Anda di halaman 1dari 12

PENGAMATAN VIRUS PADA BAKTERI DENGAN METODE

PLAQUE

Oleh :
Nama : Bramassetyo Aji
NIM : B1A017051
Rombongan : III
Kelompok :1
Asisten : Herlina Apriliani

LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Virus adalah partikel nukleoprotein yang berukuran sub mikroskopis,


memperbanyak diri dalam jaringan sel hidup, dan mempunyai kemampuan
menyebabkan penyakit pada makhluk hidup (Hanadyo et al., 2013). Virus
merupakan mahluk peralihan antara benda mati dan benda hidup. Disebut benda
mati karena dapat dikristalkan, tidak mempunyai protoplasma atau aseluler, dan di
alam bebas virus mengalami dormansi atau istirahat. Jika virus terbawa oleh angin,
kemudian menemukan tempat yang cocok maka virus itu akan aktif, tetapi jika
tempat itu tidak cocok maka virus akan terlempar dan terbawa oleh angin lagi.
Virus juga bersifat virulen dan hanya mampu hidup pada organisme yang hidup.
Virus hanya memiliki DNA atau RNA saja. Ukuran virus lebih kecil dari bakteri
yakni sekitar 200-300 milimikron. Bentuk virus ada yang poligonal, bulat, dan T.
Contoh virus berbentuk T adalah bakteriofag, virus ini menyerang bakteri epidemik
(Sardjito, 1993).
Bakteriofag merupakan virus yang menyerang bakteri. Bakteriofag
merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah infeksi bakteri patogen.
Penggunaan bakteriofag dipertimbangkan lebih menguntungkan dibandingkan
antibiotik. Bakteriofag hanya menginfeksi patogen target, sehingga mikroflora
normal di usus tidak terganggu, kedua bakteriofag mereplikasi diri pada bakteri dan
menghancurkan sel bakteri inang dengan sempurna melalui proses lisis membunuh
bakteri yang menjadi inangnnya. Bakteriofag dapat berfungsi sebagai biokontrol
terhadap bakteri patogen (Hardanti et al., 2018). Bakteriofag memiliki struktur
berupa asam nukleat double-stranded DNA. Bakteriofag memiliki kapsid yang
berbentuk polyhedral dan diselubungi oleh protein. Bakteriofag memiliki ekor
seperti benang, tersusun atas protein, yang dapat mengenali reseptor pada sel inang
pada saat tahap pelekatan (Haq et al., 2012). Manfaat bakteriofag dalam kehidupan
sehari-hari yaitu digunakan dalam vaksinasi (Golec et al., 2014). Bakteriofag dapat
digunakan pada pasien dengan imunitas yang buruk, faga mampu membunuh
bakteri secara langsung. Bakteriofag dapat membunuh bakteri penginfeksi yang
resisten terhadap antibiotik. Bakteriofag dapat digunakan sebagai desinfektan
permukaan benda-benda yang berpotensi menjadi sumber infeksi di rumah sakit
(Putra, 2012).
Bakteriofag (virus yang menginfeksi bakteri) biasanya digunakan untuk
menilai penghapusan virus enterik manusia karena deteksi langsung dan
penghitungan virus patogen memakan biaya dan waktu. Sekelompok bakteriofag
spesifik yang memiliki fitur yang sangat menarik sebagai model virus enterik
manusia adalah bakteriofag RNA spesifik F (fag FRNA). Bakteriofag RNA
spesifik-F biasanya diekskresikan dalam kotoran manusia, dan struktur fisik,
komposisi, serta morfologinya mirip sekali dengan banyak virus enterik manusia.
Oleh karena itu telah banyak digunakan dalam studi tentang sirkulasi dan
pembuangan virus air limbah dan diterima secara luas sebagai model organisme
untuk virus (Rambags et al., 2016).
Terdapat 2 daur yang terjadi pada virus diantaranya Daur litik dan
lisogenik. Daur litik, disebut daur litik karena ketika pada fase pembebasan
membran plasma bakteri akan lisis/pecah, fase-fase pada daur litik yaitu fase
adsorpsi, fase ini adalah fase melekatnya virus pada membran plasma bakteri. Fase
penetrasi atau njeksi, fase ini adalah fase virus merusak membran plasma bakteri
dengan enzim lisozim, kemudian setelah membran tersebut terhidrolisis virus
memasukkan DNA/RNAnya ke dalam tubuh inang. Fase sintesis adalah fase
