Anda di halaman 1dari 28

SUKU

MINAHASA

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

UTS
PENGANTAR
ILMU
MUHAMMAD QORI HAQ
ANTROPOLOGI
(E1041201054)
KATA PENGANTAR

Puji rahmat dan izin Allah SWT, makalah berjudul "Suku Minahasa" berhasil saya
selesaikan sebelum habis waktu. Selain doa dan salam penulis memohon “Allah”,
penataan dan metode penulisan ini sangat baik. Selain itu penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan pada saat penulisan artikel ini, maka dari itu kami berharap
dapat memberikan kritik dan saran yang membangun agar dapat
dipertanggungjawabkan di lain waktu saat menulis artikel lainnya. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam
memberikan saran dan komentar sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini, dan
semoga bermanfaat bagi pembaca semua.

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………….... i

KATA PENGANTAR…………………………………………………. ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………… iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1   Pengertian suku Minahasa…………………………………….... 1

1.2   Asal usul Minahasa........................................................................ 1

1.3   Luas tanah air Minahasa.............................................................. 2

BAB II

ISI
2.1 Sejarah suku minahasa..................................................................... 2

2.2 Kekerabatan....................................................................................... 2

2.3 Kepercayaan....................................................................................... 6

2.4 Mata pencaharian.............................................................................. 9

2.5 Pemerintahan..................................................................................... 10

2.6 Bahasa................................................................................................ 11

2.7 Kesenian............................................................................................. 12

2.8 Gambar rumah adat, pakaian dan senjata tradisional................. 15

2.9 Upacara adat...................................................................................... 18

2.10 Sejarah Cara penguburan suku minahasa……………………... 20

2.11 "Manguni" Burung Ajaib Yang Dianggap

Suci Oleh Suku Minahasa…….................................................... 21


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan......................................................................................... 23

3.2 Saran................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 24
PENDAHULUAN

1.1 PENGERTIAN SUKU MINAHASA


Minahasa berasal dari istilah ESA yang artinya SATU. Minahasa digunakan
oleh subfamili Minahasa, yang sebenarnya merupakan subfamili Minahasa
yang tinggal di ujung utara Pulau Sulawesi, dan sebenarnya dikembangkan di
Malsung, Ma Rural, Desa Mana, Minahasa, dan Malesung di Minahasa. Abad
ketujuhbelas.
Oleh karena itu, dalam arti aslinya, nama "Minahasa" bukanlah nama rasial,
melainkan nama yang "menyatu" bagi banyak suku / sub ras. Dalam perkembangan
selanjutnya, arti nama "Minahasa" diubah menjadi komunitas "etnis" atau "etnis".
Secara umum suku / suku / etnis Minahasa setara dengan "orang Manado" (= orang-
orang dari bekas pemukiman Manado atau bekas Afdel Manado) atau Kawanua
(orang atau sesama warga kota).

Jenis bangsa minahasa :


Bangsa Minahasa adalah semua orang yang termasuk dalam sub-etnis Malesung :
- Tonsea
- Tombulu
- Tondano / Toulour
- Tountemboan
- Tonsawang
- Ratahan-pasan (Pasan Wangko)
- Ponosakan
- Bantik
- Serta Borgo dan Bawontehu

1.2 Asal Usul SUKU MINAHASA anak suku TONSEA


Berdasarkan survei budaya dunia dan benda purbakala yang ditemukan di Eropa,
Afrika, Asia, dan Amerika, diperkirakan manusia telah menyebar hingga ke pelosok
bumi sejak 35.000 tahun yang lalu.

Rambut keriting, Lawangirung (ujung hidung).

Bangsa Malesung / Minahasa yang mewarisi suku-suku berikut: Tonsea, Tombulu,


Tompakewa, Tolour, Bantenan (Pasan, Ratahan), Tonsawang, Bantik, memasuki
tanah Minahasa sekitar tahun 1590. Suku Minahasa atau Malesung diasosiasikan
dengan ras Filipina dan Jepang, yang terakhir berasal dari bangsa Mongol di dataran
dekat Cina. Hal tersebut terbukti pada bentuk fisik seperti mata, rambut, tulang wajah,
dan bentuk mata.

1
1.3LUAS TANAH AIR MINAHASA

Luas tanah Minahasa kurang lebih 5.220 km2, yang merupakan luas wilayah Kota
Manado sendiri seluas 157.26 km2, Kota Bitung seluas 304 km2, Kota Tomohon
seluas 114.2 km2, dan Kabupaten Minahasa Selatan seluas 2.120,80 km2 (Minahasa
mekar ke tenggara pada tahun 2007 ) Luas wilayah selatan 710,83 km2. Dengan
demikian, Kabupaten Minahasa di selatan hanya 1.409,97 km2, Kabupaten Minahasa
di utara seluas 918,49 km2, dan luas wilayah Kabupaten Minahasa utama hanya 2.100
km2, sehingga luas daratan Minahasa 1/40 dari luas Sulawesi.
ISI

2.1 SEJARAH SUKU MINAHASA

Orang Minahasa yang disebut sebagai keturunan Toar Lumimuut sekitar abad ke-1
nenek moyang pertama kali menetap di sekitar pantai Likupang, kemudian pindah ke
pegunungan Wulur Mahatus, wilayah selatan Minahasa kemudian berkembang dan
pindah ke Nieutakan. Pada titik ini pemerintah menggunakan sistem kerajaan. Sejarah
orang Minahasa sering ditulis oleh orang asing yang datang ke tanah ini terutama
sebagai misionaris. Beberapa di antaranya: Rev. Scwarsch, J. Albt. T. Schwarz, Dr.
JGF Riedel, Pdt. Wilken, Pdt. J. Wiersma. Ada tiga tokoh sentral yang berkaitan
dengan nenek moyang orang Minahasa, Lumimuut, Toar dan Karema, Karema yang
dikenal sebagai "manusia surgawi", serta Lumimuut dan Toar yang merupakan nenek
moyang dan pendahulu orang Minahasa. Orang pertama di Minahasa, dari Lumimuut
dan Toar, tempat asal Lumimuut dan Toar dan keturunannya dikenal sebagai Wulur
Mahatus. Kelompok awal ini kemudian berkembang dan bermigrasi ke beberapa
daerah di Minahasa, masyarakat Minahasa pada saat itu terbagi menjadi tiga
kelompok, yaitu: Makarua Siow: penyelenggara peribadatan dan Adat Makatelu Pitu :
pemerintah yang mengatur Pasiowan Telu: Bagilah kelompok orang berdasarkan garis
keturunan. Ketika ada pemimpin yang pemerintahannya semakin korup dan otoriter,
maka terjadilah revolusi rakyat yang menggulingkan monarki. Orang Minahasa pada
waktu itu terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu: Makarua Siow: kurator ibadah dan
Adat Makatelu Pitu: mengatur pemerintahan Pasiowan Telu: Masyarakat membagi
kelompok berdasarkan garis keturunan. Karena ada pemimpin yang pemerintahannya
semakin korup dan otoriter, diikuti oleh revolusi rakyat untuk menggulingkan
monarki. Orang Minahasa pada waktu itu terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
Makarua Siow: kurator ibadah dan Adat Makatelu Pitu: mengatur pemerintahan
Pasiowan Telu: Masyarakat membagi kelompok berdasarkan garis keturunan. Ketika
ada pemimpin yang pemerintahannya semakin korup dan otoriter, maka terjadilah
revolusi rakyat yang menggulingkan monarki.

2.2 KEKERABATAN

Masyarakat Minahasa Kuno

Keluarga Batih, kelompok terkecil di masyarakat Minahasa, disebut Awu. Istilah ini
sebenarnya berarti abu, juga digunakan untuk arti dapur. Hingga saat ini Minahasa
memiliki banyak tempat memasak yang terbuat dari kayu atau bambu yang diisi dengan
tanah atau abu.

