Anda di halaman 1dari 5

NAMA ZAHWA EFFELYN ARRAZZAQQI

KELAS VI C

MAPEL FIQIH

GHASAB
Ghosab adalah Pengambilan harta orang lain tanpa bermaksud memiliki (memanfaatkan milik
orang lain tanpa izin)

A.PENGERTIAN GHASAB
Definisi Ghasab

1.Mazhab Hanafi: mengambil harta orang lain yang halal tanpa ijin, sehingga barang
tersebut berpindah tangan dari pemiliknya

2. Ulama Mazhab Maliki: mengambil harta orang lain secara paksa dan sengaja
(bukan dalam arti merampok)

3. Ulama Mazhab Syafi’i dan Hambali: penguasaan terhadap harta orang lain secara
sewenang-wenang atau secara paksa tanpa hak.
Maka dari itu menanami tanah ghasab termasuk haram karena mengambil manfaat
dari tanah ghasab dan menghasilkan harta.

Dari definisi tersebut diatas yang dikemukakan oleh para ulama jelas terlihat bahwa

 . Bagi Mazhab Hanafi (selain Muhammad bin Hasan asy Syaibani dan Zufar bin
Hudail), ghasab harus bersifat pemindahan hak seseorang menjadi milik orang
yang menggasab.

 . Imam Hanafi dan sahabatnya Imam Abu Yusuf, tidak dinamakan ghasab apabila
sifatnya tidak pemindahan hak milik.

 Jumhur Ulama: menguasai milik orang lain saja sudah termasuk ghasab, apalagi
bersifat pemindahan hak milik.

Akibat dari perbedaan definisi ini akan terlihat pada tiga:

1. Jenis benda (bergerak dan tidak bergerak)

o Imam Hanafi dan Abu Yusuf: ghasab terjadi hanya pada benda-benda yang bergerak,
sedangkan benda yang tidak bergerak tidak mungkin terjadi ghasab. Seperti rumah
dan tanah

o Jumhur Ulama: ghasab bisa terjadi pada benda bergerak dan tidak bergerak. Karena
yang penting adlah sifat penguasaan terhadap harta tersebut secara sewenang-
wenang dan secara paksa. Melalui penguasaan ini berarti orang yang menggasab
tersebut telah menjadikan harta itu sebagai miliknya baik secara material maupun
secara manfaat.

2. Hasil dari benda yang diambil tanpa ijin.

 Imam Hanafi dan Abu Yusuf : hasil dari benda yang diambil merupakan
amanah yang harus dikembalikan kepada pemiliknya. Akan tetapi jika hasil dari
benda itu dibinasakan (melakukan kesewenangan terhadap hasil dari benda
yang digasab) maka ia dikenakan denda. Seperti : buah dari pohon yang
dighasab.

 Jumhur Ulama: Jika pengghasab menghabiskan atau mengurangi hasil barang


yang dighasabnya maka ia dikenakan denda

3. Manfaat dari benda yang dighasab.

Mazhab Hanafi: manfaat barang yang dighasab tidak termasuk sesuatu yang
digasab. Karena manfaat tidak termasuk dalam definisi harta bagi mereka.
Seperti : menggasab sandal kemudian dikembalikan lagi

Jumhur Ulama: Manfaat itu termasuk dalam definisi harta. Oleh sebab itu
dikenakan denda jika barang yang digasab tersebut dimanfaatkan orang yang
menggasabnya.

Dari definisi yang dikemukakan para ulama diatas terlihat jelas bahwa ghasab tidak
sama dengan mencuri, karena mencuri dilakukan secara sembunyi sedangkan
ghasab dilakukan secara terang-terangan dan sewenang-wenang. Bahkan ghasab
sering diartikan sebagai menggunakan/memanfaatkan harta orang lain tanpa seijin
pemiliknya, dengan tidak bermaksud memilikinya.

Contoh : si A mengambil sajadah si B dengan tidak bermaksud memilikinya tetapi


memanfaatkannya untuk shalat. Setelah itu dikembalikan lagi ke tempat semula.
Ghasab tidak hanya untuk harta benda saja tetapi juga kemanfaatan orang lain
seperti menyuruh pergi dari tempat duduknya dan contoh yang sering dijumpai yakni
memakai ataupun meminjam sandal orang lain tanpa ada izin.
Kita tak pernah menyangka ternyata perbuatan sekecil itu dilarang oleh agama.
Memang mudah sekali untuk berbuat serta mengumoulkan dosa, tetapi untuk
mencegahnya serta menghapusnya sulit sekali. Hawa nafsulah penyebabnya
makanya cobalah untuk melawan hawa nafsu.
Bagi orang yang ngasab dalam bentuk harta maka wajib baginya untuk
mengembalikan harta tersebut ke pemiliknya, jika barang tersebut telah kurang,
rusak, hilang maka penggasab wajib mengganti dengan barang yang sama ataupun
berupa uang yang jumlahnya sama seperti barang tersebut. Dengan demikian ghosib
bisa terhindar dari larangan dan dosa.
Sekalipun tujuannya adalah baik, tetapi karena memanfaatkan barang orang lain
tanpa ijin itu adalah perbuatan tercela dalam islam.
B. Dasar Hukum Ghasab

