Anda di halaman 1dari 14

1

PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER


DAN WAWASAN KEBANGSAAN

A. Pendidikan Karakter
Bangsa Indonesia sejatinya adalah bangsa yang memiliki karakter positif
yang kuat. Salah satu dari karakter itu adalah semangat kejuangan yang terbukti
telah berhasil membawa bangsa ini merebut kemerdekaannya dan tampil sebagai
negara yang merdeka dan berdaulat penuh. Oleh karena itu, dewasa ini, di tengah
maraknya tantangan pembangunan global yang sangat berat, menjadi kewajiban
bagi segenap komponen bangsa untuk saling memberikan pencerahan dan saling
berupaya membangun dan menumbuhkembangkan kembali karakter kejuangan itu
(Rajasa, M,H. 2009).
Menurut Presiden Sukarno, kemerdekaan adalah “jembatan emas” menuju
cita-cita demokrasi, sedangkan pembentukan “nation and character building”
dilakukan di dalam prosesnya. Kalau pada suatu saat Sukarno menyatakan bahwa,
“revolusi belum selesai,” maka dalam konteks “nation and character building,”
pernyataan demikian dapat dimengerti. Artinya, baik “nation” maupun
“character” yang dikehendaki sebagai bangsa merdeka belum mencapai standar
yang dibutuhkan (Otho, H,H. 2009).
Setiap orang tentu memiliki rasa kebangsaan dan memiliki wawasan
kebangsaan dalam perasaan atau pikiran, paling tidak di dalam hati nuraninya.
Dalam realitas, rasa kebangsaan itu seperti sesuatu yang dapat dirasakan tetapi
sulit dipahami(Otho, H,H. 2009). Rasa kebangsaan adalah kesadaran berbangsa,
yakni rasa yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang
tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta
kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini (Otho, H,H. 2009).
Secara umum, karakter bangsa sering didefinisikan sebagai hal unik dan
khas yang menjadi unsur pembeda antara bangsa itu dengan bangsa lainnya.
Karakter bangsa memiliki peran penting dalam menentukan kekuatan dan
kemampuan bangsa untuk mencapai tujuan pembangunan. Karakter bangsa adalah
unsur penting bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa (Haynes., C., Charles.
2008).

1
2

Nilai pra kondisi pembentuk karakter adalah keagamaan, gotong royong,


kebersihan, kedisiplinan, kebersamaan, peduli lingkungan dan kerja keras.
Sedangkan menurut Kemendiknas ( 2012) nilai nilai pendidikan karakter bangsa
meliputi : relegius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, mandiri semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.
Haynes, C(2008) menyatakan bahwa character building is a never ending
process, yang artinya bahwa pembangunan karakter dilakukan sejak kita masih
berupa janin di dalam kandungan sampai saat kita menutup usia. Oleh karena itu,
pembangunan karakter dalam kehidupan kita dapat dibagi dalam tiga tahapan
pembangunan karakter, yaitu pada usia dini (tahap pembentukan), usia remaja
(tahap pengembangan), dan saat dewasa (tahap pemantapan).
Di negeri ini cukup banyak ditemukan sosok yang tidak tulus ikhlas , tidak
bersungguh-sungguh, senang yang semu, senang yang basa-basi, yang lebih
senang memilih budaya ABS (asal bapak senang), yang semua itu sangat merusak
karakter individu dan mempunyai implikasi pada rusaknya karakter bangsa.
Dalam koridor kebiasaan, masih cukup banyak dikembangkan kebiasaan-
kebiasaan yang salah, seperti tidak menepati waktu, ingkar janji, saling
menyalahkan, dan mengelak tanggung jawab. Dalam koridor memberi teladan,
ternyata dalam kehidupan bermasyarakat kita masih sangat langka adanya teladan.
Dewasa ini terjadi kondisi yang mengarah pada rusaknya karakter bangsa.
Rusaknya karakter bangsa ini salah satu sebab yang menimbulkannya adalah
krisis, akan tetapi akar permasalahan dari hal ini ada pada diri manusia sendiri.
bukan tidak mungkin apa yang telah kita lakukan selama ini juga merupakan
penunjang dan pemicu dari hilangnya identitas dan jati diri bangsa. Sebagian
rakyat Indonesia tidak lagi memikirkan dan berusaha untuk membangun karakter
bangsa ini, bahkan cenderung telah diabaikan.
Kondisi pendidikan formal di bangsa juga tak kalah buruknya. Anak didik
kita lebih sebagai “kelinci percobaan” bagi berbagai eksperimen kebijakan
lembaga pendidikan daripada sebagai anak bangsa yang harus dikembangkan
karakternya. Maka pendidikan haruslah direvisi dan dijadikan sarana untuk