Dalam hubungan masyarakat istilah awu digunakan dalam keluarga batih dan digunakan
oleh banyak orang di suatu desa. Dalam masyarakat Minahasa kuno, sebisa mungkin,
baik sudah menikah maupun tidak, seluruh keluarga tinggal di rumah besar berupa
bangsal yang dibangun di atas tiang tinggi. Membangun pilar tinggi sangat erat kaitannya
dengan keselamatan.

Prof. Reinwardt masih melihat Tondano pada tahun 1821, rumah tempat dipeluk oleh
sekitar dua orang dewasa. Kemudian Dr. Bleeker menulis bahwa pada tahun 1855,
kampung kampung di Minahasa dibangun di atas pilar yang tinggi dan besar dan empat
keluarga tinggal bersama.

Menurut ketentuan adat, jika ada anggota keluarga yang sudah dewasa membentuk
rumah tangga baru, maka rumah tangga baru tersebut akan diberi kamar tersendiri dalam
keluarga laki-laki atau perempuan. Ruang terpisah dilengkapi dengan zona memasak
tunggal, yang berarti ruang huniannya mandiri. Ruang makan inilah yang disebut awu.
Awu akhirnya diidentifikasi sebagai rumah tangga. Karena itulah orang yang sudah
menikah saling memanggil Ka Awu.

Anggota awu terdiri dari bapak, ibu dan anak.

Kepala Awu berperan sebagai Ama dan ketika dia meninggal, Ina menggantikannya.
Ayah yang memegang jabatan kepala di sini tidak berarti bahwa kekuasaan absolut
pengurus rumah tangga ada di tangannya. Presiden disini lebih menitikberatkan pada
pengertian rumah tangga dan kewajibannya melindungi rumah tangga dari serangan luar.
Dalam ketentuan tradisional untuk manajemen rumah, Ama dan Ina perlu berkonsultasi
untuk membuat keputusan dan menetapkan kebijakan.

Dia memulai sebuah keluarga besar yang mencakup beberapa lingkungan dari
pernikahan tersebut. Menurut tradisi, pembangunan bangsal baru harus mirip dengan
bangsal lama. Ini tentang pengelolaan kepentingan bersama, keamanan dan masalah
lahan pertanian bersama. Kompleks lingkungan tempat tinggal orang-orang yang
memiliki ikatan kekerabatan ini disebut Taranak. Kepemimpinan Taranak Ama berasal
dari embrio keluarga bernama Tu'ur. Tugas utama Tu'ur adalah menjaga ketentuan-
ketentuan adat, termasuk hubungan antara Awu, mengatur cara menggarap lahan
pertanian bersama, mengatur perkawinan anggota Taranak, dan hubungan antara Awu
dan Taranak untuk mengadili dan menghukum anggota yang bersalah. Tapi apapun yang
dia lakukan terkait dengan keamanan dan prestise Taranak,

Berbeda dengan level Awu dimana Ama dan Ina bersatu, peran Inna di level Taranak
tidak begitu jelas.

Taranak, Roong / Wanua, Walak

Perkawinan antar anggota Taranak membentuk Taranak Taranak baru. Lingkungan


mulai berkembang dalam kelompok, membentuk kompleks yang lebih besar. Batasan
dalam menentukan sesuatu bagi Taranak sebagai masyarakat hukum mulai kabur, dan
makna Taranak secara keseluruhan menjadi lebih abstrak. Oleh karena itu, untuk
mengidentifikasi penghuni lingkungan kompleks digunakan satuan teritorial. Dengan
kata lain, fungsi identifikasi mulai bergeser dari bentuk yang berhubungan dengan
darah menjadi bentuk regulasi.

Sebagai hasil dari proses ini, kompleks layanan dalam satu unit disebut Ro'ong atau
Wanua. Yurisdiksi Wanua mencakup kompleks lingkungan itu sendiri dan area
pertanian dan perburuan di sekitarnya yang merupakan milik bersama penduduk
Ro'ong atau Wanua. Penguasa Ro'ong atau Wanua disebut Ukung, yang berarti kepala
atau kepala suku. Untuk administrasi teritorial, Ro'ong atau Wanua dibagi menjadi
beberapa bagian yang disebut Lukar. Awalnya Lukar fokus pada safety, sehingga
pada akhirnya Lukar diganti menjadi Jaga. Sampai saat ini, di beberapa tempat di
Minahasa, kata Lukar masih digunakan untuk menyebut orang yang memberikan rasa
aman di desa atau di kepala desa.

Para Ukung juga memiliki seorang pembantu bernama Meweteng. Pekerjaan pertama
mereka adalah membantu Ukung mengatur pembagian kerja dan pembagian hasil
Ro'ong / Wanua. Pembagian ini sesuai dengan yang disepakati bersama.

Selain itu, ada pula pendamping Ukung yang berperan sebagai pembina, terutama jika
terjadi kesulitan dalam urusan adat. Tipe konselor ini adalah sesepuh yang dihormati
dan dihormati yang dianggap bijak, tidak memiliki kekurangan, dan dapat dijadikan
contoh di Wanua, yang disebut Pa Tu'usan.

Ro'ong / Wanua terkadang berevolusi menjadi Wanua tertentu, yang akhirnya dikenal
sebagai Walak.

Sejak berabad-abad lalu, para pemimpin Minahasa mendasarkan keputusannya pada


musyawarah atau Paesa di Deken. Dari nama tersebut, jelas terlihat bahwa semua
keputusan yang diambil merupakan hasil negosiasi.

Meski begitu, seringkali faktor dominan yang menentukan pengambilan keputusan


adalah opini pimpinan. Di akhir setiap percakapan, pemimpin Anda selalu
mengatakan "Dai Kua?" Sudah menjadi praktik umum untuk mengatakannya. dan
hampir selalu jawaban dari anggota: "Taintu". Ini didasarkan pada gagasan bahwa
pandangan pemimpin adalah pendapat sebagian besar anggota.

Meskipun tidak disetujui oleh beberapa anggota, semua kondisi yang diputuskan
harus diikuti. Di Deken, sanksi penolakan Paesa sangat berat, yakni pengucilan sosial.
Hukuman ini sangat berat karena tidak ada seorang pun dari Taranak yang tertarik
dengan nasib para narapidana. Jika dia adalah target musuh, dia tidak bisa
mengharapkan bantuan dari siapapun. Keputusan ini merupakan kewenangan kepala /
tu'a di Minahasa di masa lalu.

Namun, jika pemimpin tidak mengikuti ketentuan adat atau menyebabkan keresahan
masyarakat, anggota masyarakat akan menggulingkannya dengan keras. Hal ini
ditunjukkan oleh masyarakat Minahasa yang memandang para kepala wali. Di bawah
tekanan publik, Perusahaan menawarkan dan menyetujui perubahan posisi dengan
kekuatan penuh.

Pada 1679, Padtbrugge menulis: Selain perundingan resmi yang dilakukan oleh
Ukung, ada pembicaraan lain untuk orang Minahasa. Keputusan, di sisi lain, hanya
dapat diambil dengan suara terbanyak, terlepas dari perbedaan dan pengecualian
peserta; dalam hal ini mereka tidak akan berubah dan tidak ada satu kekuatan pun di
dunia ini yang dapat mengambil satu langkah mereka, bahkan jika itu akan merugikan
mereka dan membawa mereka kehancuran. "

Jika keputusan atau kebijakan Ukung yang diterima oleh sebagian besar masyarakat
bertentangan dengan ketentuan adat dan adat yang berlaku, maka itu adalah
pertemuan di luar Ukung. Sumber dari sikap keras kepala mereka dalam
mempertahankan keputusan kontroversial adalah keyakinan mereka bahwa para dewa
ada di pihak mereka. Dalam hal ini, Ukung dianggap telah melanggar aturan para
dewa. Keputusan yang mereka buat dan ditutup dengan sumpah berarti bahwa apa
yang diberikan kepada dewa yang selalu disebutkan dalam sumpah itu bukan hanya
sekedar meminta bantuan.

Jadi meski Paesa dalam Deken mengandung benih otoriterisme dan memberi
kesempatan kepada pemimpin untuk melakukannya, diskusi semacam itu merupakan
peringatan kepada para Ukung agar tidak melanggar ketentuan adat. Inilah unsur
demokrasi yang pernah ada di Minahasa.

Selain itu, tidak pernah ada warisan seorang presiden di Minahasa, ketika seorang
Tu'ur di Taranak meninggal dunia, anggota Taranak, baik laki-laki maupun
perempuan, akan berunding untuk memilih pemimpin baru. Penekanan dalam
pemilihan adalah kualitas. Jika ada dua orang dengan kualitas yang sama, dan dengan
berterima kasih kepada pemimpin selama kepemimpinannya. Artinya ayah yang
memimpin sepanjang hidupnya adalah pemimpin yang baik.

Kriteria Kualitas yang di perlukan itu ada tiga ( Pa'eren Telu):

1. Ngaasan - Mempunyai otak; hal mana dia mempunyai keahlian mengurus


Taranak atau Ro'ong.

2.Niatean - Mempunyai hati; mempunyai keberanian, ketekunan, keuletan


menghadapi segala persoalan, sanggup merasakan apa yang dirasakan oleh angota
lain.

3. Mawai - Mempunyai kekuatan dan dapat di andalkan ; seorang yang secara fisik
dapat mengatasi keadaan apapun, sanggup menghadapi peperangan .

Jadi, jelas tidak mudah untuk diakui dan dipilih sebagai pemimpin masyarakat
Minahasa di masa lalu. Jelas pula bahwa posisi pemimpin di Minahasa tidak pernah
terjadi karena adanya warisan.
"Di Minahasa, semua orang bisa dipanggil untuk menjalankan pemerintahan. Sesuai
adat istiadat di daerah ini, Paendon Tua dipilih oleh Awu .

Mapalus (tolong menolong)

Dalam Mapalus, prinsip yang sama kelihatan yang mana para wanita memikul
cangkul, sekop dll. Ketentuan ini bukan berarti wanita mempunyai kedudukan lebih
rendah akan tetapi kaum pria mempunyai kewajiban untuk menjaga keamanan
rombongan Mapalus itu, dan mereka di haruskan membawa parang, tombak dan alat
perang lainnya.
Ketentuan organisasi Mapalus ini di jalankan dengan ketat sama dengan ketentuan
adat lainnya. Pada waktu pembentukan pimpinan (dalam bahasa tontemboan
Kumeter), sesudah teripilih, pemimpin harus di cambuk oleh salah satu pimpinan di
kampung dengan rotan, sambil mengucapkan "sebagaimana kerasnya aku
mencambukmu begitu juga kerasnya kau harus mencambuk anggota yang malas dan
pelanggar peraturan".
Dan ketentuan ini masih berlangsung sampai sekarang di beberapa daerah di
Minahasa.
Arti Mapalus telah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan masyarakat
dan kebudayaan. Pada mulanya dalam masyarakat kuno, Mapalus masih mempunyai
arti yang sama dengan gotong royong karena tanah pertanian masih milik bersama.
Akan tetapi karena perkembangan masyarakat selanjutnya, dimana milik perorangan
telah tercipta dan menonjol, maka arti Mapalus berubah menjadi tolong menolong.
Seperti sekarang setiap anggota Mapalus berhak untuk mendapat bantuan dari anggota
anggota lain sebagai jasa karena dia sudah membantu anggota lain dalam melakukan
pekerjaan baik di sawah, ladang, rumah dll.

Mapalus (tolong menolong). Dalam Mapalus, prinsip yang sama kelihatan yang mana
para wanita memikul cangkul, sekop dll. Ketentuan ini bukan berarti wanita
mempunyai kedudukan lebih rendah akan tetapi kaum pria mempunyai kewajiban
untuk menjaga keamanan rombongan Mapalus itu, dan mereka di haruskan membawa
parang, tombak dan alat perang lainnya.
Ketentuan organisasi Mapalus ini di jalankan dengan ketat sama dengan ketentuan
adat lainnya. Pada waktu pembentukan pimpinan (dalam bahasa tontemboan
Kumeter), sesudah teripilih, pemimpin harus di cambuk oleh salah satu pimpinan di
kampung dengan rotan, sambil mengucapkan "sebagaimana kerasnya aku
mencambukmu begitu juga kerasnya kau harus mencambuk anggota yang malas dan
pelanggar peraturan". Dan ketentuan ini masih berlangsung sampai sekarang di
beberapa daerah di Minahasa.
Arti Mapalus telah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan masyarakat
dan kebudayaan. Pada mulanya dalam masyarakat kuno, Mapalus masih mempunyai
arti yang sama dengan gotong royong karena tanah pertanian masih milik bersama.
Akan tetapi karena perkembangan masyarakat selanjutnya, dimana milik perorangan
telah tercipta dan menonjol, maka arti Mapalus berubah menjadi tolong menolong.
Seperti sekarang setiap anggota Mapalus berhak untuk mendapat bantuan dari anggota
anggota lain sebagai jasa karena dia sudah membantu anggota lain dalam melakukan
pekerjaan baik di sawah, ladang, rumah dll.

2.3   KEPERCAYAAN

Orang Minahasa pernah menganut sistem kepercayaan tauhid tradisional. Agama suku
Minahasa merupakan agama yang memuja pencipta tingkat tinggi bernama Empung
Opo Wailan Wangko. Agama asli Minahasa orang Eropa disebut Alifuru, yang
memiliki ciri animisme, meskipun hal ini ditolak oleh beberapa ahli.

Masyarakat Minahasa juga mengakui bahwa ada kekuatan yang menyerupai dewa,
yaitu tetua (dotu) yang memiliki kekuatan spiritual dan dihormati dan dihormati sudah
meninggal. Mereka kemudian dikenal sebagai Opo (provinsi selatan Tongtu menyebut
mereka Apo). esa dikenal dengan nama empung atau opo wailan wangko, opo
menambo-nembo, opo renga-rengan, mereka tinggal di kasendukan dan dilayani oleh
opo.

Selain dunia manusia di bumi, orang juga percaya bahwa Duto hidup di dunia tengah
yang kalah. Kacang ini menjadi media manusia di dunia atas. Nenek moyang awal
percaya bahwa jiwa manusia tidak akan mati, tetapi pergi ke kediaman leluhur
mereka.

Ketika orang Eropa sampai di Minahasa, mereka memeluk agama Kristen dengan
tangan terbuka. Awalnya, Katolik disebarkan oleh misionaris Spanyol dan Portugis
pada abad 16 dan 17, dan berlanjut pada abad 19. Ketika Belanda masuk ke Minahasa,
umat Katolik mengikuti Protestan. Sosialisasi Protestan dilakukan oleh Zendeling
(Injili Belanda) di Jerman dan Belanda. Status kolonial Belanda yang berlangsung
selama 3 abad di Minahasa memungkinkan Minahasa untuk merangkul lebih banyak
sekte Protestan.

