NPM : 069/G/18
Abstrak
Dengan tingkat prevalensi kanker yang tinggi dan tingkat kelangsungan hidup yang meningkat,
nyeri kanker telah menjadi tantangan berkelanjutan bagi pasien/keluarga, dan tenaga kesehatan
profesional termasuk perawat dan masyarakat. Pedoman Manajemen Nyeri Kanker (CPMG)
pertama kali dikembangkan pada tahun 2004 akibat banyaknya kekhawatiran tenaga kesehatan
profesional mengenai rasa sakit dan penderitaan yang dialami pasien kanker dan telah didorong
untuk diterapkan selama 15 tahun terakhir di Korea Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengeksplorasi dan mendiskusikan faktor-faktor penting yang dibutuhkan saat menerapkan
CPMG dalam praktik keperawatan dalam konteks perawatan kesehatan Korea.Penelitian ini
menggunakan metode etnografi kritis. Data dikumpulkan dalam suatu rumah sakit pendidikan
tinggi dengan jumlah 850 ranjang di Seoul, termasuk peserta perawat (n = 10) dari tiga unit yang
memberikan perawatan untuk pasien kanker. Ada sedikit bukti dari penyerapan CPMG oleh
perawat. Penerimaan terhadap perubahan dipengaruhi oleh sumber daya yang terbatas yang
dikaitkan dengan pengembangan tindakan spesifik keperawatan berbasis bukti yang relevan yang
mendukung manajemen nyeri yang optimal. Stimulus utama untuk perubahan muncul dari
proses akreditasi tetapi ini tidak diterjemahkan ke dalam praktik “biasa 'yang sedang
berlangsung. Hasil temuan menggambarkan sejauh mana perawat diberitahu mengenai, atau
mengadopsi CPMG. Faktor profesional dan organisasi termasuk budaya kerja dan
kepemimpinan mempengaruhi sifat dan tingkat penerimaan positif terhadap inovasi. Temuan ini
memberikan wawasan baru kepada pembuat kebijakan, manajer, dan para dokter tentang
bagaimana kebijakan dan pedoman di terapkan dalam sebuah praktek. Rumah sakit dapat
mengambil beberapa peran dalam mengimplementasikan CPMG dalam praktek keperawatan
termasuk penciptaan budaya tempat kerja yang reseptif dan suportif, penyediaan SDM dan
sumber daya material yang diperlukan dalam jumlah yang memadai, dan pemahaman terhadap
tujuan dari mengadopsi sebuah inovasi.
Latar Belakang
World Health Organisation (WHO) mengumumkan bahwa kanker merupakan salah satu
penyakit yang paling signifikan, mengingat penyebab utama kematiannya yang tinggi dan
dampak dari peningkatan biaya ekonomi global tahunan dari pelayanan kesehatan (1). Badan
Internasional untuk Penelitian Kanker melaporkan bahwa 14.1 juta orang di dunia memiliki
diagnosa kanker baru (dari semua jenis, terkecuali kanker kulit non melanoma) dan bahwa 32.6
juta orang hidup dengan kanker lebih dari 5 tahun selama hidupnya pada tahun 2012. Yang
menyedihkan, dalam laporan terbaru dari National Cancer Institute ada perkiraan bahwa akan
ada peningkatan sebesar 50%dalam tingkat kasus kanker di seluruh dunia antara 2012 dan 2030
(3). Stewart dan Wild dalam laporan mereka kepada WHO menyatakan bahwa Korea Selatan
memiliki salah satu kasus kanker insiden tertinggi di dunia (4): Prevalensi kasusnya telah
meningkat dari 1.307.049 menjadi 1.464.935, meskipun tingkat insiden menurun. Mereka
menghubungkan tingkat ini dengan peningkatan tingkat kelangsung hidup (5,6).