2
3

meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak bangsa ini, dan juga menjadikan
generasi bangsa yang memiliki rasa nasionalisme dan memahami tentang ideologi
negara agar rakyat Indonesia dapat mengembalikan jati diri bangsa (Otho,H,H.
2009).

B. Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)


Berdarkan kebijakan Kemendikbud(2016) Gerakan pendidikan di
sekolah untuk memperkuat karakter siswa diupayakan melalui harmonisasi olah
hati (etik), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik)
dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan
masyarakat yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental
(GNRM)
Menurut Utomo, E (2016) tantangan upaya PPK adalah :
1) Besarnya populasi siswa, guru, dan sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia
2) Membangun sinergi dan tanggungjawab terhadap pendidikan karakter anak antara
sekolah, orang tua dan masyarakat
3) Tantangan globalisasi
4) Memperkuat kemampuan beradaptasi terhadap perubahan melalui penumbuhan
nilai-nilai religiusitas dan kearifan lokal bangsa
5) Terbatasnya pendampingan orang tua
6) Perlu peningkatan kualitas hubungan orang tua dengan anak di rumah dan
lingkungannya
7) Keterbatasan sarana belajar dan infrastruktur
Dari tantangan di atas maka diperlukan diimplementasikan Penguatan Pendidikan
Karakter (PPK) yang disimulasikan berikut ini :.

3
4

SIMULASI MODEL IMPLEMENTASI PPK


Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
Nilai Karakter**
Penguatan Nilai Utama:
Waktu Religius, Nasionalis, Mandiri, Gotong Royong, Integritas
Kegiatan Pembiasaan:
Memulai hari dengan Upacara Bendera (Senin), Apel, menyanyikan lagu Indonesia Raya, Lagu
Nasional, dan berdoa bersama. Membaca buku-buku non-pelajaran tentang PBP, cerita rakyat,
15 menit sebelum memulai pembelajaran.

Kegiatan PPK
bersama orang tua:
Kegiatan Intra-Kurikuler:
Interaksi dengan
Waktu Kegiatan Belajar – Mengajar
orang tua dan
Belajar* lingkungan / sesama

Kegiatan Ko-Kurikuler dan Ekstrakurikuler:


Sesuai minat dan bakat siswa yang dilakukan di bawah bimbingan guru/pelatih/melibatkan
orang tua & masyarakat: Kegiatan Keagamaan, Pramuka, PMR, Paskibra, Kesenian, Bahasa &
Sastra, KIR, Jurnalistik, Olahraga, dsb.
Kegiatan Pembiasaan:
Sebelum menutup hari Siswa melakukan refleksi, menyanyikan lagu daerah dan berdoa
bersama.
*Durasi waktu tidak mengikat dan disesuaikan dengan kondisi sekolah
** Nilai-nilai karakter disesuaikan dengan GNRM, kreativitas sekolah, dan kearifan lokal

Kemendikbud (2016)
Menurut Kemendikbud (2016) nilai Karakter Religius ditunjukkan dalam perilaku
mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan: cinta damai, toleransi, menghargai
perbedaan agama, teguh pendirian, percayadiri, kerja sama lintas agama, antibuli
dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, melindungi
yang kecil dan tersisih.
Nilai Karakter Nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan
berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa,
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya: apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa,
rela berkorban, unggul dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat
hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.
Nilai Karakter Mandiri merupakan sikap dan perilaku yang tidak
bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu
untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Subnilai kemandirian antara
lain etos kerja (kerja keras), tangguh tahan banting, daya juang, profesional,
kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Nilai Karakter Gotong Royong mencerminkan tindakan menghargai
semangat kerjasama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama,

4
5

memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, bersahabat dengan orang lain dan
memberi bantuan pada mereka yang kurang mampu, tersingkir dan membutuhkan
pertolongan. Subnilai gotong royong antara lain menghargai, kerjasama, inklusif,
komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolongmenolong,
solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, sikap
kerelawanan.

