ُس ْمَ شُْف َعةُ فى هكلُ ش ْر َكةُ لَ ُْم ت ه ْق ُّ بال-صلى هللا عليه وسلم- َللا َُّ ل ُسو ه ضى َر ه َ َ ق
ن شَا َُء ُْ شا َُء أ َ َخ ُذَ َوإ ُْ ن شَري َك ُهه فَإ
َُ ن َُ ن يَبي َُع َحتَّى يهؤْ ذ ُْ َ ل لَ ُهه أ
ُُّ لَ َيحُ .َُر ْبعَةُ أ َ ُْو َحائط
.ُق به ُُّ ع َولَ ُْم يهؤْ ذ ْن ُهه فَ ْه َُو أ َ َح َُ ك فَإذَا بَا
َُ ت َ َر
ُ َّارُالدَّارُأ َ َح ُّقُبالد
ار َج ه
“Tetangga rumah lebih berhak dengan rumahnya,”
(HR. Tirmidzi dan Abu Dawud. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani
dalam Al Irwaa’ no. 1539).
Para ulama juga telah sepakat tentang tetapnya hak syuf’ah bagi
sekutu yang belum melakukan pembagian pada sesuatu yang dijual,
baik berupa tanah, rumah maupun kebun.
RUKUN-RUKUN DAN SYARAT-SYARAT SYUF’AH
Syf’ah Memiliki 3 rukun, Yaitu ;
6. Syafi’ mengambil semua transaksi jual beli atas barang. Apabila Syafi’
mengambil sebagian saja, maka gugur haknya secara keseluruhan.
Pewaris Syuf’ah
Imam Malik dan Syafi’i berpendapat bahwa Syuf’ah dapat
diwariskan dan tidak batal karena kematian. Apabila sesorang
memperoleh hak Syuf’ah, kemudian ia meninggal dunia
sebelum hak itu atau ia sudah mengetahuinya lalu meninggal
dunia sebelum sempat mewariskan haknya itu kepada ahli
waris, maka hukumnya dianalogikan dengan kasus yang sama
dalam persoalan harta benda.