Anda di halaman 1dari 75

CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR

LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN


KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS
MENGGUNAKAN ANALISA
KEGAGALAN

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi


Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

JUNAIDI
NIM. 040401002

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala
karunia dan rahmat-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.
Tugas Sarjana ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi
Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara. Tugas Sarjana yang dipilih, diambil dari mata kuliah Manajemen
Pemeliharaan Pabrik, yaitu “CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN
LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS
ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN”.
Dalam penulisan skripsi ini, telah diupayakan dengan segala kemampuan
pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh dari
perkuliahan, menggunakan literatur serta bimbingan dan arahan dari Bapak Prof.
Dr. Ir. Bustami Syam, MSME sebagai Dosen Pembimbing.
Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua Orang tua saya yang telah memberikan segala sesuatunya dengan
penuh ikhlas.
2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanuddin
Sitorus, ST, MT, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin,
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
3. Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku dosen pembimbing Tugas
Sarjana yang telah meluangkan waktunya, membimbing dan memotivasi
penulis untuk menyelesaikan Tugas Sarjana ini.
4. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Lingkungan Departemen Teknik
Mesin Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu.
5. Bapak Abner Butarbutar selaku karyawan bengkel dari PTPN III
Rambutan yang telah memberikan bantuan bimbingan lapangan dan juga
kepada karyawan PTPN III Rambutan lainnya yang tak dapat disebutkan
namanya satu persatu.
6. Mahasiswa Departemen Teknik Mesin khususnya rekan-rekan sesama
stambuk 2004 yang sesalu memberikan semangat.

Akhir kata, semoga Tugas Sarjana ini dapat bermanfaat untuk kita semua
dan dapat diteruskan untuk penelitian lebih lanjut oleh mahasiswa lain.

Medan, 21 Juni 2010

Junaidi
( 040401002 )

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Lori adalah alat yang mengangkut TBS (Tandan Buah Segar) dari Loading Ramp
ke perebusan (Sterilizer). Lori sering anjlok saat pabrik beroperasi, hal ini
menggangu proses pruduksi pabrik. Lori anjlok dikarenakan terjadi keausan
bantalan luncur lori. Lori anjlok perlu diminimalkan agar produksi pabrik dapat
berjalan lancar. Pemeliharaan korektif perlu dilakukan terhadap bantalan luncur
dengan menganalisa respon yang terjadi terhadap poros dan bantalan luncur akibat
beban yang diterima dan mencoba memberikan solusi untuk meminimalkan
keausan yang terjadi. Pemeliharaan sementara yang dikerjakan adalah membuat
bantalan luncur pengganti dengan cara membubut baja lunak sesuai dengan
konstruksi yang dibutuhkan. Hasil survey dan perhitungan menunjukkan bahwa
keausan terbesar terjadi pada permukaan bagian atas dari diameter dalam bantalan
dengan laju kedalaman keausan sebesar 0,0135 mm/hari. Bagian atas diameter
dalam bantalan inilah yang mendapat beban langsung dari berat lori dan
muatannya. Alternatif yang dipilih adalah alih material. Pememilihan material
berdasarkan material yang khusus digunakan untuk bantalan luncur yang
kekerasannya 202 BHN, nilai kekerasan ini lebih besar dari material yang
digunakan sebelumnya yaitu 54-142 BHN, dengan nilai kekerasan tersebut
diperoleh laju kedalaman keausan yang lebih kecil yaitu 0,00654 mm/hari. Nilai
laju kedalaman keusan tersebut akan menambah umur pakai dari bantalan luncur.

Kata kunci : Pemeliharaan korektif, Bantalan luncur, Keausan.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................i
LEMBARAN PENGESAHAN DARI PEMBIMBING ................................... ii
LEMBARAN PERSETUJUAN DARI PEMBANDING ................................. iii
SPESIFIKASI TUGAS .......................................................................................iv
LEMBARAN EVALUASI SEMINAR SKRIPSI ............................................. v
KATA PENGANTAR .........................................................................................vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................xi
DAFTAR NOTASI .............................................................................................. xii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
1.5. Batasan Masalah ................................................................................ 4
1.6. Metodologi Penelitian ........................................................................ 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 7
2.1. Sejarah Singkat PKS Rambutan......................................................... 7
2.1.1. Profil Pabrik.............................................................................. 7
2.1.1.1. Sumber Bahan Baku dan Realisasi Penerimaan .......... 7
2.1.1.2. Sumber Daya Manusia ................................................ 8
2.1.1.3. Kegiatan Usaha ........................................................... 8
2.1.1.4. Stasiun Pengolahan ..................................................... 8
2.1.2. Bahan Baku (Raw Material) ..................................................... 11
2.2. Lori ..................................................................................................... 11
2.3.Poros dengan Beban Lentur Murni ..................................................... 13
2.4. Bantalan ............................................................................................. 18
2.4.1. Klasifikasi bantalan .................................................................. 18
2.4.1.1. Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros ............... 18
2.4.1.2. Atas dasar arah beban terhadap poros ......................... 19
2.4.2. Perbandingan Antara Bantalan Luncur dan Bantalan
Gelinding .................................................................................. 19
2.4.3. Bahan untuk bantalan luncur .................................................... 20
2.5. Sistem Manajemen Pemeliharaan Pabrik........................................... 21

Universitas Sumatera Utara


2.5.1. Jenis-jenis Manajemen pemeliharaan pabrik............................ 21
2.5.1.1. Pemeliharaan Rutin (Preventive Maintenance) ........... 21
2.5.1.2. Pemeliharaan setelah rusak (Breakdown
Maintenance) .............................................................. 22
2.5.1.3. Pemeliharaan darurat (emergency maintenance) ........ 22
2.5.2. Maksud dan Tujuan Manajemen Pemeliharaan Pabrik ............ 23
2.6. Corrective Maintenance ..................................................................... 23
2.7. Mekanisme Tribology ........................................................................ 28
2.8. Proses Maintenance di PKS Rambutan ............................................. 30
BAB 3 METODOLOGI...................................................................................... 33
3.1. Tempat dan Waktu Studi.................................................................... 33
3.2. Tegangan Lentur dan Perhitungan Diameter Bantalan ...................... 33
3.3. Penentuan Sifat Fisik dan Mekanik dari Material .............................. 36
3.4. Perhitungan Gaya pada Bantalan ....................................................... 36
3.4.1. Beban yang Terjadi pada Poros dan Bantalan .......................... 39
3.4.2. Analisa Gaya Geser & Momen pada Bantalan Poros Lori ....... 40
3.4.3. Kecepatan lori ........................................................................... 42
3.4.4. Koefisien Gesekan Material ..................................................... 44
3.4.5. Gaya Gesek pada Bantalan dengan Dinding Poros (Fgesek) ...... 44
3.5. Perhitungan Keausan pada Bantalan .................................................. 45
BAB 4 HASIL PEMBAHASAN ........................................................................ 49
4.1. Masalah yang Terjadi ......................................................................... 49
4.2. Pemeliharaan Bantalan dengan Melakukan Penggantian yang
Dikerjakan oleh Bagian Teknik ......................................................... 50
4.3. Solusi dari Masalah yang Terjadi....................................................... 50
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 58
5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 58
5.2. Saran .................................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 59

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang
difinis dingin untuk poros .............................................................. 14
Tabel 2.2. Faktor tambahan tegangan pada gandar ........................................ 15
Tabel 2.3. Faktor tambahan tegangan pada gandar ........................................ 17
Tabel 2.4. Alasan kerusakan pada 3 daerah.................................................... 25
Tabel 3.1. Sifat Fisis dan Mekanis Material Brass ......................................... 36
Tabel 3.2. Data-data Poros dan Bantalan ....................................................... 39
Tabel 3.3. Koefisien Gesekan Material .......................................................... 44
Tabel 4.1. Journal Bearing and Application .................................................. 52
Tabel 4.2. Sifat Fisis dan Mekanis Material Brass dan Bronze-aluminum .... 53
Tabel 4.3. Perbandingan keausan tebal diameter bantalan ............................. 55

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1.1. Lori anjlok atau keluar dari rel .............................................. 4
Gambar 1.2. Kerangka konsep ................................................................... 6
Gambar 2.1. Gambar PKS Rambutan PTPN III ......................................... 7
Gambar 2.2. Skematik Diagram Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit ........... 10
Gambar 2.3. Tandan Buah Segar................................................................ 11
Gambar 2.4. Lori Pengangkut buah sawit .................................................. 12
Gambar 2.5. Bantalan dan Poros Lori ........................................................ 13
Gambar 2.6. Gandar....................................................................................... 15
Gambar 2.7. Bantalan bulat ........................................................................... 19
Gambar 2.8. Arah gerakan poros pada awal putaran ..................................... 21
Gambar 2.9. Grafik Pola Kerusakan Alat pada Umumnya ........................... 25
Gambar 2.10. Struktur dari Maintenance .......................................................27
Gambar 2.11. Skema Alur Proses Kegiatan Pemeliharaan ............................. 30
Gambar 3.1. Penampang poros lori ............................................................... 33
Gambar 3.2. Konstruksi Poros Lori ............................................................... 37
Gambar 3.3. Konstruksi Bantalan Poros Lori................................................ 38
Gambar 3.4. Ilustrasi pembebanan poros ...................................................... 40
Gambar 3.5. Pembebanan pada poros ........................................................... 40
Gambar 3.6. Distribusi gaya pada poros dan bantalan .................................. 41
Gambar 3.7. Diagram benda bebas untuk x < 80 mm ................................... 41
Gambar 3.8. Diagram benda bebas untuk x < 410 mm ................................. 42
Gambar 3.9. Mekanisme gesekan dipermukaan bantalan ............................. 45
Gambar 3.10. Wear Coefficient K ................................................................... 46
Gambar 4.1. Keausan yang terjadi pada bantalan.......................................... 49
Gambar 4.2. Grafik Hasil perhitungan laju keausan tebal diameter
bantalan berdasarkan waktu operasi ......................................... 57

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR NOTASI

Simbol Arti Satuan


a = Jarak dari tengah bantalan ke ujung luar
naaf roda mm
BHN = Brinnell Hardness Number 1 kgf/mm2 = 9,8 Mpa.
D = Diameter luar bantalan mm
Dr = Diameter roda mm
d = Diameter dalam sebelum operasi mm
dx = Diameter dalam setelah operasi mm
ds = Diameter poros yang dizinkan mm
E = Young’s Modulus N/mm2
Fgesek = Gaya gesek N
g = Jarak telapak roda mm
H = Kekerasan material N/mm2
j = Jarak bantalan radial mm
K = Koefisien keausan
L = Jarak lintasan meluncur m
l = Panjang naaf roda mm
lb = panjang bantalan mm
M1 = Momen lentur N.mm
M2 = Momen pada tumpuan roda karena gaya
vertikal tambahan N.mm
M3 = Momen lentur pada naaf tumpuan roda
sebelah dalam karena beban horizontal N.mm
m = Faktor tambahan tegangan
n = Faktor keamanan
np = Putaran poros rpm
nr = Putaran roller rpm
P = Beban horizontal N
Q0 = Beban pada bantalan karena beban horizontal N
R0 = Beban pada telapak roda karena beban
horizontal N
r = Jari-jari telapak roda mm
rp = Jari-jari poros mm
s = Jarak yang ditempuh selama gesekan,
jarak lintasan meluncur m
t = waktu s
t = Tebal diameter setelah operasi m
V = Volume keausan m3
V = Gaya geser N
Vr = Kecepatan tangensial roller m/s
v = Kecepatan m/s
W = Beban poros N
Wb = Beban bantalan N
Wt = Beban total N
σwb = Tegangan lentur yang diizinkan N/mm2