dimana terjadinya membentuk DNA/RNA baru virus oleh DNA dan RNA bakteri.
Fase replikasi adalah terjadinya pembentukan selubung protein/kapsid. Fase
perakitan yaitu perakitan faga-faga baru. Fase pembebasan, setelah sejumlah faga-
faga baru terbentuk kemudian membran plasma bakteri pecah dan virus-virus
tersebut keluar kemudian berpencar dan menginfeksi organisme lainya (Smith,
1980).
Daur yang kedua adalah daur lisogenik, pada daur ini membran plasma
tidak mengalami lisis, tetapi setelah daur ini selesai akan dilanjutkan ke daur litik.
Daur ini terdapat beberapa fase yakni: Fase adsorpsi, pada fase ini terjadi pelekatan
virus pada membran plasma bakteri. Fase Penetrasi atau injeksi yaitu fase
pemasukan DNA/RNA virus pada bakteri. Fase Penggabungan yaitu DNA/RNA
virus bergabung dengan DNA dan RNA bakteri. Fase Replikasi yaitu pembentukan
kapsid/selubung protein virus. Setelah fase replikasi diatas berarti daur lisogenik
telah selesai kemudian dilanjutkan ke fase-fase yang terdapat pada daur litik seperti
fase Perakitan, kemudian pada fase ini terjadi perakitan faga-faga baru yang sudah
sempurna dan fase pembebasan, fase ini adalah fase lisisnya membran bakteri dan
keluarnya faga-faga baru yang telah terbentuk ke udara (Sardjito, 1993).
Metode Plaque adalah salah satu metode yang digunakan untuk menguji
adanya virus yang melisiskan sel inang. Metode Plaque juga digunakan untuk
menghitung banyaknya bakteriofag (Jawetz & Joseph, 1986). Metode plaque sering
digunakan karena lebih mudah dan sederhana, yaitu dengan melihat zona jernih
dari biakan bakteri yang ditumbuhkan. Zona jernih tersebut diakibatkan lisisnya
bakteri akibat virus. Kekurangan metode plaque adalah tidak terlalu akurat, karena
susah membedakan antara plaque yang terbentuk dengan media yang digunakan
(Matrosovich et al., 2006).
Penghitungan plaque adalah metode yang sudah umum untuk penghitungan,
isolasi, deteksi bakteriofag dan isolasi mutan yang tahan fage. Metode DLA
(Double Layer Agar) adalah metode universal untuk plaque berukuran besar dan
kecil. Penghitungan yang tepat untuk fage pembentuk plaque kecil lebih sulit
karena area analisis yang luas dan visibilitas yang buruk, yang dapat menyebabkan
enumerasi phage rawan kesalahan. Metode yang ada umumnya bersifat fage atau
spesifik inang, rumit untuk dilakukan dan dapat meningkatkan biaya eksperimen.
Metode plaque dapat membantu dalam isolasi, identifikasi, visualisasi dan
enumerasi fage pembentuk berukuran besar maupun kecil, yang sulit dianalisis pada
area permukaan seluruh plate. Visualisasi dan enumerasi fage merupakan langkah
penting dalam menentukan kemampuan lisisnya yang berkorelasi langsung dengan
jumlah partikel fage yang ada dalam suspensi. Metode DLA (Double Layer Agar)
yang saat ini merupakan metode yang paling populer untuk penghitungan fage
berisi sejumlah kelemahan. Kelemahan ini termasuk, kebutuhan lapisan ganda
media agar, suhu spesifik untuk pelapisan agar adalah (42 ° C), satu pengenceran
per plate dan umumnya mahal (Chhibber et al., 2018).
Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui ada tidaknya virus pada
sampel yang melisiskan sel bakteri yang terlihat dari zona jernih atau adanya
Plaque yang terbentuk di dalam medium Luria Bertani (LB) yang telah di
inokulasikan sampel dan bakteri Escherichia coli.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah drugalsky,


pembakar spiritus, korek api, pipet ukur 1 ml, filler, mikropipet, wrapping,
Eppendorf, milipore 0,22 µm, tabung reaksi, cawan petri, sentrifugator,
inkubator,dan tabung Falcon. 
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sampel feses sapi,
Escherichia coli, Phospat Buffer Saline (PBS), akuades, medium Luria Bertani
(LB) cair, dan medium Luria bertani (LB) padat.

