2. Radiusman M. Pd
Oleh:
Kelompok 1
Kelas 3F
1. Miftahurrahmah (E1E019207)
2. Morina Anas Tasya (E1E019209)
3. Mu’azzam (E1E019210)
4. Nani Fitriani (E1E019220)
UNIVERSITAS MATARAM
2020
KATA PENGANTAR
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................2
Daftar Isi.....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................6
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan alat untuk memberikan cara berpikir, menyusun
pemikiran yang jelas dan tepat Hudojo (2005) menyatakan, matematika sebagai
suatu obyek abstrak, tentu saja sangat sulit dapat dicerna anak-anak sekolah
dasar (SD). Siswa SD belum mampuuntuk berpikir formal naka dalam
pembelajaran matematika sangat diharapkan bagi para pendidikan mengaitkan
proses belajar mengajar di SD dengan teori yang konkret.
salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah penyajian
didasarkan pada suatu teori psikologi belajar yang saat ini masih
dikembangkan oleh ahli pendidikan. Kemampuan memahami teori-teori belajar
ini merupakan salah satu kompetensi pedagogik guru, sehingga guru mampu
mengembangkan pembelajaran yang memuat tiga macam aktivitas yaitu,
ekplorasi, klarifikasi, dan refleksi.
Secara garis besar ada ada empat teori belajar, yaitu Behaviorisme,
Kognitif, Konstruktisme dan Humanisme. Empat aliran ini memiliki dua
pijakan berpikir yang sangat jelas perbedaannya. Cara pendang tentang proses
belajar tentunya akan mempengaruhi bagaimana cara guru mengajar. Dari
empat teori belajar tersebut lahirlah pendekatan belajar, model pembelajaran,
strategi pengajaran, hingga metodenya. Begitu pentingnya pengetahuan tentang
teori belajar ini bagi guru, sehingga guru mampu merancang pembelajarannya
sesuai dengan materi yang hendak dikembangkannya, level pengetahuan siswa,
dan teori belajar yang akan dirujuk.
B. Rumusan Masalah
4
6. Bagaimana penerapan teori kognitif terhadap pembelajaran matematika sd
7. Apa pengertian dari teori humanistik?
8. Bagaimana pandangan tokoh-tokoh mengenai teori humanistik
9. Bagaimana penerapan teori humanistik terhadap pembelajaran matematika
sd
10. Apa pengertian dari teori konstruktivisme?
11. Bagaimana pandangan tokoh-tokoh mengenai teori konstruktivisme?
12. Bagaimana penerapan teori konstruktivisme? terhadap pembelajaran
matematika sd
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Jordan,Stack & Carlile (2009) dalam Nahar (2016) inti dari
behaviorisme adalah (1) Behaviorisme berfokus pada peristiwa pembelajaran
yang diamati seperti yang ditunjukkan oleh hubungan stimulus dan respon, (2)
Belajar selalu melibatkan perubahan perilaku, (3) Proses mental harus
dikeluarkan dari studi ilmiah tentang belajar, (4) Hukum yang mengatur
pembelajaran berlaku untuk semua mahluk hidup, termasuk manusia, (5)
Mahluk hidup memulai hidup sebagai papan tulis kosong: tidak ada bawaan
perilaku, (6) Hasil Belajar dari peristiwa eksternal di lingkungan, (7)
Behaviorisme adalah teori deterministik: subjek tidak memiliki pilihan selain
untuk menanggapi rangsangan yang tepat.
6
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behaviorisme
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer
of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran
adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses
berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari
proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan
tersebut. Pelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap
pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau
guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Teori ini juga cocok diterapkan
untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang
dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
7
2. Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku
diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
8
C. Teori Belajar Menurut Skinner
Dalam bagian ini akan diuraikan teori belajar menurut Skinner. Burrhus
Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai
peranan yang amat penting dalam proses belajar.
Penguatan positif akan berbekas pada diri siswa. Mereka yang mendapat
pujian setelah berhasil menyeleaikan tugas atau menjawab pertanyaan dengan
benar biasanya akan berusaha memenuhi tugas berikutnya dengan penuh
semangat. Penguatan yang berbentuk hadiah atau pujian akan memotivasi
siswa untuk rajin belajar dan mempertahankan prestasinya. Penguatan yang
seperti ini sebaiknya segera diberikan dan jangan ditundatunda.