KONKLUSI
MANFAAT ASPEK PENGUATAN
1. Penguatan karakter siswa dalam mempersiapkan 1. Revitalisasi manajemen berbasis sekolah melalui
daya saing siswa dengan kompetensi abad 21, yaitu: Broad Based Education (BBE)
berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi
2. Pembelajaran dilakukan terintegrasi di sekolah dan di 2. Sinkronisasi intra kurikuler, ko kurikuler, ekstra
luar sekolah dengan pengawasan guru kurikuler, dan pembiasaan serta sekolah terintegrasi
dengan kegiatan komunitas seni budaya, bahasa dan
sastra, olahraga, sains, serta keagamaan
3. Revitalisasi peran Kepala Sekolah sebagai manager 3. Deregulasi penguatan kapasitas dan kewajiban
dan Guru sebagai inspirator PPK Kepala Sekolah/Guru dan pelatihan secara
berkelanjutan (CPD-PKB)
4. Revitalisasi Komite Sekolah sebagai badan gotong 4. Penyiapan prasarana/sarana belajar (misal:
royong sekolah dan partisipasi masyarakat pengadaan buku, konsumsi, peralatan kesenian, alat
peraga, dll) melalui pembentukan jejaring kolaborasi
pelibatan publik
5. Penguatan peran keluarga melalui kebijakan 5. Implementasi bertahap dengan mempertimbangkan
pembelajaran 5 (lima) hari kondisi infrastruktur dan keberagaman kultural
daerah/wilayah
6. Kolaborasi antar K/L, Pemda, lembaga masyarakat, 6. Pengorganisasian dan sistem rentang kendali
penggiat pendidikan dan sumber-sumber belajar pelibatan publik yang transparan dan akuntabel
lainnya 1515

Kemendikbud (2016)
Penguatan Pendidikan Karakte Berbasis Kelas bertujuan :
1) Memahami pentingnya PPK dalam proses belajar mengajar di kelas.
2) Menyadari pentingnya mengembangkan karakter siswa melalui mata
pelajaran maupun tematik terpadu.
3) Menyadari pentingnya mengembangkan karakter siswa melalui metode
mengajar yang dipilih.
4) Menyadari pentingnya mengembangkan karakter siswa melalui
pengelolaan kelas.
5) Mampu memodelkan (untuk kepala sekolah) proses belajar mengajar yang
sekaligus menguatkan pendidikan karakter siswa melalui mata pelajaran
atau tema, metode mengajar, dan pengelolaan kelas.
Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah bertujuan :

5
6

1) Memahami konsep gerakan literasi dan strategi mewujudkan budaya


literasi.
2) Mengimplementasikan pengembangan berliterasi peserta didik di sekolah
SD/SMP dengan strategi yang efektif.
3) Contoh kegiatan pembiasaan 15 Menit membaca.
4) Pendidikan Karakter melalui kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung
kompetensi abad 21 (4 Cs).
5) Mengevaluasi aturan dan tata tertib sekolah untuk menghasilkan siswa
yang unggul
Menurut Utomo, E (2016) Komponen Budaya Sekolah digambarkan sebagai
berikut :

Komponen Budaya Sekolah

BRANDING

Menurut Kemendikbud (2016) penguatan Pendidikan Karakter Berbasis


Masyarakat bertujuan :
1) Memahami peran penting kemitraan dengan masyarakat dalam PPK.
2) Memiliki keterampilan untuk membangun kemitraan dengan masyarakat
dalam penerapan program PPK.
3) Mampu menjelaskan mengidentifikasi peranan masyarakat (publik) dalam
penerapan program PPK.
4) Menjelaskan bentuk-bentuk partisipasi orang tua/keluarga dalam
pendidikan anak di satuan pendidikan dan di rumah dalam rangka program
PPK (di antaranya pengasuhan positif oleh orang tua).

