Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia adalah negara kepulauan, memiliki tanah yang luas serta subur. Hal tersebut
menandahkan bahwa indonesia mempunyai sebuah potensi dalam berbagai bidang salah
satunya ialah peternakan. Banyak usaha peternakan yang sudah dikenal luas oleh
masyarakat mulai dari hulu sampai hilir contohnya seperti beternak sapi, ayam, domba,
kambing, babi, dan banyak lagi. Begitu juga dengan usaha pesutraan yang tidak kala
menjanjikan dimana sutra adalah salah satu komoditas yang cukup penting dalam
menyumbang perolehan devisa negara adalah pengembangan ulat sutera dengan
perkebunan murbeinya. Sutera alam merupakan salah satu komoditi untuk memenuhi
kebutuhan di dalam negeri maupun untuk pengembangan ekspor, baik berupa kokon,
benang maupun barang jadi.

Kegiatan persuteraan merupakan suatu kegiatan agroindustri yang mencakup dua


aspek yang saling berhubungan, yaitu aspek budidaya dan aspek produksi. Aspek
budidaya meliputi usaha pengelohan tanaman murbei sebagai makanan ulat, produksi
telur dan bibit ulat sutera, serta kegiatan pemeliharaan ulat sampai membentuk kokon
yang siap panen. Usaha sutera alam termasuk pada usaha yang relatif mudah dikerjakan,
berteknologi sederhana, bersifat padat karya, cepat menghasilkan dan bernilai ekonomis
tinggi. Kegiatan persuteraan alam juga merupakan salah satu upaya rehabilitasi lahan dan
konservasi tanah, serta merupakan salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan daya
dukung dan produktivitas lahan terutama pada lahanlahan yang belum optimal
dimanfaatkan.

Usaha pesutraan juga memiliki tantanganya sendiri yaitu mulai dari masalah lahan
untuk tanaman pakan, modal yang dimiliki, sumberdaya manusianya dan banyak lagi.
Oleh dari itu makalah ini ditulis agar masyarakat mengetauhi masalah dari usaha
pesutraan serta mampu menangani terkait permasalahan yang terjadi.

Kegiatan persuteraan alam merupakan suatu kegiatan agroindustri yang mencakup


dua
aspek yang saling berhubungan, yaitu aspek budidaya dan aspek produksi. Aspek budidaya
meliputi usaha pengelohan tanaman murbei sebagai makanan ulat, produksi telur dan bibit
ulat sutera, serta kegiatan pemeliharaan ulat sampai membentuk kokon yang siap
panenKegiatan persuteraan alam merupakan suatu kegiatan agroindustri yang mencakup dua
aspek yang saling berhubungan, yaitu aspek budidaya dan aspek produksi. Aspek budidaya
meliputi usaha pengelohan tanaman murbei sebagai makanan ulat, produksi telur dan bibit
ulat sutera, serta kegiatan pemeliharaan ulat sampai membentuk kokon yang siap panen.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah ini adalah apa saja masalah dalam budidaya ulat sutra
serta bagaimana cara mengatasi permasalahan yang kerap terjadi dalam usaha ulat sutra di
Indonesia

1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan ini untuk mengidentifikasi masalah dalam budidaya ulat sutra
di Indonesia

1.4. Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan dan informasi
bagi masyarakat khususnya peternak ulat sutra di Indonesia
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1. Keterbatasan Lahan untuk Pakan Ulat Sutra


Tanaman Murbei (Morus spp.) merupakan faktor penting dalam usaha
persuteraan. Jumlah dan kualitas daun murbei mempengaruhi kesehatan ulat,
produksi dan kualitas kokon. Kualitas kokon pada akhirnya akan menentukan
kualitas dan kuantitas benang sutera yang dihasilkan. Daun murbei dengan nutrisi
yang baik akan meningkatkan daya tahan ulat terhadap serangan penyakit dan dapat
meningkatkan produksi kokon 20% lebih banyak.Perlu diketauhi, keberhasilan
budidaya ulat sutra sangat bergantung pada tanaman murbei yang dipakai sebagai
pakan ulat sutra. Tanpa ketersediaan pangan yang cukup ulat sutera tidak dapat
berkembang dengan baik. Hal ini dialami oleh seorang pembudidaya ulat sutra yang
bernama Bambang ishak yang dilansir dari JITUNEWS. COM menyatakan bahwa
keterbatasan lahan untuk menanam pakan ulat sutera merupakan kendala utama
baginya. Sehingga, ia harus menyesuaikan waktu panen daun murbei (pakan sutera)
dan waktu tebar telur ulat sutera, agar pada saat ulat memasuki instar (ukuran) 5
pakan bisa tercukupi.

1.1.2. Masih Sedikit Tersedia Murbei yang Unggul


Tanaman Murbei merupakan jenis tanaman yang digunakan dalam budiaya
ulat sutera, dimana daun murbei merupakan pakan bagi ulat sutera. Produktivitas
tanaman murbei masih 20 ton/ha/th. Umumnya memperbanyak tanaman murbei
dengan cara perbanyakan vegetative berupa stek batang sehingga dengan cara ini
produktivitas daun tidak dapat meningkat karena tidak ada perbaikan genetik. Hal
tersebut memiliki kekurangan yaitu tidak berubahnya sifat yang ada ke generasi
berikutnya. Dalam rangka meningkatkan kualitas daun murbei dilakukan cara, yaitu
dengan melalui seleksi jenis dan varietas serta usaha persilangannya, sehingga
diharapkan daun murbei jenis baru sebagai pakan ulat sutera dapat meningkatkan
kualitas kokon dan benang sutera. Kombinasi jenis murbei unggul yang sesuai untuk
hibrid unggul ulat sutera dalam segi produksi daunnya dan pengaruhnya terhadap
kuantitas dan kualitas kokon ulat sutera serta teknik budidaya ulat sutera yang tepat
guna akan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas kokon dalam mendukung
upaya pengembangan persuteraan alam ( Andadari, dkk. 2017). Namun
permasalahan tersebut tampaknya akan tertangani karena beberapa murbei hibrid
menghasilkan produktivitas daun lebih tinggi dari pada tetuanya. Murbei unggul hasil
pemuliaan melalui hibridisasi ini dinamakan SULI-01 karena ditemukan oleh Sugeng
Pudjiono dan Lincah Andadari.

