Buku Biomaterial-Botani Jilid-1 PDF
Buku Biomaterial-Botani Jilid-1 PDF
i
ii
Tidak ada ilmu yang sempurna dan kesempurna hanya milik Nya.
Dalam buku ini, kami memahami bahwa akan banyak kekurangan
disana-sini untuk penyempurnaan di masa yang akan datang. Kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
semua. Terima kasih.
Sovian Aritonang
Riyadi Juhana
DAFTAR ISI
iii
iv
1
2
1. Sumatera
2. Kalimantan
3. Sulawesi
Selain genus Hopea dan Vatica. Jenis kayu lainnya adalah Merbau yang
banyak di temui di bagian tengah Sulawesi dengan massa kayu 40
sampai 75 m3 tiap hektarnya.
4. Maluku
5. Papua
6. Nusa Tenggara
Dengan 4000 jenis pohon yang telah teridentifikasi dan ribuan lagi
yang belum terinventarisir, maka potensi pohon dan tumbuhan yang
dapat dijadikan material untuk pertahanan sangatlah besar. Karena
semua pohon atau tumbuhan mempunyai kandungan pati atau selulosa
pada batang pohonnya, serta beberapa pohon mengandung getah,
yang getahnya dapat dimanfaat sebagai resin dan minyak, dan ada juga
sebagian pohon mengandung fiber alami.
Selulosa adalah senyawa seperti serabut, liat, tidak larut dalam air, dan
ditemukan di dalam dinding sel pelindung tumbuhan terutama pada
tangkai batang, dahan dan semua bahagian berkayu dari jaringan
tumbuhan.
Selulosa pertama kali dijelaskan oleh Anselme Payen pada 1838 sebagai
serat padat yang tahan dan tersisa setelah pemurnian jaringan
tanaman dengan asam dan amonia. Payen mengamati bahwa bahan
yang telah dimurnikan mengandung satu jenis senyawa kimia yang
15
1. Jenis-Jenis Selulosa
2. Struktur Selulosa
Dengan adanya ikatan hidrogen serta gaya van der Waals yang
terbentuk, maka struktur selulosa dapat tersusun secara teratur dan
membentuk daerah kristalin. Di samping itu, juga terbentuk rangkaian
struktur yang tidak tersusun secara teratur yang akan membentuk
daerah nonkristalin atau amorf. Semakin tinggi packing density-nya
maka selulosa akan berbentuk kristal, sedangkan semakin rendah
packing density maka selulosa akan berbentuk amorf.
3. Sifat-Sifat Selulosa
Menurut Fengel dan Wegener (1984), sifat selulosa terdiri dari sifat
fisika dan sifat kimia. Selulosa rantai panjang mempunyai sifat fisik
yang lebih kuat, lebih tahan lama terhadap degradasi yang disebabkan
oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh biologis.
4. Sumber Selulosa
Komposisi (%)
Sumber
Selulosa Hemiselulosa Lignin Ekstrak
Hardwood 43-47 25-35 16-24 2-8
Softwood 40-44 25-29 25-31 1-5
Tebu 40 30 20 10
Coir/Sabut 32-43 10-20 43-49 4
Tongkol Jagung 45 35 15 5
Tangkai jagung 35 25 35 5
Serat Bonggol Sawit* 47,43 - - -
Serat Tandan Sawit* 41,39 - - -
Kapas/Randu 95 2 1 0,4
Flax (dibasahi) 71 21 2 6
Flax (tidak dibasahi) 63 12 3 13
Hamp 70 22 6 2
Henequen 78 4-8 13 4
Istle 73 4-8 17 2
Jute 71 14 13 2
Kenaf 36 21 18 2
Rami 76 17 1 6
Sisal 73 14 11 2
Sunn 80 10 6 3
Jerami Gandum 30 50 15 5
1. Resin
2. Getah Pinus
Serat dikenal orang sejak ribuan tahun sebelum Masehi seperti pada
tahun 2.640 SM negara Cina sudah menghasilkan Serat sutera dan
tahun 1.540 SM telah berdiri industri kapas di India, Serat flax pertama
digunakan di Swiss pada tahun 10.000 SM dan Serat wol mulai
digunakan orang di Mesopotamia pada tahun 3000 SM. Selama ribuan
tahun Serat flax, wol, sutera dan kapas melayani kebutuhan manusia
paling banyak. Pada awal abad ke 20 mulai diperkenalkan Serat buatan
hingga sekarang bermacam-macam jenis Serat buatan diproduksi.
26
Produksi Serat alam dari tahun ke tahun boleh dikatakan tetap, tetapi
persentase terhadap seluruh produksi Serat tekstil makin lama makin
menurun mengingat kenaikan produksi Serat-Serat buatan yang makin
tinggi. Hal ini disebabkan karena :
- Tersedianya Serat alam sangat terbatas pada lahan yang ada dan
iklim.
- Pada umumnya sifat-sifat Serat buatan lebih baik daripada serat
alam.
27
- Produksi serat buatan dapat diatur baik jumlah, sifat, bentuk dan
ukurannya.
- Bijih
Serat yang berasal dari biji terdiri atas serat kapas dan kapok. Namun
dalam pembuatan busana lebih banyak digunakan serat kapas (cotton).
Serat kapok digunakan sebagai bahan pengisi. Menurut perkiraan,
kapas telah dikenal orang sejak 5.000 tahun sebelum Masehi. Sukar
untuk dipastikan negeri mana yang pertama-tama menggunakan
kapas, tetapi para ahli mengatakan bahwa India adalah Negara tertua
yang pertama menggunakan kapas. Sifat serat kapas adalah memiliki
30
Salah satu kain yang berasal dari serat kapas, yaitu kain katun. Kain
katun memiliki kelebihan dibanding dari bahan sintetis, katun lembut di
tubuh, karena memiliki sirkulasi udara yang baik, menyerap panas
tubuh sehingga terasa tetap sejuk, dan kering, karena mampu
31
- Serat Kapas
Serat Kapas adalah serat halus yang menyelubungi biji beberapa jenis
Gossypium atau biasa disebut pohon atau tanaman kapas yang berasal
32
dari daerah tropika atau subtropika. Serat kapas dapat dipintall atau
ditenun. Serat kapas biasa disebut dengan bahan tekstil katun. Tekstil
yang terbuat dari kapas (katun) dapat menyerap keringat dan juga
bersifat menghangatkan diri juga menyejukkan di kala panas.
Menurut sejarah serat kapas sudah ada sejak 5000 SM dan berasal dari
biji-bijian seperti yang saya sebut diatas. Beberapa sifat-sifat serat
kapas adalah dapat menghisap air, tahan panas untuk setrika bersuhu
tinggi, mudah kusut, dan sebagainya.
- Serat Jute
Serat Jute berasal dari kulit batang pohon yang digunakan untuk
membuat karung. Jute sudah dikenal sejak zaman Mesir Kuno, Jute
mempunya kekuatan dan kilau sedang. Serat ini adalah serat
33
- Serat Flax
Serat Flax berasal dari batang linum usitatissimun. Serat Flax ini biasa
disebut dengan nama linen. tanaman flax adalah tanaman pertama
dalam kehidupan manusia, dan udah ditanam sejak 6000 tahun yang
lalu di Timur Tengah. Kegunaan serat flax dalam bahan pakaian untuk
benang jahit dan jala. Kekuatan benang flax dua kali lipatnya dibanding
serat kapas, dengan tekstur lebih kaku. Pemisahan serat flax dilakukan
dengan cara pembusukan (retting).