B. Cara kerja

a. Pembuatan Korsonium

Sampel feses sapi sebanyak 1 gram diencerkan dengan 9 ml akuades, kemudian


sampel feses sapi encer sebanyak 1 ml diekstrasi kemudian dicampur dengan 1mL
medium LB Escherichia coli dan 10 ml medium LB cair. Perbandingan isolat
Escherichia coli : konsornium : LB cair adalah 1:5:10. Setelah itu diinkubasi selama
2x24 jam dalam suhu 37 derajat celcius, kemudian akan terbentuk konsornium.

b. Isolasi bakteriofag

Sampel konsornium dimasukkan dalam tabung Falcon, kemudian disentrifus


dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 detik, kemudian akan terpisah antara
supernatan dengan endapan. Supernatan diambil dan disaring dengan milipore 0,22
µm kemudian akan didapatkan filtrat.

c. Inokulasi Filtrat dan penghitungan plaque

Filtrat yang telah didapatkan diambil sebanyak 0,1 ml dengan mikropipet


dicampurkan dengan 0,9 ml PBS pengenceran 10-1 kemudian di kocok, setelah itu
diambil lagi 0,1 ml dan dicampur dengan 0,9 ml PBS pengenceran 10 -2 dikocok,
kemudian diambil 0,1 ml dicampur dengan 0,5 ml isolat Escherichia coli, setelah itu
di masukkan kedalam cawan yang berisi medium LB padat. Hasil campuran 0,1 ml
filtrat dan PBS pengenceran kedua diambil 0,1 ml dan di campur dengan 0,9 ml PBS
pengenceran 10-3 dan dikocok, setelah itu diambil 0,1 ml dan dicampur dengan 0,5
ml isolat Escherichia coli, setelah itu dimasukkan kedalam cawan yang berisi
medium LB padat. Medium yang telah dicampur sampel kemudian diratakan dengan
drugalsky sampai tercampur rata, setelah itu cawan di beri wrapper dan diinkubasi
selama 2x24 jam dalam suhu 37 derajat celcius. Hasil inkubasi yang terbentuk
plaque atau zona jernih diamati dan dihitung jumlah plaque yang terbentuk, setelah

PFU ’ S Jumlah plaque


itu dihitung menggunakan rumus = .
mL Pengenceran × volume sampel
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pengamatan Jumlah Plaque Rombongan III


Pengenceran
Kelompok -2
10 10-3
1 12,3 × 102 26,67 × 103
2 11,83 × 102 6,6 × 103
3 24 × 102 71,67 × 103
4 1,6 × 102 8,3 × 103
5 8 × 102 6,7 × 103
6 2,4 × 102 7,16 × 103
7 240 × 102 20 × 103
8 12 × 102 0

3.2 Data Penghitungan Kelompok 1 rombongan II


3.2.1 Pengenceran 10-2
PFU ' s Jumlah Plaque
=
ml Pengenceran × volume
74
¿ −2
10 × 0,6
¿ 12,3 ×102 PFU’s/ml
3.2.2 Pengenceran 10-3
PFU ' s Jumlah Plaque
=
ml Pengenceran × volume
16
¿ −3
10 × 0,6
¿ 26,76 ×10−3 PFU’s/ml
Berdasarkan hasil Pengamatan Virus pada Bakteri dengan Metode Plaque
Rombongan III, diperoleh hasil kelompok 1 untuk pengenceran 10-2 diperoleh 12,3 x 102
PFU’s/ml dan untuk pengenceran 10-3 diperoleh 26,67 x 103 PFU’s/ml. Kelompok 2
untuk pengenceran 10-2 diperoleh 11,83 x 102 PFU’s/ml dan untuk pengenceran 10-3
diperoleh 6,6 x 103 PFU’s/ml. Sedangkan kelompok 3, untuk pengenceran 10-2 diperoleh
24 x 102 PFU’s/ml dan untuk pengenceran 10-3 diperoleh 71,67 x 103 PFU’s/ml.
Kelompok 4 untuk pengenceran 10-2 diperoleh 1,6 x 102 PFU’s/ml dan untuk
pengenceran 10-3 diperoleh 8,3 x 103 PFU’s/ml. Hasil kelompok 5 untuk pengenceran
10-2 diperoleh 8 x 102 PFU’s/ml dan untuk pengenceran 10-3 diperoleh 6,7 x 103
PFU’s/ml. Kelompok 6 pada pengenceran 10-2 diperoleh 2,4 x 102 PFU’s/ml untuk
pengenceran 10-3 sebanyak 7,16 x 103 PFU’s/ml. Kelompok 7 pada pengenceran 10-2
diperoleh 240 x 102 PFU’s/ml untuk pengenceran 10-3 sebanyak 20 x 103 PFU’s/ml.
Kelompok 8 pada pengenceran 10-2 diperoleh 12 x 102 PFU’s/ml untuk pengenceran 10-3
sebanyak 0 PFU’s/ml. Hampir semua hasil yang didapatkan mengindikasikan adanya
plaque. Plaque yang terbentuk menunjukkan hasil positif, yaitu adanya sel bakteri yang
lisis akibat terinfeksi virus yang terkandung dalam sampel kotoran sapi. Hal tersebut
bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain reseptor pada sel E. coli diduga sesuai
dengan virus yang terkandung dalam sampel kotoran sapi pada praktikum ini, bakteri
yang diinokulasikan menempel dengan baik pada media atau virus tersebut dan berada
pada fase lisis sehingga sel bakteri lisis atau pecah dan plaque akan terbentuk (Aryulina,
2007).
Tidak terbentuknya plaque bisa dikarenakan memang tidak ada virus dalam
sampel kotoran sapi tersebut, virus dalam fase lisogenik, dan reseptor virus pada sampel
tidak cocok dengan limbah yang diinokulasikan. Menurut pernyataan Ferdiaz (1993),
limbah ternak mengandung berbagai macam mikroba, diantaranya adalah protozoa,
fungi, bakteri, dan virus. Mikroba ini berpotensi menyebabkan penyakit pada manusia.
Beberapa penyakit yang disebabkan oleh bakteri bisa dikarenakan bakteri yang
terinfeksi oleh virus. Limbah ternak masih mengandung nutrisi dan zat lain yang
mendukung kehidupan mikroorganisme, sehingga virus dan bakteri serta
mikroorganisme lainnya akan selalu ada pada semua buangan limbah ternak cair.
Bakteri Escherichia coli digunakan sebagai isolat dalam praktikum ini, karena bakteri E.
coli lebih mudah di isolasi atau dengan kata lain bakteri E. coli lebih mudah didapatkan.
Plaque yang terbentuk karena lisisnya E. coli terlihat lebih jelas sehingga lebih mudah
untuk di amati (Deri, 2008).

Gambar 3.1 Plaque Pada Pengenceran 10-2


Gambar 3.2 Plaque Pada Pengenceran 10-3
Hasil kelompok 1 rombongan III pada pengenceran 10-2 dengan nilai 12,3 x 102
PFU’s/ml dan pengenceran 10-3 dengan nilai 26,67 x 103 PFU’s/ml menunjukkan hasil
positif. Hasil positif dapat dilihat adanya zona jernih di media LB hasil kelompok 1
karena virus melisiskan inangnya. Plaque merupakan daerah kecil yang bersih
disebabkan oleh adanya pelisisan dinding sel bakteri yang disebabkan oleh virus.
Reseptor merupakan daerah khas tempat pelekatan virus bagi faga tertentu (Aryulina,
2007).
IV. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa


bakteriofag merupakan virus yang menginfeksi bakteri dan dapat menyebabkan
lisisnya sel inang. Metode plaque digunakan untuk menghitung dan mengukur
partikel virus yang dapat melisiskan bakteri dengan melihat zona bening yang
terbentuk.Pengamatan virus dengan metode plaque mendapatkan hasil 12,3 x 102
PFU’s/ml pada pengenceran 10-2 dan 26,67 x 103 PFU’s/ml pada pengenceran 10-3.
Hasil ini membuktikan bakteri yang telah terinfeksibakteriofag akan lisis dan
membentuk plaque (zona bening). Konsentrasi bakteriofag yang teramati dapat
terlihat dari plaque yang terbentuk pada media.
B. Saran

