Anda di halaman 1dari 12

PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR

PEMERINTAH DAERAH DI ERA OTONOMI


(Studi Kasus: Pemerintah Daerah Kabupaten Samosir)

APPARATUS CAPACITY BUILDING OF


LOCAL GOVERNMENT IN THE ERA OF AUTONOMY
(Case Study: Local Government of Samosir Regency)
Yosep Ginting dan Sorni Paskah Daeli
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri
Jalan Kramat Raya No.132 Jakarta Pusat
e-mail: joseph.ginting@ymail.com dan sornipaskah@yahoo.com
Diterima: 5 April 2012, Direvisi: 10 Mei 2012, Disetujui: 31 Mei 2012

Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk memotret pengembangan kapasitas sumberdaya manusia aparatur di
Kabupaten Samosir. Metode pendekatan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan
penggunaan data primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan kualitas sumberdaya manusia
masih rendah, banyak jabatan struktural yang belum terisi, rekrutmen belum didasarkan pada analisis
jabatan, evaluasi jabatan belum dilakukan, penilaian kinerja individu berdasarkan kompetensi belum
dilakukan, serta sebagian besar pegawai belum mendapatkan diklat sesuai dengan jabatannya.
Disarankan untuk melakukan penataan sistem rekrutmen; analisis jabatan; evaluasi jabatan; penyusunan
standar kompetensi jabatan; penilaian individu berdasarkan kompetensi; pengembangan database
pegawai; dan perbaikan kurikulum pendidikan dan pelatihan.
Kata Kunci: sumberdaya manusia, pengembangan, kapasitas.

Abstract
This research was conducted to capture the human resource capacity development of Samosir regency
officials. The method used in this research is descriptive qualitative method, using the primary and
secondary data. The results of the research demonstrates that the quality of human resources is still
low, there are many positions in the organization structure are unfilled, the employee recruitment
system is not based on job analysis, job position evaluation system have not been implemented,
individual performance evaluation is not done according to competency based assessment, and
employees have not received training according to their job position. It is recommended to perform
system setup on recruitment; job analysis; Job evaluation; setting on job competency standard;
competency based individual assessment; employee database development, and improvement on
education and training curricula.
Keywords: human resource, development, capacity.

PENDAHULUAN dikelola dengan baik. Hal itu ditunjukkan antara lain


oleh, masih sulitnya mengubah cara pikir (mindset)
Sejalan dengan diterapkannya sistem dan cara kerja aparatur, masih rendahnya disiplin dan
desentralisasi, di mana pemerintah memberikan etika pegawai, sistem karier yang belum sepenuhnya
kewenangan yang besar kepada daerah untuk berdasarkan prestasi kerja, sistem remunerasi yang
menyelenggarakan berbagai urusan pemerintahan, belum memadai untuk hidup layak, rekrutmen yang
dilakukan berbagai upaya untuk mengembangkan belum dilakukan berdasarkan kualifikasi pendidikan
kapasitas pemerintah daerah dalam penyelenggaraan yang dibutuhkan, penyelenggaraan pendidikan dan
urusan pemerintahan melalui pengembangan pelatihan (diklat) yang belum sepenuhnya dapat
kapasitas sumberdaya manusia aparatur. Tujuannya meningkatkan kinerja, lemahnya pengawasan dan
adalah terciptanya pemerintahan daerah yang audit terhadap kinerja aparatur, dan sistem informasi
memiliki kapasitas yang berkelanjutan (sustainable) manajemen kepegawaian yang belum berfungsi
dalam penyelenggaraan pemerintahan, sehingga secara optimal (BAPPENAS, 2007). Akibat dari
peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat dicapai berbagai persoalan tersebut adalah, pelaksanaan
secara efektif dan efisien. Namun demikian, selama pelayanan publik yang efisien dan efektif, yaitu
kurang lebih satu dasawarsa terakhir, upaya ini cepat, tepat, murah, dan transparan, belum dapat
masih optimal guna mencapai hasil yang diharapkan. diwujudkan.
Upaya pengembangan kapasitas sumber- Siagian (1996) mengemukakan, bahwa
daya manusia (SDM) aparatur ini masih belum dapat rendahnya kinerja birokrasi disebabkan oleh