Penguatan negatif adalah bentuk stimulus yang lahir akibat dari fespon
sisw yang kurang atau tidak diharapkan. Penguatan negative diberikan agar
respon yang tidak diharapkan atau tidak menunjang pada pelajaran tidak
diulangi siswa. Penguatan negatif itu dapat berupa teguran, peringatan atau
sangsi. Namun untuk mengubah tingkah laku siswa dari negatif menjadi positif
guru perlu mengetahui psikologi yang dapat digunakan untuk memperkirakan
(memprediksi) dalam mengendalikan tingkah laku siswa.Di dalam kelas guru
mempunyai tugas untuk mengarahkan siswa dalam aktivitas belajar, karena
9
pada saat tersebut kontrol berada pada guru, yang berwenang memberikan
instruksi ataupun larangan pada siswanya.
10
h. Guru memberikan ucapan selamat dan reward kepada siswa yang
mempunyai kesalahan paling sedikit. Hal ini dilakukan asebagi penguatan,
agar siswa mau mengulang kembali prestasinya.
i. Guru bersama siswa membuat suatu kesimpulan dari kegiatan
pembelajaran
j. Guru melakukan evaluasi kegiatan pembelajaran dengan memberikan post
test, sebagai penguatan.
k. Guru memberikan umpan balik dari hasil post test siswa, dengan
memberikan pembetulan pada jawaban siswa yang salah serta memberikan
ucapan selamat dan reward kepada siswa yang mempunyai kesalahan
paling sedikit.
l. Guru memberikan pekerjaan rumah sebagai latihan penguatan.
1. 8 x 7 =....
penyelesaian :
11
dengan memberikan latihan secara rutin ini maka siswa bisa mudah untuk
menjawab soal yang berkaitan dengan perkalian 7. (drill and exercise).
Gredler dalam Uno (2006 : 10) menyatakan bahwa Teori belajar kognitif
merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar
daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih erat
dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Dalyono
(2007 : 34) bahwa Dalam teori belajar kognitif dinyatakan bahwa tingkah laku
seseorang tidak hanya dikontrol oleh “reward” dan “reinforcement”. Mereka
ini adalah para ahli jiwa aliran kognitifis. Menurut pendapat mereka, tingkah
laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal
atau memikirkan situasi di mana tingkah laku itu terjadi.
12
A. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
13
dan akomodasi bekerja sama dalam menghasilkan perubahan kognitif b.
Tahap-Tahap Piagetian Santrock (2008:47-60) menyatakan bahwa melalui
observasinya, Piaget juga menyakini bahwa perkembangan kognitif terjadi
dalam empat tahapan. Masing-masing tahap berhubungan dengan usia dan
tersusun dari jalan pikiran yang berbedabeda. Menurut Piaget, semakin banyak
informasi tidak membuat pikiran anak lebih maju. Kualitas kemajuannya
berbeda-beda. Tahapan Piaget itu adalah fase sensorimotor, pra operasional,
operasional konkret, dan operasional formal. Berikut ini penjelasannya
a) Tahap sensorimotor
Tahap ini, yang berlangsung sejak kelahiran sampai sekitar usia dua
tahun, adalah tahap Piagetian pertama. Dalam tahap ini, bayi menyusun
pemahaman dunia dengan mengoordinasikan pengalaman indra (sensory)
mereka (seperti melihat dan mendengar) dengan gerakan motor (otot)
mereka (menggapai, menyentuh) dan karenanya diistilahkan sebagai
sensorimotor. Pada awal tahap ini, bayi memperlihatkan tidak lebih dari
pola reflektif untuk beradaptasi dengan dunia. Menjelang akhir tahap ini,
bayi menunjukkan pola sensorimotor yang lebih kompleks. Piaget percaya
bahwa pencapaian kognitif penting di usia bayi adalah object permanence.
Ini berarti pemahaman bahwa objek dan kejadian terus eksis bahkan ketika
objek dan kejadian itu tidak dapat dilihat, didengar, atau disentuh.
