Anda di halaman 1dari 3

Pengembangan Multimedia

Dari waktu ke waktu pembelajaran selalu mengalami perkembangan. Berbagai model,


metode, media serta hal-hal lain yang baru muncul dan dipergunakan dalam
pembelajaran. Perkembangan multimedia juga termasuk digunakan dalam
pembelajaran. Penggunaan multimedia dalam pembelajaran dapat menggantikan
metode pembelajaran secara konvensional menjadi lebih menarik.

Penggunaan dan perpaduan gambar, video dan suara dalam multimedia banyak menarik
maupun menggugah minat belajar peserta didik ataus siswa. Multimedia juga mampu
memudahkan penyampaian materi-materi tertentu kepada siswa dibandingkan dengan
cara penyampaian materi lainnya. Namun untuk membuat penggunaan dan materi
multimedia yang tepat pada pembelajaran perlu pengembangan khusus, mengingat
untuk produksi multimedia diperlukan pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun
dan membangun materi berbasis multimedia yang baik.

Pengembangan multimedia agar dapat dimasukkan dalam pembelajaran harus melalui


tahapan-tahapan yang terancang dengan baik dan runtut agar produk multimedia yang
dihasilkan memiliki kualitas yang baik dan tepat digunakan dalam
pembelajaran. Pengembangan multimedia dapat dilakukan dengan
metode Multimedia Development Life Cycle (MDLC) yang terdiri dari 6 tahap.
Tahapan pengembangan dalam Multimedia Development Life Cycle (MDLC) ini yaitu:

1. Concept (Konsep). Merumuskan dasar-dasar dari proyek multimedia yang akan


dibuat dan dikembangkan. Terutama pada tujuan dan jenis proyek yang akan
dibuat.
2. Design (Desain / Rancangan). Tahap dimana pembuat atau pengembang proyek
multimedia menjabarkan secara rinci apa yang akan dilakukan dan bagaimana
proyek multimedia tersebut akan dibuat. Pembuatan naskah ataupun navigasi
serta proses desain lain harus secara lengkap dilakukan.Pada tahap ini akan harus
mengetahui bagaimana hasil akhir dari proyek yang akan dikerjakan.
3. Obtaining Content Material (Pengumpulan Materi). Merupakan proses untuk
pengumpulan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam proyek. Mengenai materi
yang akan disampaikan, kemudian file-file multimedia seperti audia, video, dan
gambar yang akan dimasukkan dalam penyajian proyek multimedia tersebut.
4. Assembly (Penyusunan dan Pembuatan). Waktunya proyek multimedia diproduksi.
Materi-materi sefta file-file multimedia yang sudah didapat kemudian dirangkai
dan disusun sesuai desain. Pada proses ini sangat dibutuhkan kemampuan dari
ahli agar mendapatkan hasil yang baik.
5. Testing (Uji Coba). Setelah hasil dari proyek multimedia jadi, perlu dilakukan uji
coba. Uji coba dilakukan dengan menerapkan hasil dari proyek multimedia
tersebut pada pembelajaran secara minor. Hal ini dimaksudkan agar apa yang
telah dibuat sebelumnya memang tepat sebelum dapat diterapkan dalam
pembelajaran secara massal.
6. Distribution (Menyebar Luaskan). Tahap penggandaan dan penyebaran hasil
kepada pengguna. Multimedia perlu dikemas dengan baik sesuai dengan media
penyebar luasannya, apakah melalui CD/DVD, download, ataupun media yang
lain.

Selain menggunakan metode Multimedia Development Life Cycle (MDLC), terdapat juga


metode pengembangan multimedia untuk pembelajaran lain. Vaughan dalam Sutopo
(2012) mengidentifikasi bahwa juga terdapat 6 tahap yang sesuai untuk pengembangan
multimedia yaitu:

1. Analisis. Dalam tahap ini dilakukan identifikasi perkiraan kebutuhan yang


dihasilkan dari penelitian awal. Disamping itu dilakukan analisis mengeniai
teknologi, macam multimedia, dan media yang digunakan.
2. Pretesting. Dalam tahap ini, diidentifikasi kebutuhan skill untuk pengembangan
model, membuat outline konten, serta membuat prototype pada kertas.
3. Prototype Development. Dalam tahap ini dilakukan pembuatan screen mock-up
atau desain visual tampilan, peta konten, interface, dan script atau cerita.
4. Alpha Development. Dalam tahap ini dilakukan pembuatan storyboard, ilustrasi,
audiao, video, serta pemecahan masalah teknis yang dapat menghambat
pengembangan model.
5. Beta Development. Dalam tahap ini dilakukan pembuatan dokumen manual dan
kemasan, master file, serta pemberitahuan kepada media.
6. Delivery. Dalam tahap ini dilakukan penyiapan pendukung teknis, peluncuran
produk, penggandaan produk, dan penyelesaian pembayaran kepada semua
pihak.

Karakteristik multimedia pembelajaran


Karakteristik multimedia pembelajaran menurut Sigit Prasetyo 2007: 10 adalah: 1
Memiliki lebih dari satu media yang konvergen, misalnya menggabungkan unsur audio
dan visual 22 2 Bersifat interaktif, dalam pengertian memiliki kemampuan untuk
mengakomodasi respon pengguna 3 Bersifat mandiri, dalam pengertian memberi
kemudahan dan kelengkapan isi sedemikian rupa sehingga pengguna bisa
menggunakan tanpa bimbingan oran lain. Bambang Warsita 2008: 36 menyatakan
bahwa multimedia interaktif memiliki karakteristik diantaranya adalah : 1 dapat
digunakan secara acak, disamping secara linier; 2 dapat digunakan sesuai dengan
keinginan peserta didik, disamping menurut cara seperti yang dirancang oleh
pengembangnya; 3 gagasan-gagasan sering disajikan secara relistik dalam konteks
pengalaman peserta didik, relevan dengan kondisi peserta didik, dan dibawah kendali
peserta didik user; 4 prinsip-prinsip teori belajar kognitif dan konstruktivisme diterapkan
dalam pengembangan dan pemenfaatan bahan pembelajaran; 5 belajar dipusatkan dan
diorganisasikan menurut pengetahuan kognitif sehingga pengetahuan terbentuk pada
saat digunakan; 6 bahan belajar menunjukkan interaktivitas peserta didik yang tinggi;
dan 7 sifat bahan yang mengintegrasikan kata-kata dan contoh dari banyak sumber
media.
Miskonsepsi dan konsep
Miskonsepsi adalah kesalahanpemahaman dalam menghubungkan suatu konsep
dengan konsep-konsep yang lain, antara konsep yang baru dengan konsep yang sudah
ada dalam pikiran siswa, sehingga terbentuk konsep yang salah dan bertentangan
dengan konsepsi para ahli Fisika. Miskonsepsi fisika ada lima macam, yaitu: (a)
pemahaman konsep awal (preconceived notions); (b) keyakinan tidak ilmiah
(nonscientific beliefs); (c) pemahaman konseptual salah (conceptual misunderstandings);
(d) miskonsepsi bahasa daerah (Vernacular misconceptions); dan (e) miskonsepsi
berdasarkan fakta (factual misconceptions). Penyebab miskonsepsi fisika ada lima
bahagian, yaitu siswa (pengetahuan awal atau prakonsepsi/prior knowledge, pemikiran
asosiatif siswa, pemikiran humanistik, reasoning yang tidak lengkap/salah, intuisi yang
salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, dan minat siswa), guru,
bahan ajar atau literatur, konteks dan metode mengajar.

Anda mungkin juga menyukai