Pengembangan Kapasitas Sumberdaya Manusia Aparatur Pemerintah Daerah di Era Otonomi (Studi Kasus:
Pemerintah Daerah Kabupaten Samosir) - Yosep Ginting & Sorni Paskah Daeli | 105
beberapa sebab, seperti simpang siurnya perundang- transparansi dan akuntabilitas yang masih rendah;
undangan yang mengatur bidang kepegawaian; serta tingkat disiplin dan etos kerja pegawai yang
merajalelanya ‘spoil system’ dalam penerimaan, masih rendah.
pengangkatan, penempatan dan promosi pegawai; Oleh karena itu, untuk percepatan
tidak adanya data statistik yang akurat tentang pelaksanaan reformasi birokrasi di daerah,
jumlah pegawai negeri yang menimbulkan kesukaran khususnya di Kabupaten Samosir, perlu penelitian
dalam kebijaksanan di bidang kepegawaian; sistem mengenai potret SDM aparatur Pemda Kabupaten
penilaian yang tidak obyektif; pendidikan dan Samosir, agar dapat dirumuskan model pengem-
pelatihan yang tidak terarah; banyaknya instansi bangan kapasitas SDM aparatur di daerah. Pemilihan
yang turut campur tangan dalam memecahkan Kabupaten Samosir sebagai lokus penelitian, karena
masalah kesejahteraan pegawai; dan pendapatan kabupaten ini termasuk salah satu daerah otonomi
pegawai negeri yang rendah yang membawa hasil pemekaran yang relatif telah lama mandiri.
implikasi pada rendahnya kegairahan kerja dan Penelitian terdahulu yang relevan dengan
sukarnya menegakkan disiplin pegawai. penelitian ini dilakukan oleh Siswanto (2006),
Oleh karena itu, dalam rangka mening- dengan judul Studi Pengembangan Kapasitas Litbang
katkan kinerja pemerintah daerah, maka faktor Kesehatan di Daerah Provinsi Kalimantan Timur
pengembangan kapasitas aparatur menjadi sangat (Suatu Analisis Situasi). Penelitian ini bertujuan
urgent. Di samping untuk merespon tingginya untuk melakukan analisis situasi dalam rangka
tuntutan masyarakat terhadap kinerja pemerintah mendapatkan base-line data tentang litbang di derah
daerah, pengembangan kapasitas (capacity building) guna menyusun model pengembangan litbang di
SDM aparatur tidak bisa dilepaskan dengan daerah dari aspek kelembagaan, SDM dan anggaran.
keinginan pemerintah untuk menjalankan good Hasilnya, bahwa dari aspek kelembagaan, di propinsi
governance yang diarahkan untuk mempraktekkan sudah dibentuk Balitbangda, sementara di tingkat
tata kelola pemerintahan yang ideal. kabupaten/kota belum seluruhnya. Kemudian, dari
Salah satu isu sentral good governance, aspek jumlah SDM fungsional peneliti dan
yaitu adanya perubahan kapasitas pemerintah dalam penganggaran di Balitbangda propinsi dan
merespon dan memperjuangkan kepentingan kolektif kabupaten/kota sangat terbatas. Perbedaan penelitian
masyarakat berdasarkan koridor institusi yang ada ini dengan penelitian terdahulu tersebut adalah
(Keban, 2011). Dengan demikian, dapat juga berarti bahwa penelitian ini lebih spesifik pada aspek SDM
bahwa good governance harus didukung oleh dua dan ruang lingkupnya khusus di kabupaten. Oleh
aspek utama, yaitu masyarakat dan negara. Aspek karena itu, penelitian ini merupakan pengembangan
yang pertama direpresentasikan oleh dua arena, penelitian terdahulu.
masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi.
Masyarakat sipil berarti bahwa semua warga negara METODE PENELITIAN
berhak mengontrol penyelenggaraan yang dilakukan
pemerintah. Sementara aspek yang kedua direpre- Metode penelitian ini adalah deskriptif
sentasikan oleh birokrasi dan lembaga politik kualitatif dengan tujuan untuk membuat gambaran
(political office). Aspek inilah yang menjadi kerap secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta–
menjadi sorotan, terutama mengenai birokrasi yang fakta dan sifat–sifat dan hubungan antara fenomena
di dalamnya termasuk SDM aparatur. yang diselidiki. Data yang digunakan adalah data
Namun, pertanyaan pokok yang selalu primer dari hasil wawancara yang melibatkan
muncul adalah, sampai seberapa besar keberhasilan informan. Informan yang diwawancarai dalam
pengembangan kapasitas aparatur itu di dalam penelitian ini adalah kalangan Pemerintah Daerah
mendukung reformasi birokrasi, khususnya di dalam Kabupaten Samosir. Teknik snowball sampling juga
pembangunan, pelaksanaan fungsi pemerintahan dan digunakan ketika akses kesemua daftar informan
pemberian pelayanan publik. Faktanya dapat dilihat yang diteliti tidak didapat. Jadi data yang digunakan
melalui media massa tentang kinerja pemerintahan adalah data kualitatif. Selain itu, ada data sekunder
yang selalu digambarkan sebagai ketidakmampuan, berupa dokumen resmi, laporan dan studi media juga
kelemahan, dan kejahatan dari berbagai pihak, mulai digunakan. Selanjutnya, data yang diperoleh
dari eksekutif, legislatif dan yudikatif. dianalisis secara teknik deskriptif kualitatif, yaitu
Pengembangan kapasitas SDM aparatur dengan model interaktif dengan tahapan, yaitu
merupakan program andalan reformasi birokrasi dan melakukan reduksi data, sajian data dan penarikan
telah mulai dilaksanakan sejak Pemerintahan Orde kesimpulan.
Baru berakhir, namun belum banyak membawa
pengaruh. Pelaksanaannya dilatar belakangi oleh Pengembangan Kapasitas Aparatur Daerah
berbagai faktor, di antaranya: tingginya praktek Pengembangan kapasitas memiliki multi
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN); tingkat makna, dan interpretasinya tergantung pada siapa
kualitas pelayanan publik yang belum mampu yang menggunakan dan dalam konteks apa. Secara
memenuhi harapan publik; tingkat efisiensi, efek- umum, yang dipahami adalah bahwa pengembangan
tifitas dan produktivitas yang belum optimal; tingkat kapasitas merupakan suatu konsep yang terkait erat

