Fungsi Sawar Kulit
Fungsi Sawar Kulit
Oleh:
Nanda Aisyah Humairah, S.Ked.
71 2018 003
Pembimbing:
dr. Riliani Hastuti, Sp.KK
Referat
Judul:
FUNGSI SAWAR FISIK KULIT
Oleh:
Nanda Aisyah Humairah, S.Ked.
71 2018 003
Telah dilaksanakan pada bulan Juni 2020 sebagai salah satu syarat
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Rumah Sakit A. Rivai Abdullah Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Fungsi
Sawar Kulit” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik di
SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit A. Rivai Abdullah
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Riliani Hastuti, Sp.KK, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik di
SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit A. Rivai Abdullah
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
yang telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam
penyelesaian Referat ini.
2. Rekan-rekan dokter muda atas kerja samanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Referat ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan ilmu
pengetahuan kedokteran.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
2.1 Epidermis
Epidermis merupakan lapisan kulit terluar yang berhubungan langsung dengan
lingkungan luar tubuh.5 Lapisan ini memiliki ketebalan yang bervariasi
tergantung lokasinya, yaitu mulai dari yang paling tipis 0,04 mm pada kelopak
mata, hingga yang paling tebal 1,6 mm pada telapak tangan dan telapak kaki. 5-7
Sel terbanyak pada epidermis adalah sel keratinosit 6 yang tersusun menjadi lima
lapisan, dinamai berdasarkan letak atau struktur sel pembentuknya. Kelima
lapisan epidermis tersebut dimulai dari lapisan yang paling luar, yaitu: stratum
korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan startum
basalis. Selain keratinosit, pada lapisan epidermis juga terdapat sel nonkeratinosit,
yaitu: melanosit, sel Langerhans dan sel Merkel,1,6 serta dermo-epidermal junction
yang merupakan penghubung epidermis dan dermis.1
b. Stratum Lusidum
Stratum lusidum merupakan lapisan transparan yang dapat ditemukan pada
jenis kulit yang tebal seperti pada telapak tangan atau telapak kaki.5,9 Lapisan ini
terdiri dari sel-sel transisional yang tersusun padat, datar, dan masih memiliki inti
sel.4 Stratum lusidum terbentuk karena goresan atau gesekan pada kulit yang
merangsang stratum Malpighi dan granulosum menebal serta stratum korneum
menjadi tebal dan padat.5
c. Stratum Granulosum
Stratum granulosum terdiri dari sel gepeng yang mengandung granula
keratohialin,1,10-12 dan merupakan lapisan tempat terbentuknya komponen sawar
epidermis. Granula keratohialin terdiri dari profilaggrin, filamen keratin dan
lorikrin. Pada lapisan ini, komponen cornified cell envelope (CCE) mulai
terbentuk dengan merubah profilaggrin menjadi filaggrin pada proses transisi sel
keratinosit menuju stratum korneum. Lorikrin merupakan protein utama yang
membentuk CCE dan kaya akan sistein.1
d. Stratum Spinosum
Stratum spinosum terdiri dari 5-10 lapis sel berbentuk poligonal6 pada lapisan
bawah dan gepeng pada lapisan atas, dengan inti bulat. Sel-sel pada lapisan ini
memiliki spina-spina yang merupakan jembatan interseluler yang
menghubungkan sel yang satu dengan sel-sel lain di sekitarnya, dikenal dengan
istilah desmosom.1,8
e. Stratum Basalis
Stratum basalis tersusun dari selapis sel berbentuk kuboid atau kolumnar yang
terletak pada perbatasan antara epidermis dan dermis.6 Sel basal mengandung
sitoplasma basofilik dan inti berbentuk oval atau bulat berwarna gelap yang kaya
akan kromatin dan aktif bermitosis.4 Sel-sel pada lapisan ini memiliki desmosom
sebagai jembatan antar sel, dan hemidesmosom sebagai penghubung dengan
matriks ekstraselular.13 Pada lapisan ini terdapat pula vakuola yang mengandung
melanosom berpigmen yang ditransfer dari melanosit melalui proses fagositosis.1
2.2 Dermis
Dermis merupakan struktur penunjang kulit yang terletak tepat di bawah
epidermis dan tersusun oleh matriks sel penunjang yang kuat, 9 dengan ketebalan
yang bervariasi, bagian yang paling tipis pada kelopak mata dan paling tebal pada
punggung, telapak tangan, serta telapak kaki.5,6 Dermis memiliki dua lapisan,
yaitu lapisan papilaris yang tipis dan terletak di bagian atas, sera lapisan retikuler
yang tebal dan terletak dibagian bawah.1,6,11 Dermis tersusun dari fibroblas yang
menghasilkan kolagen, elastin dan proteoglikan, termasuk juga sel mast dan
makrofag.9 Kolagen menyokong sekitar 80% berat kering dermis. Lapisan
memberikan kekuatan struktural dan fleksibilitas untuk kulit, 11,14 serta
menyediakan suplai darah untuk epidermis. Sistem kapiler dan venula dalam
dermis memainkan peran penting dalam mengontrol suhu tubuh dan tekanan
darah. Pada jaringan ikat lapisan dermis terdapat anyaman pembuluh darah, saraf,
aliran limfatik, kelenjar keringat, akar rambut dan sebagian kecil otot lurik.1
Komposisi lipid yang berperan sebagai mortar pada stratum korneum terdiri
dari 50% seramid, 25% kolesterol dan kolesterol ester, 15% asam lemak bebas,
dan lipid lainnya dengan konsentrasi yang kecil.2,25 Seramid secara struktur
merupakan kelompok lipid heterogen yang mengandung rantai panjang
hidrokarbon asam omega hidroksi dan 6-hidroksispingosin sebagai pengikat.
Lapisan double-stranded pada omega-hydroxy ceramide berikatan secara
kovalen dengan protein pada CCE yang menyelubungi sel korneosit, sehingga
membentuk satu kesatuan stratum korneum yang utuh.2 Seramid dihasilkan oleh
serin palmitoil transferase sebagai rate-limiting enzyme dan oleh hidrolisis
glukosilseramid (oleh β-glucoserebrosidase) dan spingomielin (oleh asam
spingomielinase).3 Stratum korneum memiliki lebih dari sembilan jenis seramid
bebas, dua diantaranya adalah seramid A dan seramid B, yang berikatan secara
kovalen dengan protein CCE, terutama involukrin.17
Kolesterol merupakan salah satu komponen lipid utama pada stratum korneum.
Meskipun sel basal mampu menyerap kolesterol dari sirkulasi, sebagian besar
kolesterol pada epidermis disintesis in situ dari asetat.17 Kolesterol meningkatkan
kekentalan dari lipid interselular, sehingga berkontibusi pada elastisitas kulit.2
Epidermis mengandung asam lemak bebas serta asam lemak yang terikat
trigliserida, fosfolipid, glikosilseramid dan seramid. Panjang rantai asam lemak
bebas berkisar antara C12 sampai C24.3,17 Asam lemak jenuh dan tidak jenuh
disintesis di epidermis, sedangkan yang lainnya didapatkan dari makanan dan
aliran darah. Sindrom defisiensi asam lemak esensial yang disebabkan oleh diet
ataupun malabsopsi ditandai dengan perubahan besar pada epitel, termasuk
epidermis. Kulit menjadi kemerahan dan epidermis menjadi kasar, bersisik dan
menunjukkan gangguan yang berat pada fungsi sawar permeabilitas. Selain itu,
dapat terjadi infeksi bakteri yang berat, gangguan penyembuhan luka, dan
kebotakan.17
Tiga kelas utama lipid stratum korneum yang berasal dari prekursornya, yaitu
glikoseramid fosfolipid, spingomielin, dan unbound sterol, dikirim menuju
stratum korneum melalui struktur lonjong, diselubungi membran, disebut badan
lamelar (lamellar bodies) atau badan Odland (Odland bodies).2,18 Badan lamelar
mengandung enzim seperti hidrolase dan protease yang bertanggung jawab untuk
sintesis lipid pada stratum korneum dan proses fisiologis deskuamasi. Setelah
disekresi ke ruang interselular pada stratum korneum, prekursor lipid dikonversi
secara enzimatik menjadi seramid, kolesterol, dan asam lemak bebas oleh enzim
yang dihasilkan oleh badan lamelar. Berbagai faktor, seperti perubahan keasaman
permukaan kulit, gangguan mekanik sawar epidermis dan lainnya, mempengaruhi
sintesis lipid pada stratum korneum. Hambatan aktivitas sekresi fosforilase
(merubah fosfolipid menjadi asam lemak bebas) menyebabkan kerusakan struktur
lapisan lipid interseluler.2
Sebum, yang dihasilkan oleh kelenjar sebasea, terlibat dalam pembentukan
mantel air dan lemak pada permukaan kulit, sehingga turut berperan dalam
pembentukan sawar epidermis. Komposisi dari sebum adalah asam lemak (47%),
wax ester (17%), seramid (13%), squalene (11%), kolesterol (7%), trigliserida
(3%) dan kolesterol ester (2%). Asam lemak berfungsi untuk pembentukan
keasaman permukaan kulit, mekanisme pertahanan terhadap flora pathogen, serta
menjaga homeostasis sawar kulit.2
4.2 Trauma
Pada sebagian besar permukaan tubuh, kulit memiliki struktur yang sangat
kokoh, lentur, dan tahan terhadap trauma. Jika terluka atau rusak, pada umumnya
kulit memiliki kemampuan luar biasa untuk memperbaiki dan menyembuh
sendiri. Namun, kulit tetap rentan terhadap kerusakan jika mengalami tekanan
berlebihan, gesekan dan penguapan.31 Robekan pada kulit yang disebabkan oleh
trauma dapat mengakibatkan pemisahan sebagian atau seluruh lapisan luar kulit. 32
Kerusakan pada epidermis maupun dermis dapat menyebabkan kulit terbuka dan
rentan terhadap infeksi.31
Gesekan, goresan, lepuh pada kulit, dan mekanisme lain yang menyebabkan
kerusakan secara mekanis pada kulit dapat menyebabkan gangguan sawar stratum
korneum. Sebagai contoh, aplikasi selopan menyebabkan terlepasnya korneosit,
sehingga menyebabkan menurunnya fungsi sawar kulit. 7,33 Selain itu, setiap zat
yang melarutkan lipid, seperti aseton dan detergen yang melepaskan lipid dan
protein dari stratum korneum, dapat pula menyebabkan kerusakan sawar kulit.
Walaupun stratum korneum tahan terhadap trauma, tetapi komponen seluler pada
epidermis dan dermis tidak tahan terhadap trauma. Trauma yang awalnya terjadi
pada lapisan bawah, nantinya dapat menyebabkan kerusakan dan gangguan
pembentukan stratum korneum.7
Korneosit dan sitosol sel granulosum akan merangsang pengeluaran sitokin-
sitokin proinflamasi sebagai respons terhadap trauma mekanis. 33,34 Saat trauma
eksternal menyampaikan sinyal yang merangsang proses homeostasis untuk
memperbaiki kerusakan sawar, sinyal yang sama merangsang pula proses
inflamasi dengan memanggil sel inflamasi. Sawar permeabilitas kulit dan sinyal
inflamasi merupakan dua komponen fungsi pertahanan epidermis yang
berhubungan dengan trauma.34
III RINGKASAN
Struktur kulit manusia terdiri dari tiga lapisan, berturut-turut dari luar ke
dalam yaitu: epidermis, dermis, dan hipodermis atau subkutan. Sel terbanyak pada
epidermis adalah sel keratinosit yang tersusun menjadi lima lapisan, dinamai
berdasarkan letak atau struktur sel pembentuknya, yaitu: stratum korneum,
stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan startum basalis.
Secara keseluruhan, kulit menjalankan fungsi proteksi, yaitu sebagai sawar fisik,
proteksi terhadap mikroba patogen, pertahanan terhadap radiasi ultraviolet,
termoregulasi, fungsi sensoris, dan sebagai penampilan fisik seseorang.
Fungsi utama kulit sebagai sawar fisik antara organisme dan lingkungannya,
diperankan oleh epidermis, terutama lapisan stratum korneum yang sering
dianalogikan seperti dinding bata (brick and mortar), dengan korneosit
diibaratkan sebagai bata (bricks), dan lapisan lipid antar sel sebagai semen
(mortar). Korneosit tertanam di dalam cornified cell envelope (CCE) yang kokoh
dan tidak larut serta memiliki fungsi utama sebagai sawar pelindung terhadap
faktor lingkungan yang dapat mengganggu.
Homeostasis epidermis dipertahankan melalui proses keratinisasi dan
deskuamasi. Untuk menjaga ketebalan stratum korneum agar selalu konstan, maka
terjadi penyesuaian kecepatan produksi korneosit dengan proses deskuamasi.
Terdapat beberapa faktor yang dapat menurunkan fungsi sawar fisik kulit, yaitu
genetik, trauma, peningkatan pH stratum korneum, paparan zat kimia, dan stress
psikologis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chu DH. Development and Structure of Skin. Dalam : Goldsmith SA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller SA, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill;2012.
hlm.57-75.
5. James WD, Berger TG, Elston DM. Skin: Basic Structure and Function.
Dalam: James WD, Berger TG, Elston DM, penyunting. Andrews’ Diseases of
The Skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2011. hlm.1-11
7. Fore-Pflinger J. The Epidermal Skin Barrier: Implications for the Wound Care
Practitioner, Part 1. J Wound Care, 2004; 17: 417-425.
11. Parker F. Structure and function of the Skin. Dalam: Orkin M, Maibach HI,
Dahl MV, penyunting. Dermatology. Connecticut: Appleton & Lange; 1991.
hlm.1-14.
12. Deleo VA, Altman E, Christiano A, Jones D, Michael E, Perez MI, Reichel M.
Structure, Function, and Immunology of The Skin. J Tok. 1998; 1-19.
13. Murphy GF. Histology of the skin. Dalam: Elder DE, Elenitsas R, Johnson
BL, Murphy GF, penyunting. Lever’s Histopatology of the skin. Edisi ke-9.
Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2005. hlm.10-24.
14. Casey G. Physiology of the skin. Nursing Standard, 2002; 16, 34: 47-51.
15. Wickett RR, Visscher MO. Structure and Function of The Epidermal Barrier.
Am J Infect Control, 2006;34:S98-110.
17. Proksch E, Brandner JM, Jensen JM,. The Skin: an indispensable barrier. Exp
Dermatol, 2008; 17: 1063-72.
18. Feingold KR. Lamellar Bodies; The Key to Cutaneous Barrier Function. J
Invest Dermatol, 2012; 132:1951-53.
20. Nemes Z, Steiner PM. Bricks and mortar of the epidermal barrier.
Experimental and Molecular Medicine, 1999; 31: 5-19.
21. Prausnitz MR, Elias PM, Franz TJ, Schmuth M, Tsai JC, Menon GK, Holleran
M, Feingold KR. Skin BArrier and Percutaneous Drug Delivery. Dalam:
Bolognia JL, Jorizzon JL, Schaffer JV, penyunting. Dermatology. Edisi ke-3.
New York: Elsevier Saunder; 2012. hlm.2065-73.
23. Elias PM. Stratum Corneum Defensive Function: an Integrated View. J Invest
Dermatol; 2005;125:183-200
25. Madison KC. Barrier Function of The Skin: “La Raison d’Etre” of The
Epidermis. J Invest Dermatol, 2003;121: 231-41.
26. Milston LM. Epidermal Desquamation. J Dermatol Sci. 2004; 36: 131-40.
28. Kim SJ. Desquamation and Enzyme. The Journal of Skin Barrier Research,
2003; 34-35
30. Fleckman P, DiGiovanna JJ. The Ichthyoses. Dalam : Goldsmith SA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller SA, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill;2012.
hlm.507-37.
33. Fleur M. The pathophysiology of vulnerable skin. World Wide Wounds. 2001.
Tersedia dari URL: http://www.worldwidewounds.com/2009/September/
Flour/vulnerable-skin-1.html
34. Elias PM. Defensive Functions of the Stratum Corneum: Integrative Aspects.
Dalam: Elias PM, Feingold KR, penyunting. Skin Barrier. California: Taylor
and Francis; 2006. hlm. 5-12.
35. Lee SH, Jeong SK, Ahn SK. An Update of the Defensive Barrier Function of
Skin. Yonsei M J. 2006; 47: 293-306.
36. Citashanty I, Prakoeswa CR. Kerusakan Sawar Kulit pada Dermatitis Atopik.
Periodical of Dermato Venereology. 2012; 24(1): 49-54.