Anda di halaman 1dari 17

PAPER

PNEUMONIA

Disusun Sebagai salah satu persyaratan mengikuti kepaniteraan klinik senior SMF
Ilmu Penyakit Dalam di RSU Haji Medan

Disusun Oleh :

Yuliyana
NIM 20360160

Pembimbing : dr. Siti Taqwa Fitria Lubis Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSU HAJI MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MALAHAYATI LAMPUNG
2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

referat ini guna memenuhi persyaratan kapaniteraan klinik senior di bagian ilmu

Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Haji Medan dengan judul “Pneumonia”.

Shalawat dan salam tetap terlafatkan kepada Nabi Muhammad SAW

beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita ke zaman yang

penuh ilmu pengetahuan, beliau adalah figur yang senantiasa menjadi contoh suri

tauladan yang baik bagi penulis untuk menuju ridho Allah SWT.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

dosen pembimbing KKS yaitu dr. Siti Taqwa Fitria Lubis, Sp.PD dibagian Ilmu

Penyakit Dalam. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Paper masih terdapat

banyak kekurangan baik dalam cara penulisan maupun penyajian materi. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca

sehingga bermanfaat dalam penulisan Paper selanjutnya. Semoga Paper ini

bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penulis.

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................i

DAFTAR ISI .......................................................................................................................ii

BAB I ....................................................................................................................................1

PENDAHULUAN ................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................1

BAB II ..................................................................................................................................2

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................2

2.1 Definisi ..................................................................................................................2

2.2 Epidemiologi .........................................................................................................2

2.3 Etiologi ..................................................................................................................3

2.4 Gambaran klinis ....................................................................................................4

2.5 Patogenesis ............................................................................................................4

2.6 Klasifikasi..............................................................................................................5

2.7 Diagnosis ...............................................................................................................6

2.8 Tatalaksana ............................................................................................................7

2.9 Komplikasi ..........................................................................................................10

2.10 Pencegahan ..........................................................................................................11

2.11 Prognosis .............................................................................................................12

BAB III ...............................................................................................................................13

KESIMPULAN ..................................................................................................................13

3.1 Kesimpulan ...............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pada masa yang lalu pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia tipikal


yang disebabkan oleh S.pneumoniae dan atipikal yang disebabkan kuman atipik
seperti halnya M.pneumoniae. Kemudian ternyata manifestasi dari patogen lain
seperti H.influenza, S.aureus dan bakteri gram negarif memberikan sindrom klinik
yang identik dengan pneumonia oleh S.pneumoniae dan bakteri lain dan virus dapat
menimbulkan gambaran yang sama dengan pneumonia oleh M.pneumoniae.
Sebaliknya Legionella spp dan virus dapat memberikan gambaran pneumonia yang
bervariasi luas. Karena itu istilah tersebut tidak lagi dipergunakan (Dahlan, 2014).

Pada perkembangannya pengelolaan pneumonia telah dikelompokkan


pneumonia yang terjadi di rumah sakit Pneumonia Nosokomial (PN), kepada
kelompok pneumonia yang berhubungan dengan pemakaian ventilator (PBV),
ventilator associated pneumonia (VAP) dan yang didapat di pusat perawatan
kesehatan (PPK), health care associated pneumonia (HCAP). Dengan demikian
pneumonia saat ini dikenal 2 kelompok utama yaitu dirumah perawatan (PN) dan
pneumonia komunitas (PK) yang didapat di masyarakat. Disamping kedua bentuk
utama ini terdapat pula pneumonia bentuk khusus yang masih sering dijumpai
(Dahlan, 2014).

Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka


kematiannya tinggi, tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara maju
seperti Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara Eropa lainnya. Laporan WHO
menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia
adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Pneumonia di
Amerika merupakan penyebab kematian ke-4 pada usia lanjut, dengan angka
kematian 169,7 per 100.000 penduduk. Pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor sembilan di Brunei, nomor tujuh di Malaysia, nomor tiga di Singapura,
nomor enam di Thailand, dan nomor tiga di Vietnam. Data Kementrian Kesehatan
(Kemenkes) 2015 menunjukkan bahwa prevalens pneumonia di Indonesia adalah
0,63%. Lima provinsi di Indonesia yang mempunyai insidens dan prevalens
pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur, Papua,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan (Irawan R, Reviono,
Harsini, 2019).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pneumonia adalah infeksi atau peradangan akut pada parenkim atau jaringan
paru yang diakibatkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit. Pneumonia dapat
menyerang siapa saja, baik anak-anak, dewasa muda atau orang tua (PDPI, 2018).
Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru, bronkiolus respiratorius
dan alveoli, menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga dapat mengganggu
pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paru (Rachmawati, leksana, 2014).
Pneumonia adalah peradangan paru oleh bakteri dengan gejala berupa panas tinggi
disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit), sesak, serta
gejala lainnya sakit kepala, gelisah dan nafsu makan berkurang (Irawan R, Reviono,
Harsini, 2019). .Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa
alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab
dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi (Dahlan, 2014).

2.2 Epidemiologi

Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka


kematiannya tinggi, tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara maju
seperti Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara Eropa lainnya. Laporan WHO
menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia
adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Pneumonia di
Amerika merupakan penyebab kematian ke-4 pada usia lanjut, dengan angka
kematian 169,7 per 100.000 penduduk. Pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor sembilan di Brunei, nomor tujuh di Malaysia, nomor tiga di Singapura,
nomor enam di Thailand, dan nomor tiga di Vietnam. Data Kementrian Kesehatan
(kemenkes) 2015 menunjukkan bahwa prevalens pneumonia di Indonesia adalah
0,63%. Lima provinsi di Indonesia yang mempunyai insidens dan prevalens

2
pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur, Papua,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan (Irawan R, Reviono,
Harsini, 2019).

2.3 Etiologi

a. Bakteri
Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu :
1. Typical organisme
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :
- Streptococcus pneumonia : merupakan bakteri anaerob facultatif. Bakteri patogen
ini di temukan pneumonia komunitas rawat inap di luar ICU sebanyak 20-60%,
sedangkan pada pneumonia komunitas rawat inap di ICU sebanyak 33%.
- Staphylococcus aureus : bakteri anaerob fakultatif. Pada pasien yang diberikan
obat secara intravena (intravena drug abusers) memungkan infeksi kuman ini
menyebar secara hematogen dari kontaminasi injeksi awal menuju ke paru-paru.
Kuman ini memiliki daya taman paling kuat, apabila suatu organ telah terinfeksi
kuman ini akan timbul tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan
abses. Methicillin-resistant S. Aureus (MRSA) memiliki dampak yang besar dalam
pemilihan antibiotik dimana kuman ini resisten terhadap beberapa antibiotik.
- Enterococcus (E. faecalis, E faecium) : organisme streptococcus grup D yang
merupakan flora normal usus.
Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering menyerang pada
pasien defisiensi imun (immunocompromised) atau pasien yang di rawat di rumah
sakit, di rawat di rumah sakit dalam waktu yang lama dan dilakukan pemasangan
endotracheal tube. Contoh akteri gram negatif dibawah adalah :
- Pseudomonas aeruginosa : bakteri anaerob, bentuk batang dan memiliki bau yang
sangat khas.
- Klebsiella pneumonia : bakteri anaerob fakultatif, bentuk batang tidak berkapsul.
Pada pasien alkoholisme kronik, diabetes atau PPOK (Penyakit Paru Obstruktif
Kronik) dapat meningkatkan resiko terserang kuman ini.

3
- Haemophilus influenza : bakteri bentuk batang anaerob dengan berkapsul atau
tidak berkapsul. Jenis kuman ini yang memiliki virulensi tinggu yaitu encapsulated
type B (HiB).

2. Atipikal organisme
Bakteri yang termasuk atipikal ada alah Mycoplasma sp. , chlamedia sp. ,
Legionella sp.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet , biasanya
menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi. Diduga virus penyebabnya adalah
cytomegalivirus , herpes simplex virus, varicella zooster virus.
c. Jamur
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur
oportunistik, dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup udara.
Organisme yang menyerang adalah Candida sp. , Aspergillus sp. , Cryptococcus
neoformans.
2.4 Gambaran klinis
Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk
(baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen,
atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya
adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena
nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada
bagian bawah saat bernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus,
perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan
pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.

2.5 Patogenesis
Patogenesis pneumoni terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan imunitas,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu
sama lain. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.
Adanya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan

4
tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit. Ada beberapa cara mikroorganisme
mencapai permukaan: 1) Inokulasi langsung; 2) Penyebaran melalui darah; 3)
Inhalasi bahan aerosol, dan 4) Kolonosiasi di permukaan mukosa. Dari keempat cara
tersebut, cara yang terbanyak adalah dengan kolonisasi.

Secara inhalasi terjadi pada virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria


atau jamur. Kebanyakan bakteria dengan ukuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat
mencapai brokonsul terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug
abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang sangat tinggi 108-
10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.

2.6 Klasifikasi
Pneumonia dibagi menjadi 3 yaitu community acquired pneumonia (CAP)
atau pneumonia komunitas, hospital acquired pneumonia (HAP) dan ventilator
associated pneumonia (VAP). Pneumonia yang sering terjadi dan bersifat serius
adalah pneumonia komunitas (PDPI, 2018)

1) Community-Acquired Pneumonia

Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius ini sering di


sebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumonia (Penicillin sensitive and
resistant strains ), Haemophilus influenza (ampicillin sensitive and resistant strains)
and Moraxella catarrhalis (all strains penicillin resistant). Ketiga bakteri tersebut
dijumpai hampir 85% kasus CAP. CAP biasanya menular karena masuk melalui
inhalasi atau aspirasi organisme patogen ke segmen paru atau lobus paru-paru
(Rachmawati, leksana, 2014).

5
2) Hospital-Acquired Pneumonia

Berdasarkan America Thoracic Society (ATS) , pneumonia nosokomial


( lebih dikenal sebagai Hospital-acquired pneumonia atau Health care-associated
pneumonia ) didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul setelah lebih dari 48 jam
di rawat di rumah sakit tanpa pemberian intubasi endotrakeal. Terjadinya pneumonia
nosokomial akibat tidak seimbangnya pertahanan inang dan kemampuan kolonisasi
bakteri sehingga menginvasi traktus respiratorius bagian bawah. Bakteria yang
berperan dalam pneumonia nosokomial adalah P. Aeruginosa , Klebsiella sp, S.
Aureus, S.pneumonia. Penyakit ini secara signifikan akan mempengaruhi biaya
rawat di rumah sakit dan lama rawat di rumah sakit. ATS membagi pneumonia
nosokomial menjadi early onset (biasanya muncul selama 4 hari perawatan di rumah
sakit) dan late onset (biasanya muncul setelah lebih dari 5 hari perawatan di rumah
sakit). Pada early onset pneumonia nosokomial memili prognosis baik dibandingkan
late onset pneumonia nosokomial; hal ini dipengaruhi pada multidrug-resistant
organism sehingga mempengaruhi peningkatan mortalitas (Rachmawati, leksana,
2014).

3) Ventilator-Acquired pneumonia

Pneumonia berhubungan dengan ventilator merupakan pneumonia yang


terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi trakea.Ventilator adalah alat
yang dimasukan melalui mulut atau hidung, atau melalu lubang di depan leher.
Infeksi dapat muncul jika bakteri masuk melalui lubang intubasi dan masuk ke paru-
paru(Rachmawati, leksana, 2014).

2.7 Diagnosis
 Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan
dengan faktor infeksi: (Dahlan, 2014).
a. Evaluasi faktor pasien/ predisposisi
b. Bedakan lokasi infeksi
c. Usia pasien
d. Awitan
6
 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang
melemah, disertai ronkhi halus (Fauci, Braunwald, Kasper et al., 2012).
 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsoludasi dengan
gambaran air bronkhogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran
kavitas.
2. Pemeriksaan laboraturium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit
(leukositosis)
3. Pemeriksaan bakteriologis
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya S. Pneumonia. Pemeriksaan Kultur merupakan pemeriksaan
utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya.
4. Pemeriksaan khusus
Analisa gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan
oksigen (Dahlan, 2014).