106 | Jurnal Bina Praja | Volume 4 No. 2 Juni 2012: 105 - 116
dengan pendidikan, pelatihan dan pengembangan UNDP mengemukakan bahwa
sumberdaya manusia. Namun, pemahaman konven- pengembangan kapasitas terjadi pada level sistem,
sional mengenai konsep pengembangan kapasitas organisasi dan individu (Enemark, 2006):
telah berubah selama beberapa tahun terakhir, di 1. Tingkat sistem: di mana inisiatif pengembangan
mana pengembangan kapasitas dipahami secara lebih kapasitas dipandang sebagai suatu sistem pada
luas dan holistik, yang mencakup aspek sosial, tingkat lingkungan. Untuk inisiatif pemba-
organisasi dan pendidikan (Enemark, 2006). ngunan yang berada pada konteks nasional,
UNDP menawarkan definisi dasar: "sebagai sistem akan mencakup seluruh negara atau
kemampuan individu dan organisasi atau unit masyarakat dan semua subkomponen yang
organisasi untuk menjalankan fungsi-fungsinya terlibat. Untuk inisiatif di tingkat sektoral,
secara efektif, efisien dan berkelanjutan". Definisi ini sistem akan mencakup hanya komponen yang
memiliki tiga aspek penting, yakni: (1) kapasitas relevan. Dimensi-dimensi kapasitas pada
bukan merupakan suatu keadaan pasif, tetapi tingkat ini dapat mencakup bidang-bidang
merupakan bagian dari suatu proses yang berke- seperti kebijakan, kerangka kerja hukum/
lanjutan; (2) menekankan pada SDM dan bagaimana peraturan, perspektif manajemen dan akun-
SDM tersebut didayagunakan; dan (3) konteks tabilitas, dan sumberdaya yang tersedia.
keseluruhan di mana organisasi melakukan fungsi- 2. Tingkat organisasi: suatu entitas mungkin saja
fungsinya merupakan pertimbangan kunci dalam merupakan organisasi formal seperti peme-
strategi pengembangan kapasitas (Enemark, 2006). rintah atau salah satu instansi, sektor swasta,
World Bank menekankan perhatian capacity atau organisasi informal yang berbasis komu-
building pada: (1) pengembangan SDM; training, nitas atau organisasi sukarela. Pada tingkat ini,
rekruitmen dan pemutusan pegawai profesional, pengembangan kapasitas mencakup peran dari
manajerial dan teknis; (2) keorganisasian, yaitu entitas dalam sistem, dan interaksi dengan
pengaturan struktur, proses, sumberdaya dan gaya entitas lain, stakeholder, dan klien. Dimensi
manajemen; (3) jaringan kerja (network), berupa kapasitas dapat mencakup bidang-bidang
koordinasi, aktifitas organisasi, fungsi network, serta seperti misi dan strategi, budaya dan kompe-
interaksi formal dan informal; (4) lingkungan tensi, proses, dan infrastruktur.
organisasi, yaitu aturan (rule) dan undang-undang 3. Tingkat individu: pada tingkat ini, pengem-
(legislation) yang mengatur pelayanan publik, bangan kapasitas dilakukan untuk membuat
tanggung jawab dan kekuasaan antara lembaga, individu-individu dapat berperan secara efisien
kebijakan yang menjadi hambatan bagi development dan efektif, baik dalam entitasnya maupun
tasks, serta dukungan keuangan dan anggaran; dan dalam sistem yang lebih luas. Pengembangan
(5) lingkungan kegiatan lebih luas lainnya, meliputi SDM dilakukan dengan menilai kebutuhan
faktor-faktor politik, ekonomi dan situasi-kondisi masing-masing orang dan mengatasi kesen-
yang mempengaruhi kinerja (Edralin, 1997). jangannya melalui kegiatan-kegiatan diklat
Selanjutnya, UNDP memfokuskan pada tiga secara berkelanjutan. Kapasitas penilaian dan
dimensi, yakni: (1) tenaga kerja (human resources), pengembangan pada tingkat individu ini
menyangkut kualitas SDM dan cara SDM dianggap paling kritis. Karena itu, dimensi
dimanfaatkan; (2) modal atau dimensi fisik, kapasitas harus mencakup desain program
menyangkut sarana material, peralatan, bahan-bahan diklat untuk memenuhi kesenjangan yang
yang diperlukan dan ruang/gedung; dan (3) tekno- teridentifikasi dengan basis keterampilan.
logi, menyangkut organisasi dan gaya manajemen, Pengembangan kapasitas dapat difokuskan
fungsi perencanaan, penentuan kebijakan, pengen- pada tingkatan manapun dan dilaksanakan
dalian dan evaluasi, komunikasi, serta sistem berdasarkan analisis yang mendalam terhadap
informasi manajemen (Edralin, 1997). seluruh dimensi yang relevan. Selain itu,
Menurut UNDP, kapasitas dipandang dari pengembangan kapasitas harus dilihat sebagai
dua dimensi, yaitu kapasitas penilaian dan metodologi yang komprehensif ditujukan untuk
pengembangan kapasitas (Enemark, 2006). Kapasitas memberikan hasil yang berkelanjutan melalui
penilaian adalah dasar penting bagi perumusan menilai dan mengatasi berbagai macam masalah
strategi yang koheren bagi pengembangan kapasitas. yang relevan dan hubungan mereka (Enemark,
Kapasitas penilaian merupakan proses dan analisis 2006).
terstruktur, di mana berbagai dimensi kapasitas Pengembangan kapasitas dalam konteks
dinilai dalam konteks sistem yang lebih luas, pemerintah dilakukan untuk mengembangkan suatu
sebagaimana suatu entitas atau individu tertentu di ragam strategi meningkatkan efficiency, effective-
dalam suatu sistem dievaluasi. Adapun pengem- ness, dan responsiveness kinerja pemerintah, yakni
bangan kapasitas adalah suatu konsep yang lebih luas efficiency, dalam hal waktu (time) dan sumberdaya
dari human resources development, karena ditekan- (resources) yang dibutuhkan guna mencapai suatu
kan pada sistem secara keseluruhan, lingkungan dan outcome; effectiveness berupa kepantasan usaha yang
konteks di mana individu, organisasi dan masyarakat dilakukan demi hasil yang diinginkan; dan
beroperasi dan berinteraksi. responsiveness, yakni bagaimana menyinkronkan

Pengembangan Kapasitas Sumberdaya Manusia Aparatur Pemerintah Daerah di Era Otonomi (Studi Kasus:
Pemerintah Daerah Kabupaten Samosir) - Yosep Ginting & Sorni Paskah Daeli | 107
Gambar 1. Tingkat Pengembangan Aktivitas.

antara kebutuhan dan kemampuan untuk maksud Upaya-upaya tersebut disebut intervensi (Nurkholis,
tersebut. Hal itu sejalan dengan pendapat Merilee S. 2005).
Grindle (1997) bahwa capacity building is intended Dengan demikian, sesuai dengan level
to encompass a variety of strategies that have to do pengembangan kapasitas sebagaimana dikemukakan
with increasing the efficiency, effectiveness, and oleh UNDP, maka pengembangan kapasitas Pemda
responsiveness of government performance. Secara mencakup tiga level intervensi, yaitu:
lebih spesifik, capacity building bagi 1. Level sistem: intervensi pada pengaturan
penyelenggaraan pemerintahan didefinisikan oleh kerangka kerja dan kebijakan dalam sistem
Finn & Checksoway sebagai “sampai seberapa jauh pemerintahan daerah, sehingga dapat men-
staf mampu menunjukkan kontribusi yang nyata dukung pencapaian tujuan yang diinginkan.
terhadap pengembangan personal, organisasi dan Pengaturan kerangka kerja dan kebijakan harus
masyarakat” (Soeprapto, 2007). berangkat dari konsepsi berdasarkan Undang-
Pengembangan kapasitas dalam peme- Undang Nomor 32/2004 yang dioperasionalkan
rintahan sering dilakukan dengan memberikan cara- melalui peraturan pelaksanaan berupa PP dan
cara (tools) terbaik untuk membantu pemerintah peraturan teknis seperti Kepmen dan Inmen.
dalam menjalankan tanggung jawabnya. Hal ini Pada tingkat Daerah, Daerah menindaklanjuti
termasuk membangun kemampuan pemerintah dengan pembuatan Peraturan Daerah dan
dalam penyusunan anggaran, mengumpulkan Peraturan Kepala Daerah.
pendapatan, membuat dan melaksanakan undang- 2. Level kelembagaan: intervensi pada penataan
undang, mempromosikan keterlibatan masyarakat, struktur organisasi, proses pengambilan
membuat pengelolaan anggaran lebih transparan dan keputusan organisasi, prosedur dan mekanisme
akuntabel, serta memerangi korupsi. Dalam konteks kerja, instrumen manajemen, dan hubungan dan
yang lebih sempit, pengembangan kapasitas Pemda jaringan antara organisasi yang satu dengan
mencakup upaya-upaya untuk menyesuaikan, organisasi lainnya. Penataan struktur organisasi
mereformasi, dan memodifikasi seluruh kebijakan, Pemda dikembangkan berdasarkan azas efek-
peraturan, prosedur, mekanisme kerja, koordinasi; tivitas dan efesiensi organisasi yang ditandai
meningkatkan keterampilan dan kualifikasi aparatur dengan bentuk organisasi yang ramping, datar,
Pemda; dan mengubah sistem nilai dan sikap yang dan sesuai dengan kebutuhan. Proses peng-
dijadikan acuan aparatur Pemda, agar Pemda mampu ambilan keputusan organisasi dikembangkan
menyelenggarakan tata pemerintahan yang berdasarkan pada model pengambilan keputus-
demokratis dan menyejahterakan masyarakat. an yang baik (pengumpulan data yang akurat,
partisipatif, pengembangan alternatif secara