6
7

5) Memiliki keterampilan untuk menyusun dan melaksanakan bentuk


kegiatan berbasis masyarakat dalam penerapan PPK.
PPK membutuhkan sinkronisasi berbagai pihak sewbagai berikut :

Keterlibatan, Sinergi, Sinkronisasi


PPK Berbasis
Masyarakat

Mensinkronkan
Melibatkan dan Menyinergikan program dan
memberdayakan program PPK kegiatan melalui
potensi lingkungan dengan berbagai
kerja sama
(pegiat seni program yang
budaya, tokoh ada di lingkup dengan Pemda,
masyarakat, DUDI) akademisi, pegiat masyarakat, dan
pendidikan, LSM orang tua

Prinsip-Prinsip Partisipasi Masyarakat


Kepala Sekolah Memperkuat Alasan kolaborasi
PPK dan telah didialogkan dan
sebagai dikomunikasikan
fokus pada
penanggung dengan pemangku
kepentingan kepentingan
jawab peserta didik pendidikan

Wajib membuat Tidak


dokumen kegiatan bertantangan dengan
Tidak merugikan prinsip umum PPK,
(proposal,
pengembangan nilai moral dan etika,
pelaksanaan, SARA, dan tidak
evaluasi, karakter siswa
sebagai obyek
pelaporan) promosi

Kemendikbud (2016)
Masyarakat yang perlu berperan serta dalam PPK adalah :
1) Komunitas orang tua peserta didik
2) Komunitas pengelola pusat budaya (lokal dan modern)
3) Lembaga pemerintahan
4) Lembaga atau komunitas yang menyediakan sumber belajar
5) Komunitas masyarakat pegiat seni
6) Komunitas seniman dan budayawan
7) Lembaga bisnis dan perusahaan

7
8

8) Lembaga penyiaran media

Jalinan Kemitraan Masyarakat


1. Mendukung satuan
pendidiikan
2. Membangun kolaborasi
3. Bersedia menjadi
relawan
4. Memulai kerja sama
untuk peningkatan
kualitas
Masyarakat 5. Ikut terlibat
6. Menjadi tutor
7. Memberi kesempatan
untuk magang dan
bekerja
8. Memberikan apresiasi
dan dukungan
pengembangan program
9. Menciptakan iklim
kemitraan

Kemendikbud (2016)

2.3. Asesmen, Monitor Dan Evaluasi PPK


Tujuan Asesmen, Monitor Dan Evaluasi PPK adalah
1) Mengetahui konsep dasar asesmen, monitor dan evaluasi PPK
2) Memiliki keterampilan melakukan penilaian PPK di sekolah
M&E PPK dilaksanakan dengan konsep :
1) Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) perlu diukur secara objektif dan
komprehensif
2) Perlu ada asesmen awal untuk menilai situasi sekolah sebelum dilaksanakannya
PPK
3) Evaluasi dilakukan terhadap program dan dampaknya bagi peserta didik dan
pengembangan budaya sekolah
4) Evaluasi untuk menilai ketercapaian implementasi nilai-nilai utama Gerakan
Nasional Revolusi Mental
Menurut Kemendikbud (2016) Evaluasi dilakukan secara reguler dan
berkelanjutan. Kreteria Penilaian PPK sebagai berikut :
1) Yang menilai adalah sekolah, komite sekolah, orang tua, dan penilai dari luar
sekolah, atau instansi lain yang berkepentingan dengan perkembangan PPK
sekolah

