Anda di halaman 1dari 28

“KANDIDIASIS”

PENYAKIT INFEKSI KULIT/ MEMBRAN MUKOSA YANG


DISEBABKAN OLEH JAMUR

MAKALAH

Diajukan untuk Mencapai Kompetensi Mahasiswa Mata Kuliah Penyakit Tropik.


Dosen Pengampu: Kiki Korneliani, S.KM., M.Kes.

Disusun Oleh:

Pepy Permata Putri Mahrus 174101040

Tri Kartika 174101014

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puji bagi Allah yang telah menolong


penulis menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa
pertolongan-Nya mungkin penulis tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta yakni Nabi Muhammad SAW.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah penyakit tropik yang berjudul “Kandidiasis Penyakit Infeksi Kulit/
Membran Mukosa yang Disebabkan Oleh Jamur” Dalam makalah ini penulis
menguraikan gambaran mengenai penyakit kandidiasis di Indonesia mulai dari
definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, tanda dan gejala,
faktor risiko, diagnosis, pencegahan, dan juga penatalaksanaan penyakit
kandidiasis.

         Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca, walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk itu
penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun mengenai Makalah
ini. Akhir kata penulis mengucapkan Alhamdulillah dan berharap makalah ini
memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca yang budiman.

Tasikmalaya, 10 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

DAFTAR TABEL.................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................3

C. Tujuan...........................................................................................................4

D. Manfaat.........................................................................................................4

BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................................5

A. Definisi Kandidiasis......................................................................................5

B. Epidemiologi Kandidiasis.............................................................................6

C. Etiologi Kandidiasis......................................................................................7

D. Mekanisme Patogenesis Kandidiasis............................................................8

E. Manifestasi klinis Kandidiasis......................................................................9

F. Tanda dan Gejala Kandidiasis.....................................................................14

G. Faktor Risiko Kandidiasis...........................................................................15

H. Diagnosis Kandidiasis.................................................................................16

I. Pencegahan Kandidiasis..............................................................................17

J. Penatalaksanaan..........................................................................................17

BAB III PENUTUP..............................................................................................20

A. Kesimpulan.................................................................................................20

B. Saran............................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Target dan mode tindakan beberapa agen antijamur...........................18

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penyakit tropik adalah penyakit lazim yang terjadi di daerah tropis.


Beberapa organisme yang menyebabkan penyakit tropik adalah bakteri dan virus.
(WHO 2012). Sesuai dengan letak kepulauan Indonesia yang berada di lintang
khatulistiwa maka iklim di Indonesia pun dipengaruhi oleh iklim tropis, sehingga
dikenal berbagai jenis penyakit tropis baik yang penyebarannya karena virus,
bakteri, jamur maupun parasit. Penularan penyakit tropis dapat melalui kontak
langsung antara penderita penyakit tropis dengan orang yang sehat, melalui udara,
makanan, minuman dan vektor seperti nyamuk.

Kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur genus


Candida. Spesies terbanyak penyebab kandidiasis adalah Candida albicans.
Candida albicans merupakan flora normal yang hidup di rongga mulut, saluran
pencernaan, dan vagina. Flora normal bersifat komensal namun apabila adanya
perubahan fisiologis pada tubuh pejamu atau pertahanan tubuh menurun, maka
keseimbangan flora normal akan terganggu dan mengakibatkan sifat komensal
kandida ini berubah menjadi patogen. Prevalensi kandidiasis tinggi di negara
berkembang dan banyak terjadi di daerah tropis dengan kelembaban udara yang
tinggi. Kasus kandidiasis di Indonesia menempati urutan ketiga dalam insidensi
dermatomikosis

Jamur Candida sp. hidup sebagai saprofit, terutama di traktus


gastrointestinal, selain itu juga terdapat di vagina, uretra, kulit dan di bawah kuku.
Agen penyebab tersering untuk kelainan di kulit, genital dan mukosa oral adalah
C. albicans, sedangkan spesies non-albicans yang sering menimbulkan kelainan
adalah C. dubliniensis, C. glabrata, C. gullermondii, C. krusei, C. lusitaniae, C.
parapsilosis, C. pseudotropicalis, dan C. tropicalis (Widaty S., 2016)

Candida albicans adalah spesies yang paling umum di seluruh dunia,


mewakili rata-rata global 66% dari semua Candida sp. Candida albicans adalah

1
2

salah satu mikroba flora normal manusia yang berhabitat terutama pada traktus
gastrointestinal (rongga mulut dan faring), urogenital khususnya wanita , dan
kadang-kadang pada kulit. Organisme ini dapat menyebabkan sejumlah infeksi
mulai dari mucosal kandidiasis hingga life threatening disseminated kandidiasis.
Kandidiasis banyak menyebabkan infeksi didaerah mulut (kandidiasis oral) dan
urogenital (kandidiasis vaginalis). Beberapa penemuan di klinis yang berkaitan
dengan infeksi C. albicans antara lain: pseudomembran candidiasis, erythematous
candidiasis, candidal leukoplakia, denture stomatitis, angular cheilitis, dan oral
candidiasis yang terkait HIV. Daerah rongga mulut yang paling sering terlibat
adalah bagian palatum, mukosa bukal, dan lidah.

Angka kejadian infeksi kandidiasis di Asia dari beberapa studi


epidemiologi di Hong Kong menyebutkan bahwa C. albicans adalah spesies yang
paling sering diidentifikasi dengan rata-rata 56% pada kasus kandidiasis. C.
albicans masih merupakan penyebab tertinggi Candida bloodstream infection di
Singapura (33,3%), Taiwan (55,6%), dan Jepang (41%). Namun, di Thailand, C.
parapsilosis memiliki angka kejadian yang sedikit lebih tinggi yaitu sebesar 45%
dibandingkan C. albicans sebesar 44,5%. C. parapsilosis dan C. tropicalis di
Malaysia menjadi agen etiologi utama, diikuti oleh C. albicans dengan hanya
11,76% kasus kandidemia. Frekuensi kejadian C. albicans sebagai spesies
dominan dari 37% di Amerika Latin sampai 70% di Norwegia sebagai akibat dari
kejadian kandidiasis invasif yang meningkat dengan meningkatnya populasi
individu yang rentan, dan pengobatan terhambat oleh resistensi antijamur. Pada
kandidemia dan infeksi sistemik memiliki tingkat kematian yang tinggi yaitu 46-
75%. C. albicans infeksi intraabdominal pada pasien transplantasi hati memiliki
tingkat kematian hingga 60% (Lim et al, 2012).