108 | Jurnal Bina Praja | Volume 4 No. 2 Juni 2012: 105 - 116
cerdas, dan pemilihan satu alternatif terbaik). pengabdiannya, sehingga pada akhirnya akan me-
Pemda harus mengembangkan prosedur dan ningkatkan kinerja organisasi.
mekanisme kerja yang urut, runtut, logis, tidak Tuntutan yang terasa kuat untuk melakukan
tumpang tindih, mengarah pada satu pengembangan SDM, khususnya pada organisasi
titik/tujuan, dan tidak bolak-balik dengan pemerintah disebabkan oleh: (1) tingkat pengetahuan
standar yang terukur. Pemda harus mengem- dan kemampuan SDM masih relatif rendah; (2)
bangkan instrumen manajemen berupa suasana kerja yang kurang menyenangkan atau
pedoman kerja, peralatan, sarana dan prasarana adanya kejenuhan karena terlalu lama bekerja pada
sabagai fasilitasi untuk mencapai tujuan. Hal suatu tempat; (3) adanya tuntutan organisasi terhadap
yang tak kalah pentingnya adalah perlunya perubahan; dan (4) perkembangan zaman yang
mengembangkan sistem koordinasi antara satu sangat pesat (Amri, Suryono & Suwondo, 2009).
unit dengan unit lainnya. Senada dengan itu, Siagian (1996), menyatakan
3. Level individual: intervensi pada peningkatan beberapa alasan utama perlunya pengembangan
kualitas individu aparatur Pemda, agar memiliki SDM, yakni: (1) adanya pegawai baru yang tidak
keterampilan, pengetahuan, sikap, etika, dan mempunyai kemampuan secara penuh untuk
motivasi kerja, sehingga berkemampuan melaksanakan tugasnya; (2) pengetahuan pegawai
menyelenggarakan tata kepemerintahan yang yang perlu pemuktakhiran; (3) perubahan, tidak
baik (good governance). SDM aparatur Pemda hanya karena perkembangan ilmu pengetahuan dan
harus dilatih dengan keterampilan sesuai teknologi, akan tetapi juga karena pergeseran nilai-
bidangnya sehingga menjadi kompeten nilai sosial budaya; dan (4) kemungkinan
(Nurkholis, 2005). perpindahan pegawai.
Pengembangan kapasitas melalui intervensi Schuler dan Youngblood (Eade, 1998)
pada level sistem, institusi, dan individu merupakan mengungkapkan bahwa pengembangan SDM
upaya yang multidimensi. Oleh karena itu, aparatur pada suatu organisasi akan mencakup
perencanaannya harus ditetapkan dalam tahapan berbagai faktor, seperti diklat, perencanaan dan
waktu yang rasional: jangka pendek, jangka manajemen karir, peningkatan kualitas dan produk-
menengah, dan jangka panjang. Selanjutnya, pada tivitas kerja, serta peningkatan kesehatan dan ke-
setiap tahapan harus ditetapkan prioritas- amanan kerja. Sementara itu, Ivancevich (2002)
prioritasnya. Prioritas pertama dari semua tahapan memasukkan pula faktor motivasi kerja dan
tersebut adalah membuat kebijakan dan peraturan penilaian prestasi kerja sebagai aspek yang tercakup
pendukung, yakni penjabaran operasional dari dalam pengembangan SDM aparatur. Di lain pihak,
framework otonomi daerah berdasarkan Undang- Osborne dan Gaebler (dalam Eade, 1998) lebih
Undang Nomor 32/2004 dan Undang-Undang mementingkan pengembangan visi aparat pemerintah
Nomor 33/2004 yang wujudnya adalah penyesuaian dalam memberikan pelayanan kepada publik. Hal itu
dan modifikasi semua perangkat peraturan sejalan dengan desentralisasi, pengembangan SDM
perundangan organik berupa kebijakan Daerah aparatur yang perlu diarahkan pada pembentukan
seperti Perda dan Keputusan Kepala Daerah, yang visi, inovasi, dan kemampuan aparat untuk
dapat menciptakan sistem yang efektif dan efisien melaksanakan semangat wirausaha dalam pelak-
untuk mencapai tujuan. Semua kebijakan dan sanana tugas mereka.
peraturan tersebut harus jelas menggambarkan sistem Selanjutnya CIDA (Canadian International
dan mekanisme prosedural yang melibatkan semua Development Agency, Enemark, 2006) menyatakan,
level tersebut. Prioritas berikutnya adalah menangani bahwa pengembangan SDM aparatur menekankan
permasalahan yang terjadi dalam hubungan antar manusia sebagai alat maupun tujuan akhir
unit dan antar sektor. pembangunan. Dalam jangka pendek, hal itu dapat
diartikan sebagai pengembangan pendidikan dan
Pengembangan Kapasitas SDM Aparatur Pemda pelatihan untuk memenuhi kebutuhan tenaga teknis,
Amstrong (2006) mengatakan bahwa SDM kepemimpinan, dan tenaga administrasi sesegera
adalah harta yang paling penting bagi suatu mungkin. Upaya ini ditujukan pada kelompok
organisasi. Karena itu, SDM harus mendapatkan sasaran tertentu, yakni mereka yang terlibat dalam
perhatian yang serius agar sasaran organisasi dapat sistem sosial-ekonomi di negara tersebut. Pada sisi
tercapai. Salah satu sasaran yang dapat digunakan lain, Emmeriji (Calquit, 2006) merumuskan bahwa
oleh para manajer dalam rangka melaksanakan pengembangan SDM aparatur merupakan tindakan:
investasi terhadap SDM di dalam organisasi adalah (1) Kreasi SDM; (2) Pengembangannya; dan (3)
dengan melakukan pengembangan terhadap Menyusun struktur insentif atau upah sesuai dengan
kapasitas SDM tersebut. Menurut Notoatmojo peluang kerja yang ada. Ketiga tindakan tersebut
(dalam Suryanto, 2006), pengembangan SDM mengandung makna bahwa untuk meningkatkan
aparatur sangat penting, karena dapat meningkatkan SDM aparatur yang berkualitas harus dilakukan
kemampuan aparatur, baik kemampuan professional- melalui pendidikan formal dan pelatihan serta
nya, wawasannya, kepemimpinannya maupun pemanfaatan sumberdaya tersebut.

Pengembangan Kapasitas Sumberdaya Manusia Aparatur Pemerintah Daerah di Era Otonomi (Studi Kasus:
Pemerintah Daerah Kabupaten Samosir) - Yosep Ginting & Sorni Paskah Daeli | 109
Di sisi lain, Luthans (2002) menyebutkan dapat memberikan buah hasil yang bermanfaat (P=
ada 8 (delapan) tujuan pengembangan SDM aparatur, performance) hanya dapat dijamin apabila didukung
yaitu: (1) Produktivitas personil organisasi (produc- oleh kemampuan (C = competence) dan kemauan
tivity); (2) Kualitas produk organisasi (quality); (3) (M= motivation) yang memadai. Dengan demikian,
Perencanaan SDM (human resources planning); (4) pandangan Vroom memperkuat dan menjelaskan
Semangat personil dan iklim organisasi (morale); (5) pendapat Hersey and Blanchard.
Meningkatkan kompensasi secara tidak langsung Berdasarkan pandangan-pandangan di atas,
(indirect compensation); (6) Kesehatan dan kesela- dapat dikatakan bahwa pengembangan SDM aparatur
matan kerja (health and safety); (7) Pencegahan me- dilakukan untuk menciptakan aparatur yang memiliki
rosotnya kemampuan personil (absolerence profesionalisme, yakni aparatur yang memiliki
prevention); dan (8) Pertumbuhan kemampuan karakteristik: (1) Seseorang yang memiliki kete-
personil (personal growth). rampilan dan keahlian teoritis ilmiah tertentu sesuai
Steward (Calquit, 2006) mengatakan bahwa dengan bidang pekerjaan yang akan digelutinya; (2)
modal intelektual merupakan kekayaan organisasi, Mampu menyumbangkan ilmu dan tenaganya secara
karena modal intelektual adalah muatan intelektual optimal untuk kelancaran usaha tempat kerjanya; (3)
yang dimiliki pegawai, yang berupa pengetahuan, Dapat mendorong peningkatan produktivitas yang
informasi, hak pemilihan intelektual, pengalaman berkelanjutan; (4) Memiliki sikap untuk terus
yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan. menerus memperbaiki dan meningkatkan keahlian
Untuk membangun sumberdaya aparatur yang dan keterampilannya; (5) Disiplin dan patuh aturan
berkualitas yang dapat dijadikan modal intelektual profesionalisme dan tempat kerjanya; dan (6) Me-
bagi organisasi, diperlukan upaya yang sistematis, miliki kesiapan untuk berubah atau melakukan
berkelanjutan dan komprehensif. Upaya tersebut penyesuaian terhadap perubahan-perubahan yang
tidak hanya dilakukan melalui pendidikan formal tengah berlangsung atau bahkan mampu men-
yang diikuti oleh anggota organisasi, tapi juga ciptakan perubahan (Handayaningrat, 1995).
didukung iklim organisasi yang kondusif. Hal ini Pengembangan merupakan alat utama untuk
karena modal intelektual harus dibangun melalui menyesuaikan antara tugas dan pekerjaan dengan
suatu tradisi ilmiah, dengan dukungan politik yang kemampuan, ketrampilan dan kecakapan serta
kuat dari para pengambil keputusan. keahlian dari setiap pegawai. Pengembangan juga