1.Surat An Nisa ayat 29


َ ‫راض ِم ْن ُكم َوالَ َت ْق ُتلوُ ا أ ْنفُ َس ُكم إنّ هللا َك‬
‫ان ِب ُكم‬ ٍ ‫ار ًة َعنْ َت‬
َ ‫ون ت َِج‬ َ ‫ِين آ َم ُنوا الَ َتأ ُكلُوا‬
َ ‫أمْوالَ ُكم َب ْي َن ُكم ِبالبَاطِ ِل إالَّ أنْ َت ُك‬ َ ‫َيأي َها الذ‬
‫َرحِيمًا‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janglah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka diantara kamu, Dan janganlah kamu membunuh dirimu,
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

2. Surat Al Baqarah 188


َ ‫إلثم َو أ ْن ُتم َتعْ لَم‬
‫ُون‬ ِ ‫إلى ْال ُح ّك ِام لِ َتأ ُكلوُ ا َف ِري ًقا مِنْ أ ْم َو‬
ِ ‫ال ال َّن‬
ِ ‫اس ِبا‬ ِ ُ‫َو الَ َتأ ُكلوُ ا أمْ َوالَ ُكم َب ْي َن ُكم ِب ْالبَاطِ ِل َو ُت ْدل‬
َ ‫واب َها‬
Artinya: Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain
diantara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.

3. Sabda Rasulullah
“Darah dan harta seseorang haram bagi orang lain (HR Bukhari dan Muslim dari
Abi Bakrah)
“Harta seorang muslim haram dipergunakan oleh muslim lainnya, tanpa kerelaan
hati pemiliknya (HR.Daruquthni dari Anas bin Malik.

C. Hukuman orang yang Ghasab

Ia berdosa jika ia mengetahui bahwa barang yang diambilnya tersebut milik


orang lain.
Jika barang tersebut masih utuh wajib dikembalikannya
Apabila barang tersebut hilang/rusak karena dimanfaatkan maka ia dikenakan
denda.
Mazhab Hanafi dan Maliki
Denda dilakukan dengan barang yang sesuai/sama dengan barang yang
dighasab.Apabila jenis barang yang sama tidak ada maka dikenakan denda
seharga benda tersebut ketika dilakukan ghasab.

Mazhab Syafi’i –>denda sesuai dengan harga yang tertinggi

Mazhab Hanbali –> denda sesuai dengan harga ketika jenis benda itu tidak ada
lagi di pasaran.

Terjadi perbedaan pendapat tentang apakah benda yang telah dibayarkan


dendanya itu menjadi milik orang yang menggasabnya

Mazhab Hanafi –> orang yang menggasab berhak atas benda itu sejak ia
melakukannya sampai ia membayar denda.
Mazhab Syafii dan Hanbali –> orang yang menggasab tidak berhak atas benda
yang yang digasabnya walaupun sudah membayar denda.

Mazhab Maliki –> orang yang mengasab tidak boleh memanfaatkan benda
tersebut jika masih utuh, tetapi jika telah rusak, maka setelah denda dibayar
benda itu menjadi miliknya dan ia bebas untuk memanfaatkannya.

Apabila yang dighasabnya berbentuk sebidang tanah, kemudian dibangun rumah


diatasnya, atau tanah itu dijadikan lahan pertanian, maka jumhur ulama sepakat
mengatakan bahwa tanah itu harus dikembalikan. Rumah dan tanaman yang ada
diatasnya dimusnahkan atau dikembalikan kepada orang yang dighasab. Hal ini
berdasarkan kepada sabda Rasulullah
“ Jerih payah yang dilakukan dengan cara aniaya (lalim) tidak berhak diterima
oleh orang yang melakukan (perbuatan aniaya) tersebut” (HR Daruqutni dan Abu
Daud dari Urwah bin Zubair)