Dengan tingginya prevalensi kanker dan peningkatan kelangsungan hidup, nyeri kanker
telah menjadi tantangan berkelanjutan bagi para pasien, keluarga, tenaga kesehatan profesional
termasuk perawat dan masyarakat. Nyeri dapat terjadi pada setiap tahap penyakit, yang timbul
dari kanker itu sendiri, dari kondisi yang sudah ada sebelumnya dan dari rejimen pengobatan
kanker agresif yang terkait dengan kemoterapi, radioterapi dan operasi. Meningkatnya angka
prevalensi kanker berarti meningkatkan kemungkinan mengalami nyeri pada pasien kanker, hal
ini pada akhirnya menurunkan kualitas hidup pasien dan orang sekitarnya (7-10). Ini terbukti
dalam literatur internasional. Dalam sebuah tinjauan sistematis dan meta-analisis dari 122
penelitian internasional (11), tingkat prevalensi nyeri adalah antara 39.3% (pengobatan pasca
kuratif) dan 66.4% (penyakit lanjut, metastatis, atau penyakit terminal). Angka ini serupa dengan
Korea Selatan dimana 38.4% dari pasien kanker melaporkan menderita nyeri dan 10.6% pasien
mengalami nyeri hebat (12).
Penelitian secara khusus menunjukkan bahwa nyeri yang tidak teratasi dapat
menyebabkan hasil negatif diantara para pasien kanker (13,14). Manajemen nyeri yang tidak
memadai menurunkan kualitas hidup dengan berdampak pada tingkat aktifitas sehari-hari dan
kualitas tidur. Ini meningkatkan resiko komplikasi medis yang berkaitan dengan penggunaan
obat analgesik, seperti sembelit dan kantuk yang mengakibatkan penolakan terhadap pengobatan.
Selain itu, adanya nyeri kanker yang tidak dapat diredakan dapat meningkatkan beban penyakit
bagi Korea dan negara lain karena bertambahnya jangka waktu tinggal di rumah sakit dan tingkat
penerimaan kembali (15). Pereda nyeri kanker diakui sebagai isu yang paling signifikan dalam
perawatan kanker dan area utama untuk perbaikan guna meningkatkan kualitas hidup di antara
pasien kanker dan keluarga mereka (16) baik dalam konteks nasional maupun internasional.
Mengingat pentingnya penanganan nyeri yang memadai pada pasien penderita kanker,
berbagai negara telah mengembangkan dan menerapkan pedoman untuk mencapai evidence-
based practice (EBP) untuk meningkatkan kualitas hasil pasien (17-19). Di Korea Selatan,
'Cancer Pain Management Guideline (CPMG)' dikembangkan pada tahun 2004 mengikuti
banyak kekhawatiran para tenaga kesehatan profesional, termasuk perawat, tentang rasa sakit
dan penderitaan pasien kanker dan telah didorong untuk menggunakan ini selama 15 tahun
terakhir. Awalnya alasan untuk pengembangan pedoman muncul dari tinjauan dokumen WHO
mengenai Cancer Pain Relief, yang mendorong kebijakan dan seruan untuk mencapai konsensus
dalam mengelola kebutuhan orang-orang dengan nyeri kanker dan memulai penelitian sistematis
untuk bukti tentang pendekatan manajemen nyeri yang lebih efektif (20, 21). Ada 25 kelompok
akademik yang berpartisipasi dalam mengembangkan dan memperbarui CPMG dan
perkumpulan ilmu keperawatan Korea (Korean Society of Nursing Science) dan perkumpulan
keperawatan onkologi Korea (Korean Oncology Nursing Society) adalah dua 'kelompok
akademik' keperawatan yang terlibat (22).
Pengembangan CPMG merupakan bagian integral dari perubahan yang dialami
masyarakat Korea dalam upaya meningkatkan kualitas perawatan yang diberikan dalam sistem
perawatan kesehatan. CPMG telah dilaporkan sebagai pendahulu perubahan besar dalam praktik
manajemen nyeri kanker, dan telah menjadi satu-satunya evidence-based guideline (EBG) yang
sudah ada selama lebih dari satu dekade di Korea Selatan, terutama dalam hal penggunaan
intervensi farmakologis (7). Namun, hanya ada beberapa studi yang menunjukkan penyerapan
CPMG, dan dampaknya pada praktik manajemen nyeri kanker terutama untuk perawat yang
memberikan perawatan langsung untuk pasien kanker (23, 24). Mengingat peran utama yang
dimainkan perawat dalam memberikan perawatan untuk pasien dengan nyeri terkait kanker dan
pengobatannya, penting untuk menyelidiki pengenalan/penerapan CPMG dan faktor-faktor
relevan yang dapat memengaruhi penerapan CPMG. Oleh karena itu, makalah ini bertujuan
untuk melaporkan apakah CPMG telah diterapkan antar perawat yang memberikan perawatan
untuk pasien kanker tersebut dalam pengaturan studi tertentu. Setiap temuan tentang faktor-
faktor yang berpengaruh dan memberikan dampak dalam penerapan ini disertakjan dalam
makalah ini.