Membangun SDM aparatur yang berkualitas merupakan faktor yang harus diselenggarakan dalam
agar dapat menjadi modal intelektual organisasi, administrasi kepegawaian modern dan merupakan
dapat dilakukan melalui penciptaan suatu organisasi usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai agar
pembelajaran (learning organization). Di dalam lebih cakap, trampil dan memahami dengan jelas
organisasi pembelajaran yang perlu dikembangkan tugas yang harus dilakukannya sesuai dengan
adalah membiasakan setiap anggota organisasi kedudukannya sebagai seorang administrator.
berpikir secara sistematik, tidak berpikir secara Program-program pengembangan SDM
individual ataupun terkotak-kotak. Sebab pada yang diimplementasikan dalam bentuk off dan on the
dasarnya setiap anggota organisasi memiliki tujuan job misalnya tidak dilakukan dengan benar dan
yang sama yaitu mencapai tujuan organisasi (Millen, terkesan hanya sekedar menghabiskan anggaran yang
2006). tersedia, akibatnya dapat diduga bahwa peningkatan
Pada hakikatnya pengembangan SDM skill, knowledge dan ability sebagai tujuan utama
aparatur adalah memberikan motivasi kepada para yang harus diraih menjadi terdistorsi. Dengan
pegawai, baik secara ekstrinsik maupun instrinsik, demikian, kebijakan penyiapan SDM aparatur yang
sehingga mereka dapat merasakan kepuasan kerja di memiliki kinerja akan berkaitan dengan jenis dan
lingkungan kerjanya. Motivasi tersebut diharapkan sifat pengembangan yang akan dilakukan untuk
merupakan insentif yang mampu menggerakkan memenuhi kebutuhan aparatur yang berkualitas.
perilaku mereka untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Menurut Hersey and Blanchard (1999), HASIL DAN PEMBAHASAN
penyelenggaraan tugas pekerjaan administrasi negara
yang semakin luas dan rumit menuntut kemampuan Berdasarkan data lapangan, jumlah pegawai
dan kemauan (ability and willingness) orang-orang di Kabupaten Samosir adalah sebanyak 3.787 orang,
untuk memikul tanggung jawab untuk mengarahkan yang terdiri dari 1.481 laki-laki dan 2.306
perilaku mereka sendiri. Bahkan Hersey dan perempuan. Komposisi pegawai berdasarkan
Blanchard mengemukakan paling tidak terdapat tiga kelompok umur di Kabupaten Samosir dapat dilihat
keterampilan yang perlu dimiliki setiap pegawai, pada Tabel 1.
sehingga proses manajemen, termasuk di birokrasi Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa
dapat berlangsung secara rasional, efektif, dan komposisi pegawai berdasarkan kelompok umur di
efisien, yakni: keterampilan teknik, keterampilan Kabupaten Samosir menunjukkan bahwa jumlah
kemanusiaan, dan keterampilan konseptual. Sedang- pegawai yang paling banyak adalah pegawai yang
kan Vroom (Luthans, 2002) membuat rumusan P = C berusia antara 30–39 tahun (30,84 persen) dan usia
x M, yang artinya pelaksanaan tugas pekerjaan yang 40–49 tahun (26,80 persen), sedangkan yang paling