Universitas Sumatera Utara


σb = Tegangan lentur yang terjadi N/mm2

Beban horizontal
αL =
Beban statis pada satu gandar

Beban tambahan karena gerakan vertikal


αv =
Beban statis

µ = Koefisien gesekan

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Lori adalah alat yang mengangkut TBS (Tandan Buah Segar) dari Loading Ramp
ke perebusan (Sterilizer). Lori sering anjlok saat pabrik beroperasi, hal ini
menggangu proses pruduksi pabrik. Lori anjlok dikarenakan terjadi keausan
bantalan luncur lori. Lori anjlok perlu diminimalkan agar produksi pabrik dapat
berjalan lancar. Pemeliharaan korektif perlu dilakukan terhadap bantalan luncur
dengan menganalisa respon yang terjadi terhadap poros dan bantalan luncur akibat
beban yang diterima dan mencoba memberikan solusi untuk meminimalkan
keausan yang terjadi. Pemeliharaan sementara yang dikerjakan adalah membuat
bantalan luncur pengganti dengan cara membubut baja lunak sesuai dengan
konstruksi yang dibutuhkan. Hasil survey dan perhitungan menunjukkan bahwa
keausan terbesar terjadi pada permukaan bagian atas dari diameter dalam bantalan
dengan laju kedalaman keausan sebesar 0,0135 mm/hari. Bagian atas diameter
dalam bantalan inilah yang mendapat beban langsung dari berat lori dan
muatannya. Alternatif yang dipilih adalah alih material. Pememilihan material
berdasarkan material yang khusus digunakan untuk bantalan luncur yang
kekerasannya 202 BHN, nilai kekerasan ini lebih besar dari material yang
digunakan sebelumnya yaitu 54-142 BHN, dengan nilai kekerasan tersebut
diperoleh laju kedalaman keausan yang lebih kecil yaitu 0,00654 mm/hari. Nilai
laju kedalaman keusan tersebut akan menambah umur pakai dari bantalan luncur.

Kata kunci : Pemeliharaan korektif, Bantalan luncur, Keausan.

Universitas Sumatera Utara


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses perawatan mesin produksi tidak mungkin dihindari suatu
perusahaan karena hal ini berkaitan erat dengan kelancaran proses produksi
perusahaan tersebut (Wahjudi, 2000). Konsep dasar perawatan adalah menjaga
atau memperbaiki peralatan maupun mesin hingga jikalau dapat kembali
kekeadaan asli dengan waktu yang singkat dan biaya yang murah (Hamsi, 2004).
PT. Perkebunan Nusantara III (persero) Pabrik Kelapa Sawit (PKS)
Rambutan menggunakan berbagai mesin dan alat-alat lain yang mendukung
proses produksinya dalam menghasilkan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil).
Minyak sawit mentah dihasilkan dari daging buah sawit (dari serabut buah sawit
yang mengandung minyak). Buah kelapa sawit setelah dipanen harus segera
diangkut ke PKS untuk segera diolah. Penyimpanan buah kelapa sawit terlalu
lama menyebabkan kadar asam lemak bebasnya menjadi tinggi. Pembentukan
asam lemak bebas lebih banyak terjadi sebelum buah direbus, yaitu selama
pengangkutan dan penimbunan. Hendaknya tandan buah sawit selesai diolah
dalam waktu 24 jam setelah dipanen (Mangoensoekarjo, 2003).
Di pabrik, tandan buah segar (TBS) akan diterima oleh Stasiun
Penimbangan lalu ke Stasiun Penerimaan Buah (loading ramp), pada stasiun ini
TBS diterima dan diseleksi sesuai mutu dan standar fraksi kematangan, setelah itu
TBS dibawa ke Stasiun Sterilisasi (perebusan) dengan menggunakan lori. Pada
stasiun ini buah sawit direbus dalam sterilizer dengan uap bertekanan untuk
memudahkan proses pengolahan selanjutnya sekaligus menekan laju kenaikan
asam lemak bebas (ALB). Proses selanjutnya, TBS yang telah selesai direbus
masuk dalam Stasiun Thressing. Pada stasiun ini, tandan buah sawit dipisahkan
antara buah sawit (berondolan) dengan tandannya dengan cara dibanting. Proses
selanjutnya, berondolan sawit tersebut dikirim ke Stasiun Pengepresan (Pressing
Station) dengan menggunakan belt conveyor dan bucket conveyor. Pada stasiun
pengepresan, buah sawit yang telah lepas dari tandannya itu dimasukkan ke dalam

Universitas Sumatera Utara


mesin pencacah (Digester). Fungsi mesin Digester adalah untuk melumatkan
daging buah sawit dengan pisau-pisau pencacah. Sehingga daging buah sawit
terlepas seluruhnya dari biji sawit dan tidak boleh ada lagi terdapat buah sawit
yang masih utuh, yaitu dimana daging buah masih melekat pada bijinya. Proses
pencacahan dikerjakan agar memudahkan proses pengepressan buah sawit.
Setelah dilumatkan, buah sawit lalu diperas dengan mesin screw press untuk
mengeluarkan minyaknya (CPO) dari daging buah sawit (serabut). Oleh karena
adanya tekanan dari worm screw press yang ditahan oleh cone, buah sawit yang
telah dilumatkan tersebut diperas. Sehingga melalui lubang-lubang press cage
minyak dipisahkan dari serabutnya (ampas). Pada mesin ini terjadi pemisahan
antara minyak sawit dengan serabut kering (ampas) dan biji sawit (nut). Setelah
itu proses selanjutnya adalah pemurnian minyak sawit mentah di Stasiun
Klarifikasi (Clarification Station). Sisa pengepresan dikeringkan dengan
menggunakan blower untuk memisahkan biji (nut) dengan serabut (fibre). Biji
dikeringkan dan dipecahkan di Stasiun Kernel agar inti sawit (kernel) terpisah dari
cangkangnya (shell). Dilanjutkan dengan proses pengeringan inti, sampai menjadi
inti produksi dengan standar mutu kadar air 8-10 % (Mangoensoekarjo, 2003).
Selanjutnya pada stasiun klarifikasi yaitu tempat untuk proses pemunian minyak
kasar. Minyak sawit mentah kasar yang masih mengandung kotoran seperti pasir,
serat-serat dan air selanjutnya akan melewati tahap klarifikasi berupa Sand Trap
Tank. Proses ini untuk memisahkan pasir dari minyak kasar dan Vibrating Screen
untuk memisahkan serat-serat dari minyak kasar tersebut. Sehingga menjadi
minyak sawit mentah produksi dengan mutu kadar air 0,08-0,10 % dan kadar
kotoran 0,01 % (Mangoensoekarjo, 2003). Selanjutnya minyak sawit mentah yang
telah siap diproses dikirim ke Crude Oil Tank sebagai tangki penampungan.
Dari penjelasan proses untuk menghasilkan minyak sawit mentah diatas,
dapat dikatakan bahwa suatu proses tidak dapat berlangsung secara maksimal bila
proses sebelumnya belum berjalan/selesai. Atas dasar inilah perlu dilakukan
perawatan (maintenance) yang baik terhadap setiap peralatan dan mesin yang
terdapat di PKS ini, agar proses produksi dapat berjalan dengan baik.
Lori adalah alat yang digunakan untuk mengangkut TBS (Tandan Buah
Segar) dari stasiun Penerimaan Buah (loading ramp) dibawa ke Stasiun

Universitas Sumatera Utara


Sterilisasi, lori tersebut ditarik oleh Capstand. Capstand dirakit pada lantai beton
dengan baut tanam ⅝” sebanyak 10 buah. Rangkaian lori dihubungkan dengan tali
pada roller capstand, kemudian motor listrik akan memutar roller yang
menggulung tali, sehingga lori dapat ditarik. Jumlah lori yang ditarik adalah 10
unit dengan masing-masing berat lori 1,5 ton dan berat muatannya 2,5 ton.

1.2 Perumusan Masalah


Persoalan gesekan yang diakibatkan oleh pembebanan yang terus menerus
selalu menyebabkan terjadinya keausan, retak dan kemudian patah pada material.
Faktor gesekan dan kelelahan (fatigue) merupakan gejala perubahan struktur yang
permanen dan terlokalisir pada material yang dapat menimbulkan keretakan dan
material akan patah secara tiba-tiba. Fenomena kegagalan retak dan kemudian
patah dapat terjadi secara tiba-tiba pada komponen struktur roda bantalan lori
tanpa peringatan terlebih dahulu.
Keausan yang terjadi pada bantalan mengakibatkan kelonggaran poros lori
yang begitu besar sehingga mengakibatkan lori tersebut anjlok atau keluar dari rel
(gambar 1.1). Lori anjlok tersebut menyebabakan terganggunya proses produksi
pabrik.
Penelitian tentang kegagalan/keretakan dan perpatahan pada material
bantalan poros lori penting dilakukan untuk memperkirakan dan mencegah
kegagalan pada komponen struktur bantalan lori pengangkut buah sawit ke
perebusan yang dapat membawa efek bagi kelangsungan operasi pabrik dan
keselamatan manusia. Pada analisa kasus ini hanya dilakukan perhitungan laju
keausan akibat beban yang diterima bantalan, akan tetapi kasus ini sangat menarik
untuk dilanjutkan ke tahap penelitian.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1.1. Lori anjlok atau keluar dari rel

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Dapat mengetahui respon yang terjadi pada poros dan bantalan luncur
akibat beban yang diterima.

2. Menganalisa kegagalan atau kerusakan yang terjadi pada bantalan luncur


yang dapat mengurangi umur pemakaian (life time).

3. Memberikan solusi pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance) untuk


meminimalkan keausan.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui penyebab kegagalan atau
kerusakan dan keausan pada bantalan luncur, dan dapat diaplikasikan pada pabrik
kelapa sawit sehingga dapat mengefisienkan biaya perawatan bantalan luncur dan
juga sebagai bahan kajian penelitian lebih lanjut lainnya.

1.5 Batasan Masalah


Yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
1. Menganalisa respon yang bekerja poros pada bantalan luncur.

Universitas Sumatera Utara


2. Menganalisa kasus kegagalan (keausan) yang terjadi pada bantalan luncur
yang terjadi setelah sekian waktu pengoperasian (berdasarkan data
lapangan).
3. Memberikan solusi pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance) untuk
meminimalkan keausan.

1.6 Metodologi Penelitian


Pelaksanaan penelitian tugas akhir ini dengan melalui tahapan sebagai
berikut, yaitu :
1. Study Literatur
Study Literatur ini merupakan studi kepustakaan meliputi pengambilan
teori-teori serta rumus-rumus dari berbagai sumber bacaan seperti buku,
jurnal ilmiah, makalah-makalah seminar atau simposium ilmiah, skripsi
mahasiswa, dan sumber-sumber dari internet yang berkaitan dengan tugas
akhir ini.

2. Survey Lapangan.
Melakukan survey lapangan langsung untuk melihat spesifikasi bantalan
luncur pada pabrik kelapa sawit PTPN III Kebun Rambutan yang
berkapasitas olah 30 ton TBS/jam.

3. Diskusi
Berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing mengenai penelitian yang
dilakukan.

Universitas Sumatera Utara


Kerangka konsep yang mencakup permasalahan pada skripsi ini dan solusi
yang ditawarkan dapat dilihat pada gambar 1.2. berikut:

Permasalahan :
Keausan yang terjadi pada bantalan
luncur akibat pembebanan dari lori
itu sendiri dan muatannya.

Dampak :
Menyebabkan: Terhambatnya produksi
Lori anjlok atau keluar dari rel pabrik

Solusi:
Melakukan penggantian material atau alih
material pada bantalan luncur untuk
meningkatkan umur pemakaian.

• Analisa respon yang diterima pada poros dan


Hasil Skripsi:

• Analisa perhitungan keausan terhadap


bantalan luncur.

• Material alternatif yang digunakan dapat


pembebanan dan umur bantalan luncur.

mengoptimalkan umur pemakaian.