Unsur kepercayaan adat yang bisa dilihat oleh masyarakat Minahasa yang kini bisa
menerima agama Protestan, Katolik dan Islam secara formal merupakan warisan dari
sistem agama kuno sebelum berkembangnya agama Kristen, termasuk dunia
supranatural, konsep makhluk hidup dan kekuatan supranatural. (Mereka yang
dianggap "baik" dan "jahat" dan manipulasinya, dewa tertinggi, jiwa manusia, objek
dengan kekuatan supernatural, tempat suci, orang dengan kekuatan supernatural, dan
akhirat). Masyarakat menemukan unsur-unsur keagamaan adat dalam beberapa ritual
adat yang berkaitan dengan peristiwa siklus kehidupan pribadi, seperti kelahiran,
perkawinan, kematian atau dalam bentuk menghadapi berbagai jenis bahaya dan
kekuatan supranatural yang terkait dengan pekerjaan atau mata pencaharian. Unsur-
unsur tersebut tentunya juga muncul dalam bentuk dukun (sistem pengobatan
makatana) yang masih ada hingga saat ini.
global mistik kurang lebih manusia dianggap didiami sang makhluk-makhluk halus
sepertiroh-roh leluhur baik juga dursila, hantu-hantu serta kekuatangaib lainnya. usaha
manusiauntuk mengadakan hubungan dengan makhluk-makhluk tadi bertujuan agar
hidupmereka tidak diganggu sebaliknya dapat dibantu dan dilindungi, menggunakan
mengembangkansustu kompleks sistem upacara pemujaan yang dahulu dikenal
sebagai na’amkungan atauma’ambo atau masambo.pada mitologi orang Minahasa
rupanya sistem kepercayaan dahulu mengenal poly dewa, keliru satunya merupakan
ilahi tertinggi. dewa sang penduduk dianggap empung atauopo, dan buat sewa yang
tertinggi diklaim opo wailan wangko. dewa yg penting sesudahdewa tertinggi ialah
karema.Opo wailan wangko disebut menjadi pencipta semua alam dan isinya yang
dikenaloleh manusia yg memujanya. Karema yang mewujudkan diri menjadi insan
adalahsebagai penunjuk jalan bagi lumimuut (wanita menjadi insan pertama) buat
mendapatkanketurunan seseorang pria yang bernama to’ar, yang juga dianggap
sebagai pembawa adatkhususnya cara-cara pertanian yaitu menjadi cultural hero
(dewa pembawa istiadat).Roh leluhur juga dianggap opo, atau sering disebut dotu yg
pada masa hidupnyaadalah seseorang yg disebut sakti serta pula sebagai pahlawan
seperti pemimpin-pemimpinkomunitas besar ( kepala walak dan komunitas desa;
tona’AS ). Mereka juga dalam hidupnyamemiliki keahlian dan prestasi seperti dalam
perang, keagamaan dan kepemimpinan. terdapat kepercayaan bahwa opo-opo yg
baik akan senantiasa menolong manusia yg disebut sebagai cucu mereka(puyun) jika
mengikuti petunjuk-petunjuk yg diberikan. Pelanggaran yg terjadi bisa mangakibatkan
yang bersangkutan akan mengalami bencanaatau kesulitan hayati dampak murka
opo-opo, ataupun kekuatan sakti yang diberikan akanhilang. Disamping itu, ada pula
opo-opo yg menyampaikan kekuatan sakti buat hal-hal yangtidak baik, seperti untuk
mencuri, berjudi dsb.Konsepsi makhluk halus lainnya mirip hantu adalah panunggu,
lulu, puntianak, pok- pok dsb yang dianggap berada pada daerah tertentu dan pada
saat dan keadaan tertentu dapatmaengganggu insan. buat menghadapi hal-hal tersebut
sangat dirasakan peranan dariopo-opo yang dapat menghadapi atau mengalahkan
mereka atau mengatasi gangguan darimereka.Roh (mukur) orangtua sendiri ataupun
roh-roh kerabat yg telah meninggaldianggap selalu berada di sekitar kelurganya yang
masih hayati, yg sewaktu-ketika datangmenun jukkan dirinya pada bentuk bayangan
atau mimpi atau dapat juga melalui seseorangsebagai media yg dimasuki oleh mukur
sebagai akibatnya mampu bercakap-cakap menggunakan kerabatnya.Mukur yg
demikian tidak diklaim berbahaya malahan bisa menolong kerabatnya. agama orang
Minahasa bahwa terdapat bagian tubuh yg mempunyai kekuatansakti mirip rambut
dan kuku. binatang-binatang yg memiliki kekuatan sakti adalah ular hitam dan
beberapa jenis burung, terutama burung hantu (manguni). untuk tumbuh-tumbuhan yg
memiliki kekuatan sakti artinya tawa’ang, goraka (jahe), balacai, jeruk suangidll.
tanda-tanda alam mirip gunung meletus serta hujan lebat bersama petir secara terus-
menerusdianggap sebagai amarah para dewa. Senjata yang dianggap memiliki
kekuatan sakti yangharus dijaga menggunakan baik adalah keris, santi (pedang
panjang), lawang (tombak), dan kelung(perisai). Ucapan berupa sumpah dan kutukan
jua dikenal menjadi kata-kata yang dianggapdapat mengakibatkan malapetaka, apalagi
jika yg mengatakannya orangtua, istilah-katanyadianggap mempunyai kekuatan sakti.
Benda-benda jimat baik yang diwariskan orangtua ataupunyang didapat berasal
walian atau tona’Alaihi Salam yg dianggap Paereten merupakan benda-benda
yangkesaktiannya dianggap yg hingga sekarang masih digunakan.Jiwa yang disebut
sebagai kekuatan yang ada pada tubuh manusia yangmenyebabkan adanya hayati,
rupanya memiliki konsepsi yg sama menggunakan jiwa sesudahmeninggalkan tubuh
sebab mangkat atau roh. Konsepsi jiwa dan roh ini dianggap katotouan.Unsur
kejiwaan pada kehidupan manusia merupakan : gegenang (ingatan),
pemendam(perasaan), dan keketer (kekuatan). Gegenang merupakan unsure yg utama
pada jiwa.pada waktu sekarang, sinkron menggunakan hukum-aturan kepercayaan
Kristen, maka konsepsi duniaakhirat (sekalipun buat mereka yg masih melakukan
upacara-upacara agama pribumi buat menerima kekuatan sakti berasal makhluk-
makhluk halus) ialah nirwana bagiyang selamat, serta neraka bagi yang berdosa serta
tidak percaya.Upacara-upacara keagamaan pribumi masih poly dilakukan sang orang
minahasasebagai perwujudan buat mengadakan hubungan menggunakan dunia mistik
atau sebagaikelakuaknreligi atas dasar suatu emosi keagamaan, upacara-upacara itu
antara lain artinya yg biasadilakukan pada malam hari pada rumah tona’AS atau di
tempat tinggal orang lain, bisa juga pada kawasan-kawasan keramat seperti kuburan
opo-opo, batu-batu besar dan pada bawah pohon akbar. Padasaat tertentu yg
dianggap krusial upacara bisa dilakukan pada Watu Pinabetengan, tempat dimana
secara mitologis paling keramat pada Minahasa.Upacara dilakukan pada waktu
eksklusif, contohnya di malam bulan purnama. Tokohtradisional yg melakukan dan
memimpin upacara keagamaan pribumi dikenal dengan namawalian, pemimpin
upacara dapat dipegang oleh wanita atau laki-laki .

 kepercayaan -kepercayaan resmi yg awam diatur sang orang Minahasa antara lain
Protestan(yg terdiri asal aneka macam sekte), katolik dan Islam. Terlepas berasal
tingkat agama perseorangan, unsure-unsur religi pribumi tidak bisa dilepaskan asal
kehidupan keagamaan.contohnya komponen pribumi terpadu beserta komponen
Kristen yg diluar upacara-upacara formal Gerejani mirip yg terlihat dalam upacara-
upacara berasal masa hamil sampaimasa mangkat juga pada perilaku keagamaan
sehari-hari. Sebagaimana yg telahdikemukakan pada model sebelumnya bisa ditinjau
adanya komponen religi pribumi dalamkebudayaan Minahasa yg secara mendalam
telah mengalami perubahan melalui jalur-jalur kolonialisme, pendidikan formal, dan
kristenisasi juga jalur-jalur kontak atau difusi budaya lainnya.

