuhannya dan mati. Setelah mengalami deposisi material tersebut
mengalami proses diagenesis berupa sementasi dan kompaksi yang mana
fosil fosil dari organisme tersebut terkompakan oleh penekanan beban yang
berada diatas material tersebut terdeposisi sehingga air yang terdapat pada
material tersebut keluar dan termampatnya, kemudian material tersebut
tersemenkan yang disebabkan oleh adanya larutan mineral yang terdapat
pada fluida. Setelah mengalami proses sementasi menjadi batuan sedimen
tersebut, batuan sedimen tersebut mengalami proses Neomorfisme atau
rekristalisasi yang menyebabkan terbentuknya mineral-mineral baru yang
terbentuk pada daerah pengendapan dari batuan tersebut terbentuk. Fosil
Coelentrata tersebut dapat mengindikasikan bahwa batuan tersebut terbentuk
pada garis lintang 0-30o atau lebih dikenal dengan daerah beriklim tropis
karena organisme tersebut lebih senang hidup pada daerah yang hangat dan
memiliki salinitas yang rendah untuk dapat hidup. Sedangkan sirkulasi air
dan suplai sedimen pada tempat Coelentrata tersebut hidup haruslah sedikit
dan tidak terlalu berlebihan karena ketika suplai sedimen tersebut dapat
mempengaruhi kondisi dari daerah tempat hidupnya hewan tersebut. Dan
juga untuk sinar matahari tempat hidup hewan tersebut haruslah cukup
karena sinar matahari tersebut digunakan untuk fotosintesis.

68
Gambar 4.7 Garis Lintang Koral

Gambar 4.7 Fasies terbentuknya batuan Peraga

4.8 Batuan Kode α

Pada batu peraga dengan kode α dilakukan pengamatan secara


megaskopis meliputi struktur, tekstur dan komposisi dari batuan peraga
dengan kode α. Batuan peraga α memiliki warna coklat dan memiliki
dimensi yaitu panjang 9 cm, lebar 4 cm, dan tingginya 4 cm. Jika dilakukan
pengamatan secara megaskopis batuan peraga dengan kode α tidak terlihat
retakan ataupun lubang-lubang gas dan juga tidak terlihat struktur lain pada
batuan peraga ini, dari hal tersebut struktur dari batuan ini adalah masif.

69
Kemudian setelah melakukan pengamatan dari keseluruhan penampakan
batuan dilakukan pengamatan tekstur dari batuan peraga dengan kode α.
Tekstur pada batuan ini dilihat dari kenampakan butir meliputi ukuran butir,
bentuk butir, kemas dan sortasi dari batuan peraga dengan kode α. Untuk
menentukan ukuran butir penyusun dari batuan sedimen ini dapat dilakukan
dengan penggukuran dengan cara menggunakan komparator untuk
mengetahui ukuran butir yang dapat diamati secara megaskopis. Ukuran butir
dari penyusun batuan dengan kode αmemiliki ukuran ¼-1/2 mm (pasir
sedang). Bentuk butir dari penyusun batuan ini berbentuk membulat dengan
tidak terlihatnya sudut-sudut pada butiran tersebut atau lebih dikenal dengan
rounded. Keseragaman dari ukuran besar butir penyusun batuan sedimen
dengan kode peraga α ini tidak seragam sehingga dapat dikatakan sortasinya
buruk. Sedangkan hubungan antar butirnya saling bersetuhan menyebabkan
butiran tersebut tidak terlihat rongga pada antar butir tersebut sehingga
kemas dari batuan ini adalah kemas tertutup.

Setelah melakukan pengamatan secara megaskopis meliputi Struktur


dan Tekstur dari batuan peraga α. Kemudian melakukan pengamatan
komposisi pada batuan peraga α. Untuk pengamatan komposisi batuan
sedimen karbonat dapat dilakukan dengan menentukan Allochem dan juga
Orthochem. Allochem adalah komponen batuan karbonat berupa partikel
atau butiran yang berukuran lebih dari atau sama dengan ukuran pasir.
Allochem dari batuan peraga ini tersusun atas skeletal grain berupa fragmen-
fragmen cangkang dari makhluk hidup yaitu Mollusca. Fosil tersebut
menyusun 10 % dari keseluruhan komposisi batuan peraga tersebut.
Sedangkan Orthochem adalah komponen batuan karbonat yang mineralnya
terkristalisasi langsung pada lingkungan pengendapan sehingga tidak
memiliki butiran-butiran bawaan. Orthochem dari batuan peraga ini yaitu
tersusun atas material-material mud yang lebih dikenal dengan mikrit. Mikrit