Metode Penelitian
Etnografi Kritis (CE) di dukung desain studi dan kerangka kerja dari 'A Conceptual Model for
the Spread and Sustainability of Innovations in Service Delivery and Organization' oleh
Greenhalgh, Robert, dan Bate (lihat Gambar 1) dalam memandu analisis data (25). Model
konseptual pemersatu ini berdasarkan pada tinjauan sistematis studi penelitian empiris dan
digunakan untuk mengidentifikasi determinan dari difusi, diseminasi dan implementasi inovasi
dalam penyelenggaraan dan organisasi layanan kesehatan. Penyebaran inovasi seperti
pengenalan pedoman memerlukan analisis interaksi yang kompleks di antara berbagai elemen
kerangka konseptual. Unsur-unsur yang relevan meliputi:
1. Inovasi: Pengembangan dan publikasi CPMG di Korea Selatan merupakan inovasi pada saat
diperkenalkan. Tidak ada pedoman nasional yang dapat membantu baik tenaga kesehatan
profesional atau yang bukan merupakan tenaga kesehatan profesional termasuk pejabat
pemerintah dan publik sebelum publikasi dari pedoman untuk memahami manajemen nyeri
kanker dengan lebih baik;
2. Adopsi: Rogers (26) secara khusus mendefinisikan adopsi sebagai 'keputusan untuk
menggunakan sepenuhnya inovasi sebagai tindakan terbaik yang tersedia (hal. 21)'.
Greenhalgh dkk., menekankan bahwa orang secara aktif mencari inovasi untuk
bereksperimen, mengevaluasi, menemukan makna, menantang, mengeluh tentang dan
memodifikasi: sifat proses adopsi ini membuat keseluruhan proses menjadi kompleks (25);
3. Asimilasi melalui difusi dan diseminasi: begitu diadopsi, suatu inovasi harus disebarkan
melalui proses mengkomunikasikan inovasi di luar sistem aslinya (27). Secara khusus,
menyebarkan inovasi dalam tim, unit, departemen dan/atau organisasi disebut asimilasi
inovasi. Sedangkan diseminasi didefinisikan sebagai cara yang terencana, formal dan
terpusat untuk menyebarkan inovasi melalui hierarki vertikal, difusi didefinisikan sebagai
cara yang tidak terencana, informal dan terdesentralisasi untuk menyebarkan inovasi melalui
rute yang lebih horizontal dan dimediasi oleh rekan sejawat (26-28);
4. Konteks dalam organisasi: meskipun, menyebarkan inovasi pada awalnya mungkin dimulai
dengan individu, pada akhirnya harus terjadi secara sistematis, di seluruh lingkungan dan
organisasi. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan dampak dari konteks
organisasi untuk meningkatkan penyebaran inovasi setelah menjadi rutinitas dalam sistem.
Variabel kontekstual yang menunjukkan kemungkinan yang lebih besar untuk mengadopsi
inovasi termasuk struktur organisasi, kapasitas penyerapan untuk pengetahuan baru, dan
konteks reseptif untuk perubahan (25);
5. Konteks luar organisasi: keputusan mengadopsi CPMG oleh sekelompok perawat dapat
dipengaruhi oleh aspek konteks luar seperti norma dan nilai antar organisasi, dan kolaborasi
(25).
Penelitian ini dilakukan di DHUMC yang merupakan perguruan tinggi kedokteran di Ibu
kota Korea Selatan, Seoul, yang memiliki 850 ranjang pasien. DHUMC telah menjadi fasilitas
bagi perawatan pasien dan didedikasikan sebagai tempat untuk pendidikan, penelitian dan
pengobatan sejak lama. DHUMC memiliki beberapa departemen termasuk hematologi dan
onkologi, dan tiga unit yang tugas utamanya menyediakan perawatan bagi pasien kanker, maka
dari itu unit-unit tersebut diundang untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Kriteria untuk berpartisipasi bagi para peserta termasuk RNs yang (I) memiliki pengalaman
perawatan kanker lebih dari 3 tahun; (II) terlibat secara langsung dalam perawatan pasien kanker
yang mengalami nyeri; (III) dipekerjakan secara permanen pada unit yang Sedang di teliti.
Kriteria pengecualian: RNs yang bekerja di pengaturan pediatrik.
C. Pengumpulan Data
Izin untuk melakukan penelitian diberikan oleh Direct of Nursing (DON) dan tiga Nurse Unit
Manager (NUMS) dan seorang Nursing Educator (NE). Sebanyak 16 RNs dari 3 unit di
DHUMC menghadiri sesi informasi mengenai penelitian ini dan 11 RNs setuju untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini. Namun, seorang RN menarik diri dari penelitian karena
bayinya lahir lebih awal. Bagan 1 menggambarkan karakteristik demografis peserta RN.
Metode pengumpulan data untuk penelitian ini termasuk: (I) observasi partisipan; (II)
wawancara mendalam semi-terstruktur, (III) analisis dokumen. Penulis utama dari makalah ini
melakukan observasi partisipan selama 7 bulan dan wawancara mendalam semi-terstruktur.
Fokus dari observasi peserta adalah untuk mendapatkan pemahaman holistik tentang
pengalaman peserta, budaya praktik dan konteksnya. Observasi partisipan tentang pemberian
perawatan didahului oleh wawancara dalam banyak kasus, dan tinjauan dokumen yang relevan
dipertahankan selama waktu observasi. Pelaporan observasi partisipan termasuk fitur struktural
dan organisasi dari setiap unit dan aktivitas dan dialog partisipan, jika peneliti menganggap ini
relevan.
Masing-masing dari 10 wawancara semi-terstruktur memakan waktu sekitar satu jam di
ruang rapat yang sepi dengan menggunakan jadwal wawancara terbuka, yang dikembangkan
berdasarkan tinjauan pustaka, dan tujuan serta pertanyaan penelitian. Peneliti membuat catatan
rinci saat mendengarkan, tetapi memperhatikan keseimbangan antara mendengarkan dengan
penuh perhatian dan mencatat. Wawancara direkam dan ditranskrip kata demi kata.
Dokumen yang disertakan dalam analisis termasuk Buku Panduan Tugas Keperawatan
(Nursing Task Guidebook, NTGB), lembar informasi pasien dan Rekam Medis Elektronik
(Electronic Medical Record, EMR)/Rekam Perawatan Elektronik (Electronic Nursing Record,
ENR). Peneliti berfokus dalam menjawab pertanyaan seperti “Apakah ada EBGS formal (seperti
CPMG) yang mendorong praktik keperawatan untuk merawat pasien kanker dengan nyeri?"
"Apakah pedoman ini berstandar internasional? Dalam cara apa atau sejauh mana mereka
begitu?” dan "Apakah praktik keperawatan untuk manajemen nyeri kanker konsisten (atau tidak
konsisten) dengan pedoman? Dalam hal apa atau sejauh mana ini terjadi?
Hasil
A. Sumber Inovasi
Pengamatan perawat yang berinteraksi dengan pasien menunjukkan ada sedikit bukti
penggunaan CPMG; sebagai gantinya para perawat menggunakan NTGB.
B. Pedoman Praktik Keperawatan
NTGB adalah sumber utama arahan untuk semua praktik keperawatan termasuk manajemen
nyeri pasien kanker sebagai bagian dari kenyamanan dan perawatan mereka. Itu dicatat selama
observasi dan review dari dokumentasi yang relevan bahwa ada bukti terbatas dari informasi atau
arahan yang memadai dengan alasan bagi perawat untuk membuat keputusan dalam praktik
mereka untuk mengelola nyeri kanker. Misalnya, meskipun perawat mengikuti NTGB yang
memberikan instruksi tentang praktik keperawatan, isinya sangat terbatas, terutama seputar
deskripsi intervensi untuk nyeri. Isi NTGB tidak menyebutkan tingkat bukti dan perspektif
keperawatan; mereka hanya menginstruksikan perawat untuk melakukan tugas mengelola rasa
sakit dalam struktur dan proses yang digerakkan secara medis.