2.4   MATA PENCAHARIAN

Di Minahasa, jaringan jalan relatif baik, seperti halnya dengan keberadaan Pelabuhan
Bitung dan Bandara Sam Ratulangi, keberadaan industri kecil, pertokoan kota dan
kegiatan ekonomi modern lainnya yang terkait erat dan sangat mempengaruhi
perekonomian pedesaan, yang berakar pada sektor pedesaan. pertanian rakyat
tradisional. Perekonomian pedesaan di Minahasa memiliki bentuknya sendiri yang
menunjukkan adanya perbedaan dengan masyarakat pedesaan lainnya, seperti Sangir,
Gorontalo, Bolaang Mongondow, Jawa, Bali, dsb, terutama dari segi sosial budaya.
Namun demikian, pernyataan ini tidak mengabaikan adanya realitas variasi intra
budaya pada masing-masing etnis masyarakat tersebut, tidak hanya oleh keragaman
pola kegiatan ekonomi tersebut di atas, tetapi juga oleh keragaman pedesaan yang
ditunjukkan oleh masing-masing kegiatan ekonomi tersebut. baik karena
keanekaragaman subkultur maupun karena variasi lingkungan fisik yang
menyebabkan berbagai bentuk adaptasi. Berbagai prasarana, sarana dan prasarana
ekonomi kini berkembang di Minahsa, jauh berbeda dengan, katakanlah, Orde Baru.
Jalan, jembatan, dan transportasi darat telah berkembang pesat, sehingga tidak ada
desa lain - yang memiliki peran ekonomi signifikan - akan tetap terisolasi. Meskipun
desa-desa dengan jaringan jalan beraspal tidak signifikan secara ekonomi, desa-desa
tersebut dapat dijangkau dengan transportasi umum. Saat ini, hanya ada sedikit desa
terpencil yang hanya bisa dijangkau dengan kursi roda. Meski demikian, peran
gerobak ini tetap dapat memenuhi kebutuhan distribusi dan angkutan desa jenis
tersebut. Rata-rata panjang jalan raya ini menuju jalan atau desa lain yang berada
dalam jaringan kendaraan bermotor adalah sekitar 5 km, yang merupakan jarak yang
relatif pendek. Panjang jalan di Kabupaten Minahasa adalah 722.052 km; terdiri dari
jalan negara 213.860 km, jalan provinsi 118.075 km, dan jalan kabupaten 390.605
km. Selain kemajuan sarana dan prasarana transportasi darat, kami terus
mengembangkan dan meningkatkan kapasitas untuk menyesuaikan pengguna dengan
berbagai kegiatan ekonomi, baik langsung maupun tidak langsung, di Bandara
SamRatulangi dan pelabuhan laut Bitung. Berbagai pabrik, toko yang menjual barang
mewah dan kebutuhan sehari-hari, kegiatan perdagangan ekspor dan impor antar
pulau dan lokal, Selain kemajuan sarana dan prasarana transportasi darat, kami terus
melihat perkembangan dan peningkatan kapasitas untuk menyesuaikan pengguna
dengan berbagai kegiatan ekonomi, baik langsung maupun tidak langsung, di Bandara
SamRatulangi dan pelabuhan laut Bitung. Berbagai pabrik, toko yang menjual barang
mewah dan kebutuhan sehari-hari, kegiatan perdagangan ekspor dan impor antar
pulau dan lokal, Selain kemajuan sarana dan prasarana transportasi darat, kami terus
melihat perkembangan dan peningkatan kapasitas untuk menyesuaikan pengguna
dengan berbagai kegiatan ekonomi, baik langsung maupun tidak langsung, di Bandara
SamRatulangi dan pelabuhan Bitung. Berbagai pabrik, toko yang menjual barang
mewah dan kebutuhan sehari-hari, kegiatan perdagangan ekspor dan impor antar
pulau dan lokal.

Kebutuhan listrik masyarakat menghadapi pembangkit listrik tenaga air di Sungai


Tondano di desa Tanggar, selain pembangkit listrik air terjun di Old Tonsea yang
dibangun sebelum Perang Dunia II, yang menyebabkan peningkatan pertumbuhan di
berbagai industri dan kegiatan ekonomi lainnya. Serta pusat pemanfaatan panas bumi,
seperti pusat di Lahendong. Di bidang pertanian, sejak sebelum perang dunia II
berkembang perkembangan perkebunan industri terutama kelapa, cengkeh, kopi dan
pala. Perkebunan ini masih semakin diintensifkan dan diperluas dengan menggunakan
metode dan teknologi pertanian modern. Komoditas lain seperti coklat, vanili, jahe,
dan kacang mete juga mengalami penguatan.

Kontroversi ikan mas atas praktik metode baru telah terjadi di banyak desa, terutama
di kalangan petani kaya. Usahatani tradisional yang umum di MInahasa adalah
usahatani jagung, biasanya untuk konsumsi petani sendiri. Petani juga bisa menanam
berbagai sayuran di kebun jagung, memasak bumbu dan buah-buahan untuk konsumsi
sendiri. Pemerintah daerah telah melakukan upaya peningkatan produksi melalui
koperasi desa. Selain itu pengembangan perikanan tangkap dilakukan melalui sentra-
sentra perikanan di Aertembag, khususnya penangkapan ikan dan pengolahan tuna.
Nelayan tradisional mulai meningkatkan produksi berbagai jenis ikan dan biota laut
melalui peralatan yang lebih baik.

Teknologi tradisional juga digunakan untuk menangkap jenis biotik sumber protein di
danau dan sungai. Desa-desa di sekitar Danau Tondano memiliki kelompok
masyarakat yang secara khusus melakukan kegiatan menangkap berbagai jenis ikan
dan danau. Kelompok nelayan ini memenuhi sebagian kebutuhan protein hewani yang
dapat diperoleh di pasar kota.Hutan merupakan sumber energi dan bahan untuk
berbagai kebutuhan penduduk. Berbagai jenis kebutuhan pangan untuk kebutuhan
sehari-hari dan untuk liburan, berasal dari hutan. Jenis hewan yang umum dimakan
adalah babi hutan, tikushutan, dan kelelawar. Sementara yang lain jarang dimakan
karena tergolong langka atau tidak biasa dikonsumsi oleh Minahasa seperti rusa, anoa,
babirusa, monyet, ular sanca, biawak, ayam hutan, telur burung jantan, dan d 'jenis
unggas lainnya. Berbagai jenis tumbuhan liar yang terdapat di hutan dan lingkungan
fisik lainnya merupakan bahan pangan yang terutama memenuhi kebutuhan sayuran

Pucuk bambu dan pakis.

Dengan demikian, hutan juga menghasilkan berbagai jenis buah-buahan seperti


mangga, pakoba, dan kemiri. Selain itu gula aren merupakan sumber nira sebagai
minuman yang populer di Minahsa, selain juga gula merah. Hutan juga merupakan
sumber berbagai kebutuhan kayu sebagai bahan pembuatan berbagai alat dan bahan
bangunan dan rumah. Selain itu, hutan dan lingkungan fisik lainnya merupakan
tempat tumbuh tumbuhan yang menyediakan bahan untuk berbagai kebutuhan umum,
seperti rotan, kayu bakar, dan daun ilalang. Sayangnya luas hutan di Minahasa
semakin berkurang terutama karena perluasan perkebunan cengkeh oleh penduduk
pedesaan dan perkotaan.

2.5 PEMERINTAHAN

Sejak awal, orang Minahasa tidak pernah mendirikan kerajaan atau mengangkat
seorang raja untuk memimpin pemerintahannya. Kepala pemerintahan adalah kepala
keluarga yang bergelar Paedon Tu'a atau Patu'an, yang sekarang kita kenal dengan
Hukum Lama. Kata ini berasal dari kata Ukung Tua yang artinya melindungi orang
tua. Ukung artinya kungkung = perlindungan = perlindungan. Lansia: Orang dewasa
memastikan usia, pemikiran dan demokrasi serta mapalus kehidupan yang populer. Di
tempat kerja ada regulator atau pengawas bernama Mopongkol atau Rumarantong di
Tonsea, di Tolour disebut Sumesuweng. Tidak ada sistem perbudakan di Minahasa,
seperti di daerah lumbung lainnya, seperti di kerajaan Bolaang, Sangir, Tobelo,
Tidore, dll. Hal ini menyebabkan sebagian penguasa Walian Makaruwa Siyow ingin
diperlakukan sebagai raja. Sama seperti raja Sanger Ternate raja Bolaang yang
mereka dengar dan temui saat bertukar barang rumah tangga. Setelah cara ini dicoba
diterapkan oleh beberapa mantan pengawal / penegak hukum kepada masyarakat
Minahasa, muncul perlawanan di Minahasa oleh kelompok populer / Pasiyowan Telu
yang memicu kerusuhan secara bersamaan. Di Minahasa, tatanan hidup menjadi tidak
pasti, peraturan tidak diikuti Bea Cukai rusak.

2.6 BAHASA

Di Minahasa ada kurang lebih empat bahasa daerah yaitu Totemboan, Tombulu,
Tonsea, Bantik, dan Tonsawang.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Kota Tomohon selain menggunakan bahasa


Indonesia sebagai bahasa percakapan, juga menggunakan bahasa daerah Minahasa.
Seperti diketahui di Minahasa, ada delapan jenis bahasa daerah yang digunakan oleh
delapan suku bangsa yang ada, seperti Tountemboan, Toulour, Tombulu, dll. Bahasa
daerah yang paling sering digunakan di Kota Tomohon adalah bahasa Tombulu,
karena wilayah Tomohon termasuk dalam suku Tombulu. Selain percakapan di atas,
ternyata ada juga masyarakat di Minahasa dan Kota Tomohon, terutama para orang
tua yang bisa berbahasa Belanda akibat pengaruh penjajahan Belanda dan sekolah
tradisional. yang menggunakan bahasa Belanda saat ini.
Bahasa daerah Minahasa terdiri dari:
- Tountemboan
- Tombulu Tonsea
- Toulour (Tondano)
- Tonsawang
- Ratahan
- Pasan
- Ponosakan
- Bantik

2.7 KESENIAN

ALAT MUSIK

  Kolintang
Kolintang merupakan alat musik tradisional yang terkenal di Indonesia. Alat musik
Kolintang sudah dikenal sejak jaman dahulu dan mulai digemari masyarakat melalui
berbagai pertunjukan. Alat-alat ini semuanya terbuat dari kayu dan disebut
"mawenang".

  Musik Bambu

Musik bambu adalah alat musik yang dibuat dari bambu dandimainkan oleh kurang
lebih 40 orang. beberapa jenis musik bambuadalah :

  Musik Bambu Melulu (seluruh instrument terbuat dari bamboo)


  Musik Bambu Klarinet (sebagian instrument terbuat dari bambu dansebagian dari
"bia")
  Musik Bambu Seng (beberapa instrument terbuat dari bamboo)
  Musik Bia (instrument terbuat dari bia.)

LAGU DAERAH

- O Ina Ni Keke

- Oh Minahasa

MAKANAN

- Bubur manado

- Ayam rica-rica

- Biakolobi

TARI-TARIAN

  Tari Maowey Kamberu


Tari Maowey Kamberu merupakan tarian yang dibawakan untuk puji syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa dimana hasil pertanian khususnya tanaman padi berkembang
biak.

  Tari Marambak
Marambak adalah tarian dengan semangat gotong royong, masyarakat Minahasa
Bantu membantu membangun rumah baru. Setelah rumah dibangun, ada rombongan
untuk mendatangi rumah baru tersebut, atau dalam bahasa setempat disebut
“rumambak” atau untuk menguji kekuatan rumah baru tersebut dan seluruh warga
desa diajak mengucapkan terima kasih.
  Tari Lalayaan
Lalayaan adalah tarian yang melambangkan bagaimana pemuda Minahasa pada jaman
dulu mencari jodoh. Tarian ini juga disebut sebagai tarian pergaulan anak muda di
jaman Minahasa kuno. 

2.8 GAMBAR RUMAH ADAT, PAKIAN DAN SENJATA TRADISIONAL

Rumah adat Minahasa merupakan rumah panggung yang terdiri dari dua anak tangga
di depan rumah. Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa, peletakan tangga
berarti jika roh jahat mencoba menaiki salah satu tangga, roh jahat akan turun ke
tangga berikutnya.

PAKAIAN ADAT

Dulu, pakaian sehari-hari perempuan Minahasa termasuk jenis kebaya yang disebut
wuyang. Selain itu, mereka juga mengenakan blus atau rok yang disebut Pasalongan
rinegetan, yang terbuat dari tekstil bentenan. Sedangkan laki-laki berbusana karai,
tanpa lengan dan lurus, baju hitam dari ijuk. Selain rok karai, ada juga yang berupa
blus lengan panjang, berkerah dan berkantung yang disebut blus baniang. Celana
untuk dikenakan tetap sederhana, dari celana pendek hingga celana panjang seperti
piyama, dan belakangan pakaian Minahasa mendapat pengaruh dari orang Eropa dan
Cina. Pakaian wanita yang mendapat pengaruh Spanyol antara lain adalah pakaian
kebaya lengan panjang dengan berbagai macam gaun. Sedangkan pengaruh Tionghoa
adalah kebaya batik Tionghoa putih dengan motif burung dan bunga. Pakaian pria
yang berpengaruh adalah kemeja lengan panjang dengan gaya alternatif menyerupai
jaket lengkap dengan celana panjang. Bahan kaos ini terbuat dari kain bunga berwarna
putih. Dalam pakaian pria, pengaruh Tiongkok kurang terasa.

Baju Ikan Duyung

Pada pesta pernikahan tersebut, mempelai wanita mengenakan gaun yang terdiri dari
gaun putih dan sarung yang dibordir dengan sisik ikan. Model busana pengantin ini
disebut gaun putri duyung. Selain sarung bermotif putri duyung, terdapat pula sarung
bermotif sarang burung yang dinamakan motif burung salim, sarung bermotif
milipede disebut motif milipede, dan sarung bermotif bunga yang disebut buruh.
Aksesori yang digunakan dalam busana pengantin adalah sanggul atau sanggul. ,
mahkota, kalung, kalung mutiara, anting dan gelang. Aksesoris ini hadir dalam
berbagai bentuk dan corak. Sanggul yang menggunakan 9 kuntum bunga Manduru
putih disebut Konde Lumalundung, sedangkan sanggul menggunakan 5 cabang bunga
jungkat-jungkit yang disebut Konde Pinkan. Motif pada mahkotanya juga berbeda,
seperti motif biasa, bintang, sayap cendrawasih, dan ekor kayangan. Pengantin pria
mengenakan mantel terbuka atau tertutup, celana panjang, selempang dan topi. Gaun
pengantin tertutup ini disebut gaun tatutu. Kaosnya berpotongan lengan panjang,
tanpa leher dan saku. Motif pada pakaian ini berupa motif bunga beras yang terdapat
pada topi, kerah, selendang pinggang dan lis dua lengan.

Busana Pemuka Adat 

Baju Tonaas Wangko merupakan kemeja berkerah tinggi, berpotongan lurus,


berkancing, lengan panjang tanpa saku. Warna baju hitam dihiasi motif bunga beras di
bagian kerah, lengan baju dan di sepanjang bagian depan baju. Semua motif berwarna
kuning emas. Untuk melengkapi busananya, mereka mengenakan topi berwarna
merah yang dihiasi motif bunga beras kuning keemasan. Baju Walian Wangko putra
merupakan perubahan bentuk baju Tonaas Wangko, hanya saja lebih panjang seperti
jubah. Baju putih berhias motif kembang beras. Dilengkapi dengan topi porong
nimiles porong, terbuat dari dua keping warna merah, hitam dan emas - lilitan emas,
melambangkan perpaduan dua unsur alam, langit dan bumi, dunia dan dunia
berikutnya. bahwa. Sedangkan Walian Wangko adalah seorang perempuan yang
mengenakan tunik berwarna putih atau ungu. sarung batik warna gelap dan mahkota.
Kemeja berpotongan tanpa kerah dan kancing. Kenakan syal merah atau kuning,
sandal, kalung dan sanggul rambut. Hiasan yang digunakan adalah pola terompet.
SENJATA TRADISIONAL

Keris

2.9 UPACARA ADAT

1. Monondeaga
Ritual adat ini merupakan ritual adat yang biasa dilakukan oleh suku Minahasa
khususnya yang berdomisili di daerah Bolaang Mongondow. Praktik ritual adat ini
sendiri merupakan penghormatan atau pengesahan bagi seorang gadis yang memasuki
masa puber yang ditandai dengan datangnya masa menstruasi pertamanya. Secara
garis besar, upacara adat ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur, sekaligus
merupakan jenis uwar-uwar di mana gadis-gadis masyarakat yang melakukan ritual
adat ini telah mencapai usia puber. Jadi, agar kecantikan dan kedewasaan si gadis
lebih jelas terlihat, dalam ritual adat ini, si gadis cilik ditindik telinganya dan memakai
anting seperti seorang gadis mulai tumbuh gigi, lalu gigi. akan diratakan sebagai
penambah kecantikan dan tanda kedewasaan.