70
tersebut menyusun 90 % dari komposisi batuan perga tersebut. Semen adalah
material halus yang menjadi pengikat antara butiran sedimen. Ketika uji HCl
pada batuan ini terjadi reaksi pada batuan dengan ditunjukan adanya buih-
buih pada batuan peraga, hal tersebut mengindikasikan bahwa semen dari
batuan ini bersifat karbonatan.

Dari pengamatan struktur, tekstur, dan komposisi penyusun batuan


sedimen ini berupa ukuran butir ¼-1/2 mm (pasir halus), bentuk butir
rounded, sortasi buruk, kemas tertutup, dan komposisi dari batuan ini
Allochem berupa fosil dari Mollusca (10 %) serta orthochem dari batuan ini
yaitu mikrit (90 %). Dapat dilakukan penamaan batuan tersebut adalah
Kalkarenit menurut Grabau, 1904, Biomikrit berdasarkan klasifikasi Folk,
1959, Sparse biomikrite menurut klasifikasi Folk, 1962, Mudstone menurut
klasifikasi Dunham, 1962, dan Mudstone menurut klasifikasi Embry
Klovan, 1971.

Gambar 4.8 Klasifikasi Grabau, 1904

71
Gambar 4.8 Klasifikasi Folk, 1959

Gambar 4.8 Klasifikasi Folk, 1962

Gambar 4.8 Klasifikasi Dunham, 1962

Gambar 4.8 Klasifikasi Embry Klovan, 1971

72
Batuan peraga α merupakan batuan sedimen karbonat klastik yang
terbentuk dari fragmen-fragmen cangkang suatu organisme. Deskripsi batuan
tersebut menunjukkan batuan tersebut tersusun atas cangkang organisme
moluska. Batuan tersebut dapat diinterpretasikan terbentuk pada fasies
terumbu bagian depan yang mana pada saat organisme tersebut mati dan
meninggalkan bagian kerasnya berupa cangkang, cangkang tersebut
tertrasnportasi menuju depan terumbu dan belakang terumbu dan terjadi
deposisi. Arus yang membawa material ke bagian belakang terumbu tersebut
berasal dari terusan arus yang menghempaskan bagian inti terumbu sehingga
material tersebut terbawa sampai bagian belakang terumbu. Material tersebut
dapat terdeposisi pada bagian depan terumbu disebabkan karena aliran arus
pada bagian depan tersebut merupakan low energy sehingga arus tidak dapat
mentransportasi material tersebut. Dan Pada fasies terumbu bagian depan dan
terumbu bagian belakang tersebut material yang terdapat pada inti terumbu
tersebut telah mengalami proses tranportasi sehingga material-material yang
berukuran kasar terlebih dahulu telah terendapkan pada bagian-bagian zona
fasies yang terletak pada inti terumbu sehingga dapat tersisa adalah material
yang berukuran halus yang terdapat pada terumbu bagian depan dan bagian
belakang tersebut. Fasies terumbu bagian depan terletak pada kedalaman >30
meter dengan keadaan slope 45-60o dengan kecepatan arus low energy zone
dan fasies terumbu bagian belakang terletak dengan kedalaman <30 meter.
Kecepatan arus yang lemah tersebut menyebabkan material-material suspensi
dapat terendapkan pada daerah tersebut dan membentuk batuan karbonat
tersebut. Setelah mengalami deposisi material tersebut mengalami proses
diagenesis berupa mikritisasi yaitu terubahnya material bioklas menjadi
lumpur, dan sebagian material belum dapat terubahnya sehingga masih
terdapat fragmen cangkang pada batuan tersebut. Setelah mengalami proses
mikritisasi batuan tersebut mengalami proses sementasi dan proses kompaksi
yang mana menyebabkan butiran pada batuan tersebut terkompakan dan

73
membentuk batuan sedimen karbonat. Batuan ini belum mengalami proses
rekristalisasi karena belum ditemukannya Kristal mineral pada tubuh batuan
tersebut. Fosil Mollusca tersebut dapat mengindikasikan bahwa batuan
tersebut terbentuk pada garis lintang 25-50o atau lebih dikenal dengan daerah
beriklim subtropis karena organisme tersebut lebih senang hidup pada daerah
yang hangat dan memiliki salinitas yang rendah untuk dapat hidup.
Sedangkan sirkulasi air dan suplai sedimen pada tempat Mollusca tersebut
hidup haruslah sedikit dan tidak terlalu berlebihan karena ketika suplai
sedimen tersebut dapat mempengaruhi kondisi dari daerah tempat hidupnya
hewan tersebut.

Gambar 4.8 Garis Lintang Mollusca

74
Gambar 4.8 Fasies Terbentuknya batuan peraga

75
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
 Dari pengamatan struktur, tekstur, dan komposisi penyusun batuan
sedimen ini berupa ukuran butir, Bentuk butir, kemas, dan sortasi yang
tidak dapat ditentukan karena terbentuk dari kristal dan komposisi dari
batuan ini Allochem berupa mineral kalsit (85%) serta orthochem dari
batuan ini yaitu sparite (15%). Dari hal tersebut batuan ini termasuk
kedalam jenis batuan sedimen karbonat Kristalin dan penamaan batuan
tersebut adalah Kalsipulverite menurut Grabau, 1904, Dismikrit
berdasarkan klasifikasi Folk, 1959, Sorted biosparite menurut Folk,
1962, Crystaline menurut klasifikasi Dunham, 1962, dan Crystaline
menurut klasifikasi Embry Klovan, 1971.
 Dari pengamatan struktur, tekstur, dan komposisi penyusun batuan
sedimen ini berupa ukuran butir ¼-1/2 mm (pasir halus), bentuk butir
rounded, sortasi buruk, kemas tertutup, dan komposisi dari batuan ini
Allochem berupa fosil dari Mollusca (20 %) serta orthochem dari
batuan ini yaitu mikrit (80 %). Dapat dilakukan penamaan batuan
tersebut adalah Kalkarenit menurut Grabau, 1904, Biomikrit
berdasarkan klasifikasi Folk, 1959, Sparse biomikrite menurut
klasifikasi Folk, 1962, Wackestone menurut klasifikasi Dunham,
1962, dan Flotstone menurut klasifikasi Embry Klovan, 1971.
 Dari pengamatan struktur, tekstur, dan komposisi penyusun batuan
sedimen ini berupa ukuran butir, Bentuk butir, kemas, dan sortasi yang
tidak dapat ditentukan karena terbentuk dari fosil suatu organisme dan
komposisi dari batuan ini Allochem berupa fosil dari Coelentrata
(55%) serta orthochem dari batuan ini yaitu sparite (45%). Dari hal

76
tersebut batuan ini termasuk kedalam jenis batuan sedimen karbonat
terumbu dan penamaan batuan tersebut adalah Batugamping Organik
menurut Grabau, 1904, Biolithite berdasarkan klasifikasi Folk, 1959,
Boundstone menurut klasifikasi Dunham, 1962, dan Framestone
menurut klasifikasi Embry Klovan, 1971.
 Dari pengamatan struktur, tekstur, dan komposisi penyusun batuan
sedimen ini berupa ukuran butir ¼-1/2 mm (pasir halus), bentuk butir
rounded, sortasi buruk, kemas tertutup, dan komposisi dari batuan ini
Allochem berupa fosil dari Mollusca (20 %) serta orthochem dari
batuan ini yaitu mikrit (80 %). Dapat dilakukan penamaan batuan
tersebut adalah Kalkarenit menurut Grabau, 1904, Biosparite
berdasarkan klasifikasi Folk, 1959, Unsorted biosparite menurut
klasifikasi Folk, 1962, Grainstone menurut klasifikasi Dunham, 1962,
dan Grainstone menurut klasifikasi Embry Klovan, 1971.
 Dari pengamatan struktur, tekstur, dan komposisi penyusun batuan
sedimen ini berupa ukuran butir, Bentuk butir, kemas, dan sortasi yang
tidak dapat ditentukan karena terbentuk dari fosil suatu organisme dan
komposisi dari batuan ini Allochem berupa fosil dari Coelentrata
(90%) serta orthochem dari batuan ini yaitu sparite (10%). Dari hal
tersebut batuan ini termasuk kedalam jenis batuan sedimen karbonat
terumbu dan penamaan batuan tersebut adalah Batugamping Organik
menurut Grabau, 1904, Biolithite berdasarkan klasifikasi Folk, 1959,
Boundstone menurut klasifikasi Dunham, 1962, dan Framestone
menurut klasifikasi Embry Klovan, 1971.
 Dari pengamatan struktur, tekstur, dan komposisi penyusun batuan
sedimen ini berupa ukuran butir, Bentuk butir, kemas, dan sortasi yang
tidak dapat ditentukan karena terbentuk dari fosil suatu organisme dan
komposisi dari batuan ini Allochem berupa fosil dari Coelentrata

77
(90%) serta orthochem dari batuan ini yaitu sparite (10%). Dari hal
tersebut batuan ini termasuk kedalam jenis batuan sedimen karbonat
terumbu dan penamaan batuan tersebut adalah Batugamping Organik
menurut Grabau, 1904, Biolithite berdasarkan klasifikasi Folk, 1959,
Boundstone menurut klasifikasi Dunham, 1962, dan Framestone
menurut klasifikasi Embry Klovan, 1971.
 Dari pengamatan struktur, tekstur, dan komposisi penyusun batuan
sedimen ini berupa ukuran butir, Bentuk butir, kemas, dan sortasi yang
tidak dapat ditentukan karena terbentuk dari fosil suatu organisme dan
komposisi dari batuan ini Allochem berupa fosil dari Coelentrata
(90%) serta orthochem dari batuan ini yaitu sparite (10%). Dari hal
tersebut batuan ini termasuk kedalam jenis batuan sedimen karbonat
terumbu dan penamaan batuan tersebut adalah Batugamping Organik
menurut Grabau, 1904, Biolithite berdasarkan klasifikasi Folk, 1959,
Boundstone menurut klasifikasi Dunham, 1962, dan Framestone
menurut klasifikasi Embry Klovan, 1971.
 Dari pengamatan struktur, tekstur, dan komposisi penyusun batuan
sedimen ini berupa ukuran butir ¼-1/2 mm (pasir halus), bentuk butir
rounded, sortasi buruk, kemas tertutup, dan komposisi dari batuan ini
Allochem berupa fosil dari Mollusca (10 %) serta orthochem dari
batuan ini yaitu mikrit (90 %). Dapat dilakukan penamaan batuan
tersebut adalah Kalkarenit menurut Grabau, 1904, Biomikrit
berdasarkan klasifikasi Folk, 1959, Sparse biomikrite menurut
klasifikasi Folk, 1962, Mudstone menurut klasifikasi Dunham, 1962,
dan Mudstone menurut klasifikasi Embry Klovan, 1971.

78
5.2 Saran
 Sebelum praktikum dimulai praktikan telah siap alat yang diperlukan dan
datang tepat waktu untuk kelancaran praktikum,
 Sebelum melakukan praktikum sebaiknya telah mempelajari apa yang akan
dilakukan agar praktikum lebih efisien.
 Dalam melakukan pendeskripsian batuan sebaiknya tenang dan
melakukannya dengan serius.
 Akan lebih baik untuk menambahkan waktu pendeskripsian untuk
memudahkan praktikan.

79
DAFTAR PUSTAKA

Geost, Flysh. 2016. Pengertian dan Faktor Pembentukan Batuan Sedimen Karbonat
Paparan. Pada website https://www.geologinesia.com/2016/06/pengertian-
dan-faktor-pembentukan-batuan-sedimen-karbonat-paparan.html?m=1
Syam, Kirman. 2015. Klasifikasi Batugamping Beradasarkan Folk dan Dunham. Pada
website https://www.kirmansyam.com/klasifikasi-batugampung-berdasarkan-
folk-dan-dunham.
Tim Asisten Petrologi. 2016. Buku Panduan Praktikum Petrologi 2016. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Tim Asisten Petrologi. 2017. Buku Panduan Praktikum Petrologi 2017. Semarang:
Universitas Diponegoro.

80
LAMPIRAN

81

Anda mungkin juga menyukai