Untuk menggunakan intervensi yang berbeda untuk memberikan perawatan individual dalam
mengelola rasa sakit untuk pasien dengan kanker, perawat perlu memiliki tingkat dukungan yang
memadai. Terlepas dari efek positif dari sumber daya materi tambahan yang dapat meningkatkan
peluang untuk menyebarkan dan mempertahankan CPMG, para peserta sering melaporkan
ketersediaan sumber daya yang terbatas. Kurangnya pasokan peralatan untuk intervensi non
farmakologis seperti hot bag dilaporkan terjadi di dua unit. Alasan keamanan disebutkan untuk
mengeluarkan kantong panas dari pengaturan perawatan kesehatan tanpa penggantian dengan
alternatif yang aman seperti lampu panas. Selain itu, sumber daya manusia yang dapat
memberikan berbagai intervensi non-farmakologis termasuk terapis profesional dilaporkan
terbatas, meskipun efektivitasnya dalam meningkatkan hasil manajemen nyeri. Beberapa
intervensi seperti terapi seni yang dikenal efektif bisa jadi lebih kompleks dalam hal pengajaran,
sehingga membutuhkan instruktur profesional. Namun, karena tidak ada akses internal dan / atau
eksternal ke instruktur profesional, perawat tampaknya percaya bahwa tidak banyak yang bisa
dilakukan. Di sisi lain, dilaporkan dan diamati bahwa pemberian terapi musik tingkat sederhana
sering diabaikan karena beban kerja yang sibuk dengan staf yang tidak mencukupi di salah satu
Unit yang terdapat ruang musik. Meskipun, beberapa peserta RN tampaknya telah belajar tentang
intervensi non farmakologis tertentu dalam praktik mereka, mereka sering kurang percaya diri
tentang penggunaannya dalam praktik keperawatan, karena mereka tidak disertifikasi untuk ini.
Menjadi jelas bahwa bahkan jika CPMG diperkenalkan, hasil yang optimal dari penerapan
CPMG tidak akan tercapai, jika pilihan perawat pada intervensi terbatas karena dukungan
sumber daya yang tidak memadai atau kepercayaan diri untuk menggunakan sumber daya yang
mereka miliki.
Pengaturan rumah sakit studi adalah salah satu dari sedikit rumah sakit pendidikan tersier di
Korea yang diakreditasi oleh Komite Bersama Internasional (JCI). Tujuan dari sistem akreditasi
adalah untuk meningkatkan keselamatan pasien dan kualitas perawatan kesehatan, dan
mempromosikan standar perawatan yang ketat dan mencapai tingkat kinerja yang optimal. Oleh
karena itu, semua lokasi studi secara resmi diakui sebagai pengaturan perawatan kesehatan
berkualitas setelah akreditasi JCI dicapai; ini akibatnya dapat meningkatkan reputasi mereka.
Peserta RN melaporkan bahwa proses akreditasi mempengaruhi pengenalan beberapa perubahan
dalam pengaturan perawatan kesehatan seperti pengenalan sistem EMR, yang merupakan inovasi
itu sendiri. Rumah sakit memasang komputer dengan program untuk mendukung sistem
perawatan pasien. Hal ini pada gilirannya menyebabkan perubahan dalam praktik keperawatan
seperti mempertahankan 'Catatan Nyeri' yang pada gilirannya mengamanatkan skrining /
penilaian nyeri secara rutin sebagai rutinitas. Dalam teori, ketegangan untuk perubahan yang
dipaksakan oleh akreditasi dan akibat perubahan dalam penggunaan 'Catatan Sakit' di EMR,
menunjukkan kesiapan untuk penggunaan inovasi lain seperti CPMG. Namun, perawat peserta
menganggap perubahan dalam praktik mereka yang timbul dari akreditasi sebagai suboptimal;
mereka frustasi dan pesimis. Mereka menganggap persyaratan dan proses akreditasi
menyebabkan terlalu banyak aktivitas tidak langsung bagi mereka (yaitu, merekam apa yang
mereka lakukan selama shift mereka) dan ini mengurangi waktu untuk asuhan keperawatan
langsung. Perubahan dalam praktik keperawatan yang dihasilkan dari akreditasi rumah sakit
tanpa pemahaman perawat tentang perubahan meningkatkan keraguan di antara perawat tentang
nilainya dalam kaitannya dengan perawatan pasien dan manajemen nyeri. Terlepas dari Unit,
mengingat persepsi perawat tentang nilai akreditasi dan perubahan praktik, setiap perubahan
tampaknya mencerminkan 'kinerja sementara' daripada mencapai perubahan berkelanjutan dalam
praktik yang bertujuan untuk asuhan keperawatan yang lebih baik dalam mengelola nyeri.
