Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

KRISIS HIPERTENSI

Disusun guna memenuhi persyaratan sebagai peserta dokter internsip


di RSUD Kalideres
Periode 7 November 2017 - 6 November 2018

Disusun oleh : dr. Johan


Pembimbing : dr. Ratna Hastuti
LEMBAR PENGESAHAN
Program Dokter Internsip RSU Kalideres Periode 7 November 2017 – 6 November 2018

Kasus : Krisis Hipertensi


Pembimbing : dr. Ratna Hastuti

Mengetahui,

dr. Ratna Hastuti

Pembimbing Internsip
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas case report ini
mengenai “Krisis Hipertensi” sebagai salah satu syarat program dokter internship RSUD
Kalideres periode 7 November 2017 – 6 November 2018
Presentasi kasus ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya karena adanya dukungan,
bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada :

1. dr. Fify mulyani,MARS selaku Direktur Utama RSUK Kalideres


2. dr. Ratna hastuti selaku pembimbing program internship di RSUK Kalideres
3. Rekan sejawat dan teman-teman perawat program internship DKI Jakarta di RSUD
Kalideres

Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis
mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan yang membangun untuk menjadi lebih baik
dan semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat dengan baik.

Jakarta, 31 Januari 2018

Penulis

dr. Johan
BAB II
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama                      : Tn. S
Umur                      : 70 Tahun
Jenis Kelamin         : Laki-laki
Agama                    : Islam
Suku                       : Jawa
Bangsa                    : Indonesia
Pendidikan              : SD
Pekerjaan                : Wiraswasta
Alamat                    : Citra Garden 2, Kalideres Jakarta barat
Tanggal Periksa      : 23 Agustus 2017
Status Menikah : Menikah

Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien pada tanggal 23 Agustus 2017
pukul 08.00
Keluhan Utama : Sakit kepala sejak 1 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki usia 70 tahun datang ke IGD RSUD Kalideres dengan keluhan sakit
kepala sejak 1 minggu SMRS. Sakit kepala dirasakan memberat dua hari terakhir ini. Nyeri
kepala dirasakan seperti diikat pada kepala terutama bagian tengkuk. Tidak terasa berputar.
Tidak nyeri telinga Pasien merasakan mual tetapi tidak muntah. Tidak nyeri dada. Tidak
sesak napas. Sebelumnya sudah pernah seperti ini. BAB tidak ada keluhan . BAK tidak ada
keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan seperti ini pernah dirasakan sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit jantung, hati,
DM, dan asma.. Tidak ada riwayat pengobatan paru dengan OAT. Os memiliki riwayat
hipertensi selama 10 tahun namun tidak terkontrol. Os biasa mengonsumsi obat untuk
hipertensinya adalah amlodipin 10mg. Riwayat alergi makanan maupun obat-obatan
sebelumnya juga tidak ada. Riwayat terjatuh tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Dikeluarga kandung tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Riwayat
penyakit jantung, hati, hipertensi, DM, dan asma disangkal. Riwayat alergi tidak ada di
keluarga.

Riwayat Kebiasaan :
Pasien tidak merokok maupun minum minuman beralkohol. Pasien biasa mengendarai motor
jika pergi dan pulang bekerja pada malam hari, memakai helm dan masker. Tempat tinggal
pasien di perkampungan yang padat penduduk, rumah memiliki ventilasi yang cukup baik.

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tanda Vital : Tekanan darah : 200/120 mmHg
Nadi : 100/menit, irama teratur,isi cukup
Suhu : 36o C
Pernafasan : 24 x/menit, regular
Kepala : Normochepal, rambut tersebar merata, tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+
Telinga : Normotia +/+, nyeri tekan tragus dan anti tragus -/- , serumen -/-
Hidung : Deviasi septum -/-, sekret -/-, konka hiperemis -/-
Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, gigi karies (+)
Leher : Trakea terletak ditengah, KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid

tidak teraba membesar, JVP 5-2cm

Thoraks :
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 jari medial linea midklavikula
sinistra
Perkusi : pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra, batas
kanan ICS IV linea parasternalis dextra, batas kiri ICS V 2 jari
medial linea midklavikularis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 normal reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pemeriksaan Paru
Inspeksi : pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : datar, tidak tampak buncit
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : deformitas (-), gibus (-)
Pemeriksaan Ekstremitas
Atas : akral hangat + / +, edema - / -
Bawah : akral hangat + / +, edema - / -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hb 14,3 13-17mg/dl
Eritrosit 4,7 4,5-5,5juta/mm3
Leukosit 6,2 4-10ribu/mm3
Trombosit 280 150-450ribu/mm3
Hematocrit 39,8 36,1-49,4%
LED 6 0-10mm/jam
MCV 88,2 80-95fl
MCH 28,2 27-31pg
MCHC 32 32-36g%