Indonesia merupakan negara tropis yang menjadi faktor risiko dari infeksi
Candida sp. Selain itu, kurangnya pengetahuan tentang higiene di masyarakat,
penggunaan obat-obatan (antibiotik, kortikosteroid, dan sitostatik) jangka panjang,
banyaknya kejadian penyakit sistemik seperti diabetes, keganasan, dan HIV/AIDS
merupakan faktor yang mempermudah jamur untuk berkembang biak lebih cepat.
3

Kasus kandidiasis di Indonesia, dilaporkan dari Departemen Kesehatan


Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya, bahwa dalam kurun waktu
tahun 2011-2013 didapatkan 137 pasien baru, yaitu 114 pasien dengan infeksi
pada kulit dan 23 pasien dengan infeksi pada kuku. Distribusi jenis kelamin yang
paling banyak adalah perempuan, 2011 (54,3%), 2012 (80%) dan 2013 (56,6%).
Jenis kelainan kulit paling banyak adalah kandidiasis intertriginosa (62,2%) dan
kelainan pada kuku sebesar (91,3%).

Prevalensi pasien baru infeksi kandidiasis di Divisi Mikologi Unit Rawat


Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun
2013–2016 didominasi oleh pasien berjenis kelamin perempuan dan kelompok
umur terbanyak yang menderita kandidiasis, yaitu pada tahun 2013 kelompok
umur terbanyak adalah 45–65 tahun yaitu sebesar 38,4%. pada tahun 2014
kelompok umur terbanyak adalah 0-<1 tahun yaitu sebesar 29,9%. Pada tahun
2015 kelompok umur terbanyak adalah kelompok usia 1–4 tahun dan 45–64 tahun
yaitu sebanyak 25,4%. Pada tahun 2016 kelompok umur terbanyak adalah 45–64
tahun yaitu sebanyak 31,3%. Dalam disimpulkan bahwasanya kelompok umur
dari tahun ke tahun memiliki hasil yang bervariasi. Namun kelompok umur 45–64
tahun memiliki prevalensi cukup banyak dibandingkan kelompok umur lainnya.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan


dibahas dalam makalah ini adalah gambaran mengenai penyakit kandidiasis di
Indonesia mulai dari definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi
klinis, tanda dan gejala, faktor risiko, diagnosis, pencegahan, dan juga
penatalaksanaan penyakit kandidiasis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dari makalah ini


adalah bagaimana gambaran mengenai penyakit kandidiasis di Indonesia mulai
dari definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, tanda dan
gejala, faktor risiko, diagnosis, pencegahan, dan juga penatalaksanaan penyakit
kandidiasis.
4

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari makalah ini adalah


untuk mengetahui bagaimana gambaran mengenai penyakit kandidiasis di
Indonesia mulai dari definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi
klinis, tanda dan gejala, faktor risiko, diagnosis, pencegahan, dan juga
penatalaksanaan penyakit kandidiasis.

D. Manfaat

Berdasarkan tujuan diatas, maka makalah ini bermanfaat secara teoritis


dan praktis, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis
Makalah ini bermanfaat untuk memberikan pengetahuan mengenai
gambaran mengenai penyakit kandidiasis di Indonesia mulai dari definisi,
epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, tanda dan gejala,
faktor risiko, diagnosis, pencegahan, dan juga penatalaksanaan penyakit
kandidiasis.kandidiasis agar pembaca dapat meningkatkan pengetahuan dan
terhindar dari penyakit kandidiasis.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat

Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana informasi


bagi masyarakat agar mengetahui bagaimana penyakit kandidiasis, dan
dapat terhindar dari penyakit kandidiasis.

b. Bagi Puskesmas

Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana informasi


bagi puskesmas agar dilakukan upaya promotif, preventif, dan
rehabilitatif dalam menurunkan angka kejadian dan angka kematian
akibat penyakit kandidiasis.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Kandidiasis

Kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur genus


Candida. Spesies terbanyak penyebab kandidiasis adalah Candida albicans.
Candida albicans merupakan flora normal yang hidup di rongga mulut, saluran
pencernaan, dan vagina. Flora normal bersifat komensal namun apabila adanya
perubahan fisiologis pada tubuh pejamu atau pertahanan tubuh menurun, maka
keseimbangan flora normal akan terganggu dan mengakibatkan sifat komensal
kandida ini berubah menjadi patogen. (Hakim L, 2015). Jamur ini terkhusus
menginfeksi kulit, kuku, membran bagian lembab, dan traktuts
gastrointeostinal, tetapi jamur ini juga dapat menyerang anggota tubuh lapisan
dalam biasanya disebut infeksi systemik (Sakaguchi H, 2017)

Infeksi jamur merupakan kelainan yang sering terjadi pada manusia.


Keadaan ini diperkirakan terutama sebagai akibat adanya penggunaan obat-
obatan dan penyakit lain yang menyebabkan timbulnya keadaan imunosupresif
di negara berkembang dan sedang berkembang. Lingkungan panas dengan
kelembaban yang tinggi pada daerah tropis dan subtropis menyebabkan
kandidiasis merupakan salah satu infeksi jamur yang sering ditemukan
(Adiguna, 2013)

Indonesia merupakan negara tropis yang menjadi faktor risiko dari


infeksi Candida. Selain itu, kurangnya pengetahuan tentang higiene di
masyarakat, penggunaan obat-obatan (antibiotik, kortikosteroid, dan sitostatik)
jangka panjang, banyaknya kejadian penyakit sistemik seperti diabetes,
keganasan, dan HIV/AIDS merupakan faktor yang mempermudah jamur untuk
berkembang biak lebih cepat. (Soetojo SDR, 2016)

5
6

B. Epidemiologi Kandidiasis

Di Indonesia, prevalensi infeksi kandidiasis terhitung cukup tinggi. Hal


itu dipengaruhi oleh iklim di Indonesia dan sanitasi di lingkungan masyarakat.
Seperti telah diketahui, jamur mudah tumbuh pada lingkungan yang memiliki
temperatur dan kelembaban yang tinggi. Lingkungan tersebut merupakan salah
satu karakteristik dari wilayah tropis, termasuk Indonesia, dilaporkan dari
Departemen Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya,
bahwa dalam kurun waktu tahun 2011-2013 didapatkan 137 pasien baru, yaitu
114 pasien dengan infeksi pada kulit dan 23 pasien dengan infeksi pada kuku.
Distribusi jenis kelamin yang paling banyak adalah perempuan, 2011 (54,3%),
2012 (80%) dan 2013 (56,6%). Jenis kelainan kulit paling banyak adalah
kandidiasis intertriginosa (62,2%) dan kelainan pada kuku sebesar (91,3%)
(Ramadhani S. dan Atsari L, 2016).

Prevalensi pasien baru infeksi kandidiasis di Divisi Mikologi Unit


Rawat Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada
tahun 2013–2016 didominasi oleh pasien berjenis kelamin perempuan dan
kelompok umur terbanyak yang menderita kandidiasis, yaitu pada tahun 2013
kelompok umur terbanyak adalah 45–65 tahun yaitu sebesar 38,4%. pada tahun
2014 kelompok umur terbanyak adalah 0-<1 tahun yaitu sebesar 29,9%. Pada
tahun 2015 kelompok umur terbanyak adalah kelompok usia 1–4 tahun dan
45–64 tahun yaitu sebanyak 25,4%. Pada tahun 2016 kelompok umur
terbanyak adalah 45–64 tahun yaitu sebanyak 31,3%. Dalam disimpulkan
bahwasanya kelompok umur dari tahun ke tahun memiliki hasil yang
bervariasi. Namun kelompok umur 45–64 tahun memiliki prevalensi cukup
banyak dibandingkan kelompok umur lainnya.

Candida albicans adalah spesies yang paling umum di seluruh dunia,


mewakili rata-rata global 66% dari semua Candida sp. Angka kejadian infeksi
kandidiasis di Asia dari beberapa studi epidemiologi di Hong Kong
menyebutkan bahwa C. albicans adalah spesies yang paling sering
diidentifikasi dengan rata-rata 56% pada kasus kandidiasis. C. albicans masih
7

merupakan penyebab tertinggi Candida bloodstream infection di Singapura


(33,3%), Taiwan (55,6%), dan Jepang (41%). Namun, di Thailand, C.
parapsilosis memiliki angka kejadian yang sedikit lebih tinggi yaitu sebesar
45% dibandingkan C. albicans sebesar 44,5%. C. parapsilosis dan C.
tropicalis di Malaysia menjadi agen etiologi utama, diikuti oleh C. albicans
dengan hanya 11,76% kasus kandidemia. Frekuensi kejadian C. albicans
sebagai spesies dominan dari 37% di Amerika Latin sampai 70% di Norwegia
sebagai akibat dari kejadian kandidiasis invasif yang meningkat dengan
meningkatnya populasi individu yang rentan, dan pengobatan terhambat oleh
resistensi antijamur. Pada kandidemia dan infeksi sistemik memiliki tingkat
kematian yang tinggi yaitu 46-75%. C. albicans infeksi intraabdominal pada
pasien transplantasi hati memiliki tingkat kematian hingga 60% (Lim et al,
2012)

C. Etiologi Kandidiasis

Kandidiasis adalah penyakit infeksi primer atau sekunder yang


disebabkan oleh jamur genus kandida terutama Candida albicans. Selain C.
albicans, genus kandida meliputi lebih dari 200 spesies, misalnya C. tropicalis,
C. dubliniensis, C. parapsilosis, C. guilliermondii, C. krusei, C.
pseudotropicalis, C. lusitaniae, C. zeylanoides dan C. glabrata (dahulu dikenal
dengan Torulopsis glabrata), adakalanya dapat menyebabkan kandidiasis pada
manusia, terutama pada infeksi diseminata (Hay, 2010)

Genus kandida merupakan kelompok yang heterogen, terdapat hampir


200 spesies di dalamnya. Banyak spesiesnya bersifat patogen terhadap manusia
dan oportunistik, namun sebagian besar tidak menginfeksi manusia. Semua
spesies dalam genus kandida memiliki kemampuan untuk memproduksi
pseudomiselia kecuali C. Glabrata (Goldsmith, L., et al., 2012).

Candida albicans berbentuk oval dengan ukuran 2-6 x 3-9 µm, serta
merupakan makhluk hidup yang memiliki dua wujud dan bentuk secara
simultan (dimorphic organism). Bentuk pertama adalah yeast-like state atau
8

non-invasif dan kedua adalah fungal form yang memproduksi struktur seperti
akar yang dapat menginvasi mukosa (invasif). Jamur Candida tumbuh cepat
pada media dengan suhu 25- 37℃. Morfologi mikroskopis nya pseudohifa
yang merupakan rangkaian blastospora bercabang, namun dapat juga
membentuk hifa sejati.

D. Mekanisme Patogenesis Kandidiasis

Sumber utama infeksi kandida adalah flora normal dalam tubuh pada
pasien itu sendiri yang menginfeksi secara oportunistik apabila terjadi
gangguan sistem imun inang yang menurun. Dapat juga berasal dari luar tubuh
secara eksogen, contohnya pada bayi baru lahir mendapat infeksi kandida dari
vagina ibunya atau dari lingkungan rumah sakit. Manifestasi klinis kandidiasis
merupakan hasil interaksi antara kandida, mekanisme pertahanan inang dan
faktor pejamu baik endogen maupun eksogen. (Hay, 2010)

Kandida adalah jamur dimorfik dimana virulensi jamur ini terjadi


apabila ada perubahan dari sel ragi menjadi pseudohifa dan hifa yang banyak
ditemukan saat stadium invasi pada sel-sel epitel. Virulensi C. albicans
ditentukan oleh kemampuan tumbuh pada suhu tertentu, kemampuan untuk
mengadakan perlengketan, kemampuan untuk tumbuh dalam bentuk filamen
dan aktivitas enzim yang dihasilkan. Faktor lain yang dilaporkan adalah tingkat
keasaman pada kulit. Dikatakan bahwa kondisi kulit yang tertutup akan
meningkatkan pH sehingga jamur kandida akan mudah tumbuh. (Astari, 2013)

Mekanisme patogenesis infeksi ini dimulai dengan perlengketan


kandida pada sel epitel akibat glikoprotein pada permukaan kandida dan sel
epitel. Kemudian kandida akan memproduksi enzim proteinase, hialuronidase,
kondroitin sulfatase dan fosfolipase. Fosfolipase berfungsi menghidrolisis
fosfolipid membran sel epitel sedangkan protease dan enzim lain bersifat
keratolik sehingga memudahkan penetrasi kandida ke dalam epidermis. (Astari,
2013)
9

Pada dinding sel kandida yang mengandung mannan (komponen


protein) berfungsi untuk mengaktivasi komplemen dan merangsang
pembentukan antibodi. Kompleks antigen-antibodi di permukaan sel kandida
akan melindungi kandida dari imunitas inang. (Jabra, 2004)

Faktor predisposisi yang berperan pada infeksi kandida adalah faktor


mekanik berupa trauma ( luka bakar, abrasi), oklusi lokal, kelembaban,
maserasi, gigi palsu, bebat tertutup dan obesitas. Faktor nutrisi antara lain
avitaminosis (vitamin A dan C), defisiensi besi dan malnutrisi secara
umumnya. Perubahan fisiologis tubuh berupa umur ekstrim (sangat muda atau
sangat tua), menstruasi dan kehamilan (kandidiasis vulvovaginalis). Penyakit
sistemik yakni sindrom down, akrodermatitis enteropatika, penyakit endrokrin
(diabetes melitus, penyakti Cushing, hipoadrenalisme, hipotiroidisme,
hipoparatiroidisme), gagal ginjal akut (uremia), keganasan terutama hematolgi
(leukemia akut) dan timoma, transplantasi organ padat (hati, ginjal),
immunodefisiensi (AIDS, granulositopenia dan sebagainya). Iatrogenik
contohnya pemasangan kateter, pemberian obat intravena, rawat inap
berkepanjangan, obat-obatan ( kortikosteroid, imunosupresif, antibiotika,
kontrasepsi oral, kolkisin, fenilbutason dan kemoterapi). Pada umumnya
infeksi kandida dipengaruhi oleh kondisi yang panas dan lembab seperti di
daerah lipatan kulit, daerah tertutup popok bayi maupun di daerah yang iklim
tropis atau selama musim panas. Kondisi lain adalah penggunaan terapi
kortikosteroid, antibiotik, pemakaian kontrasepsi oral, pasien diabetes melitus
maupun HIV. (Goldsmith, L., et al., 2012).

E. Manifestasi klinis Kandidiasis

Kandidiasis adalah infeksi jamur primer atau sekunder yang


disebabkan oleh spesies Candida. Manifestasi klinis mungkin akut, subakut
atau kronis sampai episodik. Infeksi kandidiasis dapat menyerang bagian
beberapa tubuh yang terlokalisir yaitu pada mulut, tenggorokan, kulit, kulit
kepala, vagina, jari tangan, kuku, bronkus, paru-paru, atau saluran
10

gastrointestinal, atau menjadi sistemik seperti pada septikemia, endokarditis


dan meningitis. Infeksi kandidiasis sistemik biasanya terjadi pada pasien
dengan defisiensi imun atau pasien immunocompremised dan pasien yang
mendapat terapi kanker, terapi imunosupresi, atau terapi pasca transplantasi
(University of Adelaide, 2016).

1. Kandidiasis orofaringeal (sariawan, glossitis, stomatitis, dan angular


cheilitis)

Kandidiasis pseudomembranus akut atau sariawan adalah bentuk


paling umum dari kandidiasis oral (Goldsmith, L., et al., 2012). Kandidiasis
oral akut jarang terjadi pada orang dewasa sehat tetapi dapat terjadi pada
hingga 5% bayi baru lahir dan 10% orang tua. Infeksi kandidiasis ini dapat
terjadi akibat dari penurunan kekebalan imun yang dikarenakan oleh
beberapa penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh, yaitu karena
diabetes melitus, leukemia, limfoma, keganasan, neutropenia dan infeksi
HIV yang merupakan prediktor perkembangan klinis terhadap infeksi
kandidiasis. Penggunaan antibiotik spektrum luas, seperti kortikosteroid,
obat sitotoksik, dan terapi radiasi juga merupakan faktor predisposisi.
Lokasi yang paling umum adalah di permukaan dorsal lidah. Secara klinis,
terdapat gambaran berupa plak putih yang menyerupai bentuk dadih susu
pada mukosa pada lidah, gusi, langit-langit atau faring. Gejala terkadang
bersifat asimtomatik dan mungkin ada rasa terbakar atau kekeringan pada
mulut, kehilangan rasa, dan rasa sakit saat menelan (The University of
Adelaide, 2016).

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine Eight Edition (2012)


menjelaskan bahwa kandidiasis cheilosis (angular cheilitis) ditandai dengan
eritema, fissuring, maserasi, dan nyeri pada sudut mulut. Kondisi ini sering
dijumpai pada pasien lansia dengan kulit kendur pada komissura oral.
Hilangnya gigi, gigi palsu yang kurang pas, maloklusi, dan defisiensi
riboflavin juga menjadi faktor predisposisi untuk cheilosis. Cheilosis sering
dikaitkan dengan kandidiasis atrofik kronis pada pemakai gigi tiruan.
11

2. Kandidiasis kutaneous (kandidiasis intertrigo, kandidiasis diapers,


kandidiasis paronikia, kandidiasis onimikosis)

C. albicans memiliki predileksi untuk kolonisasi pada lipatan kulit


yaitu di zona intertriginous dikarenakan lingkungan lokal yang lembab dan
hangat. Lokasi kandidiasis intertrigo meliputi area inframmaria genitocrural,
gluteal, interdigital, dan di bawah daerah pannus dan aksilaris (Goldsmith,
L., et al., 2012).

Kelembaban, panas, gesekan dan maserasi kulit merupakan faktor


predisposisi utama, namun obesitas, diabetes melitus, dan penggunaan
antibiotik spektrum luas merupakan faktor tambahan. (University of
Adelaide, 2016).

Lesi terdiri dari ruam eritematosa dan dikelilingi oleh satelit berupa
vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula atau papulopustular yang
bisa pecah meninggalkan permukaan yang kasar dengan tepi yang erosif
(Widaty S., 2016).

Kandidiasis diapers dipicu oleh adanya kolonisasi yeast di traktus


gastrointestinal dan biasanya terjadi pada bayi yaitu pada kondisi
kelembaban kronis yang tidak higienis dan maserasi kulit lokal yang terkait
dengan iritasi amonitik akibat popok yang kotor. Lesi berawal dari area
perianal meluas ke perineum dan lipat inguinal berupa eritema (Goldsmith, L.,
et al., 2012).

Infeksi pada kuku dan lipatan paronychial terjadi paling sering pada
mereka yang menderita diabetes melitus atau yang biasanya membenamkan
tangan mereka ke dalam air (yaitu, pembantu rumah tangga, tukang roti,
nelayan, dan bartender dan lain sebagainya). Pada paronchia, ada kemerahan
awal, pembengkakan dan nyeri pada kuku proksimal dan lateral dengan
12

retraksi kutikula ke lipatan kuku proksimal. Nyeri dan eritema bisa terjadi di
sepanjang nail plate dan nail bed (Goldsmith, L., et al., 2012).

Kelainan kuku berupa onikolisis, yaitu terjadi penebalan kuku


sekunder, pengelupasan, kadang disertai kuku yang lepas, terdapat lekukan
transversal dan perubahan warna pada kuku menjadi kecoklatan. Penyebab
kandidiasis onikomikosis umumnya adalah C. albicans dengan kelainan di
kuku berupa distrofi total menyerupai onikomikosis yang disebabkan oleh
jamur golongan dermatofita. (Widaty S., 2016).

3. Kandidiasis vulvovagina dan balanitis atau balanopostitis kutaneous

Candida sp. menyebabkan 30%-35% balanitis menular. Faktor


predisposisi terhadap kandidiasis balanitis meliputi diabetes mellitus,
keadaan yang tidak disunat, dan infeksi vagina candidal pada pasangan
seksual. Kadang-kadang, pasien dengan balanitis mengeluhkan eritema
transien dan terbakar yang terjadi sesaat setelah hubungan seksual. Lesi
berupa erosi, pustula dengan dindingnya yang tipis, terdapat pada glans
penis dan sulkus koronarius glandis. Pada pasien diabetes atau
imunosupresi, balanitis ulseratif edematous yang parah dapat terjadi
(Goldsmith, L., et al., 2012). Kandidiasis vulvovaginal biasanya sering terdapat
pada penderita diabetes melitus karena kadar gula darah dan urin yang
tinggi dan pada perubahan hormonal (kehamilan dan siklus haid). Rekurensi
dapat terjadi juga karena penggunaan cairan pembersih genital, antibiotik,
imunosupresi. Keluhan utama ialah gatal di daerah vulva. Pada yang berat
terdapat pula rasa panas, nyeri sesudah miksi, dan dispareunia. Pada
pemeriksaan yang ringan tampak hiperemia pada labia minora, introitus
vagina dan vagina terutama 1/3 bagian bawah. Sering pula terdapat kelainan
khas ialah bercak-bercak putih kekuningan.

Pada kelainan yang berat juga terdapat edema pada labia minora dan
ulkus-ulkus yang dangkal pada labia minora dan sekitar introitus vagina.
Flour albus pada kandidiasis vulvovagina berwarna kekuningan. Tanda yang
13

khas ialah disertai gumpalan-gumpalan berwarna putih kekuningan (Widaty


S., 2016).

4. Kandidiasis mukokutan kronis dan kandidiasis granulomatosa

Kandidiasis mukokutan kronis adalah bentuk kandidiasis persisten,


biasanya disebabkan oleh C. albicans pada kulit, kuku, orofaring dan selaput
lender dan bersifat kronis yang terjadi pada pasien dengan berbagai
gangguan metabolik terhadap imunitas yang dimediasi oleh sel. Ini
merupakan akibat dari disfungsi dari leukosit atau kelainan endokrin seperti
hipoparatiroidisme, penyakit Addison, hipotiroidisme, diabetes, disfungsi
tiroid dan penyakit autoimun poliglandular. Kandidiasis granulomatosa
merupakan penyakit yang sering menyerang anak-anak. Lesi berupa papul
kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan yang melekat
erat di bagian dasarnya. (Widaty S., 2016). Lesi terlokalisasi di muka,
kepala, kuku, badan, tungkai dan laring yang dapat terjadi dengan atau tanpa
endokinopati yang ditandai dengan lesi granulomatosa hyperkeratic
(University of Adelaide, 2016).

5. Kandidiasis neonatal dan kongenital

Berat badan lahir rendah (BBLR) dan usia kehamilan yang relative
muda, kateterisasi intravaskular yang berkepanjangan dan penggunaan obat
antibiotik merupakan predisposisi pada infeksi kandidiasis sistemik pada
neonatus. Kandidiasis kongenital yang didapat dalam rahim biasanya
terbatas pada kulit dalam bentuk ruam vesikular eritematosa. Kandidiasis
intrauterin juga dapat menyebabkan aborsi (University of Adelaide, 2016).
Kandidiasis ini ditemukan kelainan pada kulit dan selaput lendir bayi baru
lahir, lesi khas berupa vesikel atau pustul dengan dasar eritematosa pada
wajah, dada yang meluas generalisata (Widaty S., 2016).

6. Kandidiasis Esofageal

Kandidiasis esofageal sering dikaitkan dengan AIDS dan


imunosupresi berat setelah pengobatan leukemia atau tumor dan biasanya
14

diikuti dengan kandidiasis oral. Esofagitis juga dapat menyebabkan


septikemia dan kandidiasis diseminata. Gejalanya meliputi rasa terbakar di
daerah substernal, disfagia, mual dan muntah. Diagnosis klinis berdasarkan
temuan radiologis dan endoskopi, yang biasanya terlihat gambaran berupa
plak mukosa putih dengan eritema yang menyerupai kandidiasis oral.
Infeksi herpes simpleks atau sitomegalovirus (CMV) mungkin juga dapat
menyebabkan kandidiasis oesophageal. Diagnosis klinis dari kandidiasis
esofageal perlu dikonfirmasi oleh pemeriksaan histopatologi dan kultur
(University of Adelaide, 2016).

F. Tanda dan Gejala Kandidiasis

Penderita kandidiasis memiliki gejala yang berbeda-beda, tergantung


pada lokasi infeksinya. Berikut adalah beberapa gejala candidiasis yang dibagi
berdasarkan bagian tubuh yang terserang:

1. Candidiasis mulut (thrush)


a. Bercak putih atau kuning di lidah, bibir, gusi, langit-langit mulut, dan
pipi bagian dalam
b. Kemerahan di mulut dan tenggorokan
c. Kulit pecah-pecah di sudut mulut
d. Rasa nyeri saat menelan
2. Candidiasis vulvovaginal
a. Rasa gatal yang ekstrem di vagina
b. Rasa nyeri dan terbakar saat buang air kecil
c. Rasa tidak nyaman selama berhubungan seks
d. Pembengkakan pada vagina dan vulva
e. Keputihan yang menggumpal
3. Candidiasis kulit (cutaneous candidiasis)
a. Ruam yang gatal di lipatan kulit, seperti ketiak, selangkangan, sela jari,
atau di bawah payudara
b. Kulit yang kering dan pecah-pecah
15

c. jika terjadi infeksi sekunder (infeksi kuman lain termasuk bakteri pada
area kulit)

G. Faktor Risiko Kandidiasis

Kandidiasis merupakan infeksi jamur yang bersifat opportunistik.


Infeksi Candida dapat dengan mudah menyerang hospes tertentu. Faktor-faktor
risiko yang dapat memudahkan terjadinya infeksi kandida, antara lain:
1. Jenis kelamin.
Infeksi kandidiasis ditemukan banyak terdapat pada perempuan,
diduga karena perempuan lebih banyak melakukan pekerjaan rumah tangga
seperti kontak dengan air, kehamilan, dan memakai pakaian ketat sehingga
menyebabkan keringat dan lembab.
2. Usia.
Angka kejadian infeksi kandidiasis biasanya meningkat pada bayi
dan orang tua, hal itu disebabkan karena status imunologisnya tidak
sempurna. Infeksi kandidiasis juga disebutkan meningkat pada anak-anak
yang menderita dermatitis atopik atau dermatitis seboroik. Infeksi
kandidiasis terbanyak terjadi pada usia 1-4 tahun, kemungkinan karena
pendidikan masyarakat Indonesia yang menengah kebawah kurang baik
sehingga kurangnya pengetahuan menjaga higiene pada anak-anak. Kondisi
iklim Indonesia yang tropis juga merupakan faktor eksogen, anak-anak
berumur 1-4 tahun yang sedang aktif bermain, mudah berkeringat dan
membuat menjadi kulit menjadi lembap atau basah.
3. Status Pekerjaan.
Riwayat pekerjaan infeksi kandida pada kulit dari tahun 2011-2013,
58 pasien (50,9%) belum bekerja atau masih pelajar, yaitu usia 0-18 tahun,
sedangkan 56 pasien berumur diatas 18 tahun (49,1%) tidak ada keterangan
pekerjaan. Pada pasien infeksi kandida pada kuku, tahun 2011 didapatkan 1
orang dengan riwayat pekerja salon (14,28%) dan tidak ada data pekerjaan
sebanyak 5 pasien (71,42%), pada tahun 2012 didapatkan 3 orang (60,0%)
16

tidak ada data pekerjaan, dan 2013 didapatkan 1 orang pekerja tambak
(9,09%) dan 1 pasien ibu rumah tangga (9,09%).

4. Penyakit yang sedang diderita.


Riwayat sakit seseorang dapat berperan penting sebagai faktor risiko
infeksi kandida. Pasien dengan riwayat HIV, Diabetes Mellitus, atau pada
pasien lain dengan immunocompremised memiliki risiko yang tinggi untuk
terinfeksi.
5. Riwayat konsumsi obat-obatan.
Sebagian besar pasien dengan infeksi kandida pada kulit sudah
mengobati dengan kortikosteroid topikal sedangkan infeksi kandida pada
kuku sudah mengobati dengan minyak tawon. Infeksi kandida ini sering
didiagnosis dengan dermatitis sehingga masyarakat sering berpikir bahwa
ini penyakit ringan dan dapat diobati sendiri. Hal itu membuat gambaran
infeksi kandida menjadi tidak jelas. Kendala lainnya dokter umum juga sulit
melakukan pemeriksaan, baik pemeriksaan langsung dan kultur atau biakan
karena keterbatasan skill dan alat yang ada (Soetidjo SDR, 2016).

H. Diagnosis Kandidiasis

Diagnosis infeksi kandida dapat ditegakkan melalui anamnesa,


pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Melalui anamnesis dapat
diketahui faktor predisposisi dan gejala klinis pasien. Tergantung dari jenis
kandidiasis yang dialami. Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan manifestasi
klinis dari kandidiasis. Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan :
(Kuswadji, 2006)
1. Pemeriksaan langsung Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa
dengan larutan KOH 10% atau dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi,
blastospora, atau hifa semu.
2. Pemeriksaan biakan Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar
dekstrosa glukosa Saboroud.
17

I. Pencegahan Kandidiasis

Candidiasis dapat dicegah dengan menjaga kebersihan pribadi dan


sistem kekebalan tubuh. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah:

1. Jaga kebersihan mulut dan gigi dengan rutin menggosok gigi dan
melakukan pemeriksaan ke dokter gigi minimal 6 bulan sekali
2. Hentikan kebiasaan merokok.
3. Gunakan pakaian yang nyaman dan menyerap keringat
4. Ganti pakaian, pakaian dalam, dan kaos kaku, secara teratur.
5. Ganti pembalut secara rutin saat menstruasi.
6. Konsumsi makanan bergizi seimbang dan probiotik.
7. Bersihkan area vagina dengan air mengalir, serta hindari penggunaan panty
liner dan sabun pembersih kewanitaan tanpa anjuran dokter.
8. Lakukan kontrol rutin ke dokter, jika Anda menderita penyakit yang bisa
melemahkan sistem kekebalan tubuh, seperti diabetes, kanker, atau
HIV/AIDS.
9. Kontrol rutin juga perlu dilakukan bila Anda menjalani kemoterapi atau
menggunakan obat kortikosteroid untuk waktu yang lama.
10. Jangan menggunakan obat kortikosteroid dan antibiotik di luar anjuran
dokter

J. Penatalaksanaan

Meskipun obat antijamur yang digunakan dalam perawatan klinis


tampaknya beragam dan banyak, hanya beberapa kelas agen antijamur yang
saat ini tersedia untuk mengobati infeksi mukosa atau sistemik dengan
Candida sp. (Claudia S. dan Darío L., 2013).

Golongan Antifungal MOA Nama Obat

Azole Menghambat Miconazole


lanosterol
Clotrimazole
18

14-𝛼-demethylase Econazole

Ketoconazole

Fluconazole

Itraconazole

Voriconazole

Posaconazole

Echinocardins Menghambat (1,3) β- Caspofungi


D-Glucan synthase
Micafungi

Anidulafungin

Polyenes Binding Ergosterol Nystatin

Amphotericin B

Nucleosida Analogs Menghambat Flucytosine


DNA/RNA synthesis

Allynamines Menghambat squalene Terbinafine


- epoxidase
Amorolfine

Naftifine

Thiocarbamates Menghambat squalene Tolnaftate


- epoxidase
Tolciclate

Antibiotocs Interaksi dengan β- Griseofulvin


Tubulin
Tabel 2. 1 Target dan mode tindakan beberapa agen antijamur (Murtiastutik D., et
al, 2016)
19

Pengobatan secara umum yaitu dengan menguragi dan mengobati


faktor-faktor predisposisi dan mengobati infeksi sekunder dengan kompres
Sodium chlorida 0,9% selama 3 hari dan antibiotik yang tidak berspektrum
luas, seperti eritromisin, kotrimoksasol, linkomisin, klindamisin selama 5-7
hari. Pada kandidiasis oral dapat diberikan obat topikal, yaitu menggunakan
nystatin oral suspensi sebanyak 4-6ml, 4 kali sehari sesudah makan dan harus
ditahan di mulut sebelum di telan. Pada bayi diberikan nystatin sebanyak 2ml
dan empat kali sehari. Dapat juga menggunakan solusio gentian violet 1%,
dioleskan dua kali sehari selama 3 hari.

Tablet oral diberikan dengan indikasi risiko tinggi terjadi disseminasi


(kandidiasis sistemik) yaitu pada penderita granulositopenia/
immunocoprimised, dan penderita yang mendapat terapi immunosupresif. Dan
tablet oral diberikan juga ketika terapi topikal hasilnya gagal atau tidak
sembuh, yaitu diberikan tablet ketokonazole 200 mg – 400 mg (1-2 tablet) per
hari selama 2-4 minggu (untuk infeksi kronis perlu 3-5 minggu dan dapat juga
diberikan kapsul itrakonazol 100 mg – 200 mg (1-2 kapsul per hari selama 4
minggu) (Murtiastutik D., et al, 2016).

Pengobatan dengan obat jamur standard diduga dapat menyebabkan


toksisitas obat dan adanya resisten. Hal ini disebabkan karena pengobatan
berulang sehingga terjadi penekanan system imun bagi pasen yang
menggunakan obat antijamur sebagai profilaksis (Ruhnke, 2006, dalam Novilla
A, 2017).

Toksisitas yang ditimbulkan akibat pemakaian beberapa obat antijamur


di antaranya kerusakan ginjal yang tidak dapat disembuhkan walaupun obat
dihentikan, anemia hemolitik, gangguan fungsi alat pencernaan dan juga hati.
Resistensi terhadap antijamur sebagai akibat perubahan enzim sehingga
menyebabkan demetilasi yang mengganggu sintesis ergosterol jamur, produksi
enzim yang berlebihan pada jamur, mutasi jalur metabolisme ergosterol yang
mengakibatkan penumpukan sterol toksik, dan komponen sterol pada membran
sel berkurang (Novilla et al., 2016 dalam Novilla A, 2017)
20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit tropik merupakan penyakit yang mudah berkembang didaerah
yang beriklim tropis, seperti Negara Indonesia. Penyakit tropik dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Penyakit kandidiasis
merupakan salah satu penyakit yang dapat terjadi di daerah tropis dan
diakibatkan oleh jamur, hal itu dipengaruhi oleh iklim di Indonesia dan sanitasi
di lingkungan masyarakat, sehingga jamur mudah tumbuh pada lingkungan
yang memiliki temperatur dan kelembaban yang tinggi.

Kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur genus


Candida. Spesies terbanyak penyebab kandidiasis adalah Candida albicans,
jamur ini terkhusus menginfeksi kulit, kuku, membran bagian lembab, dan
traktuts gastrointeostinal, tetapi jamur ini juga dapat menyerang anggota tubuh
lapisan dalam biasanya disebut infeksi systemik. Data penyakit kandidiasis
yang tercatat di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2013–2016 menyatakan
bahwa pasien yang berumur 45–64 tahun dan berjenis kelamin perempuan
memiliki prevalensi cukup banyak dibandingkan kelompok umur lainnya.

Manifestasi klinis mungkin akut, subakut atau kronis sampai episodik.


Infeksi kandidiasis dapat menyerang bagian beberapa tubuh yang terlokalisir
yaitu pada mulut, tenggorokan, kulit, kulit kepala, vagina, jari tangan, kuku,
bronkus, paru-paru, atau saluran gastrointestinal, atau menjadi sistemik seperti
pada septikemia, endokarditis dan meningitis. Infeksi kandidiasis sistemik
biasanya terjadi pada pasien dengan defisiensi imun atau pasien
immunocompremised dan pasien yang mendapat terapi kanker, terapi
imunosupresi, atau terapi pasca transplantasi

21
22

Tanda dan gejala penyakit kandidiasis berbeda-beda, tergantung pada


lokasi infeksinya. Faktor risiko penyakit kandidiasis adalah jenis kelamin, usia,
status pekerjaan, penyakit yang diderita, dan riwayat konsumsi obat-obatan.
Diagnosis dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan langsung kerokan
kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10% atau dengan
pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu.

Pengobatan penyakit kandidiasis dapat dilakukan dengan konsumsi obat


antijamur yang tersedia untuk mengobati infeksi mukosa atau sistemik dengan
Candida sp. Namun penggunaan obat antijamur juga dapat menyebabkan
toksisitas obat dan adanya resisten. Toksisitas yang ditimbulkan akibat
pemakaian beberapa obat antijamur di antaranya kerusakan ginjal yang tidak
dapat disembuhkan walaupun obat dihentikan, anemia hemolitik, gangguan
fungsi alat pencernaan dan juga hati. Sedangkan resistensi dapat disebabkan
karena pengobatan berulang sehingga terjadi penekanan system imun bagi
pasen yang menggunakan obat antijamur sebagai profilaksis.

B. Saran

1. Bagi Instansi
Petugas kesehatan dapat memberikan penyuluhan mengenai
pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitarnya, serta
diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai
pencegahan penyakit kandidiasis.
2. Bagi Mayarakat
Masyarakat sebaiknya menjaga personal hygiene, dan lingkungan
sekitarnya sehingga dapat menurunkan risiko penyebaran agen penyebab
infeksi terutama jamur penyebab penyakit kandidiasis.
DAFTAR PUSTAKA
Adiguna. (2013). Daya Antifungal Infusa Biji Avokad (Persea Americana)
Terhadap Pertumbuhan Jamur Candida Tropicalis Secara In
Vitro. Skripsi Tesis. Universitas Airlangga. (Online). Tersedia di:
http://repository.unair.ac.id/19479/2/gdlhub-gdl-s1-2014-widjajabin-
29468-FULLTEXT.pdf. Diakses 09 Oktober 2020.

Astari L, Cholis M. (2013). Imunopatogensis Dermatomikosis Superfisialis.


Dalam: Bramono, dkk. Dermatomikosis Superfisialis. Ed ke-2. Jakarta:
Badan penerbit FKUI; 2013.h.1-7.15-18.

dr. Pane, M. (2020). Candidiasis. (Online). Tersedia di:


https://www.alodokter.com/candidiasis

Goldsmith, L., Katz, S., Gilchrest, B., Paller, A., Leffell, D. and Wolff, K. (2012).
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. The McGraw-
Hill Companies, Inc, pp.2298-2299.

Hakim L, Ramadhian MR. (2015). Kandidiasis oral (Online). Tersedia di:


https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/
1407/1251. Diakses 09 Oktober 2020.

Hay RJ, Asbee HR. Mycology (2010). In: Burn T, Breathnoch S, Cox N, Griffith
C, eds. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. Blackwell: Science
ltd; 2010.p.36.56

Novilla, A., Nursidika, P., & Mahargyani, W. (2017). Komposisi asam lemak
minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) yang berpotensi sebagai anti
kandidiasis. EduChemia (Jurnal Kimia dan Pendidikan), 2(2), 161-173.

Jabra RMA, Falker WA, Merz JWG, Kelley JL, Maqui AAMA, Meiler TF.
(2004) Fungal Biofilms and Drug Resistence of Candida albicans.
Emerg Infect Dis. 2004; 10: 3-19.

23
24

Kuswadji. (2006). Kandidosis. Dalam : Djuanda A., Hamzah M., Aishah S., Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi IV, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006. Pp:103-6

Sakaguchi, H. (2017). Treatment and prevention of oral candidiasis in elderly


patients. Med. Mycol J. 58(2): 43-49.

Soetojo SDR, Astari L. (2016). Profil pasien baru infeksi kandida pada kulit dan
kuku. BIKKK Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.;28(1):34.

The University of Adelaide. (2016). Clinical Grouping for Fungal Infections:


Skin Mycology. (online). Diakses dari:
http://www.mycology.adelaide.edu.au/Mycoses/ Diakses 09 Oktober
2020.

The University of Adelaide. (2016). Dermatophytosis. (online). Tersedia di:


http://www.mycology.adelaide.edu.au/Mycoses/Cutaneous/. Diakses 09
Oktober 2020.

Widaty, S. (2016). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Indonesia: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, pp.117-120.

Anda mungkin juga menyukai