Terlepas dari pemahaman tujuan akreditasi, para perawat mengatakan penting untuk memenuhi
kriteria akreditasi, tetapi tidak mengubah kualitas praktik jangka panjang mereka termasuk
manajemen nyeri. Dapat dilihat dari penjelasan di atas bahwa perawat dalam penelitian ini
merasa frustrasi tentang tuntutan untuk tingkat perawatan yang diharapkan mereka penuhi, dan
pesimis tentang pengaruh akreditasi pada praktik mereka sendiri dan hasil pasien tanpa sumber
daya yang memadai. Tidak adanya penggunaan CPMG dalam praktiknya untuk mengatasi nyeri
pada pasien kanker terlihat jelas, begitu pula sikap frustasi dan pesimis terhadap akreditasi.
Indikator lain dari ketegangan untuk perubahan dicatat ketika ada perubahan dalam
kepemimpinan medis, yang mempengaruhi pendekatan untuk manajemen nyeri kanker dan
peningkatan penggunaan analgesik. Seorang konsultan medis yang baru diangkat dengan
pengalaman dalam perawatan rumah sakit berarti bahwa penggunaan plasebo, yang sebelumnya
merupakan praktik umum dalam pengaturan ini, hampir dihapuskan. Miho mencatat perubahan
sikap terhadap manajemen nyeri dari wakil presiden baru rumah sakit dan ini berarti perubahan
dalam pendekatan tim medis secara keseluruhan untuk manajemen nyeri kanker. Petugas Medis
(MOs) menggunakan lebih sedikit, hampir tidak ada plasebo karena wakil presiden rumah sakit
juga merupakan konsultan dari tim hospice dan pandangannya sangat mempengaruhi manajemen
nyeri di unit tersebut. Peran Direktur Puskesmas sangat mempengaruhi praktik tidak hanya MO,
tetapi juga perawat. Perubahan kepemimpinan seperti itu merupakan langkah positif menuju
kemungkinan perubahan dalam praktik keperawatan.
Tabel 2 Tema yang terkait dengan implementasi CPMG dan kutipan pendukung
Sumber daya Wawancara, Misal, dari hot bag, kita tidak punya
untuk observasi hot bag… Juga pijat… ada peralatan
manajemen nyeri partisipan yang dibawa oleh relawan, tapi kita
tidak punya alat pijat sendiri atau
semacamnya… (Jina A-VII-19 )…
Kami menggunakan (kantong panas)
menuangkan air panas ke dalamnya,
tetapi berisiko terbakar, jadi kami
tidak dapat menggunakannya lagi
(Jina TC17)
.
Diskusi
Kesimpulan
Rumah sakit dapat mengambil beberapa peran dalam menerapkan inovasi, penggunaan
CPMG dalam praktik keperawatan termasuk penciptaan budaya tempat kerja yang reseptif dan
mendukung penerapan CPMG dalam praktik keperawatan, penyediaan tingkat yang memadai
dari sumber daya manusia dan material yang diperlukan , dan pemahaman tentang tujuan
mengadopsi inovasi, yang harus fokus pada peningkatan kualitas perawatan dan hasil akhir
pasien sebelum mempromosikan reputasi organisasi, karena yang terakhir dapat dicapai setelah
kualitas perawatan ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA