Anda di halaman 1dari 11

Nama : Mohd Syahrul

Nim : 01183080
BISNIS TERLARANG DALAM ISLAM
Sub Materi:
1. Riba
2. Penipuan (Ghisy)
3. Tathfif (Curang dalam Menimbang)
4. Qimaar (Judi)
5. Ghaban Fahisy (Melambungkan Harga)
6. Tadlis (Menutupi Cacat pada Komoditi)
7. Ihtikar (Menimbun)
8. Tas’ir (Kebijakan Negara Menetapkan Harga)

1.Riba
Riba secara bahasa dari kata rabaa-yarbuu - yang artinya tumbuh dan bertambah." Makna

bahasa kata riba ini bisa kita jumpai di beberapa kata dalam Al-Quran. Diantaranya,

Allah berfirman,

‫تعشوا رسول ربهم فأخذهم أخدة رابية‬

"Maka (masing-masing) mereka mendurhakai Rasul Tuhan mereka, lalu Allah menyiks.

mereka dengan siksaan yang rabiyah {QS AL Haaqqah 10}

Yang dimaksud siksaan abbah artinya siksa yang terus bertambah.

Allah juga berfirman.

‫فإذا أثرنا عليها الماء هيرث وربٹ والجثث‬


"Kemudian apabila telah kami turunkan air di atasnya. hiduplah bumi itu dan suburlah"Os

Al-Hall 5) Dalam ayat ini ada kata rabat yang artinya tumbuh.

Kata riba dalam makna bahasa juga bisa jumpai dalam hadis. Dalam keterangan dari

Abdurrahman bin Abi Bakr radhiyallahu 'anhuma, beliau menceritakan kondisi ahlus shuffah

yang tinggal di masjid nabawi. Terkadang Nabi makan berjamaah bersama mereka. Bagian

dari mukjizar Nabi . makanan yang disantap bersama para ahlus shuffah tidak habis-habis,

bahkan bertambah

Abdurrahman mengatakan,

‫قایم هللا ما گا بأحد من القمة األربا من أسفها أكثر منها‬

"Demi Allah, tidaklah kami mengambil satu suap pun kecuali muncul tambahan dari

bawahnya dalam jumlah yang lebih banyak (HR. Bukhari dan Muslim 20371).

Rujukan Judul Buku : RIBA DI SAKUMU Penulis: AMMI NUR BAITS

2. Penipuan (Ghisy)

Ghisy, khida tadhlil, tazyif (memalsu), dan sejenisnya merupakan istilah yang maknanya

mirip dan bisa digabung dalam satu istilah yaitu "dhalar (sebuah kesesatan). Karena semua

ini adalah penyimpangan dari (Menyesatkan) kebenaran, bahkan pelenyapan terhadapnya.

Itulah kejujuran dalam iman. Jika melakukan ghisy (penipuan), dan penyesatan, la bukan

muslim menurut pandangan yang benar.Rasulullah mengingatkan,

‫من حمل علينا السالح فليس منا ومن غشنا فليس منا‬

"Barangsiapa yang mengangkat senjata terhadap kami la bukan golongan kami siapa saja

yang berbuat penipuan (ghisy) ia bukan kelompok kami, " ( HR. Muslim).
Dari Abu Hurairah a berkata, "Rasulullah bersabda,

‫آنه المنافق ثالث إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا اؤين خان‬

"Ciri-cirn orang munafik ada tiga: apabila berbicara la dusta, apabila berjanji in ingkari, dan

apabila diberi amanat ia berkhianat" (HR AL Bukhari dan Muslim) Semua sifat munafik ini

berada dalam satu bingkai yaitu ghisy tadhlil dan tazyif (pemalsuan). Besar kecilnya dosa

karenanya sesuai dengan kadar dampak dan ghisy tadhlil dan tazyif tersebut.

Rujukan Judul Buku : As-Suluk Al-Ijtima'i (Fikih Sosial): Membangun Masyarakat

Berperadaban Islami Penulis: Syaikh Hasan Ayyub

3. Tathfif (Curang dalam Menimbang)

Al-Muthaffifin

Kata ini hanya dimuat satu kali dan terdapat pada surat Al-Muthaffifin ayat 1. Imam Ash-

Shabuni menjelaskan bahwa al-muthathfin, adalah kata jamak dari muthaff yakni orang yang

mengurangi timbangan dan takaran. Dan J adalah an-niqshamu, sedang asal katanya adalah

Jual yakni sesuatu yang mudah. Dikatakan demikian, karena al-muthafif hampir-hampir tidak

mencuri timbangan dan takaran selain sesuatu yang sedikit.