Pengamatan harus dilakukan dengan teliti, agar tidak keliru dalam


menentukan ada tidaknya Plaque, keaseptisan merupakan hal penting yang harus
diperhatikan dalam praktikum, dan sebaiknya digunakan juga metode pendeteksian
virus yang lain selain metode Plaque.
DAFTAR REFERENSI

Aryulina, D. & Muslim, C., 2007. Biologi. Erlangga : Jakarta.


Chhibber, S., Kaur, P. & Gondil, V. S., 2018. Simple Drop Cast Method for
Enumeration of Bacteriophages. Journal of virological methods, 262(2), pp. 1-
5.
Deri, A., 2008. Jenis atau Macam Daur Infeksi Virus (Litik dan Lisogenik). Jakarta :
Perpustakaan Online Indonesia.
Ferdiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Golec, Piotr., Joanna K. G., Marcintos. & Grzegorz, W., 2014. Bacteriophage T4 Can
Produce Progeny Virions in Extremely Slowly Growing Escherichia coli host:
Comparison of a Mathemathical Model With The Experimental Data. FEMS
Microbiolgy Letters, 351(2), pp. 156-161.
Hanadyo, R., Hadiastono, T. & Martosudiro, M., 2013. Pengaruh Pemberian Pupuk
Daun Cair Terhadap Intensitas Serangan Tobacco Mosaic Virus (TMV),
Pertumbuhan, dan Produksi Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum
L.). Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan, 1(2), pp-28.
Haq, I. U., Chaudhry, M. N., Akhtar, S. A. & Qadri. 2012. Bacteriophages and Their
Implications on Future Biotechnology. Virology Journal, 9(9), pp. 1-12.
Hardanti, S., Wardani, A. K. & Rukmi, W. D., 2018. Isolation and Identification of
Bacteriophage Specific Salmonella Typhi From Chicken Skin. Jurnal
Teknologi Pertanian, 19(2), 107-116.
Jawetz, E. & Joseph, L. M., 1986. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan Edisi 16.
Jakarta : ECG.

Matrosovich, M. T., Matrosovich, W. G. & Klenk, H. D., 2006. New Lowviscosity


Overlay Medium for Viral Plaque Assays.  Virology Journal, 63(1), pp. 1-7.
Putra, B. E., 2012. Bakteriofag Sebagai Potensi Baru Tata Laksana Infeksi Bakteri
Resisten. J Indon Med Assoc. 62(2), pp. 113-117.
Rambags, F., Tanner, C. C., Stott, R. & Schipper, L. A., 2016. Fecal Bacteria,
Bacteriophage, and Nutrient Reductions in a Full-scale Denitrifying Woodchip
Bioreactor. Journal of environmental quality, 45(3), pp. 847-854.
Sardjito, R., 1993. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Binarupa Aksara.
Smith, K. M.,1980. Introduction to Virology. London : Chapman and Hall.
LAMPIRAN
Kelompok :1
Rombongan : III
Soal
1. Jelaskan pengertian dari metode plaque beserta kelebihan dan kekurangan dan rumus
perhitungan plaque yang terbentuk!
Jawaban
1. Metode plaque  Metode yang digunakan untuk mengetahui adanya virus
bakteriofag (yang menginfeksi bakteri).

Kelebihan metode plaque


1. Sederhana
2. Dapat diamati secara langsung

Kekurangan metode plaque


1. Butuh inkubasi
2. Tidak efektif
3. Virus tidak diketahui fasenya.

PFU ’ S Jumlah plaque


Rumus =
mL Pengenceran × volume sampel

Anda mungkin juga menyukai