Anda di halaman 1dari 9

STRATEGI PENYELESAIAN MASALAH DALAM

MANAJEMEN KEPERAWATAN

ANALISIS KASUS

Oleh

Kelompok H / Kelas C

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
STRATEGI PENYELESAIAN MASALAH DALAM
MANAJEMEN KEPERAWATAN

ANALISIS KASUS
disusun guna memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Manajemen Keperawatan
Dosen Pengampu:
Ns. Dicky Endrian Kurniawan, S.Kep., M.Kep.
NRP 760016846

Oleh

Kelompok H / Kelas C

Faiqotul Himmah NIM 172310101120


Kun Subekti Purwandani NIM 172310101142
Bela Aprilia Nuraini NIM 172310101143
Viola Alvionita NIM 172310101146
Ledya Anggriani Hariyanto NIM 172310101153

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
202
I. Contoh Kasus
Perawat R (wanita) 48 tahun (S2 Keperawatan, pengalaman bekerja
18 tahun) adalah Manajer Keperawatan di Unit Perawatan Neuroscience di
sebuah rumah sakit di Chicago. Beliau memiliki keinginan untuk melakukan
renovasi pada unit perawatan yang dipimpinnya dan perawat R pun
menemui Direktur Keperawatan di RS tersebut. Ketika bertemu dan
menyampaikan keinginannya, ternyata menurut Direktur Keperawatan, RS
hanya memiliki biaya untuk merenovasi 1 unit saja untuk tahun ini, dan
Direktur mengatakan sudah ada Perawat J (laki-laki) 56 tahun (S1
Keperawatan, pengalaman bekerja 30 tahun) yang merupakan Manajer
Keperawatan di Unit Perawatan Bedah Ortopedi yang juga mengajukan
proposal untuk renovasi. Direktur menyarankan mereka untuk bertemu satu
sama lain untuk membahas masalah yang terjadi agar mendapatkan
keputusan yang tepat. Perawat R dan Perawat J sebelumnya juga pernah
berkonflik tentang penyusunan standar tindakan keperawatan sehingga
mereka jarang menjalin komunikasi secara langsung. Perawat R pun merasa
terpaksa harus menemui Perawat J, dan dalam pertemuan tersebut terjadi
perbedaan pendapat antara keduanya, di mana kedua belah pihak
beranggapan bahwa renovasi di unit perawatan mereka lebih penting dari
renovasi di unit perawatan lainnya. Perawat J juga menganggap Perawat R
tidak berkewenangan untuk melakukan negosiasi dengannya, yang memiliki
kewenangan tersebut adalah Direktur Keperawatan. Konflik ini berdampak
pula pada kinerja staf perawat yang bekerja di unit masing-masing terutama
dalam hal kolaborasi. Direktur Keperawatan merasa bertanggung jawab
terhadap kondisi ini, dan ingin segera menyelesaikannya.

II. Sumber Masalah


Sumber masalah atau konflik berdasarkan kasus di atas adalah sebagai
berikut:
a. Komunikasi
Perawat J dan Perawat R jarang menjalin komunikasi secara langsung,
sehingga komunikasi yang terjalin antara Perawat J dan Perawat R
menjadi kurang. Komunikasi yang kurang tersebut dapat
menyebabkan rendahnya rasa keterikatan dan kolaborasi antar-
anggota tim sehingga komunikasi dua arah sulit tercapai.
b. Perbedaan Pendapat
Perawat R pun merasa terpaksa harus menemui Perawat J, dan
dalam pertemuan tersebut terjadi perbedaan pendapat antara
keduanya, di mana kedua belah pihak beranggapan bahwa renovasi di
unit perawatan mereka lebih penting dari renovasi di unit perawatan
lainnya.
c. Perbedaan Tujuan
Perawat R memiliki keinginan untuk melakukan renovasi pada Unit
Perawatan Neuroscience. Sedangkan Perawat J menginginkan
renovasi di Unit Perawatan Bedah Ortopedi.
d. Keterbatasan Sumber Daya
Menurut Direktur Keperawatan rumah sakit hanya memiliki biaya
untuk merenovasi 1 unit saja untuk tahun ini.
e. Hubungan dalam Pekerjaan
Perawat R dan Perawat J sebelumnya juga pernah berkonflik tentang
penyusunan standar tindakan keperawatan sehingga mereka jarang
menjalin komunikasi secara langsung.
f. Kompetisi Antar-individu
Kedua belah pihak beranggapan bahwa renovasi di unit masing-
masing ruang perawatan mereka lebih penting dari renovasi di unit
perawatan lainnya.
g. Perilaku Menentang
Baik Perawat R maupun Perawat J sama-sama mempertahankan
pendiriannya. Mereka berdua menentang pendapat satu sama lain dan
tetap menginginkan unit perawatan yang dipimpinnya untuk
direnovasi.
h. Kewenangan Direktur Keperawatan
Perawat J menganggap Perawat R tidak berkewenangan untuk
melakukan negosiasi dengannya karena yang memiliki kewenangan
tersebut adalah Direktur Keperawatan.
i. Peran yang Membingungkan
Direktur sebagai seorang pemimpin tidak memutuskan kepada siapa
dana tersebut akan diberikan, melainkan menyarankan Perawat J dan
Perawat R untuk melakukan negosiasi. Sedangkan Perawat J
menganggap Perawat R tidak berkewenangan untuk melakukan
negosiasi dengannya karena yang memiliki kewenangan tersebut
adalah Direktur Keperawatan.
j. Perbedaan Interpersonal
Perbedaan interpersonal yang terjadi terkait pada dimensi-umur, jenis
kelamin, latar belakang pendidikan, dan pengalaman bekerja. Perawat
R (wanita) 48 tahun (S2 Keperawatan, pengalaman bekerja 18 tahun)
adalah Manajer Keperawatan di Unit Perawatan Neuroscience di
sebuah rumah sakit di Chicago. Sedangkan Perawat J (laki-laki) 56
tahun (S1 Keperawatan, pengalaman bekerja 30 tahun) yang
merupakan Manajer Keperawatan di Unit Perawatan Bedah Ortopedi.

III. Strategi Penyelesaian Masalah


Berdasarkan kasus di atas, langkah-langkah yang dilakukan sebagai
bentuk strategi penyelesaian konflik adalah sebagai berikut:
a. Diagnosis (measurement dan analisis)
1) Identifikasi batasan konflik
Berdasarkan kasus di atas, terdapat dua jenis konflik yang
terjadi, antara lain konflik interpersonal dan konflik antar-
kelompok. Konflik interpersonal yang terjadi adalah antara
Perawat J dan Perawat R yang sebelumnya sudah pernah
berkonflik dan jarang menjalin komunikasi satu sama lain.
Konflik kedua adalah konflik antar-kelompok. Konflik ini dapat
timbul ketika masing-masing kelompok bekerja untuk mencapai
tujuan kelompoknya masing-masing, dalam kasus ini kelompok
yang dimaksud adalah kelompok perawat yang bekerja di Unit
Perawatan Neuroscience dan perawat yang bekerja di Unit
Perawatan Bedah Ortopedi yang sama-sama menuntut adanya
renovasi di unit perawatan masing-masing.
2) Identifikasi penyebab konflik
Dalam kasus di atas sumber terjadinya konflik meliputi
komunikasi, perbedaan pendapat, perbedaan tujuan,
keterbatasan sumber daya, hubungan dalam pekerjaan,
kompertisi antar-individu, perilaku menentang, kewenangan
Direktur Keperawatan, peran yang memingungkan, dan
perbedaan interpersonal.
3) Identifikasi sumber daya yang dapat dioptimalkan dan yang
dapat menjadi penghalang untuk manajemen konflik
Direktur Keperawatan harus melakukan pengkajian faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi penyelesaian konflik, salah satunya
sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang dimaksud
adalah pemimpin terkait kemampuan, peran dan fungsi
kepemimpinan, serta gaya kepemimpinannya yang selanjutnya
mempengaruhi pilihan strategi manajemen konflik yang
dihadapi.
4) Identifikasi strategi penyelesaian konflik
Berdasarkan kasus di atas, gaya penyelesaian konflik yang
dipilih bukan berdasarkan gender, melainkan berdasarkan
suasana komunikasi yaitu compromising. Gaya ini
menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara
seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan
kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling
memberi dan menerima (give and take approach) dari pihak-
pihak yang terlibat. Kompromi cocok digunakan untuk
menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki
tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama, dan
penyelesaian masalah dianggap sebagai prioritas agar tidak
berkembang menjadi konflik baru yang melibatkan pihak lain.
Kekuatan utama dari kompromi adalah pada prosesnya yang
demokratis dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan.
Outcome resolusi konflik yang diharapkan dari kasus di atas
adalah win-win solution.
b. Intervensi
Strategi intervensi penanganan konflik yang dipakai dalam
kasus di atas adalah fasilitasi, mediasi, dan arbitrasi. Ketiga strategi itu
melibatkan pihak ketiga yang dalam hal ini adalah Direktur
Keperawatan. Fasilitasi dilakukan dengan cara mempertemukan kedua
pihak yang berkonflik untuk membangun komunikasi dua arah,
misalnya dalam suatu rapat. Mediasi di mana pihak ketiga membantu
menjalin hubungan yang baik antara kedua belah pihak yang
berkonflik. Kemudian arbitrasi adalah proses selanjutnya dari mediasi,
di mana pihak ketiga akan mendengarkan persepsi atau sudut pandang
kedua pihak. Hal ini juga membantu pemimpin untuk menentukan
prioritas tindakan dan membantu untuk tercapainya suatu kesepakatan
yang adil. Ketiga proses ini juga menjamin terbentuknya komunikasi
yang baik sehingga kompromi merupakan hal yang tepat untuk dipilih.
Dalam hal ini kesepakatan yang mungkin ditawarkan dengan
menggunakan prinsip kompromi adalah:
1) Melakukan renovasi tahap pertama di kedua unit dengan biaya
operasional dibagi 2, yaitu 50% untuk Unit Neuroscience,
kemudian 50% untuk Unit Bedah Ortopedi. Kemudian di tahun
selanjutnya renovasi dilanjutkan kembali.
2) Unit Perawatan Bedah Ortopedi melakukan renovasi fisik
dengan biaya 75%, sedangkan Unit Neuroscience membeli
perlengkapan sekunder untuk unitnya dengan biaya 25%, di
tahun berikutnya dilakukan barter, yaitu Unit Neuroscience
mendapatkan 75% untuk renovasi fisik dan Unit Bedah Ortopedi
mendapat 25% untuk melengkapi sarana dan prasarana lainnya.
c. Evaluasi
Setelah strategi-strategi manajemen konflik dilaksanakan,
pemimpin melakukan evaluasi sebagai berikut:
1) Evaluasi proses
Evaluasi terhadap keseluruhan proses manajemen konflik yang
terdiri dari:
(a) Bagaimana proses berjalan?
(b) Terdapat progress atau tidak?
(c) Berapa orang yang terlibat?
(d) Apakah option yang ditawarkan diterima oleh pihak yang
berkonflik?
(e) Bagaimana reaksi pihak yang berkonflik (negatif/positif,
verbal/nonverbal)?
(f) Apakah strategi yang dipilih mengarah pada penyelesaian
masalah atau memunculkan masalah baru?
(g) Apakah terdapat hambatan dalam implementasi strategi
yang direncanakan dalam intervensi?
2) Evaluasi hasil
Membandingkan hasil yang didapatkan dengan indikator yang
telah direncanakan dalam intervensi. Hal yang perlu dievaluasi
adalah apakah hasil manajemen konflik mengarah pada proses
yang konstruktif atau destruktif.
REFERENSI

Kustriyani, M. 2016. Pelaksanaan Manajemen Konflik Interdisiplin Oleh Case


Manager di Ruang Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang. Tesis. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro.

Mardiyanthi, I., E. L. Sjatttar., dan A. M. Irwan. 2019. Literature Review: Konflik


dan Manajemen Konflik di Rumah Sakit. Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah. 4(2): 110 – 117.

Utami, K. C. 2016. Manajemen Konflik. Karya Tulis Ilmiah. Bali: Fakultas


Kedokteran Universitas Udayana.

Wijayanti, E. T. 2019. Gaya Manajemen Konflik Perawat Pelaksana di RSM


Ahmad Dahlan Kota Kediri. Jurnal Ilmu Kesehatan. 8(1): 47 – 54.

Anda mungkin juga menyukai