2. Mupuk Im Bene
Sebenarnya ritual Mupuk Im Bene pada dasarnya mirip dengan syukuran setelah
panen raya, seperti yang sering kita lihat di Pulau Jawa saat mengadakan mapag sri
dan atau acara munjungan. Dan memang, inti dari ritual ini adalah untuk
mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan atas semua rizki yang mereka terima, atau
dalam dialek yang dikenal dengan nama Pallen Pactio. Prosesi ritual adat ini diuraikan
secara singkat sebagai berikut: Mereka yang hendak melaksanakan ritual Mupuk Im
Bene membawa sekarung beras beserta beberapa hasil bumi lainnya ke tempat
sembahyang.

3. Metipu
Metipu adalah ritual adat dari kawasan Sangihe Talaud berupa pemujaan kepada
Pencipta alam semesta yang disebut Kanal Benggona Langi Duatan. Ritual tradisional
ini adalah dengan membakar daun dan akar yang harum dan menyebabkan asap
mengepul di hadapan-Nya, sebagai cara penduduk setempat untuk menghormati
manusia yang menciptakan-Nya.
4. Watu Pinawetengan
Pepatah baik Musyawarah untuk mencapai mufakat dan solidaritas yang kami
tekankan untuk kami cerai sebenarnya kami runtuh bukan hanya monopoli sebagian,
dan tentu saja itu bukan permintaan maaf. tak berarti. Suku Minahasa juga memiliki
ritual adat yang dilakukan untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan penghuninya.
Ritual adat dalam suku Minahasa disebut Watu Pinawetengan. Konon, berdasarkan
budaya rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, pada zaman dahulu terdapat
sebongkah batu besar yang disebut tumotowa, batu karang yang menjadi altar upacara
sekaligus menandai terbentuknya masyarakat. Dan konon pemakaian batu ini adalah
batu tempat duduk para leluhur untuk berunding atau penduduk setempat
menyebutnya Watu Rerumeran ne Empung. Dan memang, Ketika Johann Gerard
Friederich Riedel pada tahun 1888 melakukan penggalian di Bukit Tonderukan,
ternyata penggalian tersebut berhasil ketika menemukan sebuah batu besar yang
membentang dari timur ke barat. Batu itu adalah tempat para pemimpin ritual adat
membuat keputusan tentang pembagian subyek, siapa yang harus berbicara dan
bagaimana cara beribadah.

Sedangkan inti dari upacara yang dilaksanakan di depan batu karang besar adalah
wata 'esa ene, pernyataan komitmen persatuan. Semua perwakilan suku di Tanah Toar
Lumimut memberikan potongan peta wilayah Minahasa dimana dia tinggal dan
menempatkannya di tengah panggung untuk acara tersebut. Bersama alat musik
Kolintang, penegasan tekad ini satu per satu disampaikan oleh berbagai perwakilan
bahasa di Minahasa. Setelah tekad itu disampaikan, mereka menginjak tanah
sebanyak tiga kali. Di akhir acara, para pelaku upacara bergandengan tangan
melingkar sambil menyanyikan lagu Reranian: Royorz endo.

Pernikahan Suku Minahasa


Adat perkawinan yang dilakukan di tanah Minahasa disesuaikan dengan
perkembangan zaman. Misalnya, proses persiapan pengantin pria dan wanita serta
acara “Posanan” tidak lagi berlangsung sebulan sebelum pernikahan, melainkan sehari
sebelum pernikahan di “Malam Gagaren” atau malam remaja. Mandi jelas sudah tidak
memungkinkan lagi, karena di kota-kota besar tidak banyak mandi. Yang bisa
dilakukan sekarang adalah pemandian tradisional «Lumelek» dan «Bacoho» seperti
yang dilakukan di kamar mandi di rumah kedua mempelai. Dalam upacara pernikahan
adat sekarang ini, semua ritual / pernikahan dikemas dalam satu paket dan hanya
dilakukan selama satu hari. Pagi harinya, kedua mempelai mandi, merias wajah,
memakai baju pengantin, tiara pengantin dan topi untuk upacara maso mengemis.
Pada siang hari, kedua mempelai pergi ke catatan sipil atau Kementerian Agama dan
melakukan pengesahan / restu pernikahan, dilanjutkan dengan resepsi pernikahan.
Pada acara ini biasanya diadakan upacara perkawinan yang dilanjutkan dengan acara
melempar bunga secara hand to hand dan pertunjukan tari bebas diiringi musik
tradisional seperti tari Maengket, Katrili, Polineis diiringi Musik Bambu dan Musik
Kolintang.
Bacoho (Mandi Adat)
Setelah mandi biasa, basuh seluruh tubuh dengan sabun kemudian basuh rambut
dengan bahan sampo yang banyak dijual di toko-toko, seperti shampo dan hair tonic.
Keramas “bacoho” bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu cara tradisional atau sekedar
simbol.
Lumele’ (Mandi Adat):
Penganten yang disiram air diberi kuntum bunga putih, sebanyak sembilan kuntum
wangi, dimasak dengan sendok, lalu disiram dari leher ke bawah. Secara simbolis, hal
ini dapat dilakukan hanya dengan meminta pengantin wanita membasuh mukanya,
kemudian dikeringkan dengan handuk bersih yang belum pernah digunakan
sebelumnya.
Upacara Perkawinan
Pernikahan adat Minahasa dapat diadakan di salah satu rumah mempelai pria atau
wanita. Di Langowan-Tontemboan, upacara dilaksanakan di rumah mempelai pria,
sedangkan di Tomohon-Tombulu di rumah mempelai wanita. Ini mempengaruhi
prosesi strawberry. Misalnya, pengantin pria pergi ke rumah pengantin wanita, lalu ke
gereja dan kemudian ke tempat resepsi diadakan. Karena pesta pernikahan dapat
diadakan oleh keluarga pengantin wanita dan keluarga mempelai wanita, pesta yang
menyelenggarakan pesta pernikahan biasanya bertanggung jawab atas pelaksanaan
pernikahan. Ada perkawinan yang dilakukan secara Mapalus dimana kedua mempelai
didukung oleh mapalus masyarakat yang ada di desa, seperti di Desa Tombuluan.
Jika keluarga calon pengantin ingin menyelenggarakan upacara adat, sanggar seni
Minahasa melakukannya. Dan prosesi upacara adat dapat dilakukan sesuai dengan
berbagai suku Minahasa, tergantung keinginan atau asal usul keluarga mempelai
wanita. Misalnya di sub-suku Tonsea, Tombulu, Tontemboan atau Minahasa lainnya.
Prosesi tradisional berlangsung tidak lebih dari 15 menit, dilanjutkan dengan pidato,
bunga, pemotongan kue pengantin, jabat tangan, makan malam dan terakhir tarian
bebas yang diawali dengan seorang Polineis.
Prosesi Upacara Perkawinan di Pelaminan
Kajian upacara pernikahan adat dilakukan oleh Yayasan Budaya Minahasa Jakarta
yang dipimpin oleh Ny. M. Tengker-Rombot pada tahun 1986 di Minahasa. Daerah
yang diteliti adalah Tonsea, Tombulu, Tondano dan Tontemboan oleh Alfred Sundah,
Jessy Wenas, Bert Supit dan Dof Runturambi. Ternyata keempat etnis minoritas
tersebut mengenal upacara Pinang, upacara Tawa'ang, dan minum dari mangkuk
bambu. Sedangkan upacara pemotongan kayu hanya diketahui oleh sub etnis Tombulu
dan Tontemboan. Tondano akrab dengan ritual membelah kayu setengah Lawang dan
Tonsea-Maumbi akrab dengan upacara membelah kelapa.
Setelah kedua mempelai duduk di pelaminan, ritual adat diawali dengan doa Walian
yang disebut Sumempung atau Sumambo. Kemudian upacara «Pinang Tatenge'en»
diadakan. Kemudian lakukan ritual Tawa'ang dimana kedua mempelai memegang
pohon Tawa'ang untuk bersumpah dan berjanji. Acara selanjutnya adalah pemecahan
kayu yang merupakan simbol dari makanan dan pakaian. Tontemboan membagi tiga
batang kayu, Tombulu memotong dua. Kemudian kedua mempelai makan nasi dan
ikan, lalu minum anggur dan mangkuk minum yang terbuat dari bambu hijau muda.
Setelah itu meja ritual adat yang diletakkan di depan kedua mempelai diangkat dari
panggung pernikahan. Seluruh kelompok adat beralasan untuk meninggalkan
panggung upacara. Lagu-lagu oleh kelompok tradisional disebut Tambah, Zumant,
khususnya lagu-lagu dalam dialek.
2.10 Sejarah Cara penguburan suku minahasa

Penguburan Suku Minahasa Awalnya orang Minahasa mengubur orang mati sebelum
ditanam pohon, kemudian dibungkus dengan daun woka. Lambat laun, kebiasaan
menggunakan morning glory juga berubah. Kebiasaan membungkus daun diubah
dengan mengganti kotak kosong dengan pohon kayu atau keranjang bambu, kemudian
jenazah ditempatkan di lubang pohon dan ditanam di tanah. Baru sekitar abad
kesembilan orang Minahasa mulai menggunakan waruga. Almarhum ditempatkan
dalam posisi menghadap Utara, tumit ditekan ke pantat dan kepala dicium di atas
lutut. Sasarannya menghadap ke utara, ini menunjukkan nenek moyang suku
Minahasa datang dari utara. Sekitar tahun 1860, ada larangan Pemerintah Belanda
untuk menguburkan orang yang meninggal di waruga.

Kemudian pada tahun 1870, suku Minahasa mulai membuat peti mati untuk
menggantikan waruga, karena pada saat itu berbagai penyakit mulai berkembang,
antara lain tipus dan kolera. Dikhawatirkan almarhum akan menularkan kuman tifus
dan kolera melalui celah antara tubuh waruga dan cungkup waruga. Pada saat yang
sama, permintaan umat Kristiani untuk menguburkan tubuh manusia di tanah mulai
menyebar di Minahasa. Waruga menampilkan ukiran dan relief yang biasa ditemukan
di Tonsea. Ukiran dan relief menggambarkan berapa banyak jenazah yang disimpan
di waruga terkait serta menggambarkan mata pencaharian atau profesi seseorang
sepanjang hidup.

Di Minahasa bagian utara, awalnya waruga ada tersebar dan akhirnya dikumpulkan di
satu tempat. Saat ini waruga yang tersebar dikumpulkan di Desa Sawangan,
Kabupaten Minahasa Utara, desa antara Tondano dan Airmadidi. Kini, situs waruga-
waruga di Desa Sawangan menjadi salah satu destinasi wisata paling bersejarah di
Sulawesi Utara.

Tempat ini juga telah dinominasikan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO sejak
1995.
2.11 "Manguni" Burung Ajaib Yang Dianggap Suci Oleh Suku Minahasa

Manguni atau Burung Tootosik, ada nama lain juga, tergantung wilayah Minahasa
yang lebih dikenal dengan Makasiyou dianggap sakral dan magis oleh suku Minahasa
di Sulawesi Utara, Indonesia.

Namun secara umum masih ada yang disebut burung Manguni yang memang
diamanatkan oleh Opo Empung Wangko untuk selalu memberikan petunjuk kepada
suku Minahasa dan dianggap sakral.

Karena burung Manguni ini banyak terdapat kekuatan yang dianggap magis, mungkin
banyak yang terlupa atau tidak diketahui oleh masyarakat Minahasa. Biasanya, ini
karena dirahasiakan dan hanya disampaikan dari mulut ke mulut.

Ketika nenek moyang suku Minahasa pindah karena banjir dan akhirnya sudah
tenang, mereka disuruh melakukan perjalanan ke Tanah Perjanjian oleh Opo Empung
Wangko.

Mereka tidak tahu jalannya, sehingga dibimbing oleh burung Manguni dan akhirnya
mengerti tingkah laku burung Manguni Makasiyow.

Setiap kali Manguni membuat "teriakan" keras dan dieksekusi 3 kali 9 berturut-turut,
itu pertanda baik untuk menyerang dalam perang dan pasti akan menang.

Tanda ini juga digunakan untuk mencari tempat awal untuk tinggal dan juga dapat
digunakan untuk mengabulkan keinginan seseorang.

3 artinya tiga kekuatan yaitu: Tuhan, alam, manusia. Angka 3 itu sendiri berarti 9
pangkat dari hitungan 3 x 3 = 9. Dengan demikian angka keramat orang Manado suku
Minahasa yaitu: 999. Angka sempurna kebalikan dari angka manusia 666, menjadi
tahu nomor setan.
PENUTUP

Suku Minahasa adalah salah satu suku yang mengutamakan persatuan. Luas wilayah
Minahasa kurang lebih 5.220 km2, sehingga luas wilayah Minahasa 1/40 luas Pulau
Sulawesi. Rumah adat Minahasa merupakan rumah panggung yang terdiri dari dua
anak tangga di depan rumah. Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa, pose
tangga dimaksudkan jika roh jahat mencoba menaiki salah satu anak tangga, yaitu

Salah satu atraksi budaya Minahasa yang sering ditampilkan yaitu Tari Kabasaran,
dimana tarian tersebut digunakan sebagai simbol keberanian dan keberanian
masyarakat Minahasa terhadap musuhnya.
3.2 Saran
Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi mahasiswa
Universitas Tanjung Pura, agar dapat mengaplikasikan nilai-nilai positif budaya
masyarakat Minahasa atau dapat diaplikasikan menjadi pendidik. dalam geografi di
masa depan dan dapat digunakan sebagai pengetahuan, perspektif, dan teknologi
untuk masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

http://id.m.wikipedia.org/wiki/minahasa?wasRedirected=true
http://id.voi.co.id/fitur/voi-pesona-indonesia/3812-tari-kabasaran--simbol-keberanian-
suku-minahasa.html
http://members6.boardhost.com/thinktanksulut/msg/1165897255.html
http://tonsea.blogspot.com/2006/06/asal-usul-suku-minahasa.html
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4919605
http://wisatamelayu.com
http://www.theminahasa.net
http://pesonamdo.wordpress.com
http://www.persit-kckviiwrb.org

http://www.scribd.com/doc/34171303/Kebudayaan-Minahasa-Budaya-Nusantara

http://id.wikipedia.org/wiki/Waruga

http://dutacipta.wordpress.com/artikel-lain/suku-minahasa/

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Minahasa

http://www.scribd.com/re_kim/d/22740881-KEBUDAYAAN-MINAHASA

http://budayanusantara.blogsome.com/2010/12/24/beberapa-upacara-adat-suku-
minahasa/

http://sigarlaki.wordpress.com/2007/10/28/asal-usul-suku-minahasa/

http://publicnature.blogspot.com/2009/04/perbedaan-antar-budaya.html

http://kerukunankawanua.edublogs.org/6-pulang-kampung/

http://sains.kompas.com/read/2008/07/08/01065760/Atraksi.Budaya.Minahasa.Tingka
tkan.Kunjungan.Wisatawan

http://liwutung.do.am/blog/2009-05-03-1

http://theoelin.multiply.com/journal/item/40/TARI_PERANG_KABASARAN_?
&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem

http://siradel.blogspot.com/2011/04/manguni-burung-ajaib-yang-dianggap-suci.html

Anda mungkin juga menyukai