Gambar 1.2. Kerangka konsep

Universitas Sumatera Utara


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Singkat PKS Rambutan


PKS Rambutan (gambar 2.1) merupakan salah satu Pabrik dari 11 PKS
yang dimiliki PT. Perkebunan Nusantara-III, yang terletak di Desa Paya Bagas
Kecamatan Rambutan, Kotamadya Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara,
sekitar 85 km kearah Tenggara Kota Medan.
PKS Rambutan dibangun pada tahun 1983 dengan kapasitas olah 30
ton/jam. Dimana sumber bahan baku (TBS) berasal dari kebun seinduk, kebun
pihak ketiga terutama Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang berada di daerah
Serdang Bedagai/Deli Serdang dan sekitarnya.

Gambar 2.1 Gambar PKS Rambutan PTPN III.

2.1.1. Profil Pabrik


Adapun profil pabrik PT. Perkebunan Nusantara III adalah sebagai
berikut:
2.1.1.1. Sumber Bahan Baku dan Realisasi Penerimaan
Sumber bahan baku TBS yang masuk ke PKS Rambutan berasal dari :
1. Kebun Seinduk yang terdiri dari :
1. Kebun Rambutan.
2. Kebun Tanah Raja.

Universitas Sumatera Utara


3. Kebun Gunung Pamela.
4. Kebun Gunung Monako.
5. Kebun Sarang Giting.
6. Kebun Silau Dunia.
7. Kebun Sei Putih.
8. Kebun Gunung Para
2. Pihak III yang terdiri dari :
1. PIR
2. Pembelian TBS pihak III

2.1.1.2. Sumber Daya Manusia


Untuk mendukung kelancaran Pengoperasian Pabrik PKS - Rambutan
mempunyai Tenaga Kerja sebanyak 223 orang dengan perincian sbb. :
1. Karyawan Pimpinan = 7 orang.
2. Karyawan Pengolahan. = 82 orang (2 Shift)
3. Karyawan Laboratorium / Sortasi = 32 orang
4. Karyawan Bengkel = 40 orang
5. Karyawan Dinas Sipil = 14 orang
6. Karyawan Administrasi = 17 orang
7. Karyawan Bagian Umum/Hansip = 23 orang
8. Karyawan Bagian Produksi = 8 orang

2.1.1.3. Kegiatan Usaha


PKS Rambutan mengolah Tandan Buah Segar (TBS) buah Sawit menjadi
Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel.

2.1.1.4. Stasiun Pengolahan


Untuk mengolah TBS menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel, PKS
Rambutan memiliki 11 stasiun kerja yang saling terkait, yaitu :
1. Stasiun penerimaan TBS dan pengiriman produksi.
2. Stasiun Loading Ramp.
3. Stasiun Rebusan
4. Stasiun Threshing

Universitas Sumatera Utara


5. Stasiun Pressing
6. Stasiun Klarifikasi
7. Stasiun Kernel
8. Stasiun Water treatment
9. Stasiun Power Plant
10. Stasiun Boiler
11. Stasiun Fat-fit dan Effluent

Skematik Diagram Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit dijelaskan pada gambar


2.2. Secara garis besar, skema tersebut menjelaskan seluruh bagian pemerosesan
kelapa sawit yang ada di pabrik kelapa sawit.

Universitas Sumatera Utara


Eksternal
Water Recourses
Water

Gas
Power Station Anion-Kation
Dust
Dearator

Boiler
FFB
From
Water Treatment
Waste Water Cooler
Plantation Plant
Turbin
Steam Steam to proces
BPV
Sterillizer

Condensate Feul
Threser
to Fat Pit (Fibre & Shell)

Hot Water Digester


Hot Water
Tank

Press Fibre
Sparator
Crude Oil
Kernel

Vibro
Sparator
Nut Nut Silo Ripple Mill Clay Bath Kernel Silo

Clarifier Tank Oil Kernel Station


Recovery
Kernel
Crude Oil Tank
Low Speed Condensat Heater Waste to Effluent
Sparator
CPO

CPO
Storage
Oil Tank Tank

Oil Purifier

Oil Station
Fat Pit Effluent Treatment Plant
Land Application
Raw Water FFB High Pullutan
Water Oil Low Pollutan
Steam & Hot Water Nut & Kernel Fibre & shell

Sumber: Bagian Perencanaan PTPN 3

Gambar 2.2 Skematik Diagram Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit

Universitas Sumatera Utara


2.1.2. Bahan Baku (Raw Material)

Bahan baku yang diolah adalah buah kelapa sawit (gambar 2.3). Keadaan
awal buah sawit adalah berkumpul dalam satu tandan. Buah kelapa sawit
termasuk jenis monokotil. Bagian-bagian utama yang terdapat pada buah kelapa
sawit adalah sebagai berikut.

1. Lapisan bagian luar (epicarpium) yang disebut sebagai kulit luar.

2. Lapisan tengah (mesocarpium) yang disebut daging buah yang


mengandung minyak.

3. Lapisan dalam (endocarpium) yang disebut inti, berada dalam biji dan
mengandung minyak. Diantara mesocarpium dengan endocarpium
terdapat cangkang (shell) yang keras.

Gambar 2.3. Tandan Buah Segar

2.2 Lori
Pada proses perebusan, buah dilunakkan sehingga daging buah mudah
lepas dari biji sewaktu diaduk dalam bejana peremas. Rebusan berupa bejana
silindris mendatar dengan pintu pada kedua atau salah satu ujungnya. TBS
dimasukkan dalam rebusan menggunakan lori (gambar 2.4) (Mangoensoekarjo,
2003). Lori tersebut ditarik masuk kedalam tabung perebus yang bermuatan 8 lori,
kapasitas satu lori 2,5 ton dan berat lori 1,5 ton, yang bergerak diatas rel. Bantalan

Universitas Sumatera Utara


(gambar 2.5) yang digunakan pada lori adalah bantalan luncur (journal bearing).
Beban kerja yang besar dan gesekan antara poros dan bantalan menyebabkan
bantalan akan aus. Dari hasil survey lapangan yang dilakukan langsung di PKS
Rambutan (PTPN-III) ,berdasarkan hasil wawancara dengan operator dan staf
bagian pemeliharaan, maka data-data yang kami dapat tentang kondisi lori
pengangkut buah sawit ke perebusan adalah sebagai berikut :
1. Dioperasikan pada tingkat suhu yang berbeda (panas dan pendinginan
yang mendadak) antara diluar dan didalam sterilizer.
2. Bekerja secara kontinu selama pabrik beroperasi selama 45 jam
seminggu dengan beban ± 4 ton.
3. Pelumasan menggunakan sistem grease yang dilakukan sekali dalam 1
bulan, akan tetapi sistem ini kurang menguntungkan karena pada saat
lori masuk ke perebusan, sistem ini tidak berfungsi karena pelumas akan
meleleh ketika berada dalam sterilizer.

Gambar 2.4 Lori Pengangkut buah sawit

Universitas Sumatera Utara


Bantalan

Poros
Gambar 2.5 Bantalan dan Poros Lori

Kondisi kerja yang demikian maka terjadi perubahan sifat mekanik bahan
bantalan sehingga bantalan mudah aus dan pecah. Jika terjadi kelonggaran yang
besar antara poros dan bantalan akan menyebabkan roda lori sering anjlok keluar
rel dan juga menyebabkan cepatnya terjadi kerusakan lori.
Kasus yang sering terjadi pada bantalan dan poros adalah keausan yang
cepat pada bantalan. Hal ini tentu menimbulkan tanda tanya, apa penyebab
cepatnya laju keausan pada bantalan sehingga menimbulkan biaya perbaikan dan
penggantian yang besar. Untuk itu perlu dilakukan analisa penyebab kegagalan
sehingga bisa diperoleh rekomendasi agar kegagalan serupa tidak terjadi lagi.

2.3. Poros dengan Beban Lentur Murni


Poros untuk mesin pada umumnya terbuat dari baja batang yang ditarik
dingin dan difinis, baja karbon konstruksi mesin (disebut bahan S-C) dihasilkan
dari ingot yang dikil (baja yang dideoksidasikan dengan ferro silikon dan dicor;
kadar karbon terjamin) (Sularso, 2004). Jenis-jenis baja S-C beserta dengan
kekuatan tariknya dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1 Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinis
dingin untuk poros
Standar dan macam Lambang Perlakuan Kekuatan tarik Keterangan
panas (kg/ mm2)
S30C Penormalan 48
Baja karbon S35C “ 52
konstruksi mesin S40C “ 55
S45C “ 58
(JIS G 4501) S50C “ 62
S55C “ 66
Sumber: Sularso, Kiyokatsu Suga, “Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin“

Poros (gandar) dari kereta tambang dan kereta rel tidak dibebani dengan
puntiran melainkan hanya mendapatkan pembebanan lentur saja. Jika beban pada
satu poros didapatkan sebagai ½ dari berat kendaraan dengan muatan maksimum
dikurangi berat poros dan roda, maka besarnya momen lentur M1 (N.mm) yang
terjadi pada dudukan roda dapat dihitung.
Menurut Sularso (2004) dari bahan yang dipilih dapat ditentukan tegangan
lentur yang diizinkan σa (N/mm2). Diameter ds (mm) yang diperlukan dapat
diperoleh dari rumus berikut ini.

σa ≤ = =
(π /32)d S
M1 M1 10,2M1
3 3
........................... (2.1)
Z dS

10,2 3
1

dS =  M1  .................................................... (2.2)
 σa 
Dalam kenyataan, poros tidak hanya mendapatkan beban statis saja
melainkan juga beban dinamis. Jika perhitungan ds dilakukan sekedar untuk
mencakup beban dinamis secara sederhana saja, maka dalam persamaan kedua
diatas dapat diambil faktor keamanan yang lebih besar untuk menentukan σa.
Tetapi dalam perhitungan yang lebih teliti, beban dinamis dalam arah tegak dan
mendatar harus ditambahkan pada beban statis. Bagian poros dimana dipasangkan
naaf roda disebut dudukan roda. Beban tambahan dalam arah vertikal dan
horizontal menimbulkan momen pada dudukan roda inti.