34
- Serat Rami
Serat Rami berasal dari tanaman rami (Boehmeria nivea), tanaman ini
berumur panjang, mempunyai batang yang tinggi dibanding tanaman
serat lainnya, juga kecil dan lurus. Serat rami biasa dipintal menjadi
benang atau ditenun untuk menjadi kain di daerah Jepang, sedangkan
di Indonesia biasa digunakan untuk bahan jala, kanvas, juga untuk tali
temali. Rami juga baik digunakan untuk bahan kerajinan dengan
tenunan ATBM dan dikombinasi dengan sulaman. Rami mempunya
sifat-sifat umum seperti kapas, yaitu lebih berkilap, kuat, lebih
menyerap air, dan lebih tahan terhadap bakteri-bakteri.
b. Serat Protein
- Serat wol
Serat Wol berasal dari bulu-bulu binatang atau bulu biri-biri. Serat wol
dikelompokkan menjadi 3 yaitu, wol halus, wol sedang, dan wol kasar.
Ketiganya mempunyai kepentingan tersendiri, seperti wol kasar biasa
dibutuhkan untuk membuat bahan tekstil yang lebih berat. Wol biasa
dibuat untuk kebutuhan bahan pakaian, baju hangat, selimut, kerajinan
tenun, rajut, dan lain sebagainya. Sifat dari wol adalah kuat elastik,
lembut, keriting sehingga dapat di buat benang halus. Wol berasal dari
Asia Tengah yang menyebar ke Eropa Barat dan Cina Timur, wol juga
mempunyai sejarah yang panjang.
Baju wol jika dipakai terasa hangat dan dapat digunakan untuk baju
anak. dikatakan suatu bahan konduktor yang jelek, wol bersifat
hidroskopis. Tetapi Serat tersebut juga melepaskan uap air secara
perlahan-lahan, sewaktu wol melepaskan uap uap air akan
menimbulkan panas pada bahan tekstil . Wol tahan kusut dan bersifat
dapat menahan lipatan, misalnya karena penyetrikaan. Wol dan serat-
serat yang sejenis merupakan serat-serat alam yang dapat (felting)
menggumpal, apabila dikerjakan dalam larutan sabun bersuhu panas.
36
- Serat sutera
Serat sutera berbentuk filamen, dihasilkan oleh larva ulat sutera waktu
membentuk kepompong. Sutra dapat digunakan untuk busana pesta
anak, yang sering digunakan adalah sutra campuran dengan serat
sintetis.
37
Induk sutra dapat menelurkan hingga 500 butir telur ulat sutra
seukuran kepala jarum pentul. Setelah sekitar 20 hari, telur tersebut
menetas menjadi larva ulat yang sangat kecil. Larva ulat ini akan
memakan daun murbei dengan agresif. Sekitar 18 hari kemudian,
ukuran badan larva ulat tersebut telah membesar hingga 70 kali ukuran
tubuh semula serta empat kali mengganti cangkangnya. Kemudian
larva ulat tersebut akan terus membesar hingga beratnya mencapai
10.000 kali berat semula. Pada saat itu ulat sutra akan berwarna
kekuningan dan lebih padat. Itulah tanda ulat sutra akan mulai
membungkus dirinya dengan kepompong.
Kemudian serat sutra yang halus tersebut dipintal. Serat sutra dipintal
dengan proses yang menyerupai proses pada saat ulat sutra memintal
kepompongnya. Proses itulah yang dibuat menjadi alat pemintalan
serat sutra untuk dibuat menjadi kain sutra yang indah. Bahan kain dari
sutra inilah yang kemudian dibuat menjadi berbagai produk pakaian
maupun produk lainnya. Beberapa batik kelas terbaik di Indonesia juga
menggunakan bahan dari sutra.
Referensi
1. Annisa, 2005, Struktur Anatomi Kayu Jati Plus Perhutani dari
Beberapa Seedln yang Tumbuh di KPH Ciamis Pada Kelas Umur I,
Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kehutanan, Bogor.
2. Brown, R.M.Jr dan Saxena, I.M. 2007. Cellulose: Molecular and
Structure Biology. Dordrecht: Springer.
3. Chen, Q., Zhao, T., Wang, M., and Wang, J., 2013. Studies of the
fibre structure and dyeing properties of Calotropis gigantea, kapok
and cotton fibres. Color. Technol., 129 : 448-453.
4. Data hasil uji penyusunan standar mutu serat kapas (2016).
39
5. Dilli Babu, G., Sivaji Babu, K., and Nanda Kishore, P., 2014. Tensile
and Wear Behavior of Calotropis Gigantea Fruit Fiber Reinforced
Polyester Composites. Procedia Engineering, 97 : 531-535.
6. Du, Q., and Chen, Y., 2014. R & D Status and Countermeasures of
Natural Functional Kapok. Color. Technol.
7. Fengel G, dan Wegener G. 1984. Wood: Chemistry, Ultrastructure,
Reactions. Berlin: Walter de Gruyter.
8. Fitriani, E. 2003. Skripsi: Aktivitas Enzim Karboksilmetil Selulase
Bacillus pumilus Galur 55 pada Berbagai suhu Inkubasi. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
9. Gea, S. 2010. Innovative Bio-nanocomposites Base on Bacterial
Cellulose. London: Queen MaryUniversity.
10. Harsini, T dan Susilowati. 2010. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Dari
Limbah Perkebunan Kakao Sebagai Bahan Baku Pulp Dengan
Proses Organosolv. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.2 No. 2.
11. Heyne, K., 1988.Tanaman Berguna Indonesia.
12. Holtzapple, M.T. 2003. Hemicelluloses. In Encyclopedia of Food
Sciences and Nutrition. Academic Press.
13. KLHK, 2018. Stutus Hutan dan Kehutanan Indonbesia 2018, KLHK
Press
14. KLHK, 2017. Statistik Lingkunagan Hidup dan Kehutanan 2017,
KLHK Press.
15. Martawijaya, Abdurahim, 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutananan, Departemen
Kehutanan Republik Indonesia
40
2.1.1 Kapas
Serat kapas merupakan salah satu jenis bahan tekstil yang sudah
dikenal sejak ± 5.000 tahun sebelum masehi. Merupakan salah satu
bahan tekstil yang berasal dari serat alam, yaitu serat biji tanaman
Gossypium yang tumbuh di daerah lembab dan banyak disinari
matahari. Tanaman Gossypium termasuk keluarga Malvaceae.
Pertumbuhan tanaman kapas sangat bergantung pada tempat
tumbuhnya.Tanaman ini tumbuh di daerah yang beriklim subtropis
seperti Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Amerika Utara.
41
42
Serat kapas tersusun atas selulosa yang komposisi murninya telah lama
diketahui sebagai zat yang terdiri dari unit-unit anhidro-beta-glukosa
dengan rumus empiris (C6H10O5)n dengan n adalah derajat
polimerisasi yang tergantung dari besarnya molekul. Selulosa dengan
rumus empiris (C6H10O5)n merupakan suatu rantai polimer linier yang
tersusun dari kondensat molekul-molekul glukosa yang dihubungkan
oleh jembatan oksigen pada posisi atom karbon nomor satu dan empat.