8
9

2) Penilaian jujur, objektif, sesuai dengan kondisi nyata yang ada di lapangan.
Kejujuran dan objektifitas merupakan hal yang sangat penting bagi
pengembangan PPK.
3) Objektif berarti mendasarkan diri pada data-data yang dapat diverifikasi melalui
observasi, bukti-bukti dokumen, baik yang tertulis maupun melalui wawancara.
Objektifitas menjadi metode penilaian PPK.
Aspek M&E dalam PPK sebagai berikut :
1) Mendapatkan data dan informasi yang diperlukan tentang PPK
2) Mendapatkan gambaran tentang capaian PPK
3) Mendapatkan informasi tentang adanya kesulitan-kesulitan dan hambatan-
hambatan selama kegiatan PPK
1) Menilai keberhasilan pelaksanaan PPK
2) Menentukan kendala dan hambatan dalam pelaksanaan PPK
3) Mengidentifikasi sumber daya sekitar yang dapat menjadi rujukan dalam
pengembangan dan pelaksanaan PPK.
4) Mengidentifikasi model pengembangan PPK yang sesuai bagi sekolah.
Prinsip Monev PPK sebagai berikut
1) Berorientasi pada proses (Monev dilakukan untuk mengukur kemajuan
yang dicapai. Hasil monev digunakan sebagai bahan untuk peningkatan
mutu pelaksanan gerakan PPK di sekolah)
2) Mengacu pada kriteria keberhasilan (Monev seharusnya dilaksanakan
mengacu pada kriteria keberhasilan program yang telah ditetapkan
sebelumnya. Penentuan kriteria keberhasilan disesuaikan dengan prinsip-
prinsip pelaksanaan gerakan PPK)
3) Mengacu pada asas manfaat (Monev sudah seharusnya dilaksanakan
dengan tidak mencari-cari kesalahan akan tetapi justru mencari solusi yang
dapat mempermudah pelaksanaan gerakan PPK di sekolah. Monev
berorientasi asas manfaat pengelolaan sekolah.
4) Dilakukan secara jujur dan objektif
Item Penilaian Monev PPK sebagai berikut :
1) Visi, misi dan perumusan
2) Tata Kelola PPK

9
10

3) Siswa dan Hasil


4) Guru dan Tenaga Kependidikan
5) Keterlibatan pihak luar sekolah dalam PPK
6) Pola kegiatan PPK
7) Implementasi Nilai-Nilai GNRM
8) Dana dan sarana

1. STRATEGI PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER


No Bentuk Kegiatan Tujuan Waktu (Tanggal)

1 Sosialisasi dengan yayasan, guru dan Menyamakan langkah tentang 3,4,5 Oktober
komite pengembangan PPK di SMP Islam 2016
Al-Azhar BSD

2 Rapat kerja tim pengembang kurikulum Menyusun kegiatan PPK sebagai 8,9 Oktober 2016
sisipan dari pengembangan KTSP
3 Membuat edaran tentang agenda kegiatan Koordinasi dengan orang tua 10 Oktober 2016
pengembangan PPK kepada orang tua tentang kegiatan PPK
murid
4 Menyusun koordinator penanggung jawab Mengorganisir seluruh kegiatan 10 Oktober 2016
setiap item kegiatan PPK
5 Rapat evaluasi setiap akhir bulan Kontroling kegiatan 30 Oktober 2016
6 Penilaian hasil kegiatan PPK oleh Tim Memberikan laporan PPk kepada 10 Desember
Pengembang Kurikulum orang tua 2016 77

Kemendikbud (2016)

C. Wawasan Kebangsaan

Setiap orang tentu memiliki rasa kebangsaan dan memiliki wawasan


kebangsaan dalam perasaan atau pikiran, paling tidak di dalam hati nuraninya.
Dalam realitas, rasa kebangsaan itu seperti sesuatu yang dapat dirasakan tetapi
sulit dipahami. Namun ada getaran atau resonansi dan pikiran ketika rasa
kebangsaan tersentuh. Rasa kebangsaan bisa timbul dan terpendam secara berbeda
dari orang per orang dengan naluri kejuangannya masing-masing, tetapi bisa juga
timbul dalam kelompok yang berpotensi dasyat luar biasa kekuatannya.
Rasa kebangsanaan adalah kesadaran berbangsa, yakni rasa yang lahir
secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan,
sejarah, dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam
menghadapi tantangan sejarah masa kini. Dinamisasi rasa kebangsaan ini dalam
mencapai cita-cita bangsa berkembang menjadi wawasan kebangsaan, yakni
pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana suatu bangsa memiliki cita-cita

10
11

kehidupan dan tujuan nasional yang jelas. Berdasarkan rasa dan paham
kebangsaan itu, timbul semangat kebangsaan atau semangat patriotisme.
Wawasan kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu bangsa untuk
mewujudkan jati diri, serta mengembangkan perilaku sebagai bangsa yang
meyakini nilai-nilai budayanya, yang lahir dan tumbuh sebagai penjelmaan
kepribadiannya.
Rasa kebangsaan bukan monopoli suatu bangsa, tetapi ia merupakan
perekat yang mempersatukan dan memberi dasar keberadaan (raison d’entre)
bangsa-bangsa di dunia. Dengan demikian rasa kebangsaan bukanlah sesuatu
yang unik yang hanya ada dalam diri bangsa kita karena hal yang sama juga
dialami bangsa-bangsa lain.
Bagaimana pun konsep kebangsaan itu dinamis adanya. Dalam
kedinamisannya, antar-pandangan kebangsaan dari suatu bangsa dengan bangsa
lainnya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Dengan benturan budaya
dan kemudian bermetamorfosa dalam campuran budaya dan sintesanya, maka
derajat kebangsaan suatu bangsa menjadi dinamis dan tumbuh kuat dan kemudian
terkristalisasi dalam paham kebangsaan.1
Wawasan kebangsaan merupakan jiwa, cita-cita, atau falsafah hidup yang
tidak lahir dengan sendirinya. Ia sesungguhnya merupakan hasil konstruksi dari
realitas sosial dan politik (sociallyand politicallyconstructed).2 Pidato Bung Karno
atau perhatian Hatta mengenai wawasan kebangsaan adalah bagian penting dari
konstruksi elit politik terhadap bangunan citra (image) bangsa Indonesia. Apa pun
perbedaan pandangan elit tersebut, persepsi itu telah membentuk kerangka
berpikir masyarakat tentang wawasan kebangsaan.
Mengadopsi pemikiran Talcott Parsons3 mengenai teori sistem, wawasan
kebangsaan dapat dipandang sebagai suatu falsafah hidup yang berada pada
tataran sub-sistem budaya Dalam tataran ini wawasan kebangsaan dipandang
sebagai ‘way of life’ atau merupakan kerangka/peta pengetahuan yang mendorong
terwujudnya tingkah laku dan digunakan sebagai acuan bagi seseorang untuk
menghadapi dan menginterpretasi lingkungannya.

11
12

wawasan kebangsaan tumbuh sesuai pengalaman yang dialami oleh


seseorang, dan pengalaman merupakan akumulasi dari proses tataran sistem
lainnya, yakni sub-sistem sosial, sub-sistem ekonomi, dan sub-sistem politik.
Pada tataran sub-sistem sosial berlangsung suatu proses interaksi sosial
yang menghasilkan kohesi sosial yang kuat, hubungan antar individu, antar
kelompok dalam masyarakat yang harmonis. Integrasi dalam sistem sosial yang
terjadi akan sangat mewarnai dan mempengaruhi bagaimana sistem budaya
(ideologi/ falsafah/pandanngan hidup) dapat bekerja dengan semestinya.
Sub-sistem ekonomi dan sub-sistem politik mempunyai kaitan yang sangat
erat. Ada yang mengatakan bahwa paham kebangsaan Indonesia tidak
menempatkan bangsa kita di atas bangsa lain, tetapi menghargai harkat dan
martabat kemanusiaan serta hak dan kewajiban manusia. Paham kebangsaan
berakar pada asas kedaulatan yang berada di tangan rakyat. Oleh karena itu paham
kebangsaan sesungguhnya adalah paham demokrasi yang memiliki cita-cita
keadilan sosial, bersumber pada rasa keadilan dan menghendaki kesejahteraan
bagi seluruh rakyat.
Namun demikian sangat dipahami bahwa pembangunan ekonomi bukan
semata-mata proses ekonomi, tetapi suatu penjelamaan dari proses perubahan
politik dan sosial. Oleh karena itu keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi
tidak dapat lepas dari keberhasilan pembangunan di bidang politik. Pada masa
kini kita menyaksikan betapa pembangunan ekonomi hanya dapat terjadi secara
bekelanjutan di atas landasan demokrasi. Betapa bangsa yang menganut sistem
politik totaliter, dengan atau tanpa ideologi, atau dilandasi oleh ideologi apapun,
tidak bisa mewujudkan kesejahteraan dan tidak sanggup memelihara momentum
kemajuan yang telah dicapai. Sejarah membuktikan keikutsertaan rakyat dalam
pengambilan keputusan merupakan prasyarat bagi peningkatan kesejahteraan
secara berkelanjutan.
Di sisi lain, ada pula yang mengatakan proses demokratisasi tidak akan
berlangsung dengan sendirinya tanpa faktor-faktor yang menkondisikannya.
Dalam hal ini tingkat kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh akan
menentukan kualitas demokrasi. Masyarakat yang belum terpenuhi kebutuhan
hidupnya yang paling mendasar akan sulit dibayangkan dapat ikut mempengaruhi