Universitas Sumatera Utara


Poros yang digerakkan oleh suatu penggerak mula juga mendapatkan
beban puntir. Namun demikian poros ini dapat dianggap sebagai poros pengikut
dengan cara mengalikan ketiga harga momen tersebut diatas (yang ditimbulkan
oleh gaya-gaya statis, vertikal dan horizontal) dengan faktor tambahan (m) pada
Tabel 2.2 (Sularso, 2004).
Tabel 2.2 Faktor tambahan tegangan pada gandar
Pemakaian Gandar Faktor Tambahan
Tegangan m
Gandar pengikut (tidak termasuk gandar dengan rem 1,0
cakra)
Gandar yang digerakkan; ditumpu pada ujungnya 1,1 – 1,2
Gandar yang digerakkan; lentur silang 1,1 – 1,2
Gandar yang digerakkan; lenturan terbuka 1,2 – 1,3
Sumber: Sularso, Kiyokatsu Suga, “Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin“

Simbol dari bagian perangkat roda dapat dilihat pada Gambar 2.6.
P G

Q0 Q0
W W
2 2

W W
2 2
R0 R0
Gambar 2.6. Gandar

Universitas Sumatera Utara


Rumus-rumus dari Sularso (2004) adalah sebagai berikut:

M1 = (j – g) W / 4 ................................................. (2.3)
dimana:
M1 = Momen pada tumpuan roda karena beban statis (N.mm)
j = Jarak bantalan radial (mm)
g = Jarak telapak roda (mm)
W = Beban statis pada satu gandar (N)

M2 = αv . M1 .......................................................... (2.4)
dimana:
M2 = Momen pada tumpuan roda karena gaya vertikal
tambahan (N.mm)
Beban tambahan karena gerakan vertikal
αv =
Beban statis
M1 = Momen pada tumpuan roda karena beban statis (N.mm)

P = αL..W ............................................................... (2.5)


dimana:
P = Beban horizontal (N)
Beban horizontal
αL =
Beban statis pada satu gandar
W = Beban statis pada satu gandar (N)

Q0 = P. (h/j)............................................................ (2.6)
dimana:
Q0 = Beban pada bantalan karena beban horizontal (N)
P = Beban horizontal (N)
h = Tinggi titik berat (mm)
j = Jarak bantalan radial (mm)

Universitas Sumatera Utara


R0 = P.(h + r)/g ..................................................... (2.7)
dimana:
R0 = Beban pada telapak roda karena beban horizontal (N)
P = Beban horizontal (N)
h = Tinggi titik berat (mm)
r = Jari-jari telapak roda (mm)
g = Jarak telapak roda (mm)

M3 = P.r + Q0(a + l) – R0[(a + l) – (j – g)/2] .......... (2.8)


dimana:
M3 = Momen lentur pada naaf tumpuan roda sebelah dalam karena
beban horizontal (N.mm)
P = Beban horizontal (N)
r = Jari-jari telapak roda (mm)
Q0 = Beban pada bantalan karena beban horizontal (N)
R0 = Beban pada telapak roda karena beban horizontal (N)
a = Jarak dari tengah bantalan ke ujung luar naaf roda (mm)
l = Panjang naaf roda (mm)
j = Jarak bantalan radial (mm)
g = Jarak telapak roda (mm)

Harga αvdan αLdapat dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Kecepatan kerja terhadap pembebanan


Kecepatan kerja maksimum (km/jam) αv αL

120 atau kurang 0,4 0,3


120 – 160 0,5 0,4
160 – 190 0,6 0,4
190 – 210 0,7 0,5
Sumber: Sularso, Kiyokatsu Suga, “Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin“

Universitas Sumatera Utara


Dari hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa:

10,2 3
m(M1 + M 2 + M 3 ) ............................ (2.9)
1

dS ≥ 
 σ Wb 
Setelah ds ditentukan maka tegangan lentur σb (N/mm2) yang terjadi pada
dudukan roda dapat dihitung. Selanjutnya jika σWb /σb sama dengan 1 atau lebih,
maka:
10,2m(M1 + M 2 + M 3 )
σb ≥ 3
............................... (2.10)
ds

n= ≥ 1 ......................................................... (2.11)
σ Wb
σb

2.4. Bantalan
Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga
putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman, dan
panjang umur. Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta
elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan
baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun atau tak dapat bekerja secara
semestinya.,Jadi, bantalan dalam permesinan dapat disamakan peranannya dengan
pondasi pada gedung (Sularso, 2004).

2.4.1 Klasifikasi bantalan


Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

2.4.1.1. Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros


1. Bantalan luncur.
Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan
karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan
perantaraan lapisan pelumas (Sularso, 2004).
Gambar 2.7 menjelaskan dua jenis bantalan yang disebut bos. Bos
padat (a) dibuat dengan penuangan, penarikan, pembubutan atau dengan
menggunakan suatu proses metalurgi-tepung. Bos berlapis (b) biasanya
adalah jenis bercelah. Pada salah satu metoda pembuatannya, bahan

Universitas Sumatera Utara


berlapis tersebut dituang secara kontinu pada sepotong pelat baja yg tipis.
Potongan berbabit ini kemudian diproses melalui penekanan,
pembentukan, dan penghalusan, sehingga menghasilkan bos berlapis
(Shigley, 1984).

(a) Bos padat (b) Bos berlapis


Gambar 2.7 Bantalan bulat

2. Bantalan gelinding.
Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang
berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru),
rol atau rol jarum, dan rol bulat.

2.4.1.2. Atas dasar arah beban terhadap poros


1. Bantalan radial.
Arah beban yang ditumptu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu
poros.
2. Bantalan aksial.
Arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.
3. Bantalan gelinding khusus.
Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak
lurus sumbu poros (Sularso, 2004).

2.4.2. Perbandingan Antara Bantalan Luncur dan Bantalan Gelinding


Bantalan luncur mampu menumpu poros berputaran tinggi dengan beban
besar. Bantalan ini sederhana konstruksinya dan dapat dibuat serta dipasang
dengan mudah. Karena gesekannya yang besar pada waktu mulai jalan, bantalan

Universitas Sumatera Utara


luncur memerlukan momen awal yang besar. Pelumasan pada bantalan ini tidak
begitu sederhana. Panas yang timbul dari gesekan yang besar, terutama pada
beban besar, memerlukan pendinginan khusus. Sekalipun demikian, karena
adanya lapisan pelumas, bantalan ini dapat meredam tumbukan dan getaran
sehingga hampir tidak bersuara.
Bantalan gelinding pada umumnya lebih cocok untuk beban kecil daripada
bantalan luncur, tergantung pada bentuk elemen gelindingnya. Putaran pada
bantalan ini dibatasi oleh gaya sentrifugal yang timbul pada elemen tersebut.
Karena hanya konstruksinya yang sukar dan ketelitiannya yang tinggi, maka
bantalan gelinding hanya dapat dibuat oleh pabrik-pabrik tertentu saja. Adapun
harganya pada umumnya lebih mahal daripada bantalan luncur. Untuk menekan
biaya pembuatan serta memudahkan pemakaian, bantalan gelinding diproduksikan
menurut standar dalam pelbagai ukuran dan bentuk. Keunggulan bantalan ini
adalah pada gesekannya yang sangat rendah. Pelumasannya juga sangat
sederhana. cukup dengan minyak gemuk, bahkan pada jenis yang memakai cil
sendiri tidak perlu pelumasan lagi. Meskipun ketelitiannya sangat tinggi, namun
karena adanya gerakan elemen gelinding dan sangkar, pada putaran tinggi
bantalan ini agak gaduh dibandingkan dengan bantalan luncur (Sularso, 2004).

2.4.3. Bahan untuk bantalan luncur


Bahan untuk bantalan luncur harus memenuhi persyaratan berikut
(Sularso, 2004):
1. Mempunyai kekuatan cukup (tahan beban dan kelelahan).
2. Dapat menyesuaikan diri terhadap lenturan poros yang tidak terlalu
besar atau terhadap perubahan bentuk yang kecil.
3. Mempunyai sifat anti las (tidak dapat menempel) terhadap poros jika
terjadi kontak dan gesekan antara logam dan logam.
4. Sangat tahan karat.
5. Dapat membenamkan kotoran atau debu kecil yang terkurung di dalam
bantalan.
6. Murah harganya.
7. Tidak terlalu terpengaruh oleh temperatur.

Universitas Sumatera Utara


Pada bantalan yang akan kita bahas yaitu bantalan berpelumas batas
(boundary lubrication), dimana dua permukaan saling meluncur satu terhadap
yang lain dengan hanya sebagian lapisan pelumas diantara permukaan. Pelumasan
batas (gambar 2.8b) atau lapisan tipis terjadi pada bantalan yang dilumasi secara
hidrodinamis sewaktu mulai bergerak atau berhenti. Bila bantalan bekerja
dibawah kondisi hidrodinamis dan sebagian dibawah kondisi lapisan tipis, maka
terjadi pelumasan lapisan campuran (mixed-film lubrication). Kondisi seperti ini
dapat juga disebut kondisi bantalan kering. Pada gambar 2.8a menjelaskan
bantalan dalam kondisi kering, dan juga dalam kondisi berpelumas (Shigley,
1984).
Q (flow)

w w

h
w w
(a) Dry (b) Lubricated

Gambar 2.8. Arah gerakan poros pada awal putaran

2.5. Sistem Manajemen Pemeliharaan Pabrik


Menurut BS3811: 1974 menyatakan bahwa pemeliharaan adalah suatu
kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang
dalam atau untuk memperbaikinya sampai suatu kondisi yang diterima (Corder
A.S, 1992).

2.5.1 Jenis-jenis Manajemen pemeliharaan pabrik


Jenis-jenis menejemen pemeliharaan pabrik antara lain :
2.5.1.1. Pemeliharaan Rutin (Preventive Maintenance)

Universitas Sumatera Utara


Sistem pemeliharaan ini adalah melakukan pemeliharaan pada selang
waktu yang ditentukan sebelumnya, atau terhadap kriteria lain yang diuraikan dan
dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan bagian-bagian lain tidak memenuhi
kondisi yang bisa diterima (Corder A.S, 1992).
Seperti dalam industri motor masih dikenal istilah ‘servis’ istilah ini
meliputi semua pemeriksaan dan penyetelan yang tercakup dalam buku petunjuk
pemeliharaan, terutama pelumasan, pengisian kembali, pemeriksaan minor dan
sebagainya. Dalam setiap kejadian pemeliharaan korektif biasanya memerlukan
keadaan berhenti, sedangkan pemeliharaan rutin (preventive maintenance) dapat
dilakukan pada waktu berhenti maupun waktu berjalan (Corder A.S, 1992).
2.5.1.2. Pemeliharaan setelah rusak (Breakdown Maintenance)
Pemeliharaan setelah rusak (Breakdown) merupakan pemeliharaan yang
dilakukan terhadap peralatan setelah peralatan mengalami kerusakan sehinggga
terjadi kegagalan yang menghasilkan ketidaktersediaan suatu alat (Corder A.S,
1992).
Pada mulanya semua industri menggunakan sistem ini. Jika industri
memakai sistem ini maka kerusakan mesin akan berulang dan frekuensi
kerusakannya sama setiap tahunnya. Industri yang menggunakan sistem ini
dianjurkan menyiapkan cadangan mesin (stand by machine) bagi mesin-mesin
yang vital. Sifat lain dari sistem ini adalah data dan file informasi, dimana data
dan file informasi perbaikan mesin/peralatan harus tetap dijaga. Pada sistem ini
untuk pembongkaran tahunan tidak ada karena pada saat dilakukan penyetelan
dan perbaikan, unit-unit cadanganlah yang dipakai. Sistem Breakdown
Maintenance ini sudah banyak ditinggalkan oleh industri-industri karena sudah
ketinggalan zaman karena tidak sistematik secara keseluruhannya dan banyak
mengeluarkan biaya (Hamsi, 2004).
2.5.1.3. Pemeliharaan darurat (emergency maintenance)
Pemeliharaan darurat adalah pemeliharaan yang perlu segera dilakukan
untuk mencegah akibat yang serius (Corder A.S, 1992).
Misalnya sebuah mesin sedang beroperasi namun tiba-tiba mesin tersebut
mati. Berapa kalipun dihidupkan ternyata tidak mau hidup lagi. Ketika tutup
mesin dibuka ternyata air radiator mesin habis, setelah diperiksa didapat

Universitas Sumatera Utara


kerusakan di bagian pipa radiator, dan ada juga bagian mesin yang retak. Akibat
kerusakan tersebut maka diperlukan adanya reparasi atau penggantian unit yang
mengakibatkan operasi mesin harus terhenti untuk beberapa saat.

2.5.2. Maksud dan Tujuan Manajemen Pemeliharaan Pabrik


Adapun maksud pemeliharaan adalah untuk meningkatkan efektivitas serta
porsi keuntungan bagi perusahaan. Hal ini bisa dimungkinkan karena dengan
dilakukannya perawatan maka dapat ditekan ongkos produksi disamping dapat
pula ditingkatkan kapasitas produksi suatu mesin.
Adapun tujuan utama dilakukannya pemeliharaan (Corder A.S, 1992)
adalah:
1. Untuk memperpanjang usia kegunaan aset yaitu setiap bagian dari suatu
tempat kerja, bangunan dan isinya. Hal ini terutama penting di negara
berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk penggantinya.
Di negara yang sudah maju, lebih murah mengganti daripada memelihara.
2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk
produksi atau jasa dan mendapatkan laba investasi (return on investment)
semaksimum mungkin.
3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang
diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan,
unit pemadam kebakaran dan penyelamat dan sebagainya.
4. Untuk menjamin keselamatan orang-orang yang menggunakan sarana
tersebut.

2.6. Pemeliharaan Korektif (Corrective Maintenance)


Pemeliharaan korektif adalah pemeliharaan yang dilakukan untuk
memperbaiki suatu bagian (termasuk penyetelan dan reparasi) yang telah terhenti
untuk memenuhi suati kondisi yang bisa diterima. Pemeliharaan korektif meliputi
reparasi minor terutama untuk rencana jangka pendek (Corder A.S, 1992).
Reparasi mesin setelah mengalami kerusakan bukanlah kebijaksanaan
pemeliharaan yang paling baik. Biaya pemeliharaan terbesar biasanya bukan biaya
reparasi, bahkan bila hal itu dilakukan dengan kerja lembur. Lebih sering unsur
biaya pokok adalah biaya berhenti untuk reparasi. Kerusakan-kerusakan yang

Universitas Sumatera Utara


terjadi pada mesin walaupun reparasi dilakukan secara cepat akan menghentikan
operasi, para karyawan dan mesin menganggur, produksi terganggu bahkan dapat
menghentikan jalannya produksi (Mashar, 2008).
Pemeliharaan korektif merupakan perbaikan peningkatan kemampuan
peralatan mesin kedepan karena kegagalan atau pengurangan kemampuan mesin
selama pemeliharaan preventive dikerjakan atau sebaliknya, demi perbaikan mesin
dan optimal dalam penggunaannya. Pemeliharaan korektif terdiri dari beberapa
bagian (Dhillon, 2006) seperti:
1. Perbaikan karena rusak.
Bagian ini fokus dengan perbaikan pada bagian kerusakan peralatan
supaya kembali kepada kondisi operasionalnya.
2. Overhaul.
Bagian ini fokus dengan perbaikan atau memulihkan kembali
(restoring) peralatan ke keadaan yang semula yang dapat dipergunakan
(complete serviceable) untuk seluruh peralatan di pabrik tersebut.
3. Salvage.
Bagian ini fokus dengan pembuangan dari material yang tidak dapat
diperbaiki dan pemanfaatan material yang masih bisa dipakai dari
peralatan yang tidak dapat diperbaiki pada overhaul, perbaikan karena
rusak dan rebuild programs.
4. Servicing.
Tipe bagian pemeliharaan korektif ini mungkin dibutuhkan karena
adanya tindakan pemeliharaan korektif, seperti pengelasan, dan lainnya.
5. Rebuild.
Bagian ini fokus dengan pemulihkan kembali (restoring) peralatan ke
keadaan yang standard sedekat mungkin ke keadaan aslinya berkenaan
dengan keadaan fisik, daya guna dan perpanjangan masa pakai.

Gambar 2.9 berikut menjelaskan tentang grafik pola kecenderungan


kerusakan alat pada umumnya.

Universitas Sumatera Utara


Jumlah Kerusakan

X
Titik kritis
Awal Pe-
makaian Pemakaian Normal Alat rusak

Waktu

Gambar 2.9 Grafik Pola Kerusakan Alat pada Umumnya

Dari gambar 2.9 diatas ada 3 daerah pembagian tentang perbandingan


jumlah kerusakan terhadap waktu pemakaian alat. Pada tabel 2.4 berikut
menjelaskan tentang alasan kerusakan yang terjadi menurut Dhillon (2006).

Tabel 2.4 Alasan kerusakan pada 3 daerah gambar 2.6


Daerah Alasan Kerusakan
I Awal Pemakaian Manufaktur yang buruk
Proses yang buruk
Pengendalian mutu yang buruk
Kesalahan manusia (Human error)
Material yang tidak memenuhi syarat dan keahlian
II Pemakaian Normal Faktor keamanan yang rendah
Cacat yang tidak terdeteksi
Kesalahan manusia (Human error)
Penyalahgunaan alat
Kondisi kerja lebih tinggi daripada yang diharapkan

Universitas Sumatera Utara


Kerusakan alami
III Alat Rusak Keausan karena gesekan
Pemeliharaan yang tidak baik
Pengamalan pemeriksaan yang salah
Korosi dan creep
Desain lifetime yang pendek
Keausan disebabkan oleh usia
Sumber: (Dhillon, 2006)

Dari gambar 2.9 diatas dapat dilihat bahwa suatu peralataan baru
mempunyai suatu kemungkinan kegagalan atau kerusakan yang tinggi. Hal ini
disebabkan kelalaian pekerja dan atau kerusakan internal komponen dari pabrik
pembuat alat (ini disebut kegagalan produk). Tingkat kerusakan alat akan
menurun setelah pekerja mulai terbiasa menggunakan alat tersebut. Setelah
melewati masa kritis, alat akan semakin sering mengalami gangguan, sehingga
perbaikan akan semakin sering dilakukan, sampai masa pakai alat tersebut habis.
Pada masa ini artinya alat sudah tidak mungkin diperbaiki lagi (Modul panduan
P2K3)
Pada awal periode, kemungkinan terjadinya kerusakan dari peralatan
tersebut menjadi tinggi karena masalah instalasi pemakaian di awal minggu.
Setelah periode ini kemungkinan kegagalan relatif rendah. Setelah peralatan
berjalan dengan normal, maka tingkat kerusakan akan stabil dan meningkat
kembali seiring berjalannya waktu (Mobley, 2004).
Menurut Mobley (2004) dalam bukunya Maintenance Fundamentals Edisi
2, 2004, bahwa pemeliharaan atau maintenance dapat digolongkan menjadi tiga
tipe bagian besar pemeliharaan, seperti yang dijelaskan pada gambar 2.10 berikut:

Universitas Sumatera Utara


MAINTENANCE

IMPROVEMENT PREVENTIVE CORRECTIVE


(MI) (PM) (CM)

Reliability-driven Equipment-driven Predictive Time-Equipment Event-driven


Modification Self-scheduled Statistical analysis Periodic Breakdonws
Retrofit Machine-cued Trends Fixed intervals Emergency
Redesign Control limits Vibration monitoring
When deficient As Hard time limits Remedial
Change order Tribology Specific time
required Repairs
Thermography
Rebuilds
Ultrasonics
Other NDT

Sumber : R. Keith Mobley 2004


Gambar 2.10 Struktur dari Maintenance

27
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar 2.10 diatas dapat dilihat bagaimana pembagian pemeliharaan
yang cukup lengkap. Pada pembagian sistem pemeliharaan corrective terdapat 1
bagian utama sistem pemeliharaan yang terdiri dari Breakdonws Maintenance,
Emergency Maintenance, Remedial Maintenance, Repairs Maintenance dan
Rebuilds Maintenance.
Pada pembagian bagian sistem corrective Maintenance terdapat salah satu
bagian yang membahas mengenai Remedial (untuk perbaikan kedepan). Imilah
yang menjadi fokus karena tujuan utama dari skripsi ini adalah perbaikan bantalan
lori.
Masalah utama yang dijumpai pada bantalan lori adalah terjadinya
keausan bagian atas bantalan akibat gesekan dengan poros setelah sekian waktu
pemakaian. Mekanisme keausan disebabkan gesekan sering juga disebut dengan
istilah tribology.

2.7. Mekanisme Tribology


Istilah ini digambarkan pada tahun 1967 oleh Committee of The
Organization for Economic Cooperation and Development. Kata Tribology
sendiri diambil dari kata Yunani, “Tribos” yang artinya adalah menggosok atau
meluncur. Tribology ini adalah salah satu cabang ilmu dalam bidang engineering
yang fokus membahas tentang tiga bagian penting fenomena dalam permesinan
yang sangat erat hubungannya satu sama lain. Ketiga bagian tersebut adalah
gesekan (friction), keausan (wear) dan pelumasan (lubrication) (Stachowiak).
Ketiga bagian ini pasti terjadi pada permesinan dan amatlah penting untuk
dibahas. Jadi dapat disimpulkan pembahasan pada bagian pemeliharaan korektif
dan analisa kegagalan ini adalah memperhitungkan terjadinya gesekan dalam
setiap komponen permesinan yang dapat menyebabkan keausan. Supaya
kedepannya dapat diambil suatu tindakan pencegahan/perbaikan untuk mengatasi
keausan tersebut.
Aus terjadi karena adanya kontak gesek antara dua permukaan benda dan
menyebabkan adanya perpindahan material. Hal ini menyebabkan adanya
pengurangan dimensi pada benda tersebut. Defenisi keausan menurut standard
Jerman (DIN 50 320) bahwa keausan di artikan sebagai kehilangan material

Universitas Sumatera Utara


secara bertahap dari permukaan benda yang bersentuhan akibat dari adanya
kontak dengan solid (benda padat), liquid (benda cair) atau gas pada permukaanya
(Mang, 2007). Keausan yang terjadi pada setiap sistem mekanisme sebenarnya
sangat sulit diprediksi secara teori atau perumusannya, karena banyak faktor
dilapangan yang menyebabkan kesulitan dan kekeliruan dalam memprediksi
keausan tersebut. Faktor itu adalah variasi suhu, variasi kecepatan, variasi jumlah
kontaminasi, kecepatan awal-akhir dan faktor lainnya (Ludema, 1996).
Keausan sendiri terbagi dalam bebrapa jenis keausan, seperti keausan
abrasif, adesif, korosif, keausan fatik, kimia, erosi dan lain-lain. Keausan yang
terjadi pada pembahasan skripsi ini adalan keusan jenis abrasif. Abrasif dan
kontak lelah (fatigue cantact) adalah hal yang paling penting dalam perhitungan
keausan pada permesinan. Bisa diperkirakan bahwa total keausan yang terjadi
pada elemen-elemen mesin dapat kisarkan antara 80-90% adalah keausan abrasif
dan dalam 8% adalan keausan lelah (fatigue wear). Kontribusi dari jenis keausan
yang lain sangatlah kecil. Sebagian besar pengamatan keausan dilakukan secara
tidak langsung. Salah satunya adalah dengan menimbang berat spesimen atau
benda kerja. Ini adalah cara yang termudah untuk dapat mendeteksi keausan. Dari
menimbang berat benda kerja yang akan dianalisa, kita dapat mengetahui berapa
total material yang telah aus dari selisih berat awal benda kerja sebelum operasi
dengan berat benda kerja setelah operasi, tetapi distribusi kedalaman keausan
yang terjadi pada permukaan kontak sulit untuk diketahui (Zmitrowicz, 2006).
Mempresdiksi keausan yang terjadi pada permesinan cukuplah sulit. Setiap
rumus pada literatur yang dapat mengitung laju keausan hanya sebatas prediksi
atau pendekatan saja. Pada tahun 1950-an J. F. Archard menemukan suatu hukum
yang dapat memprediksi terjadinya keausan pada material yang saling bergesekan
dan dia menamai hukum itu dengan dirinya sendiri, yaitu hukum keausan Archard
(Archard wear law).
Berdasarkan hukum keausan Archard tentang hukum keausan (wear law)
bahwa persamaan volume keausan dapat diperoleh dari (Stachowiak):

W
V = K Ar L = K L ......................................... (2.11)
H

Universitas Sumatera Utara


Dimana :
V = Volume keausan (m3)
L = Jarak lintas meluncur (m)
W = Beban (N)
K = Koefisien keausan
H = Kekerasan material (Pascal, N/m2)
Ar = Area kontak (m2)

2.8. Proses Maintenance di PKS Rambutan


Dalam melaksanakan pemeliharaan Pabrik Kelapa Sawit PKS Rambutan
mengacu ke prosedur / instruksi kerja (IK) PTP Nusantara III, adapun system
pelaksanaan pemeliharaan dilaksanakan secara Corrective, Preventive dan
Predictive Maintenance dengan alur proses dapat dilihat pada gambar 2.11.

Gambar 2.11 Skema Alur Proses Kegiatan Pemeliharaan

Universitas Sumatera Utara


Untuk pekerjaan corrective maintenance mengacu ke IK 3.02-02
mengenai Pelaksanaan Kegiatan Teknik, dimana setiap pelaksanaan breakdown
maintenance yang harus mengacu pada Work Order yang diminta pengguna alat.
Untuk pekerjaan preventive mengacu ke IK 3.02 – 02/08 mengenai Pemeliharaan /
Perawatan Mesin dan Instalasi PKS dan IK 3.02 – 02/09 mengenai Pemeliharaan /
Perawatan Mesin dan Instalasi Listrik. Sedangkan untuk pekerjaan Predictive
Maintenance mengacu ke IK 3.02 – 00/06 mengenai Pelaksanaan Predictive
Maintenance.
Dalam pelaksanaan pekerjaan corrective dan preventive maintenance yang
dilaksanakan secara TS (menggunakan tenaga sendiri) spare part yang digunakan
berasal dari gudang, system pengadaan terdiri dari 3 kategori, yaitu :
1. Pengadaan local (OPL) oleh managemen unit langsung.
2. Pengadaan di tingkat Distrik Manager, melalui DPBB kewenangan
DM
3. Pengadaan di tingkat Kantor Direksi, melalui DPBB kewenangan
Kandir (Kantor Direksi).

Ketiga jenis kategori ini dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya sistem
keagenan atas barang/bahan yang akan diadakan, untuk barang keagenan harus
diadakan dengan kewenangan Kandir, serta berdasarkan nilai pengajuan, untuk
nilai pengajuan < Rp. 50 jt dapat diadakan secara OPL, sedangkan yang nilai
pengajuannya antara Rp. 50 jt s/d Rp. 200 jt menjadi kewenangan DM sedangkan
yang nilai pengajuannya lebih dari Rp. 200 jt menjadi kewenangan Kandir.
Untuk pekerjaan corrective maintenance dan preventive maintenance yang
dilaksanakan oleh tenaga pemborong (TP) atau outsourcing, pelaksanaanya
berdasarkan P4T (Pengajuan Permintaan Pekerjaan Pemeliharaan/Teknik) yang
terdiri dari 2 kategori:
1. P4T di tingkat Distrik Manager.
2. P4T di tingkat Kantor Direksi.

Kedua jenis kategori ini dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya sistem
keagenan atas peralatan yang akan diperbaiki, serta berdasarkan nilai pengajuan,

Universitas Sumatera Utara


untuk nilai pengajuan < Rp. 250 jt menjadi kewenangan DM sedangkan yang nilai
pengajuannya lebih dari Rp. 250 jt menjadi kewenangan Kandir.
Kegiatan pemeliharaan preventive dapat dipermudah dan berjalan secara
efektif dengan menggunakan sistem komputer. Setiap pabrik pasti membutuhkan
sparepart, equipment, tool, material dan consumable dalam proses operasinya.
Semua ini dapat di jadwalkan secara komputerisasi, dan ini akan membantu
sistem pemeliharaan preventive dalam mengantur workorder, biaya, pembelian
dan penjadwalan kegiatan pemeliharaan. Pabrik kelapa sawit Kebun Rambutan
PTPN III dalam hal ini tidak lagi menggunakan system komputerisasi (CMMS)
dalam membantu proses pemeliharaannya.

Universitas Sumatera Utara


BAB 3
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Studi


Dalam mempelajari sistem maintenance dilakukan survey studi di PT.
Perkebunan Nusantara-III, yang terletak di Desa Paya Bagas Kecamatan
Rambutan, Kotamadya Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara, sekitar 85 km
kearah Tenggara Kota Medan. Studi dilakukan selama kurang lebih satu minggu
mulai dari tanggal 23 April 2009 sampai tanggal 30 April 2009.

3.2. Tegangan Lentur dan Perhitungan Diameter Dalam Bantalan


Berikut ini merupakan perhitungan diameter bantalan poros dari sebuah
kereta tambang (lori) dengan poros seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Berat lori adalah sebesar 1,5 ton dengan kapasitas 2,5 ton dan menggunakan 2
buah poros dengan 4 roda. Kecepatan maksimum adalah sebesar 100 km/jam.
Bahan poros ditentukan melalui perhitungan berikut ini.

Gambar 3.1. Penampang poros lori

Universitas Sumatera Utara


Diketahui: Berat lori = 1,5 ton = 1500 kg = 14700 N
Massa jenis lori (besi tuang) = 7190 kg/m3
Panjang lori = 2,5 m
Perhitungan dengan rumus-rumus dari Sularso (2004):
1. Beban total = 2,5 + 1,5 = 4 ton = 39200 N
W = 4/2 = 2 ton = 19600 N
2. Jarak telapak roda (g) = 660 mm

3. Jarak bantalan radial (j) = 820 mm

4. Tinggi titik berat (h) = 600 mm

5. Kecepatan kerja maksimum (V) = 100 km/jam


Karena kecepatan maksimum dibawah 120 km/jam maka nilai:

= 0,4
Beban tambahan karena gerakan vertikal
αv =
Beban statis
Beban horizontal
αL = = 0,3
Beban statis pada satu gandar

6. Jari-jari telapak roda (r) = 120 mm

7. Momen pada tumpuan roda karena beban statis (M1)


M1 = (820– 660) mm 19600 N / 4 = 784000 N.mm

8. Momen pada tumpuan roda karena gaya vertikal tambahan (M2)


M2 = 0,4 (784000 N.mm) = 313600 N.mm

9. Jarak dari titik tengah bantalan ke ujung luar naaf roda (a) = 50 mm.
Panjang naaf roda (l) = 80 mm

10. Beban horizontal (P)


P = 0,3 (19600 N) = 5880 N

Universitas Sumatera Utara


11. Beban pada bantalan karena beban horizontal (Q0)
600 mm
Q0 = 5880 N = 4302,439 N
820 mm

12. Beban pada telapak roda karena beban horizontal (R0)


5880 N(600 mm + 120 mm)
R0 = = 6414,5455 N
660 mm

13. Momen lentur pada naaf tumpuan roda sebelah dalam karena beban horizontal

 (820 - 660) 
(M3)
5880 x 120 + 4302,439 (50 + 80) - 6414,5455 (50 + 80) - 

M3 =
2
M3 = 944189,795 N.mm

14. Faktor tambah tegangan (m) = 1,0

15. Diameter dalam bantalan poros (ds)


σ Wb = 48 kg/mm2 = 470,4 N/mm2

 3
ds ≥  (1)(784000 + 313600 + 944189,795)N.mm
1
10,2
 470,4 N/mm 
2

[ ] = 35,37 mm ≈ 36 mm
1
ds = 44273,5 mm 3 3

16. Tegangan lentur (σb)


10,2(1)(784000 + 313600 + 944189,795)
σb = = 411,15 N/mm2
(37) 3

= 1,144 ≥ 1
470,4 N/mm2
17. n =
411,15 N/mm2

Menurut hasil perhitungan diatas bahwa dengan diameter sebesar 37 mm,


poros tersebut sudah mampu menahan beban sebesar 2 ton. Untuk tegangan lentur
yang yang terjadi berdasarkan diameter dalam bantalan sesuai dengan data di
lapangan yaitu ds = 50 mm, adalah:

Universitas Sumatera Utara


10,2(1)(784000 + 313600 + 944189,795)
σb = 3
= 166,61 N/mm2
(50)
Maka tegangan lentur yang terjadi adalah 166,61 N/mm2.

3.3 Penentuan sifat fisik dan mekanik dari material


Brass adalah material yang di gunakan untuk bantalan luncur pada lori di
PTPN III. Sifat Fisis dan mekanis dari bahan (Machine Design Databook, 2004)
dapat dilihat pada tabel 3.1:

Tabel 3.1. Sifat Fisis dan Mekanis Material Brass


No Sifat Fisis Nilai

1 Modulus Elastisitas (E) 106 GPa

2 Possion Ratio 0.324

3 Density 8,55 g/cm3

4 Yield Strenght 210 MPa

5 Ultimate Tensile Streght 372,48 MPa

6 Hardness Number 54 - 142 BHN

3.4. Perhitungan Gaya pada Bantalan


Lori berfungsi mengangkut buah dari Loading Ramp kedalam rebusan
yang bermuatan 8 lori, kapasitas satu lori 2,5 ton dan berat lori 1,5 ton, yang
bergerak diatas rel. Bantalan yang digunakan lori adalah bantalan luncur (journal
bearing).
Konstruksi poros lori lori dapat dilihat pada gambar 3.2. sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.2. Konstruksi Poros Lori

37
Universitas Sumatera Utara
Analisa yang dilakukan terhadap kegagalan bantalan luncur adalah
keausan akibat gesekan.
Studi kasus dilakukan pada bantalan poros roda lori yang materialnya dari
brass (gambar 3.3), karena komponen ini sangat rentan dengan kerusakan
disebabkan selama pabrik beroperasi lori pengangkut selalu digunakan.
Data teknis komponen struktur bantalan poros lori ( data investigasi lapangan )
adalah sebagai berikut :

d=50
69
D=75

Gambar 3.3. Konstruksi Bantalan Poros Lori


Setelah melakukan pengukuran terhadap bantalan, poros dan roda lori,
baik ukuran sebelum beroperasi maupun ukuran setelah beroperasi dan terjadi
kegagalan, diperoleh data-data seperti pada tabel 3.2.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 3.2. Data-data Poros dan Bantalan
No Nama Ukuran
Baru Bekas
1 Diameter roda 24 mm 23,5 mm
2 Diameter poros 50 mm 49,25 mm
3 Diameter luar bantalan 75 mm 75 mm
4 Diameter dalam bantalan 50 mm Hor = 50,1 mm
Ver = 54,5 mm
5 Panjang bantalan 69 mm 69,1 mm
6 Jarak bantalan 0,82 m
7 Jarak rel 0,6 m
8 Jarak tempuh lori sekali jalan 115 m
9 Jarak sumbu poros 0,91 m
10 Berat lori dan muatan 4 ton
11 Jumlah jalan perhari 6 kali bolak balik

12 Lama pemakaian bantalan. < 1 tahun


13 Bahan bantalan Brass
14 Jumlah bantalan tiap lori 4 buah
15 Daerah penipisan bantalan Pada bagian atas
(Sumber : Pengamatan dan pengukuran di lapangan/pabrik)

3.4.1 Beban yang Terjadi pada Poros dan Bantalan


Beban yang terjadi pada poros (gambar 3.4) akibat berat lori dan muatan
dapat dijelaskan sebagai berikut:

Beban total (Wt) :


Wt = Berat lori + muatan
Wt = 1,5 ton + 2,5 ton
Wt = 4 ton x 9,8 m/s2
Wt = 39200 N

Universitas Sumatera Utara


Pada lori terdapat dua poros, jadi beban pada poros (W) adalah:
W = Wt / 2
W = 39200 / 2
W = 19600 N

Beban tiap bantalan


Wb = Wt / 4
Wb = 39200 N/ 4
Wb = 9800 N

w Wb

Gambar 3.4. Ilustrasi pembebanan poros

3.4.2 Analisa Gaya Geser & Momen pada Bantalan Poros Lori
Menurut Nash (1972) pembebanan, gaya geser dan momen yang terjadi
pada poros dan bantalan dapat diihat pada Gambar 3.5 dan Gambar 3.6.

Gambar 3.5. Pembebanan pada poros

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.6. Distribusi gaya pada poros dan bantalan

Diagram benda bebas dari segmen kiri dengan jarak x < 80 mm:

Gambar 3.7. Diagram benda bebas untuk x < 80 mm

+ ΣFy = 0 + ΣM = 0

V = = = −9800 N M=− x = −9800x N.mm


W 19600 W
2 2 2
Untuk:
x1 = →M1 = 0
x2 = 50 mm →M2 = –9800 (50) = – 490000 N.mm
x3 = 75 mm →M3 = –9800 (75) = – 735000 N.mm

Universitas Sumatera Utara


Diagram benda bebas dari segmen kiri dengan jarak x < 410 mm:

Gambar 3.8. Diagram benda bebas untuk x < 410 mm

−W W
+ ΣFy = 0; + −V =0
2 2
V=0

M+ x − (x − 80) = 0
W W
+ ΣM = 0;
2 2
M + 40W = 0

M = −40W

M = −784000 N.mm

3.4.3 Kecepatan lori


Lori ditarik oleh capstand dengan putaran motor 1455 rpm dan penurunan
putaran ke roller 60 : 1.
1455rpm
Putaran roller = = 24,25 rpm
60
Karena diameter roller adalah 0,24 m, maka kecepatan tangensial roller
adalah:
π .d .nr π .(0,24 m).(24,25 rpm)
Vr = = = 0,3047 m/s
60 60
Jadi kecepatan gerak lori = kecepatan tangensial roller yang menarik lori = 0,3
m/s.

Universitas Sumatera Utara


Putaran poros = putaran roda = n p = =
60.Vr 60(0.3 m/s)
π.D r π(0.24 m)
= 23,8853 rpm
dimana: Vr = kecepatan tangensial roda = kecepatan lori = 0,3 m/s
Dr = diameter roda = 0,24 m

Waktu yang ditempuh oleh lori untuk satu kali operasi sejauh 115 m bolak
balik adalah:

=
jarak 115 m
t= = 383,34 s
kecepatan 0,3 m/s

Maka waktu yang dibutuhkan lori untuk bolak balik adalah:


2 x t = 766,68 s.

Sliding distance (s) yaitu jarak yang ditempuh selama gesekan.

s =ωr t =
2 π r.n p
t
60
Dimana: ω = kecepatan sudut poros (rad/s)
rp = jari-jari poros (m)
t = waktu tempuh (s)
np = putaran poros = potaran roda (rpm)

2.π (0,025 m)(23,88535 rpm)


Jadi: s = ω.r.t = (383,34s)
60

= 23,95874 m

Universitas Sumatera Utara


3.4.4 Koefisien Gesekan Material
Koefisien gesekan dapat kita lihat pada tabel 3.3. berikut:
Tabel 3.3. Koefisien Gesekan Material

Coefficient Of Friction

Material 1 Material 2 DRY Greasy

Static Sliding Static Sliding

Aluminum Aluminum 1,05-1,35 1,4 0,3

Aluminum Mild Steel 0,61 0,47

Brake Material Cast Iron 0,4

Brass Cast Iron 0,3

Brick Wood 0,6

Bronze Cast Iron 0,22

Bronze Steel 0,16

Cadmium Cadmium 0,5 0,05

Cadmium Mild Steel 0,46

Cast Iron Cast Iron 1,1 0,15 0,07

Cast Iron Oak 0,49 0,075

Chromium Chromium 0,41 0,34


Sumber : http://www.roymech.co.uk/Useful_Tables/Tribology/co_of_frict.htm

Koefisien diambil berdasarkan material yang diteliti yaitu koefisien


gesekan brass (material 1) terhadap cast iron (material 2).
Berdasarkan tabel 3.3 koefisien gesekan (µ) antara brass dan cast iron
adalah = 0,3.

3.4.5. Gaya gesek pada bantalan dengan dinding poros (Fgesek)


Kekasaran permukaan antara bidang kontak dinding poros dengan bushing
bantalan merupakan penghambat gerakan poros, gaya penghambat pada bushing
bantalan poros ini dinamakan gaya gesek (Fgesek). Menurut Stolarski (1990):
Fgesek = µ x Wb ............................................... 3.5
Maka :
Fgesek = 0.3 x 9800 N = 2940 N

Universitas Sumatera Utara


Dimana :
Wb = Beban bantalan (N)
µ = Koefisien gesekan

3.5. Perhitungan Keausan pada Bantalan.


Keausan terjadi karena adanya gesekan antara permukaan suatu material.
Untuk lebih mempermudah kita mengerti tentang terjadinya gesekan dan keausan
pada bantalan luncur atau yang biasa disebutkan sebagai mekanisme tribology
yang telah dijelaskan pada bab 2, perhatikan gambar 3.10. Pada gambar tersebut
dijelaskan secara sistematis bagaimana terjadinya gesekan material yang terjadi
antara permukaan bantalan dengan material lain yang dalam hal ini dimaksudkan
dengan poros.
Terjadinya gesekan antara kedua permukaan tersebut dapat menyebabkan
terjadinya perpindahan material yang aus (chips) yang terjadi diantara kedua
permukaan material yang bersentuhan. Bila kita melihat suatu permukaan material
dengan bantuan mikroskop elektron dengan pembesaran tertentu, dapat kita lihat
bagaimana keadaan mikrostuktur permukaannya. Hampir tidak ada permukaan
mikrostruktur suatu material yang benar-benar rata setelah proses permesinan
berlangsung, walaupun itu telah melewati berbagai proses perataan permesinan
(lapping, honing dan lainnya).
Dalam hal ini, keausan terjadi pada permukaan diameter dalam bantalan
tepat nya pada bagian atas.

Hard material
Shallow
asperity
Deep
contact
asperity
contact
Soft material

Sliding
Concentration of
Uloaded
deformation at
asperity
deep asperity
contact

Wear material

Gambar 3.9. Mekanisme gesekan dipermukaan bantalan.

Universitas Sumatera Utara


Untuk memprediksi terjadinya aus pada permukaan bantalan dapat digunakan
persamaan hukum keausan Archard, persamaan (2.11) yaitu:
W
V = K Ar L = K L
H
Dimana : V = Volume keausan (m3)
L = Jarak lintas meluncur = Sliding distance (s) yaitu jarak
yang ditempuh selama gesekan (m)
W = Beban (N)
K = Koefisien keausan 10-4 untuk abrasive wear 3 body
H = Kekerasan material (Pascal, N/m2)
Kekerasan bahan bantalan luncur yaitu baja brass adalah berkisar 54-142
BHN (Tabel 3.4), maka diambil rata-ratanya yaitu 98 BHN (Brinell Hardness
Number).
1 BHN = 1 kgf/mm2 = 9,8 Mpa.
Maka 98 BHN = 98 x 9,8 = 960,4 Mpa.

Sedangkan nilai K diambil untuk abrasive wear pada 3 body, didapat dari
gambar 3.10. (Norton, 2006) berikut.

Gambar 3.10. Wear Coefficient K

Universitas Sumatera Utara


Dimana :
V = Volume keausan (m3)
L = Jarak lintas meluncur = 23.95874 m
W = Beban = Wb = 9800 N
K = Koefisien keausan, 10-4 untuk abrasive wear 3 body
H = Kekerasan material = 960,4 Mpa = 9,604x10 8 Pascal

Maka, volome keausan yang terjadi adalah :


W
V=KL
H
9800
= 10-4 x 23,95874 x
9,604x108

= 244,47 x 10-10 m3 = 24,447 mm3

Keausan bantalan yang terjadi sebesar 24,447 mm3 untuk setiap lori
berjalan sejauh 115 m.
Dari volume keausan tersebut kita dapat memperoleh pertambahan besar
diameter dalam bantalan setelah satu kali operasi sebagai berikut:

π(d x − d 2 ).l
Vol =
2

4
Dimana: dx =diameter dalam setelah operasi
d = diameter dalam sebelum operasi = 50 mm
lb = panjang bantalan = 69 mm

π(d x − 50 2 ).69
Jadi:
24,447 mm =
2
3

4
d x − 50 2 =
2 (24,447 )(4)

d x − 50 2 = 0,451
2 π(69)

d x = (0,451) + (50 2 )
= 50,0045 mm
Setelah mendapatkan pertambahan diameter dalam bantalan maka kita
dapat memperoleh ketebalan diameter bantalan yang berkurang setiap kali jalan
sebagai berikut;

Universitas Sumatera Utara


dx − d
t=
2
50,0045 − 50
=
2

= 0,00225 mm/operasi

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, lori berjalan 6 kali bolak balik


dalam satu hari, maka diameter dalam bantalan akan berkurang sebesar:
t = (0,00225 mm/operasi)( 6 operasi/hari) = 0,0135 mm/hari.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4
HASIL PEMBAHASAN

4.1. Masalah yang Terjadi


Aus terjadi karena gesekan antara dua permukaan benda dan menyebabkan
perpindahan material serta pengurangan dimensi pada benda tersebut. Defenisi
keausan dan mekanisme keausan telah dijelaskan pada bab 2 dan keausan yang
terjadi pada bantalan luncur (Gambar 4.1) telah dijelaskan pada bab 3. Laju
pengurangan material yang terjadi pada diameter dalam bantalan terjadi pada
bagian atas yang mendapat beban (gambar 3.5). Penyebab utama terjadi keausan
bantalan adalah akibat gasekan dua material yang berkontak langsung tanpa bahan
pelumas sebagai pembatas. Hal ini menyebabkan material yang lunak (bantalan)
akan terkikis oleh material yang keras (poros). Keausan yang terjadi sebesar
24,447 mm3 setiap lori beroperasi. Atau sebesar 24,447 mm3 x 6 = 146,68 mm3/
hari. Sehingga dalam waktu tertentu maka permukaan dalam bantalan akan habis
karena aus. Keausan yang terjadi pada bantalan (Gambar 4.1) mengakibatkan
kelonggaran poros lori yang begitu besar sehingga mengakibatkan lori tersebut
anjlok atau keluar dari rel, hal ini mengakibatkan terganggunya proses produksi
pabrik.

Penipisan
tebal bantalan

Bagian yang aus


pada bantalan

Gambar 4.1. Keausan yang terjadi pada bantalan

Universitas Sumatera Utara


4.2. Pemeliharaan bantalan dengan melakukan penggantian yang dikejakan
oleh Bagian Teknik
Keausan yang terjadi pada bantalan mengakibatkan kelonggaran poros lori
yang begitu besar sehingga mengakibatkan lori tersebut anjlok atau keluar dari rel
(gambar 4.1). Lori anjlok menyebabkan terganggunya proses produksi pabrik. Di
pabrik PTPN 3 Kebun Rambutan tidak menyediakan spare part bantalan luncur
yang siap pakai. Mereka akan melakukan pemesanan spare part yang akan diganti
setelah benda tersebut rusak atau tidak layak pakai lagi. Hal ini membuat bagian
teknik, terkhusus bengkel reparasi mengerjakan perbaikan sementara terhadap
bantalan luncur yang sudah aus dengan mengganti bantalan tersebut dengan bahan
yang ada. Mereka melakukan pembubutan baja lunak yang ada sesuai dengan
konstruksi pada gambar 3.4. Perawatan yang dilakukan hanya bersifat sementara
untuk menunggu kedatangan bantalan yang baru.
Berdasarkan hasil wawancara dengan mekanik bengkel, bahwa bantalan
setelah perbaikan dengan penggantian ini akan segera diganti kembali jika spare
part yang baru telah datang.

4.3. Solusi Dari Masalah yang Terjadi

Pada bab sebelumnya kita telah membahas material yang di gunakan untuk
bantalan luncur pada lori di PTPN III adalah Brass. Berdasarkan perhitungan yang
ada diperoleh harga keausan = 24,447 mm3 x 6 = 146,68 mm3 / hari. Atau
pangurangan tebal (t) dari diameter dalam bantalan berdasarkan perhitungan
sebesar:
t = (0,00225 mm/operasi)( 6 operasi/hari) = 0,0135 mm/hari.
Dari hasil pengukuran terhadap bantalan setelah beroperasi diperoleh
diameter dalam bantalan arah vertikal adalah 54,5 mm. Jadi diameter dalam
bertambah sebesar 4,5 mm.
4,5mm
= 333,34 hari
0.0135mm/hari
Dengan demikian bantalan akan bertambah diameter dalam arah vertikal
sebesar 4,5 mm selama 333,34 hari beroperasi.

Universitas Sumatera Utara


Untuk memperkecil nilai keausan yang diperoleh dari material bantalan
sehingga akan menambah masa pakai atau umur bantalan akan menjadi lebih
panjang. Maka sebagai salah satu alternatif dari masalah tersebut adalah
penggantian material atau alih-material, dari bahan awal yaitu brass menjadi
bronze-aluminum. Pemilihan bantalan dari literatur yang ada kita pilih
berdasarkan pemilihan material yang digunakan khusus untuk bahan bantalan
luncur dan aplikasi yang sesuai dengan kondisi kerja di lapangan.
Bronze-aluminum memiliki unsur kandungan Al 10.5 %, Fe 3.5 %, dan Cu
86.0 %. Paduan unsur – unsur ini memiliki kekerasan 202 BHN. Tabel 4.1 berikut
menjelaskan kekuatan dari beberapa material yang khusus digunakan untuk
bantalan luncur.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.1. Journal Bearing and Application
DESIGN OF BEARINGS AND TRIBOLOGY
Journal bearing material and application

52
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar 4.1 dapat dibandingkan sifat fisis dan mekanis dari material
brass dan bronze-aluminum (Machine Design Databook, 2004) pada tabel 4.2
berikut:
Tabel 4.2 Sifat Fisis dan Mekanis Material Brass dan Bronze-aluminum
No Sifat Fisis Brass Bronze-aluminum

1 Modulus Elastisitas (E) 103,5 GPa 110,4 GPa

2 Possion Ratio 0.324 0,349

3 Yield Strenght 210 MPa 303 - 469 MPa

4 Ultimate Tensile Streght 372,48 MPa 689,74 MPa

5 Hardness Number 54 - 142 BHN 202 BHN

Dengan demikian kita dapat menghitung keausan material alternatif


bantalan luncur lori dengan cara yang sama seperti pada bab sebelumnya.
Kekerasan bahan bantalan luncur yaitu bronze-aluminum adalah 202
BHN, (Brinell Hardness Number). Pada bab sebelumnya telah dijelaskan
mendapatkan nilai kekerasan BHN dalam Pascal, yaitu:

1 BHN = 1 kgf/mm2 = 9,8 Mpa.


Maka 202 BHN = 202 x 9,8 = 1979,6 Mpa.

Sehingga dengan menggunakan persamaan (2.11) yaitu:

W
V = K Ar L = K L
H

Dimana : V = Volume keausan (m3)


L = Jarak lintas meluncur = 23,95874 m
W = Beban = Wb = 9800 N
K = Koefisien keausan, 10-4 untuk abrasive wear 3 body
H = Kekerasan material = 1979,6 Mpa = 19,796x108 Pascal

Universitas Sumatera Utara


Maka, volome keausan yang terjadi adalah :
W
V =KL
H
9800
= 10-4 x 23,95874
19,796x108
= 118,6 x 10-10 m3 = 11,86 mm3
Keausan bantalan yang terjadi sebesar 11,86 mm3 untuk setiap lori
berjalan sejauh 115 m.
Dari volume keausan tersebut kita dapat memperoleh pertambahan besar
diameter dalam bantalan setelah satu kali operasi sebagai berikut:

π(d x − d 2 ).l
Vol =
2

4
Dimana: dx =diameter dalam setelah operasi
d = diameter dalam sebelum operasi = 50 mm
l = panjang bantalan = 69 mm

π(d x − 50 2 ).69
Jadi:
11,86 =
2

4
d x − 50 2 =
π (69)
2 (11,86)( 4)

d x − 50 2 = 0,219
2

d x = (0,219) + (50 2 )
= 50,00218 mm
Setelah mendapatkan pertambahan diameter dalam bantalan maka kita
dapat memperoleh ketebalan diameter bantalan yang berkurang setiap kali jalan
sebagai berikut;
dx − d
t=
2
50,00218 − 50
=
2
= 0,00109 mm/operasi
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, lori berjalan 6 kali bolak balik
dalam satu hari, maka diameter dalam bantalan akan berkurang sebesar:
t = (0,00109 mm/operasi)( 6 operasi/hari) = 0,00654 mm/hari.

Universitas Sumatera Utara


Untuk keausan ketebalan 4,5 mm diameter bantalan adalah :
4,5 mm
= 688,07 hari
0,00654 mm/hari

Dengan demikian bantalan akan bertambah diameter dalam arah vertikal


sebesar 4,5 mm selama 688,07 hari beroperasi.
Dengan demikian yang sama dapat diperkirakan dan kita bandingkan umur
bantalan antara bantalan material brass dengan material alternatif yaitu bronze-
aluminum. berdasarkan laju keausan yang terjadi seperti pada tabel 4.3. sebagai
berikut:

Tabel 4.3. Perbandingan keausan tebal diameter bantalan


Pemakaian Keausan tebal diameter Keausan tebal diameter
bantalan bronze-aluminum bantalan brass
(hari) (mm) (mm)
1 0.00654 0.0135
20 0.1308 0.27
40 0.2616 0.54
60 0.3924 0.81
80 0.5232 1.08
100 0.654 1.35
120 0.7848 1.62
140 0.9156 1.89
160 1.0464 2.16
180 1.1772 2.43
200 1.308 2.7
220 1.4388 2.97
240 1.5696 3.24
260 1.7004 3.51
280 1.8312 3.78
300 1.962 4.05
320 2.0928 4.32

Universitas Sumatera Utara


340 2.2236 4.59
360 2.3544 4.86
380 2.4852 5.13
400 2.616 5.4
420 2.7468 5.67
440 2.8776 5.94
460 3.0084 6.21
480 3.1392 6.48
500 3.27 6.75
520 3.4008 7.02
540 3.5316 7.29
560 3.6624 7.56
580 3.7932 7.83
600 3.924 8.1
620 4.0548 8.37
640 4.1856 8.64
660 4.3164 8.91
680 4.4472 9.18

Dari tabel diatas diperoleh perbandingan umur pakai antara material Brass
dengan material Bronze-aluminum untuk ketebalan 4,5 mm yaitu:
4,5mm 4,5 mm
:
0.0135mm/hari 0,00654 mm/hari
333,34 hari : 688,07 hari

Dari tabel perbandingan diatas dapat dilihat lebih jelas menggunakan


grafik 4.1. laju keausan untuk tebal diameter bantalan awal dan setelah alih-
material (mm) berdasarkan waktu pemakaian (hari).

Universitas Sumatera Utara


10
Kedalaman keausan (mm) 9
8
7 Keausan tebal diameter
bantalan bronze-aluminum
6
(mm)
5
Keausan tebal diameter
4
bantalan brass (mm)
3
2
1
0
0 200 400 600 800
Waktu Operasi (jam)

Gambar 4.2. Grafik Hasil perhitungan laju keausan tebal diameter bantalan
berdasarkan waktu operasi

Universitas Sumatera Utara


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil analisis yang telah dilakukan berupa; investigasi lapangan,
pengamatan dan pengukuran konstruksi bantalan, analisa beban dan laju keausan,
maka kondisi kegagalan yang terjadi pada bantalan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Didapatkan Beban bantalan dari berat lori dan muatan Wb = 9800 N. Sehingga
gaya gesek yang timbul pada bantalan dengan dinding poros (Fgesek) = 2940 N.
Berat lori dan muatan menyebabkan tegangan lentur yang terjadi pada poros
sebesar σb = 166,61 MPa.
2. Keausan terjadi pada diameter dalam bagian atas akibat beban yang diterima
dari berat lori. Volume keausan yang terjadi pada permukaan diameter dalam
bantalan sebesar 146,68 mm3/hari, dengan laju kedalaman keausan pada
permukaan logam yang bergesek sebesar 0,0135 mm/hari. Sehingga umur
operasi bantalan untuk kedalaman keausan 4,5 mm adalah 333,34 hari.
3. Hasil pembahasan dari pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance)
adalah alih material sebagai alternatif untuk meningkatkan umur bantalan,
dengan memperhatikan material bronze-aluminum yang khusus digunakan
untuk bantalan luncur dengan nilai kekerasan yang lebih baik dibandingkan
material brass sebelumnya. Perbandingan masa pakai untuk kedalaman
keausan sebesar 4,5 mm adalah 333,34 hari : 688,07 hari

5.2. Saran
1. Perlu dipikirkan untuk penelitian lebih lanjut dalam mendesain ulang bantalan
luncur lori (re-desain) untuk menambahkan alur pelumasan pada bantalan
luncur guna meminimalkan terjadinya keausan.
2. Perlu kajian lebih lanjut untuk pemilihan jenis pelumas yang cocok untuk
suhu sekitar 150oC (suhu perebusan pada sterilizer).

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Corder, A.S. Teknik Manajemen Pemeliharaan, Alih Bahasa, Kusnul Hadi.


Jakarta: Erlangga, 1992.

Dhillon, B.S. Maintainability, Maintenance, and Reliability for Engineers. New


York: Taylor & Francis Group LLC, 2006.

Hamsi, Alfian. Manajemen Pemeliharaan Pabrik. Departemen Teknik Mesin


Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 2004.

Ludema, K. C. Friction, Wear, Lubrication : A Textbook in Tribology. Boca


Raton: CRC Press LLC, 1996.

Machine Design Databook. The McGraw-Hill Companies, 2004.

Mang, Theo and Wilfried Dresel. Lubricants and Lubrication. 2nd ed. Federal
Republic of Germany: WILEY-VCH GmbH, Weinheim, 2007.

Mangoensoekarjo, Soepadiyo dan Haryono Semangun. Manajemen Agrobisnis


Kelapa Sawit. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003.

Mashar, Ali. Manajemen Operasional Pemeliharaan Fasilitas dan Review.


Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana, 2008.

Mobley, R. Keith. Maintenance Fundamentals. 2nd ed. United States of America:


Elsevier Butterworth-Heinemann, 2004.

Modul Panduan Pemeliharaan, Perbaikan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja


(P2K3)

Universitas Sumatera Utara


Naibaho, P. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa
Sawit, 1998.

Nash, William A. Strength of Materials 2nd ed. United States of America:


Schaum’s Outline Series, McGrawhill Book Company, 1972.

Norton, Robert L. Mechanical Design: An Integrated Approach. 3rd ed. New


Jersey: Pearson Prentice Hall, 2006.

Shigley, Joseph E dan Larry D. Michell. Perencanaan Teknik Mesin. Alih Bahasa
Gandhi Harahap. Edisi 4. Jakarta: Erlangga, 1984.

Stachowiak, Gwidon W. and Andrew W. Batchelor, Engineering Tribology,


Australia: Butterworth-Heinemann.

Stolarski, T. A. Tribology in Machine Design. Great Britain: Butterworth-


Heinemann, Oxford. 1990.

Sularso dan Suga, Kiyokatsu. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin.
Jakarta: Pradya Paramitha, 2004.

Wahjudi, Didik dan Amelia. Analisa Penjadwalan dan Biaya Perawatan Mesin
Press untuk Pembentukan Kampas Rem. JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 2,
No. 1, hlm 50 – 61, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Kristen Petra, 2000.

Zmitrowicz, Alfred. Wear Patterns and Laws of Wear-A Review. Journal of


Theoretical And Applied Mechanics 44, 2, pp. 219-253. Warsaw: Institute
of Fluid-Flow Machinery, Polish Academy of Sciences, 2006.

http://www.roymech.co.uk/Useful_Tables/Tribology/co_of_frict.htm , coeffisien of
friction. (Diakses tanggal 22 Februari 2010)

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai