A. Pendidikan Karakter
Bangsa Indonesia sejatinya adalah bangsa yang memiliki karakter positif
yang kuat. Salah satu dari karakter itu adalah semangat kejuangan yang terbukti
telah berhasil membawa bangsa ini merebut kemerdekaannya dan tampil sebagai
negara yang merdeka dan berdaulat penuh. Oleh karena itu, dewasa ini, di tengah
maraknya tantangan pembangunan global yang sangat berat, menjadi kewajiban
bagi segenap komponen bangsa untuk saling memberikan pencerahan dan saling
berupaya membangun dan menumbuhkembangkan kembali karakter kejuangan itu
(Rajasa, M,H. 2009).
Menurut Presiden Sukarno, kemerdekaan adalah “jembatan emas” menuju
cita-cita demokrasi, sedangkan pembentukan “nation and character building”
dilakukan di dalam prosesnya. Kalau pada suatu saat Sukarno menyatakan bahwa,
“revolusi belum selesai,” maka dalam konteks “nation and character building,”
pernyataan demikian dapat dimengerti. Artinya, baik “nation” maupun
“character” yang dikehendaki sebagai bangsa merdeka belum mencapai standar
yang dibutuhkan (Otho, H,H. 2009).
Setiap orang tentu memiliki rasa kebangsaan dan memiliki wawasan
kebangsaan dalam perasaan atau pikiran, paling tidak di dalam hati nuraninya.
Dalam realitas, rasa kebangsaan itu seperti sesuatu yang dapat dirasakan tetapi
sulit dipahami(Otho, H,H. 2009). Rasa kebangsaan adalah kesadaran berbangsa,
yakni rasa yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang
tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta
kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini (Otho, H,H. 2009).
Secara umum, karakter bangsa sering didefinisikan sebagai hal unik dan
khas yang menjadi unsur pembeda antara bangsa itu dengan bangsa lainnya.
Karakter bangsa memiliki peran penting dalam menentukan kekuatan dan
kemampuan bangsa untuk mencapai tujuan pembangunan. Karakter bangsa adalah
unsur penting bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa (Haynes., C., Charles.
2008).
1
2
2
3
meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak bangsa ini, dan juga menjadikan
generasi bangsa yang memiliki rasa nasionalisme dan memahami tentang ideologi
negara agar rakyat Indonesia dapat mengembalikan jati diri bangsa (Otho,H,H.
2009).
3
4
Kegiatan PPK
bersama orang tua:
Kegiatan Intra-Kurikuler:
Interaksi dengan
Waktu Kegiatan Belajar – Mengajar
orang tua dan
Belajar* lingkungan / sesama
Kemendikbud (2016)
Menurut Kemendikbud (2016) nilai Karakter Religius ditunjukkan dalam perilaku
mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan: cinta damai, toleransi, menghargai
perbedaan agama, teguh pendirian, percayadiri, kerja sama lintas agama, antibuli
dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, melindungi
yang kecil dan tersisih.
Nilai Karakter Nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan
berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa,
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya: apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa,
rela berkorban, unggul dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat
hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.
Nilai Karakter Mandiri merupakan sikap dan perilaku yang tidak
bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu
untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Subnilai kemandirian antara
lain etos kerja (kerja keras), tangguh tahan banting, daya juang, profesional,
kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Nilai Karakter Gotong Royong mencerminkan tindakan menghargai
semangat kerjasama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama,
4
5
memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, bersahabat dengan orang lain dan
memberi bantuan pada mereka yang kurang mampu, tersingkir dan membutuhkan
pertolongan. Subnilai gotong royong antara lain menghargai, kerjasama, inklusif,
komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolongmenolong,
solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, sikap
kerelawanan.
KONKLUSI
MANFAAT ASPEK PENGUATAN
1. Penguatan karakter siswa dalam mempersiapkan 1. Revitalisasi manajemen berbasis sekolah melalui
daya saing siswa dengan kompetensi abad 21, yaitu: Broad Based Education (BBE)
berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi
2. Pembelajaran dilakukan terintegrasi di sekolah dan di 2. Sinkronisasi intra kurikuler, ko kurikuler, ekstra
luar sekolah dengan pengawasan guru kurikuler, dan pembiasaan serta sekolah terintegrasi
dengan kegiatan komunitas seni budaya, bahasa dan
sastra, olahraga, sains, serta keagamaan
3. Revitalisasi peran Kepala Sekolah sebagai manager 3. Deregulasi penguatan kapasitas dan kewajiban
dan Guru sebagai inspirator PPK Kepala Sekolah/Guru dan pelatihan secara
berkelanjutan (CPD-PKB)
4. Revitalisasi Komite Sekolah sebagai badan gotong 4. Penyiapan prasarana/sarana belajar (misal:
royong sekolah dan partisipasi masyarakat pengadaan buku, konsumsi, peralatan kesenian, alat
peraga, dll) melalui pembentukan jejaring kolaborasi
pelibatan publik
5. Penguatan peran keluarga melalui kebijakan 5. Implementasi bertahap dengan mempertimbangkan
pembelajaran 5 (lima) hari kondisi infrastruktur dan keberagaman kultural
daerah/wilayah
6. Kolaborasi antar K/L, Pemda, lembaga masyarakat, 6. Pengorganisasian dan sistem rentang kendali
penggiat pendidikan dan sumber-sumber belajar pelibatan publik yang transparan dan akuntabel
lainnya 1515
Kemendikbud (2016)
Penguatan Pendidikan Karakte Berbasis Kelas bertujuan :
1) Memahami pentingnya PPK dalam proses belajar mengajar di kelas.
2) Menyadari pentingnya mengembangkan karakter siswa melalui mata
pelajaran maupun tematik terpadu.
3) Menyadari pentingnya mengembangkan karakter siswa melalui metode
mengajar yang dipilih.
4) Menyadari pentingnya mengembangkan karakter siswa melalui
pengelolaan kelas.
5) Mampu memodelkan (untuk kepala sekolah) proses belajar mengajar yang
sekaligus menguatkan pendidikan karakter siswa melalui mata pelajaran
atau tema, metode mengajar, dan pengelolaan kelas.
Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah bertujuan :
5
6
BRANDING
6
7
Mensinkronkan
Melibatkan dan Menyinergikan program dan
memberdayakan program PPK kegiatan melalui
potensi lingkungan dengan berbagai
kerja sama
(pegiat seni program yang
budaya, tokoh ada di lingkup dengan Pemda,
masyarakat, DUDI) akademisi, pegiat masyarakat, dan
pendidikan, LSM orang tua
Kemendikbud (2016)
Masyarakat yang perlu berperan serta dalam PPK adalah :
1) Komunitas orang tua peserta didik
2) Komunitas pengelola pusat budaya (lokal dan modern)
3) Lembaga pemerintahan
4) Lembaga atau komunitas yang menyediakan sumber belajar
5) Komunitas masyarakat pegiat seni
6) Komunitas seniman dan budayawan
7) Lembaga bisnis dan perusahaan
7
8
Kemendikbud (2016)
8
9
2) Penilaian jujur, objektif, sesuai dengan kondisi nyata yang ada di lapangan.
Kejujuran dan objektifitas merupakan hal yang sangat penting bagi
pengembangan PPK.
3) Objektif berarti mendasarkan diri pada data-data yang dapat diverifikasi melalui
observasi, bukti-bukti dokumen, baik yang tertulis maupun melalui wawancara.
Objektifitas menjadi metode penilaian PPK.
Aspek M&E dalam PPK sebagai berikut :
1) Mendapatkan data dan informasi yang diperlukan tentang PPK
2) Mendapatkan gambaran tentang capaian PPK
3) Mendapatkan informasi tentang adanya kesulitan-kesulitan dan hambatan-
hambatan selama kegiatan PPK
1) Menilai keberhasilan pelaksanaan PPK
2) Menentukan kendala dan hambatan dalam pelaksanaan PPK
3) Mengidentifikasi sumber daya sekitar yang dapat menjadi rujukan dalam
pengembangan dan pelaksanaan PPK.
4) Mengidentifikasi model pengembangan PPK yang sesuai bagi sekolah.
Prinsip Monev PPK sebagai berikut
1) Berorientasi pada proses (Monev dilakukan untuk mengukur kemajuan
yang dicapai. Hasil monev digunakan sebagai bahan untuk peningkatan
mutu pelaksanan gerakan PPK di sekolah)
2) Mengacu pada kriteria keberhasilan (Monev seharusnya dilaksanakan
mengacu pada kriteria keberhasilan program yang telah ditetapkan
sebelumnya. Penentuan kriteria keberhasilan disesuaikan dengan prinsip-
prinsip pelaksanaan gerakan PPK)
3) Mengacu pada asas manfaat (Monev sudah seharusnya dilaksanakan
dengan tidak mencari-cari kesalahan akan tetapi justru mencari solusi yang
dapat mempermudah pelaksanaan gerakan PPK di sekolah. Monev
berorientasi asas manfaat pengelolaan sekolah.
4) Dilakukan secara jujur dan objektif
Item Penilaian Monev PPK sebagai berikut :
1) Visi, misi dan perumusan
2) Tata Kelola PPK
9
10
1 Sosialisasi dengan yayasan, guru dan Menyamakan langkah tentang 3,4,5 Oktober
komite pengembangan PPK di SMP Islam 2016
Al-Azhar BSD
2 Rapat kerja tim pengembang kurikulum Menyusun kegiatan PPK sebagai 8,9 Oktober 2016
sisipan dari pengembangan KTSP
3 Membuat edaran tentang agenda kegiatan Koordinasi dengan orang tua 10 Oktober 2016
pengembangan PPK kepada orang tua tentang kegiatan PPK
murid
4 Menyusun koordinator penanggung jawab Mengorganisir seluruh kegiatan 10 Oktober 2016
setiap item kegiatan PPK
5 Rapat evaluasi setiap akhir bulan Kontroling kegiatan 30 Oktober 2016
6 Penilaian hasil kegiatan PPK oleh Tim Memberikan laporan PPk kepada 10 Desember
Pengembang Kurikulum orang tua 2016 77
Kemendikbud (2016)
C. Wawasan Kebangsaan
10
11
kehidupan dan tujuan nasional yang jelas. Berdasarkan rasa dan paham
kebangsaan itu, timbul semangat kebangsaan atau semangat patriotisme.
Wawasan kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu bangsa untuk
mewujudkan jati diri, serta mengembangkan perilaku sebagai bangsa yang
meyakini nilai-nilai budayanya, yang lahir dan tumbuh sebagai penjelmaan
kepribadiannya.
Rasa kebangsaan bukan monopoli suatu bangsa, tetapi ia merupakan
perekat yang mempersatukan dan memberi dasar keberadaan (raison d’entre)
bangsa-bangsa di dunia. Dengan demikian rasa kebangsaan bukanlah sesuatu
yang unik yang hanya ada dalam diri bangsa kita karena hal yang sama juga
dialami bangsa-bangsa lain.
Bagaimana pun konsep kebangsaan itu dinamis adanya. Dalam
kedinamisannya, antar-pandangan kebangsaan dari suatu bangsa dengan bangsa
lainnya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Dengan benturan budaya
dan kemudian bermetamorfosa dalam campuran budaya dan sintesanya, maka
derajat kebangsaan suatu bangsa menjadi dinamis dan tumbuh kuat dan kemudian
terkristalisasi dalam paham kebangsaan.1
Wawasan kebangsaan merupakan jiwa, cita-cita, atau falsafah hidup yang
tidak lahir dengan sendirinya. Ia sesungguhnya merupakan hasil konstruksi dari
realitas sosial dan politik (sociallyand politicallyconstructed).2 Pidato Bung Karno
atau perhatian Hatta mengenai wawasan kebangsaan adalah bagian penting dari
konstruksi elit politik terhadap bangunan citra (image) bangsa Indonesia. Apa pun
perbedaan pandangan elit tersebut, persepsi itu telah membentuk kerangka
berpikir masyarakat tentang wawasan kebangsaan.
Mengadopsi pemikiran Talcott Parsons3 mengenai teori sistem, wawasan
kebangsaan dapat dipandang sebagai suatu falsafah hidup yang berada pada
tataran sub-sistem budaya Dalam tataran ini wawasan kebangsaan dipandang
sebagai ‘way of life’ atau merupakan kerangka/peta pengetahuan yang mendorong
terwujudnya tingkah laku dan digunakan sebagai acuan bagi seseorang untuk
menghadapi dan menginterpretasi lingkungannya.
11
12
12
13
secara aktif proses perumusan kebijaksanaan pada tingkat mana pun, faktor
ekonomi sangat menentukan. Dengan demikian, tingkat partisipasi politik rakyat
sangat erat kaitannya dengan tingkat kemajuan ekonominya. Jalan menuju
demokrasi adalah pembangunan ekonomi, seperti juga jalan menuju pembangunan
ekonomi adalah demokrasi.
Ekonomi yang kuat yang antara lain tercermin pada tingkat pendapatan
per kapita dan tingkat pertumbuhan yang tinggi belum menjamin terwujudnya
demokrasi yang sehat apabila struktur ekonomi pincang dan sumber-sumber daya
hanya terakumulasi pada sebagian sangat kecil anggota masyarakat. Dengan
demikian, upaya-upaya pemerataan pembangunan yang sekarang diberikan
perhatian khusus harus dipandang pula sebagai langkah strategis dalam rangka
pengejawantahan dari wawasan kebangsaan.
Dapat dipahami bila wawasan kebangsaan hanya tumbuh dan dapat
diwujudkan dengan energi yang diberikan oleh sub sistem lainnya. Sub-sistem
politik akan memberikan energi kepada bekerjanya sub-sistem ekonomi, untuk
kemudian memberikan energi bagi sub-sistem sosial dan pada akhirnya kepada
sub-sistem budaya. Sebaliknya, apabila sub-sistem budaya telah bekerja dengan
baik karena energi yang diberikan oleh sub-sistem lainnya, maka sub-sistem
budaya ini akan berfungsi sebagai pengendali (control) atau yang mengatur dan
memelihara kestabilan bekerjanya sub-sistem sosial. Begitu seterusnya, sub-
sistem sosial akan memberi kontrol terhadap sub-sistem ekonomi, dan sub-sistem
ekonomi akan bekerja sebagai pengatur bekerjanya sub-sistem politik.
Di dalam kehidupan ekonomi nasional, sistem ekonomi Indonesia
berdasarkan pula pada demokrasi, yakni yang disebut sebagai demokrasi ekonomi.
Pengertian demokrasi ekonomi sesungguhnya mencerminkan kelanjutan hakikat
dari cara pandang integralistik dalam pemerintahan negara yang berdasarkan pada
demokrasi kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-
seorang.
Dengan demikian, demokrasi ekonomi merupakan suatu bentuk
penajaman dari pesan politik kemerdekaan bangsa Indonesia. Dimensi politik ini
harus dipahami secara hati-hati untuk tetap dapat menghormati dan tidak
13
14
DAFTAR RUJUKAN
Kemendikbud. 2016. Penguatan Nilai Nilai Pendidikan Karakter.jakarta :
Kemendikbud .
Utomo, E. 2016. Penguatan Pendidikan Karakter : Jakarta : Dirjen GTK
Otto,HH. 2016. Nation and Character Building Melalui Pemahaman Wawasan
Kebangsaan. Jakarta : Depdikbud
14