12
13

secara aktif proses perumusan kebijaksanaan pada tingkat mana pun, faktor
ekonomi sangat menentukan. Dengan demikian, tingkat partisipasi politik rakyat
sangat erat kaitannya dengan tingkat kemajuan ekonominya. Jalan menuju
demokrasi adalah pembangunan ekonomi, seperti juga jalan menuju pembangunan
ekonomi adalah demokrasi.
Ekonomi yang kuat yang antara lain tercermin pada tingkat pendapatan
per kapita dan tingkat pertumbuhan yang tinggi belum menjamin terwujudnya
demokrasi yang sehat apabila struktur ekonomi pincang dan sumber-sumber daya
hanya terakumulasi pada sebagian sangat kecil anggota masyarakat. Dengan
demikian, upaya-upaya pemerataan pembangunan yang sekarang diberikan
perhatian khusus harus dipandang pula sebagai langkah strategis dalam rangka
pengejawantahan dari wawasan kebangsaan.
Dapat dipahami bila wawasan kebangsaan hanya tumbuh dan dapat
diwujudkan dengan energi yang diberikan oleh sub sistem lainnya. Sub-sistem
politik akan memberikan energi kepada bekerjanya sub-sistem ekonomi, untuk
kemudian memberikan energi bagi sub-sistem sosial dan pada akhirnya kepada
sub-sistem budaya. Sebaliknya, apabila sub-sistem budaya telah bekerja dengan
baik karena energi yang diberikan oleh sub-sistem lainnya, maka sub-sistem
budaya ini akan berfungsi sebagai pengendali (control) atau yang mengatur dan
memelihara kestabilan bekerjanya sub-sistem sosial. Begitu seterusnya, sub-
sistem sosial akan memberi kontrol terhadap sub-sistem ekonomi, dan sub-sistem
ekonomi akan bekerja sebagai pengatur bekerjanya sub-sistem politik.
Di dalam kehidupan ekonomi nasional, sistem ekonomi Indonesia
berdasarkan pula pada demokrasi, yakni yang disebut sebagai demokrasi ekonomi.
Pengertian demokrasi ekonomi sesungguhnya mencerminkan kelanjutan hakikat
dari cara pandang integralistik dalam pemerintahan negara yang berdasarkan pada
demokrasi kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-
seorang.
Dengan demikian, demokrasi ekonomi merupakan suatu bentuk
penajaman dari pesan politik kemerdekaan bangsa Indonesia. Dimensi politik ini
harus dipahami secara hati-hati untuk tetap dapat menghormati dan tidak

13
14

mengabaikan hak-hak rakyat sebagaimana kedaulatan rakyat menjadi dasar bagi


pendirian Republik Indonesia ini.4

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, sub-sistem politik dan sus-sistem


ekonomi merupakan prasyarat bagi bekerjanya sub-sistem sosial, yang menjamin
hubungan-hubungan sosial di dalam masyarakat menjadi lebih selaras. Dengan
demikian kualitas hubungan sosial ini akan memperkecil atau bahkan meniadakan
kemungkinan terjadinya konflik sosial.

DAFTAR RUJUKAN
Kemendikbud. 2016. Penguatan Nilai Nilai Pendidikan Karakter.jakarta :
Kemendikbud .
Utomo, E. 2016. Penguatan Pendidikan Karakter : Jakarta : Dirjen GTK
Otto,HH. 2016. Nation and Character Building Melalui Pemahaman Wawasan
Kebangsaan. Jakarta : Depdikbud

14

Anda mungkin juga menyukai