Pencapaian kedua adalah realiasasi bertahap bahwa ada perbedaan atau
batas antara diri Anda dengan lingkungan Anda. Pemikiran ini akan kacau,
tak beraturan, dan tak bisa diprediksi. Menurut Piaget seperti inilah
kehidupan mental dalam bayi yang baru saja lahir. Jabang bayi tidak dapat
membedakan antara dirinya dan dunianya dan tidak punya pemahaman
tentang kepermanenan objek. Menjelang akhir periode sensorimotor, anak
bisa membedakan antara dirinya dan dunia sekitarnya dan menyadari bahwa
objek tetap ada dari waktu ke waktu.
b) Tahap pra-operasional
Tahap ini adalah tahap Plagetian yang kedua. Tahap ini berlangsung
kurang lebih mulai dari usia dua tahun sampai tujuh tahun. Ini adalah tahap
pemikiran yang lebih simbolis ketimbang pada tahap sensorimotor tetapi
14
tidak melibatkan pemikiran operasional. Namun tahap ini bersifat egosentris
dan intuitif ketimbang logis. Pemikiran pra-operasional bisa dibagi lagi
menjadi dua subtahap: fungsi simbolis dan pemikiran intuitif.
c) Tahap Operasional Konkret
Tahap Opersional Konkret adalah tahap perkembanga kognitif Piagetian
ketiga, dimulai dari sekitar umur tujuh tahun sampai sekitar sebelas tahun.
Pemikiran operasional konkret mencakup pengguna operasi. Penalaran
logika menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya dalam situasi konkret.
Kemampuan untuk menggolong-golongkan sudah ada. Tetapi belum bisa
memecahkan problem-problem abstrak. Operasi konkret adalah tindakan
mental yang bisa dibalikkan yang berkaitan dengan objek konkret nyata.
Operasi konkret membuat anak bisa mengoordinasikan beberapa
karakteristik, jadi bukan hanya fokus pada satu kualitas dari satu objek.
Pada level operasional konkret, anak-anak secara mental bisa melakukan
sesuatu yang sebelumnya hanya bisa mereka lakukan secara fisik, dan
mereka bisa membalikkan operasi konkret ini. Beberapa percobaan
Piagetian meminta anak untuk memahami hubungan antarkelas. Salah satu
tugas itu disebut seriation, yakni operasi konkret yang melibatkan stimuli
pengurutan di sepanjang dimensi kuantitatif (seperti panjang). Untuk
mengetahui apakah murid dapat mengurutkan, seorang guru bisa meletakan
delapan batang lidi dengan panjang yang berbeda-beda secara acak di atas
meja. Guru kemudian meminta murid untuk mengurutkan batang itu
berdasarkan panjangnya. Banyak anak kecil mengurutkannya dalam
kelompok batang “besar” atau “kecil” bukan berdasarkan urutan panjangnya
dengan benar. Aspek lain dari penalaran tentang hubungan antarkelas
adalah transivity. Ini adalah kemampuan untuk mengombinasikan hubungan
secara logis untuk memahami kesimpulan tertentu. Dalam kasus batang lidi,
misalkan tiga batang (A,B, dan C) berbeda panjangnya. A adalah yang
paling panjang, B panjangnya menengah, dan C adalah yang paling pendek.
Apakah anak memahami bahwa jika A>B, B>C, dan A>C? Menurut teori
Piaget, pemikiran konkret operasional bisa memahaminya, tetapi pemikiran
praoperasional tidak.
15
d) Tahap operasional Formal
Tahap ini, yang muncul pada usia tujuh sampai lima belas tahun, adalah
tahap keempat menurut teori Piaget dan kognitif terakhir. Pada tahap ini,
individu sudah mulai memikirkan pengalaman di luar pengalaman konkret,
dan memikirkannya secara lebih abstrak, idealis, dan logis. Kualitas
abstrak dari pemikiran operasional formal tampak jelas dalam pemecahan
problem verbal. Pemikir operasional konkret perlu melihat elemen konkret
A, B, dan C untuk menarik kesimpulan logis bahwa jika A = B dan B = C,
maka A = C. Sebaliknya, pemikir operasional formal dapat memecahkan
persoalan ini walau problem ini hanya disajikan secara verbal. Selain
memiliki kemampuan abstraksi, pemikir operasional formal punya
kemampuan untuk melakukan idealisasi dan membayangkan kemungkinan-
kemungkinan. Pada tahap ini, remaja mulai melakukan pemikiran spekulasi
tentang kualitas ideal yang mereka inginkan dalam diri mereka dan diri
orang lain.
16
a. Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau
pengalaman baru,
c. Tahap evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap
kedua tadi benar atau tidak. (Syah, 2009)
17
kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di
atas (tahap pertama).
c) Tahap simbolik, tahap simbolik adalah tahap dimana peserta didik
membuat abstraksi berupa teori-teori, penafsiran, analisis dan sebagainya,
terhadap realitas yang telah diamati dan dialami. Pada tahap simbolik ini,
pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbolsimbol abstrak
(abstract symbols'), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan
kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-
simbol verbal
Contoh soal:
Penyelesaian
15+5 = 20
18
Disini siswa bisa menghitung menggunkaan alat hitung yang sudah dibawa,
misalnya seperti lidi, sedotan, dan buah kancing. Misalnya jika menggunakan
lidi, siswa bisa menjumlahkan dengan cara menyisihkan 15 lidi dan di tambah
lagi menyisihkan 5 lidi kemudian lidi-lidi tersebut digabungkan dan dihitung
jumlahnya sehingga siswa bisa menyelesaikan penjumlahan tersebut.
A. Abraham Maslow
19
Terkenal sebagai bapak aliran psikologi humanistic, ia yakin bahwa
manusia berperilaku guna mengenal dan mengapresiasi dirinya sebaik-baiknya.
Teori yang termasyhur hingga saat ini yaitu teori hirarki kebutuhan.
Menurutnya manusia terdorong guna mencukupi kebutuhannya. Kebutuhan-
kebutuhan itu mempunyai level, dari yang paling dasar hingga level tertinggi.
Dalam teori psikologinya yaitu semakin besar kebutuhan maka pencapaian
yang dipunyai oleh individu semakin sungguh-sungguh menggeluti sesuatu.
Perspektif ini diasosiasikan secara dekat dengan keyakinan Abraham Maslow
(1954, 1971) bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipenuhi sebelum
kebutuhan yang lebih tinggi dapat dipuaskan. Menurut hierarki kebutuhan
Maslow, pemuasan kebutuhan seseorang dimulai dari yang terendah yaitu: 1)
fisiologis, 2) rasa aman, 3) cinta dan rasa memiliki, 4) harga diri, 5) aktualisasi
diri.
20
Dalam artian, manusia yang katakanlah melarat, bisa jadi selalu terdorong
akan kebutuhan tersebut.
21
5. Kebutuhan Aktualisasi-Diri (Self Actualization)
B. Carl Rogers
Menurut Rogers dalam Jamil Suprihatiningrum, ada dua tipe belajar, yaitu
kognitif (kebermaknaan) dan eksperimental (pengalaman). Guru memberikan
makna (kognitif) bahwa tidak membuang sampah sembarangan dapat
mencegah terjadinya banjir. Jadi, guru perlu menghubungkan pengetahuam
akademik ke dalam pengetahuan bermakna. Sementara experimental learning
melibatkan peserta didik secara personal, berinisiatif, termasuk penilaian
terhadap diri sendiri (self assesment). Carl Rogers menyatakan bahwa peserta
didik yang belajar hendaknya tidak ditekan, melainkan dibiarkan belajar bebas,
22
peserta didik diharapkan bisa mengambil sebuah langkah sendiri dan berani
bertanggung jawab atas langkah-langkah yang diambilnya sendiri. Dalam
konteks tersebut, Rogers menyatakan ada lima hal yang penting dalam proses
belajar humanistic, yaitu sebagai berikut. .
1. Confluent Education
Confluent education adalah proses pendidikan yang memadukan antara
pengalaman afektif dan belajar kognitif (pengetahuan) di dalam kelas. Hal
ini adalah cara yang sangat bagus untuk melibatkan peserta didik secara
pribadi dalam bahan pelajaran. Dalam pembelajaran ini siswa tidak hanya
23
memperhatikan atau membaca, tetapi siswa juga dapat merasakan,
menuliskan, menghayati, berdebat yang positif, dan menyampaikan
pendapat mereka.
2. Cooperative Learning
Pembelajaran cooperative learning mengacu pada metode pembelajaran,
yang mana peserta didik bekerja sama dengan kelompok kecil dan saling
membantu dalam belajar. Menurut pernyataan Salvin, anggota-anggota
kelompok bertanggung jawab atas ketuntasan tugas-tugas kelompok dan
mempelajari materi sendiri.
24
Beberapa ciri yang diungkapkan Haglund tersebut sebenarnya mengarah
pada ciri-ciri pembelajaran yang menekankan pada aspek berpikir kreatif
atau kreativitas siswa. Berpikir kreatif sebagai proses mental dan
kreativitas sebagai sebuah produk dari berpikir kreatif diindikasikan
dengan beberapa aspek yang akan dijelaskan berikut.
25
dibagikan pada setiap kelompok. Dalam tahap pelaksanaannya, siswa akan
membuat menara setinggi mungkin dengan menyusun beberapa benda yang
sudah dipersiapkan guru. Kemudian mengidentifikasi benda-benda ruang
yang digunakan. Setelah itu, siswa mengukur tinggi menara dengan: manik-
manik, buku, atau jengkal. Siswa juga diberi kesempatan untuk
menggambarkan menara yang mereka buat
Contoh Soal
1. Ibu memberi uang pada Roma sebanyak Rp 65.000 untuk dibelikan gula 4
kg. Harga gula perkilonya adalah Rp 15.000, berapa sisa uang Roma
setelah membeli gula?
Penyelesaian :
Uang Roma 65.000
1 kg gula = : 15.000
45×15.000 = 60.000
65.000-60.000 = 5.000
Jadi sisa uang Roma setelah membeli gula adalah Rp 5.000
26
didik tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki
tujuan, (2) belajar harus mempertimbangkan seoptimal mungkin proses
keterlibatan peserta didik, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang dating dari
luar, melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah
transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi lingkungan
belajar, dan (5) kurikulum bukanlah sekedar hal dipelajari, melainkan
seperangkat pembelajaran, materi dan sumber.
Masnur Muslich (dalam Supriono, 2015, hlm. 2) pembelajaran yang
berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri
secara aktif, kreaktif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan
pengalaman belajar yang bermakna. Manusia harus mengkonstruksi terlebih
dahulu pengetahuan tersebut dan memberikan makna melalui pengalaman
nyata. Pembelajaran konstruktivisme dapat menjadikan peserta didik lebih
mudah memahami konsep, dalam pembelajaran bangun ruang diharapkan
peserta didik akan memahami konsep bangun ruang secara utuh dari
pengetahuan riil menuju pengetahuan secara abstrak.
11. Pandagan Tokoh-tokoh Konstruktivisme Terhadap Teori Belajar
Konstruktivisme
A. John Dewey
Dewey dan Pembelajaran Demokratis Pembelajaran berbasis masalah
menemukan akar intelektualnya pada penelitian John Dewey (Ibrahim &
Nur, 2004). Dalam demokrasi dan pendidikan Dewey menyampaikan
pandangan bahwa sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang
lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk memecahkan masalah
kehidupan nyata. Ilmu mendidik Dewey menganjurkan pembelajar untuk
mendorong pebelajar terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi masalah
dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual dan
social. Dewey juga menyatakan bahwa pembelajaran disekolah seharusnya
lebih memiliki manfaat dari pada abstrak dan pembelajaran yang memiliki
manfaat terbaik dapat dilakukan oleh pebelajar dalam kelompok-kelompok
kecil untuk menyelesaikan proyek yang menarik dan pilihan mereka
sendiri.
27
B. Jean Piaget
Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan diatas pandangan
konstruktivis kognitif (Ibrahim dan Nur, 2004). Pandangan ini banyak
didasarkan teori Piaget. Piaget mengemukakan bahwa pebelajar dalam
segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan
membangun pengetahuan mereka sendiri. Bagi Piaget pengetahuan adalah
konstruksi (bentukan) dari kegiatan/tindakan seseorang (Suparno, 1997).
Pengetahuan tidak bersifat statis tetapi terus berevolusi. Seperti halnya
Piaget, Vygotsky juga percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi
pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang
dan ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan
oleh pengalaman ini (Ibrahim & Nur, 2004). Untuk memperoleh
pemahaman individu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan
awal yang telah dimiliki.
C. Vygotsky
Piaget memandang bahwa tahap-tahap perkembangan intelektual
individu dilalui tanpa memandang latar konteks sosial dan budaya individu.
Sementara itu, Vygotsky memberi tempat lebih pada aspek sosial
pembelajaran. Ia percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain
mendorong terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan
intelektual pembelajar. Implikasi dari pandangan Vygotsky dalam
pendidikan adalah bahwa pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial
dengan pembelajar dan teman sejawat. Melalui tantangan dan bantuan dari
pembelajar atau teman sejawat yang lebih mampu, pebelajar bergerak ke
dalam zona perkembangan terdekat mereka dimana pembelajaran baru
terjadi
D. Jerome Bruner
Bruner adalah adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan
psikologi belajar kognitif. Ia telah mengembangkan suatu model
instruksional kognitif yang sangat berpengaruh yang disebut dengan belajar
penemuan. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan
pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya
28
memberikan hasil yang lebih baik. Berusaha sendiri untuk pemecahan
masalah dan pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan
yang benar-benar bermakna (Dahar, 1998).Bruner menyarankan agar
pebelajar hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-
konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperopleh
pengetahuan. Perlunya pembelajar penemuan didasarkan pada keyakinan
bahwa pembelajaran sebenarnya melalui penemuan pribadi
29
menyelesaikan soal sehingga peserta didik dapat menjawab dengan benar.
Contoh desain dan implementasi pembelajaran matematika melalui pendekatan
konstruktivisme.
Rubiana mempunyai sejumlah permen, kemudian ayah memberi permen lagi
kepada Chandra sebanyak 5 kantong, disetiap kantongnya berisi 50 buah
permen. Rubiana sekarang mempunyai 300 buah permen. Berapa banyak
permen Rubiana semula?
Jawab:
Langkah penyelesaiainnya adalah sebagai berikut:
n + ( 5 x 50 ) = 300
n + 250 = 300
n = 300 – 250
n = 50
30
pengertian yang lebih mendalam, maka diperlukan bimbingan guru. Yang
diutamakan adalah menuliskan kalimat matematikanya dengan benar,
kemudian dilanjutkan dengan ketelitian menghitungnya. Untuk mencari
jawaban tersebut peserta didik diharapkan dapat memahami masalah, dan
mampu merencanakan penyelesaian, serta dapat menemukan pengerjaan
hitung yang diperlukan, dan akhirnya dapat menyelesaikan sesuai dengan
apa yang ditanyakan dalam soal.
31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
32
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
33
Abraham, Maslow. (1954-1971). Teori Belajar Humanistik. Yogyakarta. Jurnal
pendidikan
Amsari, Dina & Mudjiran. 2018. Implikasi teori belajar e.thorndike
(behavioristik) dalam pembelajaran matematika. Jurnal Basicedu. Vol
2(2) : 52-60.
Anidar, Jum. 2017. Teori Belajar Menurut Aliran Kognitif Serta Implikasinya
Dalam Pembelajaran. Vol 3 no 2. 29 Agustus 2020.
Nahar, Novi Irwan. 2016. Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Proses
Pembelajaran. (Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial). Volume 1 Desember 2016
34
t
&
source=we
b
&
rct=
j
&
url=https://osf.io/r2z8d/downloa
d
&
ved=2ahUKEwjDyK63xsTrAhWNbisKHYE9A5MQFjACegQIDBA
I&usg=AOvVaw0IZxW7XgxCUoNcWIeueVFx
Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan: Edisi Kedua. Jakarta: Kencana.
Sumantri, Budi Agus dan Nurul Ahmad. 2019. Teori Belajar Humanistik dan
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jurnal
Pendidikan Dasar. Vol 3( 2) : 1-18
Suwaningsih, Erna. Bahan Belajar Mandiri: Pendekatan Dalam Dunia
Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo. 2011
Syah, Muhibbin, 2009, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung:
Remaja Rosda Karya
Uno, Hamzah B. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
35
Wiradinanta, rochanda. 2018. Revoluiss Kognitif Melalui Penerapan
Pembelajaran Teori Brunner Dalam Menyempurnakan Pendidikan Perilaku.
Jurnal kajian pendidikan ekonomi dan ilmu ekonomi. Vol 2 no 1. 29 agustus
2020
36