Basofil 0 0-1
Eusinofil 0 2-4
Staff 0 3-5
Segmen 77 50-70
Limfosit 17 25-40
Monosit 6 2-8

GDS 107 <200mg/dl


Ureum 16 <43mg/dl
Creatinin 0.9 0,8-1,3mg/dl
SGOT 26 <40IU
SGPT 21 <45IU/L

Resume
Pasien laki-laki usia 70 tahun datang ke IGD RSUD Kalideres dengan keluhan sakit
kepala sejak 1 minggu SMRS. Sakit kepala dirasakan memberat dua hari terakhir ini. Nyeri
kepala dirasakan seperti diikat pada kepala terutama bagian tengkuk. Tidak terasa berputar.
Tidak nyeri telinga Pasien merasakan mual tetapi tidak muntah. Tidak nyeri dada. Tidak
sesak napas. Sebelumnya sudah pernah seperti ini. Os memiliki riwayat hipertensi tidak
terkontrol selama 10 tahun dan biasa konsumsi obat amlodipin 10mg untuk hipertensinya.
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang ditemukan bermakna adalah TD 200/120mmHg.
Dari hasil pemeriksaan penunjang tidak tampak kelainan yang bermakna pada pemeriksaan
laboratorium darah. Dari hasil EKG didapatkan RBBB komplit. Dari masil pemeriksaan ro
thoraks didapatkan kesan cardiomegali.

Diagnosis
Krisis hipertensi

Penatalaksanaan
 Captopril 25mg
Pasien mendapatkan terapi pulang berupa:
 Captopril 3x25mg
 Ranitidine 2x 150 mg
 Ondansetron 3x 4 mg
 Pasien disarankan untuk kontrol ke poli penyakit dalam

Prognosis
• Quo ad vitam : dubia ad bonam

• Quo ad fungsional : dubia ad bonam

• Quo ad sanationam : dubia ad malam

BAB III

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI


Krisis hipertensi disebut juga kegawatan hipertensi. Krisis hipertensi merupakan suatu
sindrom klinis dengan tanda khas berupa kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik secara
tiba-tiba dan progresif.(3).

Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah yan mendadak (sistol
≥180 mmHg dan/atau diastol ≥ 120mmHg), pada penderita hipertensi, yang memerlukan
penanggulangan segera.

Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan prioritas pengobatan,


sebagai berikut :

1. Hipertensi emergensi (darurat), kenaikan TD mendadak yang disertai kerusakan berat dari
organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut. Keterlambatan
pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan
sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan
intensive care unit atau (ICU).

2. Hipertensi urgensi (mendesak), kenaikan TD mendadak yang tidak disertai


kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24 jam
sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral. (1,2,5,6,7)

Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :

a. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg,
walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan
kepatuhan pasien.

b. Hipertensi akselerasi : TD meningkat (diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan
funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.

c. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 – 130
mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peniggian tekanan
intracranial, kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila
penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita
dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita
yang sebelumnya mempunyai TD normal.

d. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit


kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible bila
TD diturunkan.(2)
2.2 INSIDEN & EPIDEMIOLOGI

Survei kesehatan nasional dalam berbagai negara sudah menunjukkan prevalensi yang
tinggi dari control hipertensi yang lemah. Studi ini melaporkan prevalensi hipertensi di
Canada 22%, dimana 16% terkendali; 26,3% di Mesir, dimana 8% terkendali; dan 13,6%
dinegeri China, dimana 3% terkendali. Hipertensi adalah sesuatu yang mewabah di seluruh
dunia; pada banyak dnegara-negara, 50% dari populasi berusia diatas 60 tahun mempunyai
hipertensi. Keseluruhan kira-kira 20% orang dewasa di dunia diperkirakan sudah mengalami
hipertensi. Dari 20 % prevalensi adalah hipertensi dengan tekanan darah lebih dari 140/90
mmHg. Prevalensi secara dramatis meningkat pada pasien berusia diatas 60 tahun.(9,10)

Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara
maju berkisar 2 – 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan
yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun
belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT.(2) Krisis hipertensi mempengaruhi
lebih dari 500.000 orang Amerika setiap tahunnya. Walaupun insiden krisis hipertensi
rendah, mengenai kurang dari 1% pada orang dewasa yang menderita hipertensi, lebih dari 5
juta orang Amerika menderita penyakit hipertensi.(7) Di Indonesia belum ada laporan tentang
angka kejadian ini.(2)

2.3 ETIOLOGI

Krisis hipertensi dapat terjadi pada penderita dengan hipertensi esensial maupun
hipertensi yang terakselerasi. Juga dapat terjadi pada penderita dengan tekanan darah normal
(normotensif). Krisis hipertensi pada penderita yang dulunya normotensif kemungkinan
karena glomerulonefritis akut, reaksi terhadap obat monoamin oksidase inhibitor (MAO),
feokromositoma atau toksemia gravidarum. Sedangkan pada penderita yang telah mengidap
hipertensi kronis, krisis hipertensi terjadi karena glomerulonefritis, pielonefritis, atau
penyakit vaskular kolagen, lebih sering pada hipertensi renovaskuler dengan kadar renin
tinggi.(3)

Krisis hipertensi dapat mengenai usia manapun, dapat mengenai neonatus dengan
hipoplasi arteri ginjal kongenital, anak-anak dengan glomerulonefritis akut, wanita hamil
dengan eklampsia, atau orang yang lebih tua dengan arterisklerotis stenosis pembuluh darah
ginjal.(4)
Etiologi terjadinya krisis hipertensi dapat dilihat pada tabel dibawah ini(5) :

Hipertensi Emergensi Hipertensi Urgensi


o Pengobatan yang tidak adekuat o Peningkatan drastis dari tahanan
terhadap hipertensi primer pembuluh darah sistemik

o Hipertensi renovaskular o Peningkatan vasokontriksi


sistemik
o Penyakit parenkim ginjal
o Hormon (angiotensin II,
o Pheokromositoma
vasopressin dan norepinerin)
o Hiperaldosterone primer

Berikut ini beberapa penyakit yang dapat menyertai terjadinya krisis hipertensi :

Hipertensi Emergensi Hipertensi Urgensi


o Perdarahan intrakranial o Hipertensi maligna

o Stroke o Gagal Jantung Kiri

o Miokard Infark Akut o Angina tak stabil

o Krisis adrenergik o Hipertensi perioperatif

o Aorta dissecting o Preeklampsia

o Aneurisma

o Eklampsia

2.4 PATOFISIOLOGI

Patofisiologi yang tepat mengenai terjadinya krisis hipertensi tidaklah diketahui.


Akselerasi dari hipertensi maligna mungkin salah satu reaksi non spesifik terhadap kenaikan
tekanan darah yang sangat tinggi. Faktor-faktor humoral (terutama sekali pusat renin-
angiotensin) dan produk lokal yang diproduksi oleh darah (misalnya prostaglandin, radikal
bebas) terlibat juga dalam menaikkan tekanan darah ke level yang kritis.(4)

Ada 2 teori yang dianggap dapat menerangkan timbulnya hipertensi ensephalofati,


yaitu :

1. Teori “ Over Autoregulation”


Dengan kenaikan tekanan darah menyebabkan spasme yang berat pada arteriole
mengurangi aliran darah ke otak dan iskemi, Meningginya permeabilitas kapiler akan
menyebabkan pecahnya dinding kapiler, edema di otak, petekhie, perdarahan dan mikro
infark.

2. Teori “Breakthrough of Cerebral Autoregulation”

Bila tekanan darah mencapai ambang penerima isyarat tertentu dapat mengakibatkan
transudasi, mikroinfark dan edema otak, ptekhie, hemorage, fibrinoid dari arteriole.