Menurut imam al Maraghi, at-tathfif adalah kecurangan dalam menakar. Dikatakan demikian,

karena apa yang diambil oleh si penimbang adalah sesuatu yang hina.

Awal pembahasan dalam surat ini mengkonsentrasikan pembasmian praktek kecurangan

dalam menimbang dan menakar. Maka orang-orang yang tidak yakin dengan kehidupan

akhirat tetap mempraktikkan kecurangannya dalam soal menimbang dan menakar Hal itu

terus berlansung dari waktu ke waktu lantaran mereka berkeyakinan bahwa mereka tidak

akan dibangkitkan kembali pada hari hisab


Kemudian dalam surat tersebut dibahas pula keadaan orang orang durhaka (al fujjar), ketika

mereka digiring dan disertakan pula ancaman kepadanya. Sebagaimana yang diceritakan

"Sekali-kali jangan curang, karena seungguhnya kitab orang yang durhuka tersimpan dalam

sin. Tahukah kamu apukah sijjin itu (ialah) kitab yang tertulis Kecelakaan yang salah pada

hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. (Al-Muthatfifiin. 10)

Rujukan Judul Buku : Al-Alfaazh: Buku Pintar Memahami Kata-kata Dalam Al-Qur'an

Penulis: Masduha

4. Qimaar (Judi)

Judi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai permainan dengan memakai

uang atau barang berharga sebagai taruhan. Dalam definisi tersebut terdapat tiga variabel

utama dari judi, yaitu permainan sebagai media judi, uang atau barang berharga sebagai objek

judi, dan taruhan sebagai transaksi atau aktivitas judi. Suatu permainan tanpa diikuti dengan

taruhan bukan termasuk judi. Taruhan yang menggunakan uang atau barang berharga,

meskipun tidak diikuti dengan permainan tertentu sudah dianggap sebagai judi karena

transaksi taruhannya sendiri sudah merupakan sebuah permainan.

Judi merupakan transaksi yang termasuk zero sum game, karena keuntungan salah satu pihak

merupakan kerugian dari pihak lain dengan niat yang sama Apabila dijumlahkan antara

keuntungan sebagai bilangan positif dan kerugian sebagai bilangan negatif, maka para pihak

yang terlibat hasilnya adalah nol.

Secara umum, bentuk judi (gambling) terbagi menjadi dua jenis, yaitu permainan (gaming),

di mana pelaku judi ikut terlibat dalam permainan, dan taruhan (betting), di mana pelaku judi

tidak terlibat dalam permainan yang menjadi media judi. Contoh judi karena permainan

adalah bermain futsal di mana yang kalah harus menanggung biaya lapangan, sedangkan
contoh judi karena taruhan adalah menonton pertandingan bola yang dimainkan oleh orang

lain dengan imbalan bahwa yang kalah akan membayar sejumlah uang atau barang kepada

pihak yang menang tebakan.

Selama ini, judi dalam muamalah (kegiatan interaksi manusia dengan manusia lainnya baik

dalam kegiatan bisnis maupun sosial) sering diartikan sebagai maisir makna dianggap

memiliki makna yang sama. Maisir secara harfiah bisa diartikan sebagai untung untungan

manipulasi, atau penipuan Sedangkan judi yang berbentuk taruhan dalam muamalah disebut

sebagai al-qimar dan merupakan bagian dari maisir. Dengan demikian, maisir bukan hanya

judi saja, tetapi mempunyai definisi yang lebih luas, sedangkan judi pasti termasuk maisir

Alquran tidak menjelaskan definisi atau bentuk nyata dari maisir. Itulah sebabnya, terdapat

perbedaan pendapat ulama tentang bentuk atau kegiatan yang termasuk maisir Untuk

membedakan bentuk dari maisir dan qimar dalam sebuah transaksi muamalah, secara

sederhana dapat dikatakan bahwa maisir adalah judi yang berbentuk permainan sedangkan

qimar adalah judi yang berbentuk taruhan.

Berdasarkan definisi di atas, maka investasi di pasar modal Islam tidak termasuk judi, baik

maisir ataupun qimar Investasi di pasar modal Islam menggunakan akad jual beli (bal) bukan

judi permainan (maisir) ataupun judi taruhan (qomar) dimana keuntungan penjual bukan dari

kerugian pembeli sehingga tidak terjadi transaksi zero sum game.

Rujukan Judul Buku : Ekonomi Syariah Pengantar Ekonomi Islam Penulis: Catharina

Vista Okta Frida

5. Ghaban Fahisy (Melambungkan Harga)


(Gha ban-al-Fahisy),artinya tidak memperbolehkan pengambilan keuntungan yang berlebihan

yang berarti orang yang menjual komoditas dengan menyatakan secara eksplisit atau

memberi kesan bahwa ia mengenakan harga pasar, padahal ia mengenakan harga yang terlalu
tinggi dengan memanfaatkan ketidaktahuan pembeli. Jika pembeli kemudian mengetahui

bahwa ia telah dikenai harga yang terlalu tinggi, ia memiliki pilihan untuk membatalkan

kontrak (Akad) dan mengambil kembali uang- nya. Walaupun para ahli hukum pada

umumnya tidak merekomendasikan tingkat keuntungan yang spesifik dalam perdagangan,

kita menemukan kesimpulan dalam buku-buku bahwa tingkat keuntungan maksimum dalam

perdagangan seharusnya adalah 5% untuk barang dagangan, 10% dalam kasus binatang, dan

20% dalam pro perti.

Rujukan Judul Buku : UNDERSTANDING Islamic Finance Penulis: Muhammad Ayub

6. Tadlis (Menutupi Cacat pada Komoditi)


Tadlis (Penipuan) (1) Informasi yang tidak lengkap (asymmetric Information), Transaksi di

mana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain, Tadlis dapat

terjadi dalam kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan. (2): Setiap transaksi dalam

islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak sama-sama ride).

Mereka harus mempunyal informasi yang sama complete information) sehingga tidak ada

pihak yang merasa dicurang ditipu karena ada suatu yang unknown to one party keadaan di

mana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain, ini disebut juga

assymetric information. Unknown to one party dalam bahasa ikihnya disebut todis, dan dapat

terjadi dalam 4 (empat) hal, yakni dalam: 1 Kuantitas 2. Kualitas 3. Harga dan 4.Waktu

Penyerahan. Tadlis dalam kuantitas contohnya adalah pedagang yang mengurangi

takaran/timbangan barang yang dijualnya. Dalam kualitas contohnya adalah penjual yang

menyembunyikan cacat barang yang ditawarkannya. Tadlis dalam harga contohnya adalah

memanfaatkan ketidaktahuan pembeli akan harga pasar dengan menaikkan harga produk di

atas harga pasar. Misalkan seorang tukang becak yang menawarkan jasanya kepada turis

asing dengan menaikkan tarif becaknya 10 kali lipat dari tarif normalnya. Hal ini dilarang

karena turis asing tersebut tidak mengetahui harga pasar yang berlaku. Dalam istilah fikih,
tadlis harga ini disebut ghaban Bentuk tadis yang terakhir, yakni tadlis dalam waktu

penyerahan. contohnya adalah petani buah yang menjual buah di luar musimnya padahal si

petani tahu bahwa dia tidak dapat menyerahkan buah yang dijanjikannya itu pada waktunya.

Demikian pula dengan konsultan yang berjanji untuk menyelesaikan proyek dalam waktu 2

bulan untuk memenangkan tender, padahal konsultan tersebut tahu bahwa proyek itu tidak

dapat diselesaikan dalam batas waktu tersebut. Dalam keempat bentuk tadlis di atas,

semuanya melanggar prinsip rela-sama-rela. Keadaan sama-sama rela yang dicapai bersifat

sementara, yakni sementara pihak yang ditipu tidak mengetahui bahwa dirinya ditipu. Pada

kemudian hari, yaitu ketika pihak yang ditipu tahu bahwa dirinya ditipu, la tidak merasa rela.

Rujukan Judul Buku : Buku pintar ekonomi Syariah Penulis: Ahmad Ifham Sholihin

7. Ihtikar (Menimbun)

Islam tidak membenarkan adanya sistem dan praktik yang akan mengganggu mekanisme

pasar, misalnya ihtikar atau menimbun barang. Ihtikar adalah suatu praktik ekonomi di mana

pedagang meng ambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menjual lebih

sedikit barang den an harga yang lebih tinggi. Pada umumnya praktik ihtikar dilakukan

dengan cara menimbun barang agar harga nya naik akibat kelangkaan tersebut. Menurut

Imam an-Nawawi,' ih tikar adalah:

‫االحتكار هو أن يشترى„ الطعام في وقت الغال للتجارة واليبيعه في الحال بل يدخره يعلو‬

‫ثمنه‬

"Membeli makanan pada waktu mahal untuk diniagakan dan tidak dijualnya dengan segera

akan tetapi disimpannya supaya harga meningkat."

Adapun Imam al-Ghazali memberikan pengertian ihtikar sebagaiberikut


‫االحتكار فبائع الطعام يدخر الطعام ينتظربه ع األسعار‬

"Seorang penjual makanan menimbun makanan (dagangannya) dan menantikan naiknya

harga."