Stuktur rantai-rantai molekul selulosa disusun dan diikat satu dengan
yang lainnya melalui ikatan Van der Waals. Struktur kimia dari selulosa
dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut.
Komposisi fisika serat kapas terdiri dari bagian amorf dan kristalin,
dimana bagian amorf mempunyai daya serap yang lebih besar dari
pada bagian kristalin, tetapi kekuatannya lebih kecil. Pada bagian
kristalin memiliki susunan molekul yang teratur dan sejajar satu sama
lain. Sedangkan pada bagian amorf, susunan molekulnya tersusun
secara tidak pararel dan tidak teratur. Bagian kristalin dan amorf pada
serat kapas disajikan pada Gambar 2.3 dibawah ini:
Sifat-sifat dari serat kapas terdiri dari sifat fisika dan sifat kimia yang
selengkapnya sifat-sifat tersebut adalah:
a. Sifat-sifat Fisika
- Mulur
Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi diantara serat-serat
selulosa yang lainnya yaitu berkisar 4-13 % bergantung pada jenis
serat kapasnya dan rata-rata mulur sebesar 7%.
- Moisture Regain
Serat kapas mempunyai affinitas yang besar terhadap air. Serat
kapas yang kering bersifat kasar, rapuh dan kekuatannya rendah.
Moisture regain serat kapas bervariasi sesuai dengan perubahan
kelembaban relatif, pada kondisi standar kandungan air serat kapas
berkisar antara 7-8,5%.
- Keliatan (Toughness)
Keliatan adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu
benda untuk menerima kerja. Serat kapas memiliki keliatan yang
relatif tinggi jika dibandingkan dengan serat-serat selulosa yang
diregenerasi.
- Indeks Bias
Indeks bias serat kapas sejajar dengan sumbu serat adalah 1,58.
Sedangkan indeks bias melintang sumbu serat adalah 1,53.
- Berat Jenis
Berat jenis serat kapas adalah 1,5 sampai 1,56
b. Sifat-sifat Kimia
- Pengaruh asam
Serat kapas tahan terhadap asam lemah, sedangkan asam kuat
akan mengurangi kekuatan serat kapas karena dapat memutuskan
rantai molekul selulosa (hidroselulosa).
- Pengaruh alkali
Alkali kuat pada suhu didih air dan pengaruh adanya oksigen dalam
udara akan menyebabkan terbentuknya oksiselulosa. Alkali pada
kondisi tertentu akan mengelembungkan serat kapas.
- Pengaruh oksidator
Oksidator dapat menyebabkan terjadinya oksiselulosa yang
mengakibatkan penurunan kekuatan serat. Derajat kerusakan serat
bergantung pada konsentrasi, pH dan suhu pengerjaan.
- Pengaruh mikroorganisma
Dalam keadaan lembab dan hangat, serat kapas mudah terserang
jamur dan bakteri. Tetapi pada kondisi kering, serat kapas
mempunyai ketahanan yang cukup baik terhadap jamur dan
mikroorganisma.
2.1.2 Kapuk
1. Morfologi Kapuk/Randu
3. Sifat-Sifat Kapuk
Kegunaan serat kapuk masih terbatas, belum ada terobosan yang baru
beda dengan serat kapas. Adapun kegunaan dari serat kapuk adalah
sebagai berikut:
a. Serat kapuk digunakan sebagai pengisi pelampung penyelamat
karena mempunyai sifat mengembang yang baik.
b. Serat kapuk sangat baik dipakai sebagai kaur dan bantal karena
mempunyai sifat melentingnya yang tinggi.
c. Serat kapuk sangat baik digunakan untuk isolasi suara dan isolasi
panas.
d. Serat kapuk tidak digunakan sebagai bahan pakaian karena
sifatnya yang getas dan tidak elastis yang menyebabkan serat
kapuk tidak dapat dipintal.
52
Produksi Produksi
Luas Area
No Provinsi Kelapa Sawit TKKS
(Ha)
(ton) (ton)
1 NAD 261.101 112.000 26.000
2 Sumatera Utara 964.257 414.000 95.000
3 Sumatera Barat 324.332 139.000 32.000
4 Riau 1.340.036 559.000 129.000
5 Kepulauan Riau 2.067 888 205
6 Jambi 466.709 200.000 46.000
7 Sumatera Selatan 532.365 228.000 53.000
8 Bangka Belitung 100.681 430.000 99.000
9 Bengkulu 83.583 35.000 8.050
10 Lampung 163.589 71.000 16.000
11 Kalimantan Barat 466.900 201.000 46.000
12 Kalimantan 269.043 116.000 27.000
Tengah
13 Kalimantan 150.211 64.500 15.000
Selatan
14 Kalimantan Timur 222.132 95.000 22.000
15 Sulawesi Tengah 44.215 18.000 4.100
16 Sulawesi selatan 13.925 60.000 14.000
17 Sulawesi Barat 84.248 36.000 8.300
18 Papua 41.640 18.000 4.200
Nasional 5.518.219 2.300.000 529.000
Kelima propinsi tersebut memiliki 3,770 juta Ha atau 67,4% dari 5,597
juta Ha di seluruh Indonesia.
Jenis limbah kelapa sawit pada generasi pertama adalah berupa limbah
padat, terdiri dari tandan kosong, pelepah, cangkang dan lain-lain.
Sedangkan limbah cair terjadi pada in house keeping pada
pengolahan CPO (Crude Palm Oil).
Limbah yang terjadi pada generasi pertama baik itu limbah padat atau
cair setelah diproses menjadi suatu produk yang akan menyisakan
limbah generasi berikutnya dan limbah generasi kedua ini juga dapat
dimanfaatkan menjadi produk yang mempunyai nilai tambah. Tabel 2.4
terlihat potensi limbah yang dapat dimanfaatkan sehingga mempunyai
nilai ekonomi yang tidak sedikit.
Diantara potensi limbah yang diketahui untuk Kebun sawit yaitu dapat
dimanfaatkan sebagai sebagai sumber selulosa yang dapat
dimanfaatkan untuk pembuatan nitrocellulose yang manfaatnya
sebagai bahan dasar propelan. Pemanfaatan limbah baik padat
maupun cair secara umum dapat dilakukan melalui proses pengolahan
yang dapat dibedakan dalam tiga proses yakni ; proses kimia, proses
fisika serta proses biologi.
55
Limbah ini dapat dihasilkan dari tandan brondolan yaitu tandan buah
segar yang terlalu matang yang buahnya terlepas dari tandannya saat
masih berada di perkebunan/di kebun, keadaan tandannya kering serta
di pabrik pengolahan kelapa sawit adalah hasil proses Sterilising dan
Thresing dengan keadaan tandan basah. Berdasarkan penelitian Ditjen
Perkebunan (2006) kandungan tandan kosong kelapa sawit (TKKS)
mengandung Selulosa 41,3%-46,5% (C6H10O5)n, Hemi Selulosa
25,3%-32,5% dan mengandung lignin 27,6%-32,5%.
57
b. Cangkang (Shell)
c. Serabut (Fiber)
Dari hasil uji laboratorium nilai kalor sampel untuk sampel Serabut,
Cangkang dan Tandan Kosong Kelapa Sawit yang diambil dari PT.
Korindo Group-Jair, Boven Digoel dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:
Tabel 2.5 Hasil uji laboratorium Kimia Fisik ITB menilai kalor sampel
limbah sawit (Sunarwan dan Juhana, 2013)
Limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) ini sesuai karakteristik dan
kandungan kimianya dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol.
Pengolahan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) menjadi bioetanol
menggunakan perpaduan 2 (dua) metoda yaitu metoda Aryafatta dan
metoda Prihandana.
60
Tetapi karena sifat asam kuat yang tidak spesifik terhadap substrat
maka asam tidak hanya menghidrolisis selulosa tetapi juga
menguraikan hemiselulosa menjadi senyawa furfural yang dapat
menghambat proses hidrolisis. Sehingga rendemen glukosa yang
dihasilkan sedikit.
61
Berdasar Hasil Uji kandungan hara terhadap limpah padat pabrik kelapa
sawit dari PT. Korindo – Jair, Boven Digoel dihasilkan pati, sellulosa dan
glukosa dengan kandungan cukup besar yaitu Sellulosa 12.357 sampai
47,43% dan Glukosa 0.022 sampai 0,463%, sementara diketahui
bahwa cairan glukosa yang terbentuk dengan kisaran 0.022 sampai
0.463% berat kemudian difermentasi menggunakan khamir
Saccharomyces cereviseae yang mampu mengubah glukosa menjadi
alkohol (alkohol). Saccharomyces cereviseae ini bersifat fakultatif
anaerob sehingga masih membutuhkan oksigen dalam jumlah sedikit.
Kondisi optimum fermentasi adalah pada suhu 30oC, pH 4,0 – 4,5 dan
kadar gula (10 – 18) %. Selama fermentasi dilakukan pengadukan
(aerasi) dan akan terjadi kenaikan suhu sehingga perlu dilakukan
pendinginan. Pada awal fermentasi perlu ditambahkan nutrien dan
kofaktor yang berperan penting bagi kehidupan khamir seperti karbon,
oksigen, nitrogen, hidrogen, fosfor, sulfur, potasium dan magnesium
agar pertumbuhan khamir bisa optimal.
Limbah
biomassa
A
Pengeringan Penambahan
perekat
Pengarangan/
Sortasi Pengadukan
karbonisasi
Penyeragaman
ukuran Pengempaan
A Biobriket
Selulosa adalah polisakarida yang terdiri dari rantai linier dari beberapa
ratus hingga lebih dari sepuluh ribu ikatan β(1→4) unit D-glukosa.
Selulosa adalah karbohidrat utama yang disintesis oleh tanaman dan
menempati hampir 60% komponen penyusun struktur kayu. Selulosa
merupakan serat-serat panjang yang bersama-sama hemiselulosa,
pektin, dan protein membentuk struktur jaringan yang memperkuat
dinding sel tanaman. Jumlah selulosa di alam sangat berlimpah sebagai
sisa tanaman atau dalam bentuk sisa pertanian seperti jerami padi, kulit
jagung, gandum,kulit tebu dan lain-lain tumbuhan.
Tabel 2.7 Variasi Jenis Selulose Asetat (Fengel dan Wegener, 1984)
Menurut Ott et al. (1954) dan Nevel dan Zeronian (1985), pembuatan
selulosa asetat terdiri atas 4 (empat) tahap yaitu:
1) Praperlakuan (pretreatmet).
2) Asetilasi (acetylation).
3) Hidrolisis (Hydrolysis).
4) Pemurnian (purification).
Pulp kayu disuplai dalam sebuah roll dengan beban 300 kg. Lembaran
pulp harus terdispersi tanpa merusak serat individual untuk
menghasilkan luas permukaan yang cukup untuk asetilasi sempurna.
Beberapa pembuatan menggunakan disk refiner, ada juga yang
menggunakan metoda basah. Dalam satu contoh, untuk meningkatkan
pencapaian proses, maka pulp-pulp halus (fluffed) diaduk dengan
campuran asam asetat-air selama 1 jam pada temperatur 25-40oC.
Tahap aktivasi termasuk dalam proses katalis rendah dengan
menggunakan campuran asam asetat-asam sulfat dengan konsentrasi
asam sulfat 1-2% dari berat pulp. Tahap aktivasi berlangsung selama
68
2) Asetilasi
3) Hidrolisis
4) Pemurnian
Endapan selulosa asetat kemudian disaring dari asam asetat encer (25-
36%). Asam asetat dan garam yang tersisa dari netralisasi asam sulfat
kemudian dihilangkan dengan pencucian.
1. Proses Ekstrusi
2. Pelarutan Polimer
Selulosa triasetat kurang larut dalam aseton dan solven lain yang
umumnya digunakan untuk proses ekstrusi kering yaitu hidrokarbon
terklorinasi, metil asetat, asam asetat, dan dimetil sulfoksida.
4. Ekstrusi
2. Prosedur Pembuatan
a. Preparasi Sampel
75 gram serat TKS dilarutkan ke dalam satu liter HNO 3 3,5 % dan
ditambahkan 10 mg NaNO2. Campuran sampel dipanaskan diatas hot
plate pada suhu 90oC selama dua jam. Selanjutnya, campuran disaring
dan dicuci sampai didapatkan ampas dengan filtrat netral. Ampas
77
6,85 (𝑉1−𝑉2)𝑥 𝑁 𝑥 20
X = 100 -
𝐴𝑥𝑊
Dimana:
X = Selulosa alfa (%);
V1 = Volume titrasi blanko (ml);
V2 = Volume titrasi filtrat pulp (ml);
N = Normalitas larutan ferro ammonium sulfat;
A = Volume filtrat pulp yang dianalisa (ml);
W = Berat kering oven contoh uji pulp (g).
Salah satu yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai guna dan
nilai ekonomis dari bahan selulosa kapas dan kapuk adalah
pemanfaatannya sebagai bahan baku pembuatan nitroselulosa dengan
menggunakan reaksi nitrasi. Reaksi ini adalah reaksi pembuatan
nitroselulosa dengan menggunakan campuran asam nitrat dan asam
sulfat dengan bantuan air dengan atau tanpa pengadukan. Komposisi
reaktan diatur agar dihasilkan nitroselulose dengan kadar N = 12,2%.
Nitroselulosa yang dihasilkan distabilkan dengan memanaskan dalam
asam panas diikuti dengan larutan natrium karbonat encer panas
(Hantaya, 2010).
1. Preparasi Bahan
Selulosa diperoleh dari kapas dan kapuk. Larutan HNO3 65% dan
larutan H2SO4 98% digunakan sebagai pereaksi dalam reaksi nitrasi
selulosa menjadi nitroselulosa. Larutan NaHCO3 dan aquadest
digunakan sebagai zat pencuci hasil reaksi.
82
3. Prosedur Pembuatan
a. Langkah Pertama
Menimbang kapas dan kapuk sesuai dengan variabel massa yang
ditentukan yaitu sebesar 5 gram. Selanjutnya disiapkan bahan
HNO3 65 %, bahan H2SO4 98 %, dan NaHCO3 yang cukup encer (10
%). Sebanyak 30 ml HNO3 dan 60 ml H2SO4 dimasukkan dalam
reaktor supaya terjadi reaksi nitrasi, kemudian ditunggu suhunya
hingga mencapai 5oC, yang dikondisikan dengan ice bath. Ketika
suhu reaksi yang diinginkan sudah tercapai maka dimasukkan
83
5. Hasil Proses
Gambar 2.13 Kurva FTIR Kapas (Suhu 5OC, Waktu 30 menit, H2SO4
60 ml, HNO3 30 ml) (Erlangga, 2012)
85
Referensi
10. Pratiwi RH., 2014, Potensi Kapuk Randu (Ceiba Pentandra Gaertn.)
dalam Penyediaan Obat Herbal , E-Journal WIDYA Keshatan Dan
Lingkungan Volume: 1
11. Rahmad, Alfein, 2010. Potensi Reject Pulp sebagai Bahan Baku
Pembuatan Propelan. Jurnal Universitas Riau, Pekan Baru.
12. Selwitz, Charles, 1988. Cellulose Nitrate in Conservation. The Getty
Conservation Institute.
13. Setiadi. Wi2011. Bertanam Kapuk Randu. Penebar Swadaya.
Anggota IKAPI. Jakarta.
14. Silverstein, R.M., Bassler, G.C. and Morrill, T.C. (1991)
Spectrometric Identification of Organic Compounds. John Wiley,
New York.
15. Soeprijono, 1974. Serat-Serat Tekstil, Institut Teknologi Tekstil
Bandung.
16. Sunarwan, Bambang, Juhana, Riyadi, 2013. Pemanfaatan Limbah
Sawit Untuk Bahan Bakar Energi Baru Terbarukan (EBT) Studi
Kasus: Limbah Sawit Produksi Sawit Daerah Kabupaten Boven
Digoel Provinsi Papua. Jurnal Tekno-Insentif Volume 7, Nomor 2
BAB 3
GOLONGAN BOTANI MENGANDUNG RESIN
87
88
secara alamiah dan keluar secara alami maupun buatan. Resin yang
tereksudasi secara alamiah mengandung campuran antara gum dan
minyak atsiri. Resin alam memiliki bentuk berupa padatan, berwarna
mengilap dan bening kusam, rapuh, meleleh bila kena panas dan
mudah terbakar (Sedtler et al. 1975 dalam Namiroh 1998).
Boer dan Ella (2001) melaporkan bahwa jenis pohon Shorea javanica
dikenal dengan berbagai nama daerah, yaitu damar mata kucing
(Sumatera Selatan) dan damar sibolga (Sumatra Utara). Secara umum
juga disebut damar kaca. Di Indonesia sendiri jenis Shorea javanica
tersedia cukup melimpah. Menurut Hadjib dan Abdurrachman (2005),
Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah penghasil resin damar
yang cukup besar, memiliki hutan damar seluas 17.500 ha. Dari luasan
tersebut, 7500 ha diantaranya merupakan hutan rakyat yang dikelola
dengan berbagai sistem budidaya dan usaha tani. Menurut
90
2. Penyadapan Damar
Pohon damar mulai disadap pada umur 20 tahun atau apabila diameter
batang telah mencapai 25-30 cm. Penyadapan damar dilakukan dengan
cara melukai bagian batang pohon dalam bentuk takik. Adapun bentuk
takik sadap pada umumnya berbentuk segitiga sama sisi dengan
ukuran bervariasi dari 7,5-12 cm dengan kedalaman 2-4 cm (Trison
2001, Boer dan Ella 2001). Resin yang tereksudasi dibiarkan mengalir
dan terkumpul di dalam lubang sadap hingga mengering dan mengeras.
Setelah resin damar mengering kemudian damar dikumpulkan. Periode
pengumpulan biasanya dalam waktu seminggu hingga satu bulan
setelah penyadapan (Lukman 2001).
Tabel 3.1 spesifikasi syarat mutu damar mata kucing (SNI, 1999)
Kadar air
Perlakukan Titik lunak (oC)
(5)
Tanpa perlakukan 0,70 95-100
Dengan pemurnian fisik - 88,0
Dengan pemurnian
Kombinasi pelarut:
Benzene-Metanol 0,64-0,83 69,33-73,67
Benzene-etanol 0,38-0,70 65,00-68,00
Toluena-etanol 0,51-0,85 63,00-76,67
Pelarut+arang aktif - 87,25-97,50
Pemurnian dengan
- 93,00-104,125
pemanasan
96
Tabel 3.4 Sifat Kimia Damar Mata Kucing yang belum dimurnikan dan
damar yang telah dimurnikan (Wiyono dan Silitonga, 2001).
Dimurnikan dengan
Belum
Sifat Mutu Pelarut
Murni
Benzene Toluena
A 22,58 19,66 20,99
B 23,20 19,61 22,09
C 25,08 22,79 24,34
Bilangan asam
D 26,60 23,11 24,62
E 28,15 23,89 25,67
Abu 29,20 - -
A 31,30 21,62 21,96
B 30,55 22,10 22,37
Bilangan C 34,68 27,75 28,62
penyabunan D 37,18 29,11 30,16
E 39,65 32,61 34,48
Abu 58,02 - -
A 0,69 0,44 0,47
B 0,71 0,48 0,49
C 0,74 0,49 0,54
Kadar abu
D 8,03 0,52 1,07
E 11,22 0,57 1,22
Abu 0,79 - -
A 0,42 0,28 0,28
B 0,42 0,29 0,30
Ketidaklarutan C 0,44 0,30 0,31
dalam toluena D 1,84 0,31 0,32
E 3,90 0,31 0,34
Abu 6,248 - -
Kayu pinus memiliki berat jenis rata-rata 0,55 dan termasuk kelas kuat
III serta kelas awet IV (Siregar 2005). Kayu pinus memiliki ciri warna
teras yang sukar dibedakan dengan gubalnya, kecuali pada pohon
100
Daun pinus terdapat 2 jarum dalam satu ikatan dengan panjang 16–25
cm (Hidayat dan Hansen 2001), akan gugur dan menjadi serasah.
Serasah pinus merupakan serasah daun jarum yang mempunyai
kandungan lignin dan ekstraktif tinggi serta bersifat asam, sehingga
sulit untuk dirombak oleh mikroorganisme. Serasah pinus akan
terdekomposisi secara alami dalam waktu 8–9 tahun (Siregar 2005).
2. Getah Pinus
Getah pinus merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang
dapat diolah menjadi gondorukem dan terpentin. Indonesia berada di
urutan terbesar kedua setelah Cina dalam perdagangan getah pinus
101
internasional. Produksi getah dari Cina sebesar 430.000 ton (60% dari
total produksi di dunia) sedangkan Indonesia menghasilkan 69.000 ton
(10% total produksi didunia). Getah pinus merupakan salah satu
komoditi yang memiliki jumlah permintaan tinggi baik di pasar lokal
maupun internasional, dimana 80% produksinya dialokasikan untuk
kebutuhan ekspor ke Eropa, India, Korea Selatan, Jepang dan Amerika.
Getah yang berasal dari pohon Pinus berwarna kuning pekat dan
lengket, yang terdiri dari campuran bahan kimia yang kompleks. Unsur-
102
unsur terpenting yang menyusun getah pinus adalah asam terpen dan
asam abietic. Campuran bahan itu larut dalam alcohol, bensin, ether,
dan sejumlah pelarut organik lainnya, tetapi tidak larut dalam air. Hasil
penyulingan getah Pinus merkusii rata-rata menghasilkan 64%
gondorukem, 22,5% terpentin, dan 12,5% kotoran.
Syarat kualitas getah pinus dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut.
a. Gondorukem
b. Terpentin
atau pembunuh kuman yang biasa kita beli, tapi ada lagi kegunaan lain
dari terpentin sebagai bahan baku pembuat parfum, bahan campuran
minyak pijat. Salah satu bahan tambahan pembuatan permen karet
sehingga menjadi kenyal dan lentur.
Resin damar digolongkan jadi resin cair serta resin padat. Resin cair
memiliki kandungan resin serta minyak esensial (oleresin) berwujud
cair serta mempunyai aroma yang khas. Resin padat yaitu resin berupa
padat lantaran beberapa kecil minyak esensialnya sudah menguap.
Resin padat gampang pecah atau patah (Appanah serta Trumbull,
1998). Resin damar memiliki kandungan asam gurjunik (C22H34O4) serta
beberapa naptha yang gampang menguap serta mengkristal.Karakter
fisik yang unik dr minyak damar yaitu pada suhu 30 oC beralih jadi
gelatin.
Resin damar bisa dipakai juga sebagai obat tradisional untuk diare serta
disentri, salep untuk penyakit kulit serta pengobatan masalah
pendengaran, rusaknya gigi, sakit mata, bisul serta luka (Appanah serta
Trumbull, 1998). Dengan cara tehnis, bisa dipakai juga sebagai bahan
cat, celupan batik, lilin, tinta bikin, linoleum serta kosmetik. Triterpenes
yang di isolasi dr damar sudah dipakai juga sebagai media antivirus pd
budidaya in vitro untuk penyakit Herpes simplex virus jenis I serta II
(Poehland et al, 1996).
Ada Orang-orang yang blm tahu pemakaian resin damar juga sebagai
bahan baku industri, terkecuali cuma dengan cara kebiasaan dipakai
untuk penerangan satu hari hari. Resin damar di jual masih juga dalam
bentuk bahan mentah serta blm di proses selanjutnya. Tehnik
memanen serta mengolahnya masih tetap dengan cara konvensional,
hingga harga jualnya tak untungkan terkecuali belum ada pasar untuk
menampungnya. biasanya sebagaian jual resin untuk bahan cat sablon,
tapi masih sangat belum umum sekali.
Sosialisasi pada yang memiliki tempat damar perihal resin serta tehnik
memanen, seleksi serta gradingnya sangatlah butuh dikerjakan. Kursus
109
serta magang ke Sumatera Selatan juga sebagai lokasi yang sukses dlm
membuahkan resin damar bisa berikan motivasi beberapa petani untuk
mengelola damarnya tambah baik serta berkualitas. Juga sebagai salah
hasil rimba bukanlah kayu, jadi sumber daya rimba itu mesti
dilestarikan lewat penanaman kembali pohon damar terkecuali cara
memanen yang perlu menghindar kematian pohon yang berkaitan.
2. Sifat Kimia
Secara kimiawi resin adalah campuran yang kompleks dari asam-
asam resinat, alkoholiresinat, resinotannol, ester-ester dan
resene-resene. Bebas dari zat lemak dan mengandung sedikit
oksigen.
RCOOH2 CH2OH
I I
RCOOCH + 3NaOH 3RCOONa + CHOH
I I
RCOOCH2 CH2OH
RCOOH2 CH2OH
I NaOCH3 I
RCOOCH + 3CH3OH 3RCOOCH3+ CHOH
I Katalis I
RCOOCH2 CH2OH
RCOOCH2 CH2OH
I RCOOH I
R’COOCH + 3H2O R’COOH + CHOH
I R’’COOH I
R’’COOCH2 CH2OH
terbatas dengan kelarutan air dalam minyak yang rendah. Pada tahap
kedua, reaksi berlangsung lebih cepat karena kelarutan air yang lebih
besar dalam asam lemak. Tahap akhir ditandai dengan laju reaksi
berkurang sebagai asam lemak bebas dan gliserin mencapai kondisi
kesetimbangan. Fat splitting merupakan reaksi reversible. Pada titik
kesetimbangan, tingkat hidrolisis dan re-esterifikasi adalah sama.
Gliserin harus diambil secara kontinyu agar reaksi sempurna (Bailey’s,
1951).
1. Proses Twitchell
3. Proses Continuous
mm dan tinggi 18-25 m, terbuat dari bahan anti korosi seperti stainless
steel 316 atau paduan inconel yang didesain khusus untuk kondisi
operasi ±5000 kPa. Minyak dimasukkan melalui saluran yang berada
pada bagian bawah menara dengan menggunakan pompa bertekanan
tinggi. Air masuk melalui puncak kolom dengan rasio 40-50% berat
minyak. Suhu pemisahan yang tinggi (250-260°C) akan dapat
memastikan pelarutan air ke dalam minyak, sehingga tidak lagi
diperlukan pengontakan kedua fase tersebut secara mekanik.
Referensi
5. Boer E, Ella AB. 2001. Plant Resources of South-East Asia 18: Plant
producing ekudates. Bogor: Prosea Foundation.
6. Corryanti. 2014. Membangun Tegakan “Pinus Bocor Getah”.
Puslitbang Perum Perhutani.
7. Djajapertjunda, S. dan S. Partadireja. (1973). Beberapa Catatan
Tentang Damar di Indonesia. Direktorat Jenderal Kehutanan.
Jakarta.
8. Doelen, V.D., Berg, V.D., Boon, J.J., Shibayama, N., Rie, D.L.,
Genuit, W.J.L., 1998. Analysis of Fresh Triterpenoid Resins and
Aged Triterpenoid Varnishes by HPLC-APCI-MS. Journal of
Chromatograph.
9. Hadjib N, Abdurrachman. 2005. Sifat fisis mekanis kayu damar
mata kucing bekas sadapan dan kemungkinan pemanfaatannya
untuk kayu konstruksi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 (2005)3:
177-185.
10. Hidayat J, Hansen CP. 2001. Informasi Singkat Benih: Pinus
merkusii Jungh. et de Vries. Bandung: Direktorat Perbenihan
Tanaman Hutan.
11. Jafarsidik, J, 2007. Jenis-jenis pohon penghasil resin Damar.
Bogor: Dephut
12. Kirk R.E. and Othmer, D.F., 1966. Encyclopedia of Chemical
Technology, vol.1, 2nd edition, A Willey Interscience Publication,
John Wiley and Sons Co., New York.
13. Larasati, F. 2007. Pemurnian Beberapa Mutu Damar Mata Kucing
(Shorea javanica) dengan Sistem Pemanasan. [skripsi]. Bogor:
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
125
127
128
ternak yang bergizi tinggi, kayunya baik untuk bahan bakar (Purwati,
2012).
Tabel 4.2 Sifat Fisik dan Kimia Serat Rami (Purwati, D.R., 2012)
Karakter Nilai
Selulosa (%berat) 69,6 – 76,2
Lignin (%berat) 0,6 – 0,7
Hemiselulosa (%berat) 13,1 – 16,7
Pekti (%berat) 1,9
Lilin (%berat) 0,3
Sudut mikrofibril (o) 7,5
Kadar Air (%berat) 8,0
Kerapatan (mg/m3) 1,5
Bentuk serat rami terdiri dari membujur dan melintang, jika membujur
bentuk memanjang seperti silinder dengan permukaan bergaris – garis
dan berkerut-kerut membentuk benjolan-benjolan kecil dan jika
melintang bentuk lonjong memanjang dengan dinding sel yang tebal
dan lumen yang pipih. Ujung sel tumpul dan tidak berlumen (Evgust,
2011). Gambar serat rami membujur dan melintang dapat dilihat pada
Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 berikut.
Secara umum rotan tumbuh baik didaerah hutan hujan tropika, baik
pada hutan primer maupun hutan sekunder pada ketinggian sampai
dengan 1500 meter di atas permukaan laut. Dalam upaya pelestarian
136
- Selulosa
- Lignin
- Zat ekstraktif
Hasil penelitian komponen rotan dan kayu yang dihimpun dari berbagai
pustaka disajikan seperti pada Tabel 4.4. Pada Tabel 4.4 terlihat, bahwa
selulosa rotan lebih tinggi dibandingkan dengan kayu daun jarum dan
daun lebar. Sedangkan persentase lignin lebih kecil dibandingkan
dengan kayu daun jarum (Kollman dan Cöté, 1968). Karakteristik lignin
rotan sama dengan lignin dari daun lebar artinya tersusun dari prazat
koniferil dan sinafil alkohol atau disebut sebagai lignin guayasil-siringil.
Komponen silika dari 12 jenis rotan asal Sulawesi, Maluku dan Irian
Jaya berkisar antara 0.54 - 8,00% (Hadikusumo, 1994).
Sifat fisis dan mekanis adalah indikator yang penting untuk menentukan
perilaku penampakkan, kekuatan dan bahkan mutu rotan. Sifat-sifat ini
berbeda untuk tiap jenis rotan sehingga ia menjadi karakter suatu jenis
rotan. Secara mendasar nilai sifat fisis mekanis rotan ditentukan oleh
144
susunan dan orientasi sel penyusunan dan komposisi kimia rotan. Sifat
fisis mekanis rotan diuraikan sebagai berikut.
- Kadar air
𝐵𝑏−𝐵𝑜
KA = x 100%
𝐵𝑜
dimana: KA = Kadar air ; Bb = Berat basah ; Bo = berat kering oven
Tabel 4.5. Kadar air rata–rata rotan segar dan pada kondisi kering
udara di daerah Bogor
Kadar air
Kadar air
Jenis kering udara
segar (%)
(%)
Rotan diameter besar
- Manau (Calamus manan) 140* 18
- Sampang (Korthalsia junghunii) 111* 18
- Seuti (C. ornatus) 225 16
- Bubuay (Plectocomia elongata) 147 15
Rotan diameter kecil
- Seel (Daemonorops malanocaetes) 235 14
195 16
- Pelah (Calamus sp)
Keterangan: *) sekitar 5 – 7 hari setelah panen
Persamaam dasar kadar air dapat dirubah dalam bentuk yang lebih
mudah digunakan dalam situasi tertentu sebagai berikut:
147
𝐵𝑏 𝐾𝐴
Bo = 𝐾𝐴 ; Bb = Bo (1 + (% )
1+(% ) 100
100
10 20
Bo = = 5 ton ; Bb = 5(1 + ( ) = 5 x 1,2 = 6 ton
1+1 100
- Berat Jenis
Berat jenis (specific gravity) adalah salah satu sifat fisik yang paling
penting karena akan sangat mempengaruhi sifat kekuatan, kembang
susut, sifat menyerap bahan kimia dan finishing serta sifat–sifat lain
dalam pengolahan dan penggunaan. Berat jenis (BJ) adalah
perbandingan antara berat dan volume bahan dengan perbandingan
berat dan volume air. Rumusnya adalah:
𝐵/𝑉 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛
Bj = ; dimana: B = berat ; V = volume
𝐵/𝑉 𝑎𝑖𝑟
148
Rotan berat, sedang atau ringan berkaitan dengan berat jenis yang
tinggi, sedang atau rendah. Rotan dengan berat jenis yang terlalu tinggi
atau terlalu rendah tidak disenangi karena terlalu kaku/ jeras atau
terlalu lemah/ lunak. Rotan manau dan tohiti sangat disukai dalam
pemakaian karena BJ-nya 0,48 – 0,55 (sedang). Berat jenis rotan
dipengaruhi pula oleh sebaran ikatan pembuluh (KIP). Semakin tinggi
sebaran KIP semakin tinggi BJ rotan, tetapi sebaran yang terlalu tinggi
dan terlalu rendah biasanya kurang disukai Di lapangan sering dipakai
istilah kerapatan rotan yang pada hakekatnya sama dengan BJ.
Kerapatan adalah berat per satuan volume dan selalu dinyatakan dalam
satuan gr/cm³, kg/m³ atau lb/ft³. Kerapatan dihitung atas dasar Bo/Vb,
Bb/Vb atau Bo/Vku.
berat jenis. Hubungan yang sama berlaku pula pada rotan (Tabel 4.6).
Tabel 4.6 Hubungan antara proporsi relatif pori, serat dan parenkim
dengan berat jenis (Wangard, 1979) dan Rachman, 1996)
Rotan2)
Tretes 17 30 53 0,40
Galaka 23 33 45 0,50
Seuti 18 28 46 0,51
Manau 20 40 40 0,59
Tohiti 21 38 41 0,61
Keterangan:
Gambar 4.7 Grafik hubungan antara defleksi dan beban pada uji
lentur statik rotan (b) dan kayu (a)
0,424 𝑥 𝑃𝑒 𝑥 𝐿3
MOE =
𝐷4 𝐹𝑒
1,273 𝑃𝑚 𝐿
MOR =
𝐷3
dimana:
Pada Tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa C. inops mengandung 43,9%
sel serat. Sedangkan C. symphysipus yang mengandung 25,8% sel
serat mempunyai kekuatan tarik sekitar 30% lebih rendah dari C. inops.
Hadikusumo (1994) menyatakan bahwa dari pengamatan 17 jenis rotan
diperoleh rata–rata proporsi sel serat sekitar sepertiga bagian (33,3%),
sepertiga berikutnya adalah sel vascular dan sepertiga terakhir adalah
sel parenkim.
(a) (b)
1. Jenis Bambu
Sifat fisika bambu terdiri dari berat jenis, kadar dan kembang susut.
Kualitas bambu sangat tergantung dari nilai sifat fisika bambu. Semakin
tinggi kualitas bambu akan ditunjukkan oleh nilai berat jenis yang
tinggi, kadar air yang rendah dan kembang susut yang rendah.
Sehingga dalam pemilihan bambu akan sangat perlu melihat sifat fisika
dari bambu yang akan kita pakai.
- Kekuatan tekan
Kekuatan bambu untuk menahan gaya tekan tergantung pada bagian ruas
dan bagian antar ruas batang bambu. Kuat tekan dari batang bambu dapat
dihitung dengan Persamaan 1. Bagian batang tanpa ruas memiliki kuat tekan
(8 - 45)% lebih tinggi dari pada batang bambu yang beruas.
𝑃
tk = (N/mm2) (1)
𝐴
dengan :
- Kekuatan Tarik
𝑃
tk = (N/mm2) (2)
𝐴
dengan:
P = beban maksimum ( N );
A = luas bidang tarik ( mm2).
164
Tabel 4.10. Kuat tarik bambu tanpa buku kering oven (Morisco, 1999)
Hot Alcohol
Holo
Umur
Lokasi
Ash water toluena Lignin
Cellulose
α-
(Thn) (%) Solubles Sulubles (%) Cellulose
(%)
(%) (%)
Bawah 1,82 5,83 3,32 21,98 68,92 46,52
1 Tengah 1,94 5,07 2,86 22,11 70,84 47,30
Atas 1,95 5,14 3,48 21,26 71,95 47,51
Bawah 1,30 6,33 4,17 23,21 68,58 46,21
2 Tengah 1,36 6,91 4,38 23,95 72,69 46,82
Atas 1,41 7,43 5,21 23,71 73,82 46,99
Bawah 1,26 4,89 6,61 22,93 69,94 46,08
3 Tengah 1,30 5,19 6,81 22,97 72,50 47,65
Atas 1,35 5,84 7,34 23,02 73,65 47,91
Bawah 4,09 9,19 5,99 22,41 63,14 41,91
Tengah 0,54 5,26 3,15 24,30 69,94 49,02
31
Atas 0,65 7,25 4,25 21,79 65,84 45,08
Dalam 0,88 9,33 5,78 22,57 64,54 42,84
berupa serat mentah (china grass) = 525 kg per 15 ton hasil panen
batang basah per hektar (rendemen 3,5%). Efektivitas pemakaian
per mesin dapat mencapai 4–5 hektar dan mesin dioperasikan di
lokasi perkebunan. Proses dekortikasi dengan sistem penggilasan
dan kontinu dapat menghasilkan serat mentah dengan rendemen
± 6%.
opener. Hasil proses ini ialah serat stapel rami siap pintal atau yang
biasa disebut rami top. Serat ini dapat dikempa dan dikemas dalam
satu kemasan atau dipotong sepanjang serat kapas, apabila akan
dicampur dengan serat kapas. Alur proses pembuatan serat stapel
rami tercantum pada Gambar 4.14.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan bahan baku utama yaitu bambu dibilah tipis-
tipis karena dengan pembilahan tipis-tipis akan mempercepat proses
degumming karena dengan bilah-bilah bambu yang tipis akan
mempermudah dalam pemisahan seratnya jika di bandingkan bilahan
bambu yang tebal.
2. Tahapan Pelunakan
3. Tahapan Pembilasan
Pemanfaatan serat alami (Rami, Bambu Rotan) dalam hal serat rami,
serat rotan serta serat bambu pada umumnya dgunakan untuk
pengganti serat sintetis yang digunakan untuk bahan baku tekstil.
Selain bahan untuk tekstil serat alami juga dapat dipakai untuk
keperluan barang dan bahan teknik tertentu masih dalam skala
laboratorium belum diproduksi secara masal.
Referensi
12. Kollman FFP, Cote WA., 1968. Principle of Wood Science and
Technology-Solid Wood. Volume ke-1. New York: Springer-Verlag.
13. Krisdianto, Sumarni G., dan Ismanto A., 2005. Sari HasilPenelitian
Bambu. Pusat Penelitian Hasil Hutan. Bogor.
14. Mogea, J. P., 1990. Survey Botani Rotan di Sulawesi Tenggara dan
Sulawesi Selatan. Herbarium Bogoriense Balitbang Botani,
Puslitbang Biologi LIPI.
15. Morisco, 2006, Teknologi Bambu. Bahan Kuliah Magister Teknologi
Bahan Bangunan. Program Studi Teknik Sipil Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
16. Morisco, 1999, Rekayasa Bambu, Nafiri Offset, Komplek Yadara
Blok V/12 Yogyakarta
17. Mohanty, A.K., Misra, M., Dzral, L. T., Selke, S.E., Harte, B. R. And
Hinrichsen, 2005. Natural Fibers, Biopolymers And Biocomposite:
An intrduction”.Chapter 1 in Natural Fibers, Biopolymers, And
Biocomposite, edited by Mohanty, A.K., Misra, M., Dzral, L. T., CRC
Press, Taylor And Francis Group, 6000 Broken Sound Parkway NW,
USA.
18. Mohanty, Misra, M., Drzal, L.T., 2005. Natural fibers, biopolymers,
and biocomposites: an introduction. In: Natural Fibers,
Biopolymers, and Biocomposites. pp. 1–36.
19. Musaddad , M.A., 2007. Agribisnis tanaman Rami, Panerbit
Swadaya. Depok.
20. Nurkertamanda, Denny, Alvin, Andi, 2012. Desain Proses
Pembentukan Serat Bambu Sebagai Bahan Dasar Produk Industri
Kreatif Berbahan Dasar Serat Pada UKM. J@TI Undip, Vol VII, No.3.
178
179
180
Resin adalah substansi padat atau semi padat berbentuk amorf yang
tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol atau pelarut organik.
Resin dapat berupa bahan keras atau bahan rapuh yg transparan jika
dipanaskan akan melunak dan meleleh menghasilkan campuran
182
Referensi
Amorf, 45
APL, 1
Balsamum, 111
Batch Autoclave, 119
Berat Jenis, 47
CA, 2
Continuous, 120
CPO, 52
China grass, 132
Damar, 87, 88
Damar Gom, 110
Damar Mata Kucing, 89
Degumming, 169
187
188 Indeks
Dekortikasi, 168
Getah, 101
Getah pinus, 100
Gliserol, 112
Gondorukem, 103
HK, 1
HL, 1
HPK, 1
HPT, 1
HTI, 3
Indeks Bias, 47
Internodia, 156
189
Kapas, 41
Kapuk/Randu, 41
Kelapa, 41
Kelapa Sawit, 41
Keliatan (Toughness), 47
Kelompok jerami, 128
Kelompok kulit pohon, 128
Kolompok Daun, 128
Kopal, 88
KPA, 2
Kristalin, 45
KSA, 2
LDCM, 3
Lignin, 60
Moisture Regain, 47
Mulur, 47
190 Indeks
Nenas, 41
Oleoresin, 110
Opening, 170
Pengaruh alkali, 48
Pengaruh asam, 48
Pengaruh mikroorganisma, 48
Pengaruh oksidator, 48
Pinus, 87
Pisang, 41
Pohon Bambu, 129
Pohon Rami, 129
Resin, 88
Resin Damar, 109
Tahura, 2
TBS, 52
Terpentin, 101
TKKS, 52
TN, 2
Transesterifikasi, 115
TWA, 2
Twitchell, 118
TENTANG PENULIS