Overautoregulation
Spasme Arteriole Oedema Otak
Ptekies
CBF Hemorage

TD naik Hipertensi
mendadak Ensefalopati Mikro Infark

CBF
Nekrosis
Break Through Vaskuler
Autoregulation

Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila
Mean Arterial Pressure (MAP) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan pada penderita
hipertensi baru dengan MAP 60 – 120 mmHg. Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi
menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan sedikit saja dari
TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya edema otak. (2)

2.5 GEJALA KLINIS

Derajat kenaikan tekanan darah pada kegawatan dan ada tidaknya penyakit pada end
organ sebelumnya sangat menentukan tanda dan keluhan yang ada pada krisis hipertensi. Bila
terdapat keluhan, manifestasinya biasa berupa ensefalopati hipertensi dengan keluhan sakit
kepala, perubahan mental dan gangguan neurologist, mual, muntah, gangguan kesadaran,
atau disertai dengan gejala kerusakan end organ seperti (nyeri dada, pemendekan nafas,
kecemasan, gangguan penglihatan, dll).(3,4,6)

Pada tingkat permulaan, manifestasi klinis krisis hipertensi dapat hilang seluruhnya
tanpa meninggalkan komplikasi yang menetap. Oleh karena itu diagnosa harus secepatnya
ditegakkan, agar tindakan pengobatan dilakukan dengan cepat dan tepat.(3)
2.6 DIAGNOSIS

Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi
tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan
yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa
suatu krisis hipertensi.

1. Anamnesa

Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting ditanyakan :

Riwayat hipertensi : lama dan beratnya

Obat antihipertensi yang digunakan dan kepatuhannya

Riwayat pemakaian obat-obatan yang dapat menaikkan tekanan darah seperti kokain,
phencyclidine (PCP), Lysergic Acid Diethylamide (LSD), amphetamin, atau obat-
obat simpatomimetic lainnya

Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun

Gejala sistem saraf (sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas)

Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urin berkurang)

Gejala sistem kardiovaskuler (adanya payah jantung, kongestif dan oedema paru,
nyeri dada).

Riwayat penyakit : glomerulonefritis, pyelonefritis

Riwayat kehamilan : tanda eklampsia(2,3,4,6)

2. Pemeriksaan Fisik :

Pemeriksaan fisik dengan melakukan pengukuran tekanan darah setelah beristirahat


pada posisi (baring dan berdiri) pada kedua tangan, mencari kerusakan organ sasaran
(retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif). Perlu dibedakan komplikasi krisis
hipertensi dengan kegawatan neurologi atau payah jantung, kongestif dan edema paru. Perlu
dicari penyakit penyerta lainnya.(2)

Dilakukan funduskopi untuk melihat : edema retina, perdarahan retina, eksudat pada
retina atau papil edema. Pemeriksaan kardiovaskuler dinilai apakah ada peningkatan tekanan
vena jugularis, bunyi jantung 3, diseksi aorta, defisit nadi. Pemeriksaan neurologi untuk
menilai tanda perubahan neurologis yang segera terjadi atau berkelanjutan. Tanda hipertensi
encephalopaty seperti disorientasi, penekanan gangguan kesadaran, defisit neurologis fokal
dan kejang fokal.(4,7)

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara, yaitu :

a. Pemeriksaan segera seperti :

o Darah : Rutin, BUN, creatinine, elektrolit, KGD

o Urine : Urinalisa & Kultur Urin

o EKG : 12 lead, melihat tanda iskemi

o Foto dada : apakah ada edema paru

b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung keadaan klinis dan hasil pemeriksaan pertama)


o
Dugaan kelainan ginjal : IVP, renal angiografi, biopsi renal

o
Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : CT scan

o
Bila disangsikan feokromositoma : urine 24 jam untuk khatekolamin,
metamefrin, Venumandelic Acid (VMA)
o
Echocardiografi dua dimensi : membedakan gangguan fungsi diastolik dari
gangguan fungsi sistolik ketika tanda gagal jantung didapatkan.(2,4,5,6,7,8)

4. Faktor presipitasi pada krisis hipertensi

Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat dibedakan


hipertensi emergenci urgensi dari faktor-faktor yang mempresipitasi krisis hipertensi.
Keadaan klinis yang sering mempresipitasi timbulnya krisis hipertensi antara lain :
o
Kenaikan TD tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis esensial (tersering)

o
Hipertensi renovaskuler

o
Glomerulonefritis akut

o
Sindroma withdrawal anti hipertensi

o
Cedera kepala dan rudapaksa susunan syaraf pusat
o
Renin – secretin tumors

o
Pemakaian prekursor katekholamin pada pasien yang mendapat MAO Inhibitor

o
Penyakit parenkim ginjal

o
Pengaruh obat : kontrasepsi oral, antidepresant trisiklik, MAO inhibitor,
simpatomimetik (pil diet, sejenis amphetamin), kortikosteroid, NSAID
o
Luka bakar

o
Progresif sistemik sklerosis, SLE(2)