D. Sulitnya Menghindari Gasab

Sulitnya menghindari Ghasab dalam kehidupan sehari-hari kita,karena terkadang


tanpa kita sengaja kita melkukan perbuatan Ghasab itu sendiri. Apalagi dalam
kehidupan sehari-hari sebagai Santri yang tinggal di Asrama suatu Pondok
pesantren Ghasab sudah menjadi realita. Pertama, hidup dalam “satu atap”
membuat perbuatan gasab hampir sulit dihindari. Kedua, gasab hampir menjadi
hal yang wajar (naudzubillah). Ghasab juga paling sering ditemui pada suatu
lingkup tempat tinggal dalam lingkungan sedang atau besar misalnya: selama
kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN),perkemahan outbond (Camping), Rumah
susun,Asrama dll.
Emang di pesantren ada yang begituan? Ya, namanya hidup bersama di bawah
satu atap pesantren pasti lah kita bakal menghadapi masalah seperti ini. Kadang
kebiasaan ini dianggap hal yang sepele oleh santri. Padahal itu jelas tidak boleh
dan agama kita melarang untuk "menyerobot" sesuatu yang bukan hak milik kita.
Misalnya memakai sandal teman kita di depan asrama. Emang sih kita mungkin
cuma mau ke dapur atau sekadar ke kamar mandi untuk sikat gigi. Tapi kalau
yang empunya sandal juga mau keluar dan tiba-tiba saja sandalnya sudah raib
bagaimana? Pasti yang punya sandal bakal marah dan mencak-mencak seperti
kehilangan emas bergram-gram. Pasti kita bakalan kena damprat. Belum lagi
kalau sampai perbuatan kita dilaporkan kepada pihak "berwajib" alias keamanan
pesantren. Jangan harap kita akan lepas dari sanksi yang bakal dijatuhkan pada
kita. Nah, kena getah dua kali kan?
Makanya ada baiknya kalau kita ijin dulu kepada orang yang akan kita pinjamin
barangnya. Jangan sampai main "ngepot" saja. Mentang-mentang teman
sekamar atau teman sekelas. Mereka juga manusia, lho!
Dalam segi bentuk dan artinya Ghasab berbeda dengan mencuri. perbedaan
ghasab dengan mencuri. Mencuri dalam arti gasab tidak hanya barang tapi juga
manfaat barangnya, termasuk di dalamnya meminta dan meminjam tanpa izin
pemilik aslinya, sekalipun dikembalikan.
.Ada cerita, ada seseorang yang memakai sarung temannya tanpa minta izin dan
tidak diketahui pemiliknya dan di pakailah sarung itu buat shalat. Menurut hukum
fikih Ahlussunah, perbuatan ghasab tersebut adalah dosa dan haram tapi tidak
membatalkan salatnya (Al-Fiqh ‘alâ Al-Madzâhib Al-Khamsah). Istilahnya adalah
harâm lî ghairih yaitu sesuatu yang pada mulanya disyariatkan, akan tetapi
dibarengi oleh suatu yang bersifat mudarat bagi manusia.
Sedangkan dalam fikih Ahlulbait, gasab tetap dihukumi sebagai dosa plus
perbuatan salatnya sendiri tidak sah. Sedemikian ketatnya hingga jika kita salat
tetapi ada sehelai benang pun yang ada ditubuh kita diperoleh dengan cara batil,
maka salat pun tidak sah. Sayidina Ali as. berkata kepada Kumail, “Wahai Kumail,
lihatlah di mana dan pada apa kamu salat. Jika itu didapatkan bukan dengan cara
yang benar maka tidak diterima salatnya.” (Fiqh Al-Imâm Ja’far)
Hal di atas menunjukkan bahwa meskipun kita beribadah menghadap Sang
Khalik untuk menunaikan hak-Nya, tetapi kita tetap tidak bisa mengabaikan hak
manusia yang lain. Wallahualam
Bagi orang yang mengghasab harta seseorang, maka wajib mengembalikan
kepada pemiliknya, meskipun ghasib(orang yang melakukan ghasab) itu terkena
tanggungan (mengganti) dengan berlipat ganda harganya. juga wajib bagi nya
untuk menambah kekurangannya. jika memang terdapat kekurangan pada harta
yang di ghasab. seperti contoh orang yang mengghasab pakaian kemudian dia
memakainya, atau harta itu berkurang tidak karena dipakai.maka wajib
memberikan biaya yang sama. sedangkan jika maghsub (barang yang di ghasab)
itu berkurang sebab harganya menjadi turun, menurut pendapat yang shahih,
ghasib tidak wajib menanggung nya.
Di dalam sebagaian keterangan dijelaskan bahwa siapa saja yang mengghasab
harta seseorang, maka dia harus dipaksa untuk mengembalikannya. apabila
barang yang di ghasab itu rusak, maka ghasib wajib menanggungnya dengan
jumlah yang sama dengan barang yang di ghasab tersebut. adapun yang lebih
sah bahwa barang itu adalah barang - barang yang dapat di ukur dengan takaran
atau timbangan (dapat di ukur dengan nilai).
Harga maghsub dapat berbeda beda dengan bentuk harga yang lebih tinggi dari
hari pada saat barang tersebut di ghasab sampai pada hari kerusakan barang
yang di ghasab. ghasib (orang yang meng-ghasab) dapat menjadi bebas setelah
mengembalikan barang maghsub (barang yang di ghasab) kepada pemiliknya
dan cukup meletakkan di sebelah pemiliknya. apabila di lupa siapa pemiliknya,
maka cukup dengan menyerahkannya kepada Qodli.

Diketik oleh felyn

Anda mungkin juga menyukai