2.8 Tatalaksana
Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan
antibiotik tertentu terhadap infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik bertujuan
untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan tetapi
sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan terapi suportif perlu
diberikan untuk menjaga kondisi pasien

A. Terapi antibiotik

7
Pemberian Antibiotik Secara Empiris Pada CAP
Pasien berobat jalan
Pasien yang sebelumnya sehat dan tidak menggunakan antibiotika pada 3 bulan
terakhir
 Macrolide [klaritromisin (500mg PO bid) atau azitromisisn (500mg PO sekali,
kemudian 250 mg od) atau
 Doksisiklin (100mg PO bid)
Pasien dirawat, non ICU
 Fluorokuinolon respirasi [moksifloksasin (400 mg PO atau IV od), gemifloksasin
(320mg PO od), levofloksasin (750 mg PO atau IV od)
Pasien dirawat , ICU
 β – laktam (sefotaksim 1-2 g IV q8h), seftriakson (2 g IV od) plus
 Azitromisisn atau fluoroquinolon

Pemberian Antibiotik Secara Empiris Pada Pneumonia Tanpa Faktor Resiko


Multidrug Resistant (MDR)
Seftriakson (2g IV q24h) atau
Moksifloksasin (400mg IV q24h), ciprofloksasin (400mg IV q8h), atau
levofloksasin (750 mg IV q24h) atau
Ampisilin/sulbaktam (3 g IV q6h) atau Ertapenem (1 g IV q24h)

Pemberian antibiotik secara empiris pada pneumonia dengan faktor resiko


multidrug resistant (MDR)
1. β-laktam : seftazidim (2 g IV q8h) atau sefepim (2 g IV q8-12h) atau Pipersilin
(4,5 g IV q6h), imipenem (500 mg IV q6h)
2. Obat kedua yang aktif terhadap patogen gram negatif Gentamisin ( 7 mg/kg IV
q24h) atau amikasin (20 mg/kg IV q24h) atau siprofloksasin (400 mg IV q8h) atau
levofloksasin (750 mg IV q24h)
3. Obat aktif terhadap bakteri patogen gram positif : Linezolid (600mg IV q12h)
atau Vankomisin (15 mg/kg, sampai 1 g IV, q12h)

8
B. Terapi suportif

1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan

pemeriksaan analisis gas darah.

2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat

disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.

3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan

napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan

ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan

pernapasan.

4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan

paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia

bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada

keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud

mengencerkan dahak tidak diperkenankan.

5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak

bermanfaat pada keadaan renjatan septik.

6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila

terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.

7. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia

adalah:

a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan

menggunakaan masker. Kosentrasi O2 yang tinggi menyebabkan

penurunan pulmonary compliance hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam

9
hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi dan

menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.3

b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan

atau didapat asidosis respiratorik.

c. Respiratory arrest.

d. Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.

8. Drainase empiema bila ada.

9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang

didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan

CO2 yang berlebihan (Dahlan, 2014).

2.9 Komplikasi
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko tinggi,
mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti bakteremia (sepsis), abses paru,
efusi pleura, dan kesulitan bernapas (National Health Services, 2014). Dapat terjadi
komplikasi pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada pneumonia pneumokokkus
dengan bakteriemi dijumpai pada 10% kasus berupa meningitis, arthritis,
endokarditis, perikarditis, peritonitis dan empiema. Terkadang dijumpai komplikasi
ekstrapulmoner non infeksius bisa dijumpai yang memperlambat resolusi gambaran
radiologi paru , antara lain gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru atau infark paru,
dan infark miokard akut. Dapat terjadi komplikasi lain berupa acute respiratory
distress syndrome (ARDS), gagal organ jamak dan komplikasi lanjut berupa
pneumonia nosokomial (Dahlan, 2014).

2.10 Pencegahan
Terdapat 3 jenis vaksin untuk pencegahan pneumonia yaitu pnemoococcal
polysaccharide vaccine, inactivated influenza vaccine dan live attenuated influenza
vaccine.

10
1. Vaksin pnemoococcal polysaccharide direkomendasikan untuk orang usia 65
tahun, usia 2-64 tahun dengan risiko tinggi pneumonia dan perokok.
Kelompok risiko tinggi dimaksud adalah penyakit kardiovaskular kronik,
penyakit paru kronik, diabetes mellitus, alkoholisme, aspkenia, kondisi atau
status imunokompromais dan penghuni panti (fasilitas pelayanan jangka
panjang)
2. Vaksin inactivated influenza direkomendasikan pada usia 50 tahun, orang
dengan penyakit kardiovaskular kronik, penyakit paru kronik (termasuk
asma), penyakit metabolik termasuk DM, gangguan fungsi ginjal,
hemoglobulinopati, keadaan atau status imunokompromais, gangguan fungsi
paru termasuk peningkatan risiko aspirasi, kehamilan, penghuni panti.
3. Vaksin live attenuated influenza direkomendasikan untuk orang usia 4-59
tahun dan tidak diberikan pada kelompok risiko tinggi
4. Pasien pneumonia yang masih merokok harus berhenti merokok
5. Perokok sebaiknya dilakukan vaksinasi baik pneumokokal maupun influenza
6. Memperlihatkan pencegahan dan pengendalian infeksi kebersihan
pernapasan yaitu: cuci tangan dengan air megalir setelah kontak dengan
pasien influenza, pasien menggunakan masker (PDPI, 2018).

2.11 Prognosis
Kejadian PK di Amerika Serikat adalah 3,4-4 juta kasus per tahun, dan 20%
diantaranya perlu dirawat di RS. Secara umum, angka kematian pneumonia oleh
pneumokokkus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada lanjut usia dengan
kondisi yang buruk. Pneumonia dengan influenza di Amerika Serikat merupakan
penyebab kematian terbesar ke-6 dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada
lanjut usia, yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien PK yang dirawat di ICU adalah
sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan faktor modifikasi yang ada
pada pasien (Dahlan, 2014).

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pneumonia adalah infeksi atau peradangan akut pada parenkim atau jaringan
paru yang diakibatkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit. Pneumonia dapat
menyerang siapa saja, baik anak-anak, dewasa muda atau orang tua. Pneumonia
dibagi menjadi 3 yaitu community acquired pneumonia (CAP) atau pneumonia
komunitas, hospital acquired pneumonia (HAP) dan ventilator associated pneumonia
(VAP). Pneumonia yang sering terjadi dan bersifat serius adalah pneumonia
komunitas. penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan antibiotik tertentu
terhadap infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik bertujuan untuk memberikan
terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika

12
definitif diberikan antibiotik empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk
menjaga kondisi pasien. Terdapat 3 jenis vaksin untuk pencegahan pneumonia yaitu
pnemoococcal polysaccharide vaccine, inactivated influenza vaccine dan live
attenuated influenza vaccine. Secara umum, angka kematian pneumonia oleh
pneumokokkus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada lanjut usia dengan
kondisi yang buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Dahlan Z. 2014. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

Fauci, Braunwald, Kasper et al. 2012. Harrison : Manual Kedokteran. Jilid 2.


Tanggerang.

Irawan, R., Reviono, R. and Harsini, H., 2019. Correlation Between Copeptin and
PSI with Intravenous to Oral Antibiotic Switch Theraphy and Length of Stay
in Community-Acquired Pneumonia. Jurnal Respirologi Indonesia, 39(1),
pp.44-53.

Kemenkes RI. 2015. Pneumonia Report Viewer Jakarta: Republik Indonesia


Kementrian Kesehatan.

13
National Health Services. Pneumonia : Pneumonia Complication. 2014. Akses
online pada tanggal 3 Maret 2017 di
www.nhs.uk/Conditions/Pneumonia/Pages/Complication.aspx

PDPI. 2018. Pneumonia komuniti-pedoman diagnosis dan penatalaksaan di


Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Rahmawati, F.A. and Leksana, E., 2014. ANGKA KEJADIAN PNEUMONIA PADA


PASIEN SEPSIS DI ICU RSUP DR. KARIADI SEMARANG (Doctoral
dissertation, Faculty of Medicine Diponegoro University).

Wunderink RG, Watever GW. 2014. Community-acquired pneumonia. N Engl J


Med.2014;370:543-51.

14

Anda mungkin juga menyukai