2.7 DIAGNOSIS BANDING

Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi
seperti :
1 - Hipertensi berat
2 - Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan
3 - Ansietas dengan hipertensi labil
4 - Oedema paru dengan payah jantung kiri.(2)

2.8 PENATALAKSANAAN

2.8.1. Dasar-dasar penanggulangan krisis hipertensi

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah, tetapi


mencegah/memperbaiki kelainan fungsional dan struktural yang terjadi akibat hipertensinya
(komplikasi organ sasaran), yaitu :

1. Menurunkan tekanan darah seoptimal mungkin, tetapi tidak mengganggu perfusi organ
sasaran.

2. Mencegah komplikasi vaskuler/arteriosklerotik dan kerusakan organ sasaran, mengontrol


faktor resiko lain.

3. Bila sudah ada komplikasi diusahakan retardasif/kalau mungkin regresi komplikasi


vaskuler/arteriosklerosis dan kerusakan target organ (LVH, nefropati, dsb)

4. Memantau dan mengontrol efek samping obat yang lain (hipokalemia dan sebagainya)
yang dapat menambah morbiditas dan mortalitas.(11)
Tekanan darah yang sedemikan tinggi pada krisis hipertensi haruslah segera
diturunkan karena penundaan akan memperburuk penyakit yang akan timbul baik cepat
maupun lambat. Tetapi dipihak lain penurunan yang terlalu agresif juga dapat menimbulkan
berkurangnya perfusi dan aliran darah ke organ vital terutama otak, jantung dan ginjal. (2) Oleh
karena itu penurunan tekanan darah terutama pada hipertensi kronik, harus bertahap dan
memerlukan pendekatan individual.(11)

Sampai sejauh mana tekanan darah harus diturunkan, perlu diperhatikan berbagai
faktor antara lain; keadaan hipertensi sendiri (TD segera diturunkan atau bertahap,
pengamatan problem yang menyertai krisis hipertensi, perubahan aliran darah dan
autoregulasi tekanan darah pada organ vital serta pemilihan obat anti hipertensi yang efektif
untuk krisis hipertensi dan monitoring efek samping obat.(2)

Selain itu keadaan klinis pasien juga harus diperhitungkan. Pada penderita dengan
aneurisma aorta desenden akut atau feokromasitoma dengan hipertensi akut, atau setelah
mendapat MAO inhibitor dan pernah mengalami krisis hipertensi, tekanan sistolik dapat
diturunkan menjadi 100-120 mmHg. Demikian juga bila fungsi ginjal normal dan tidak ada
riwayat CVD atau CAD, tekanan darah dapat diturunkan sampai normal. Namun demikian
pada penderita dengan penyakit pembuluh darah otak, penderita penyakit jantung koroner,
atau penderita yang telah mengalami trombosis serebri terutama 6 minggu terakhir, akan
berbahaya menurunkan tekanan darah ketingkat normal karena akan memperberat gangguan
koroner atau akan terjadi gangguan serebrovaskuler. Pada beberapa penderita tingkat
penurunan tekanan darah yang aman adalah sampai 160-180 mmHg sistolik dan 100-110
mmHg diastolik. Kecepatan penurun tekanan darah tergantung pada keadaan klinis penderita.
(3)

AUTOREGULASI

Yang dimaksud autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap


kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran
darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontriksi / dilatasi pembuluh darah.

Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan TD secara mendadak


dimaksudkan untuk melindungi organ vital dengan tidak terjadi iskemi.

Bila TD turun, terjadi vasodilatasi, jika TD naik timbul vasokonstriksi. Pada individu
normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Arterial Pressure ( MAP ) 60 –
70 mmHg. Bila MAP turun dibawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan
oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang berkurang. Bila
mekanisme ini gagal, maka dapat terjadi iskemi otak dengan manifestasi klinik seperti mual,
menguap, pingsan dan sinkop.

Autoregulasi otak ini kemungkinan disebabkan oleh mekanisme miogenik yang


disebabkan oleh stretch receptors pada otot polos arteriol otak, walaupun oleh Kontos dkk.
mengganggap bahwa hipoksia mempunyai peranan dalam perubahan metabolisme di otak.(2)

2.8.2. Penatalaksanaan Hipertensi Emergensi

Bila diagnosa hipertens emergensi telah ditegakkan, maka tekanan darah (TD) perlu
diturunkan secara bertahap. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :

o Rawat ICU, pasang femoral intra arterial line dan pulmonary arterial kateter (bila ada
indikasi) untuk menentukan fungsi kardiopulmoner dan status volume intravaskuler.

Anamnesa singkat dan pemeriksaan fisik

 Tentukan penyebab hipertensi emergensi

 Singkirkan penyakit lain yang menyerupai hipertensi emergensi

 Tentukan adanya kerusakan organ sasaran

o Pengobatan parenteral diberikan secara bolus atau infus sesegera mungkin

o Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam dengan langkah-
langkah sebagai berikut;

5-120 menit pertama, tekana darah rata-rata (MAP)diturunkan 20-25%

2-6 jam kemudian, tekanan darah diturunkan smpai 160/100 mmHg

6-24 jam berikutnya diturunkan sampai < 140/90 mmHg jika tidak ada
gejala iskemia organ.(13)

2.8.3 Pemakaian Obat-Obat Untuk Hipertensi Emergensi(2,3,5,7)

Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi
emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat diruangan
intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ).

1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodilator direk kuat baik arterial maupun


venous. Secara i. V mempunyai onset of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1 – 6
ug / kg / menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.

2. Nitroglycerin : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis
tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit, duration of
action 3 – 5 menit. Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V. Efek samping : sakit
kepala, mual, muntah, hipotensi.

3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V bolus.
Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action 4 – 12
jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap 5 menit
sampai TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah,
distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.

4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 – 1 jam,
i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam. Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10 –
40 mg i.m Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker
untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume
intravaskular. Efeksamping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan
cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.

5. Enalapriat : merupakan vasodilator golongan ACE inhibitor. Onset of action 15 – 60


menit. Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.

6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha adrenergic blockers. Terutama


untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan katekholamin. Dosis 5 – 20 mg secara i.v
bolus atau i.m. Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10 menit.

7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem


simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v. Onset of action :
1 – 5 menit. Duration of action : 10 menit. Efek samping : obstipasi, ileus, retensia
urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.

8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20 – 80 mg


secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of action 5 – 10
menit. Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala,
bradikardi, dll. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration
of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi
lebih sering dijumpai.

9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem saraf
simpatis. Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 – 60
menit, duration of action kira-kira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + ), demam,
gangguan gastrointestinal, sindrom putus obat dll. Karena onset of actionnya bisa tak
terduga dan khasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.

10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan
dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi
dosis. Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau
beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit
pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat.

11. Nicardipine merupakan salah satu IV dari dihidropiridine kalsium antagonist dan
efektif pada hipertensi emergensi dengan persentase yang tinggi. Terutama sekali
pada infus dengan kecepatan tinggi. Kecepatan infus dapat ditingkatkan 2,5 mg/jam
dengan interval 15-20 menit sampai dosis maksimal yang direkomendasikan yaitu
15mg/jam atau sampai pengurangan tekanan darah yang diinginkan dicapai. Dosis
nicardipine tidak tergantung dengan berat badan. Nicardipine dapat mengurangi
iskemia cerebral dan serangan jantung, walaupun ada kalnya kita harus mengamati
keluhan sakit kepala, mual dan muntah.

12. Esmolol, merupakan penghambat beta adrenergic dengan waktu kerja singkat dan
diberikan secara intra vena. Onset efeknya dapat dilihat dalam 1 sampai 5 menit,
dengan kecepatan kehilangan efeknya dalam 15 sampai 30 menit setelah obat tidak
dilanjutkan. Esmolol dapat diberikan 500 g/kg secara injeksi bolus. Yang bisa
diulangi setelah 5 menit. Sebagai alternatif dapat diberikan dalam infus 50-100
g/kg/menit dan bisa ditingkatkan 300 g/kg/menit jika diperlukan. Efek yang tidak
disukai adalah dapat meningkatkan hambatan pada jantung, gagal jantung kongestif
dan spasme bronchus.(2,3,5,7)

Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat oral yang
cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah lebih aman. Dengan
Sodium nitrotprusside, Nitroglycerine, Trimethaphan, TD dapat diturunkan baik secara
perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara mengatur tetesan infus. Bila terjadi
penurunan TD berlebihan, infus dihentikan dan TD dapat naik kembali dalam beberapa
menit.

Demikian juga pemberian labetalol ataupun Diazoxide secara bolus intermitten


intravena dapat menyebabkan TD turun bertahap. Bila TD yang diinginkan telah dicapai,
injeksi dapat dihentikan, dan TD naik kembali. Perlu diingat bila digunakan obat parenteral
yang long acting ataupun obat oral, penurunan TD yang berlebihan sulit untuk dinaikkan
kembali.

Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun yang
dihindari adalah sebagai berikut(2, 4, 6) :

Jenis penyakit penyerta Obat Pilihan Obat yang dihindarkan


Hipertensi ensephalopati Sodium Nitroprusside, B-antagonist,
Labetalol, methyldopa, clonidine,
diazoxide
Infark serebral/stroke Sodium Nitroprusside, B-antagonist,
labetalol, Nimodipine methyldopa, clonidine
Perdarahan intracerebral, Sodium Nitroprusside, B-antagonist,
perdarahan subarakhnoid Labetalol, methyldopa, clonidine
Miokard iskhemi, miokard Nitrogliserin, labetalol, Hyralazine, diazoxide,
infark dan Coronari Heart Ca antagonist, sodium minoxidil
Disease nitroprussade, Esmolol
dan loopdiuretik.
Edema paru akut Sodium Nitroprussade Hydralazine,
dan Loop diuretic Diazoxide, B-
antagonist, Labetalol
Aorta Diseksi Sodium nitroprussade & Hidralazine, diazoxide,
B – antagonist, minoxidil
Nitroprusside dan beta
bloker (propanolol atau
esmolol) labetalol dan
verapamil
Eklampsi Hydralazine,diazoxide, Trimethapan, Diuretik,
labetalol, Ca antagonist & B-antagonist
sodium nitroprussade
Renal insufisiensi akut Sodium nitroprussade, B-antagonist,
labetalol, Ca antagonist trimethapan
Katekolamin ekses Nitroprusside, Diuretiks
phentolamin, labetalol

Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium
nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi. Karena
pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus dengan monitoring
ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat menimbulkan hipotensi berat.

Alternatif obat lain yang cukup efektif adalah labetalol, diazoxide yang dapat
diberikan bolus intravena. Phentolamine, nitroglycerine, hidralazine diindikasikanpada
kondisi tertentu. Nicardipine−suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang
diberikan secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam jumlah
kecil) dan tampaknya memberikan harapan yang baik.(2)

2.8.4 Penanggulangan Hipertensi Urgensi :

Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit.
Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD diukur kembali
dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka dapat dimulai pengobatan.
Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini
dan hasilnya cukup memuaskan.

Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan a.l :

1. Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit).Buccal (onset 5 –10
menit),oral (onset 15-20 menit),duration 5 – 15 menit secara sublingual/buccal). Efek
samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi, flushing, hoyong.

2. Clonidine : Pemberian secara oral dengan onset 30 – 60 menit Duration of Action 8-


12 jam. Dosis : 0,1-0,2 mg,dijutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d 0,7mg. Efek
samping : sedasi, mulut kering.Hindari pemakaian pada 2nd degree atau 3rd degree,
heart block, brakardi,sick sinus syndrome.Over dosis dapat diobati dengan tolazoline.

3. Captopril : pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25mg dan dapat diulang setiap 30
menit sesuai kebutuhan. Efek samping : angio neurotik oedema, rash, gagal ginjal
akut pada penderita bilateral renal arteri sinosis.
4. Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila perlu.
Efek samping : first dosyncope, hipotensi orthostatik, palpitasi, takhikardi dan sakit
kepala.

Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan MAP


sebanyak 20 % ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin terutama
digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan katekholamine. (2,4)

Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual dapat


menyebabkan penurunan TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas hipotensi
(walaupun hal ini jarang sekali terjadi).

Dikenal adanya “first dose” effek dari Prozosin. Dilaporkan bahwa reaksi
hipotensi akibat pemberian oral Nifedifine dapat menyebabkan timbulnya infark miokard
dan stroke.(2,6)

Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD dapat


diturunkan bertahap dan mencapai batas aman dari MAP.

Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih


sensitive terhadap penambahan terapi.Untuk penderita ini dan pada penderita dengan
riwayat penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua dan pasien
dengan volume depletion maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine harus
dikurangi.Seluruh penderita diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah TD turun
untuk mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya orthotatis. Bila gejala
penderita yang diobati tidak berkurang maka sebaiknya penderita dirawat dirumah sakit.
(2)

2.9 KOMPLIKASI

Komplikasi dari krisis hipertensi adalah :

1. CAD (Coronary Arteri Disease)

2. CRF (Chronic Renal Failure)

3. CHF (Congestif Heart Failure)

4. CVA (Cerebral Vascular Accident)(5)


2.10 PROGNOSIS

Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita hanyalah
20% dalam 1 tahun.Kematian disebabkan oleh uremia (19%), payah jantung kongestif (13%),
cerebro vascular accident (20%), payah jantung kongestif disertai uremia (48%), infark
miocard (1%), diseksi aorta (1%).

Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya pengobatan modern dan


penanggulangan penderita gagal ginjal dengan analisis dan transplantasi ginjal.

Pada tahun 1939, survival dalam 1 tahun berkisar 21 % dan survival 5 tahun kurang
dari 1%. Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival dalam 1 tahun
berkisar 94% dan survival 5 tahun sebesar 75%.Tidak dijumpai hasil perbedaan diantara
retionopati KWIII dan IV. Serum creatine merupakan prognostik marker yang paling baik
dan dalam studinya didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan creatinite <300 umol/l
memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan penderita yang mempunyai fungsi ginjal
yang jelek yaitu 9 %.

BAB IV

KESIMPULAN

1. Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah yan mendadak (sistol
≥180 mmHg dan/atau diastol ≥ 120mmHg), pada penderita hipertensi, yang memerlukan
penanggulangan segera.

2. Hipertensi emergensi perlu dibedakan dengan hipertensi urgensi agar dapat memilih
pengobatan yang memadai bagi penderita.

3. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan kenaikan TD mendadak yang disertai


kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi
akut. Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian.
TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita
perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU).
4. Hipertensi urgensi (mendesak), kenaikan Td mendadak tanpa kerusakan/komplikasi
minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24 jam sampai batas yang aman
memerlukan terapi parenteral.

5. Dalam memberikan terapi perlu diperhatikan beberapa faktor :

 Apakah penderita dengan hipertensi urgensi atau emergensi

 Mekanisme kerja dan efek hemodinamik obat

 Cepatnya tekanan darah diturunkan, tekanan darah yang diinginkan, lama kerja
dari obat dan efek samping obat.

 Autoregulasi dan perfusi dari organ vital bila tekanan darah diturunkan

6. Pemakaian obat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman karena TD dapat diatur
sesuai keinginan, sedangkan dengan obat oral TD kurang dapat dikontrol.

7. Drug of Choice untuk hipertensi emergensi adalah sodium nitroprusside.

8. Nifedipin, clonidine merupakan oral anti hipertensi yang terpilih untuk hipertensi urgensi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mc.Cowan, Christy. Hypertensive Emergencies. http:/www.emedicine.com. 2007

2. 2014 Evidence Based Guidelines For The Management of High Blood Pressure in
Adults. Report From The Panel Members Appointed to The Eighth Joint National
Comitte (JNC 8). JAMA 2013, 10:284-427.
3. Majid, Abdul. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. Medan: Bagian
Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2004.

4. Idris, Idris, M.Kasim. Krisis Hipertensi dalam Buku Ajar Kardiologi. Jakarta:
Penerbit FKUI. 1999.

5. Bales, Amy. Hypertensive Crisis. Philladelphia: Saunders.2001.

6. Nursebob, G. Hypertensive Crisis in Critical Care.


http://rnbob.tripod.com/hyperten.htm
7. Lanthier, Luc, Daniel Pilon. Recognizing Hipertensive Crisis. Canada: The Canadian
Journal of CME. 2002.

8. Vilt, Donald.Hipertensive Crisis Acute.

http://www.clevelandclinicmeded.com/diseasemanagement/nephrology/crises/crises.h
tm, 2006.

9. Branch, WT, Wayle Alexander, et al. Cardiology In Primary Care, Singapore: The Mc
Graw – Hill Companies.2000.

10. Kamran, Riaz. Hypertensive Heart Disease. http:/www.emedicine.com. 2006

11. Sat, Sharma. Hypertension. http:/www.emedicine.com. 2006

12. Pikir, Budi Setyo. Penatalaksanaan Komplikasi Kardiovaskuler pada Hipertensi.


Jakarta: FKUI. 1999.

13. Mayza, Adre, dkk. Ringkasan Eksekutif Krisis Hipertensi. Jakarta: Perhimpunan
Hipertensi Indonesia (InaSH). 2007

Anda mungkin juga menyukai