Definisi di atas memberi gambaran bahwa pedagang membeli ba rang dagangannya dalam

hal ini makanan) dan tidak segera dijual akan tetapi terlebih dahulu disimpan dengan tujuan

agar harganya lebih tinggi schingga keuntungan (laba) yang diperolehnya lebih besar.

Berdasarkan penjelasan ini, maka penimbunan diharamkan jika terpenuhi syarat-syarat

berikut:

a Barang yang ditimbun melebihi kebutuhannya atau dapat dijadi kan persediaan satu tahun

penuh.

b. Barang yang ditimbunnya dalam usaha menunggu saat naiknya harga sehingga barang

tersebut dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi karena konsumen sangat

membutuhkannya.

c. Penimbunan dilakukan pada saat manusia sangat membutuhkan nya "

Kesimpulannya. iftikar dilarang dalam segala bentuk apabila memberikan bahaya bagi

manusia. Tidak ada keraguan lagi bahwa ih tikar merusak dan merobohkan kemaslahatan

umum dan juga menjauhkan pelakunya dari agama.

Rujukan Judul Buku : Hadis-hadis Ekonomi Penulis: Isnaini Harahap

8. Tas’ir (Kebijakan Negara Menetapkan Harga)

Istilah tas'ir berasal dari kata sa'ara, yusa iru, tas iran yang berarti menyalakan. Kemudian

dibentuk menjadi kata as-siru dan bentuk jamak nya aslar berarti harga (sesuatu). Kata assiru
ini digunakan di pasar untuk menyebut harga sebagai penyerupaan terhadap aktivitas penyala

an api, seakan menyalakan nilai (harga) bagi suatu barang

Tas ir dalam istilah syar'i adalah kebijakan pemegang kekuasaan atau wakilnya untuk

memerintahkan pelaku pasar agar tidak menjual komoditas kecuali dengan harga tertentu.

Dengan kata lain, negara melakukan intervensi (campur tangan) atas harga dengan

menetapkan harga tertentu atas suatu komoditas, dan setia pelaku pasar dilarang menjual

lebih atau kurang dan harga yang ditetapkan demi kemaslahatan publik.

Penetapan harga terjadi dalam tiga bentuk pertama, penetapan harga secara fix. Kedua,

penetapan harga tertinggi, yakni dengan menetapkan harga jual tertinggi. Misalnya,

penetapan harga eceran tertinggi pupuk Maka, penjual dilarang menjual pupuk lebih dari

harga tertinggi yang ditetapkan itu. Sebaliknya, dibolehkan menjual dengan harga yang lebih

rendah. Ini ditetapkan demi melindungi konsumen. Ketiga, pene tapan harga terendah, seperti

penetapan harga terendah gabah. Maka, pembeli dilarang membeli gabah lebih rendah dari

harga yang dite tapkan. Sebaliknya, diboleh membeli dengan harga yang lebih tinggi da ri

ketetapan harga terendah itu. Ini demi melindungi pihak produsen,dalam hal ini pihak petani.

Terkait hukum tas ir para ulama tidak sepakat. Mayoritas ulama me ngatakan bahwa tas ir itu

terlarang berdasarkan riwayat Hadis Rasulullah saw. melarang tas'ir, ia berkata kepada para

sahabat:

"Wahai Rasulullah. tentukan harga Rasulullah menjawab Sesungguh nya Allah Swt yang

menentukan harga, dan aku ingin bertemu Allah Swt. dan tidak ada yang menuntutku karena

kezaliman dalam masalah harta dan jiwa (HR Abu Dawud).

Berdasarkan Hadis di atas, tas ir merupakan bentuk kezaliman sehi- ngga Rasulullah

menolak untuk mengintervensi harga, meskipun kon disi ekonomi ketika itu dalam kondisi
harga yang tidak menentu (mera bumbung tinggi). Meskipun demikian, larangan tas ir bukan

secara mutlak. Karena dalam kondisi-kondisi tertentu kebijakan tas justru membawa berkah

dan kemaslahatan.

Oleh sebab itu, sebagian ulama semisal Sa'id Ibn Musayyib, Rabinh bin Abdurrahman,

Yahya bin Sa'id, Ibn Taimiyah, dan pengikut Abu Hanifah menyetujui adanya tas'ir. Menurut

pengikut Abu Yusuf, bahwa pemerintah harus menetapkan harga, ketika masyarakat

mengalami penderitaan akibat peningkatan harga di pasar, di mana hak penduduk harus

dilindungi dari kerugian yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan harga.

Rujukan Judul Buku : Kaidah Fikih Ekonomi Dan Keuangan Kontemporer: Pendekatan

Tematis dan Praktis Penulis: Dr. Moh. Mufid, Lc., M.H.I.

Anda mungkin juga menyukai