1.1.3. Kokon yang cacat


Kokon adalah hasil akhir dari pemeliharaan ulat sutra. Kokon menghasilkan
sehelai serat yang panjang dan sangat halus sekali, yang dinamakan filamen.Kokon
yang dihasilkan dari pemeliharaan tidak seluruhnya mulus dan sebagian merupakan
kokon yang abnormal atau cacat. Kokon yang abnormal dan cacat harus dipisahkan
dari yang normal dan baik, karena tidak baik untuk proses reeling. Bentuk kokon
cacat antara lain kokon ganda, kokon berlubang, kokon bernoda dalam, kokon
bernoda luar, kokon ujung tipis, kokon kulit tipis, kokon berbekas, kokon bentuk
aneh, kokon berbulu dan kokon berlekuk. ( Nursita, 2017) Penanganan masalah
tersebut dengan peternak harus sering memeriksa untuk menghindari kesalahan
waktu panen. Panen yang lebih awal dari seharusnya akan menghasilkan kokon yang
kurang baik, kokon tersebut belum tumbuh sempurna, pupa yang berada dalam
kokon masih dalam kondisi lemah. Bila diambil kulit kokon akan mudah luka
sewaktu diangkat dan dipindahkan, akibatnya bagian dalam kokon akan kotor. Bila
panen dilakukan terlambat juga akan merugikan karena pupa yang ada di dalam
kokon akan berubah menjadi serangga dewasa, yang mengakibatkan kokon menjadi
serangga dewasa dan akan merusak kulit kokon dengan membolonginya. Maka dari
itu perlu momen yang tepat dalam memanen kokon.

1.1.4. Kualitas bibit yang kurang


Kualitas bibit merupakan faktor yang penting dalam budidaya ulat sutra Oleh
karena itu, perbaikan teknik pembibitan harus terus diupayakan. Pengelolaan
pembibitan perlu dilakukan agar menghasilkan bibit yang unggul serta berkualitas.
Di daerah tropis, produksi bibit hanya dilakukan pada kondisi musim yang optimum,
meskipun pemeliharaan ulat dapat berlangsung sepanjang tahun. Kondisi disebut
optimum ketika pemeliharaan dapat menghasilkan pupa hidup yang tinggi dan telur
yang banyak. Hal ini disebabkan oleh pengaruh faktor lingkungan yang sangat tinggi
terhadap kehidupan dan produktivitas ulat sutra. Untuk itu, pemanfaatan telur diatur
dengan mengaplikasikan teknik penyimpanan dan penetasan yang tepat sehingga
bibit dapat tersedia setiap saat untuk memenuhi kebutuhan petani pelaku budidaya
dengan kualitas yang tetap terjaga. Penyimpanan telur dilakukan pada saat embrio
memasuki masa dorman (diapause), baik yang terjadi secara alami maupun melalui
perlakuan tertentu. Oleh karena itu diperlukan keterpaduan antara indutri hulu dan
hilir selain pengembangan persuteraan alam yang lebih mendalam agar produksi dan
kualitas per satuan luasnya lebih meningkat dan didapat hasil yang optimal. (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan )

1.1.5. Keterbatasan Modal Sarana Produksi


Permasalahan yang muncul terkait modal ditingkat petani ulat adalah
keterbatasan modal untuk merevitalisasi sarana/infrastruktur yang dimiliki.
Teknologi yang sangat sederhana, sudah berumur tua dan rusak, menjadi salah satu
faktor menurunnya tingkat produktifitas usaha. Sebagian besar sarana pemeliharaan
ulat besar (UPUB) petani ulat kondisinya tidak layak/rusak. Pelaku usaha
mengharapkan adanya fasilitasi pemerintah dalam perbaikan sarana pemeliharaan
ulat besar. Fasilitasi ini dibutuhkan karena petani ulat tidak mampu menyiapkan
modal yang cukup untuk merevitalisasi rumah ulat yang rusak. Ketersediaan tempat
pemeliharaan ulat sutera yang layak dan memadai merupakan salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan budidaya ulat sutera. Pemerintah mungkin bisa
menyediakan bantuan bagi para pembudidaya yang keterbatasan biaya agar bisa
memajukan industri ulat sutra.

DAFTAR PUSTAKA

Andadari, L., Minarningsih, dan Rosita, D. 2017. Pengaruh Jenia Murbei terhadap
Produktivitas Kokon Dua Hibrid Ulat Sutera Bombyx mori L. Jurnal Widyariset. Vol
3 (2) : 119 – 130.

http://animalbandry.blogspot.com/2015/06/ulat-sutera.html

https://www.jitunews.com/read/21009/ini-kendala-yang-kerap-mendera-peternak-ulat-sutra-
putih-apa-saja

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2015. Jakarta : Kementerian Kehutanan Republik
Indonesia

Nursita, I. W. 2011. Perbandingan Produktivitas Ulat Sutra dari Dua Tempat Pembibitan yang
Berbeda pada Kondisi Lingkungan Pemeliharaan Panas. Jurnal Ilmu- ilmu Peternakan. Vol 21
(3) : 10 - 17

Anda mungkin juga menyukai