110 | Jurnal Bina Praja | Volume 4 No. 2 Juni 2012: 105 - 116
Tabel 1. Komposisi Pegawai Berdasarkan Kelompok Umur

No. Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah


1. 20 – 29 tahun 211 505 716
2. 30 – 39 tahun 480 688 1.168
3. 40 – 49 tahun 361 654 1.015
4. > 50 tahun 429 459 888
TOTAL 1.481 2.306 3.787
Sumber: Badan Kepagawaian Daerah, Kab.Samosir, 2012.

Tabel 2. Komposisi Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah


1. Sekolah Dasar 15 0 15
2. Sekolah Lanjutan Pertama 31 5 36
3. Sekolah Lanjutan Atas 448 809 1.257
4. Diploma I 12 37 49
5. Diploma II 122 270 392
6. Diploma III 176 513 689
7. Sarjana S1 660 663 1.323
8. Sarjana S2 20 6 26
9. Sarjana S3 0 0 0
TOTAL 1.481 2.306 3.787
Sumber: Badan Kepagawaian Daerah, Kab.Samosir, 2012.

Tabel 3. Komposisi Pegawai Berdasarkan Golongan

No. Golongan Jumlah


1. Golongan Ia-Id 29
2. Golongan IIa-IId 1.295
3. Golongan IIIa-IIId 1.524
4. Golongan IVa-IVe 939
TOTAL 3.787
Sumber: Badan Kepagawaian Daerah, Kab.Samosir, 2012.

sedikit adalah pegawai yang berusia >50 tahun kemudian golongan II sebanyak 1.295 orang (34,20
(23,45 persen) dan antara 20–29 tahun (18,91 persen). Sedangkan pegawai golongan IV ada
persen). Dari tabel tersebut juga terlihat bahwa pada sebanyak 939 orang (24,80 persen).
seluruh kelompok umur pegawai jumlah pegawai Informasi lainnya, berdasarkan pengisian
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jabatan struktural, dari 3.797 orang pegawai,
jumlah pegawai laki-laki, yakni 60,89 persen sebanyak 933 orang (24,64 persen) di antaranya
berbanding 39,11 persen. menduduki jabatan struktural antara eselon IIa
Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan- hingga eselon IVb. selanjutnya, dari 30 jabatan
nya, komposisi pegawai di Kabupaten Samosir dapat eselon II, baru sebanyak 25 jabatan yang telah diisi,
dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan tabel di atas, dari sedangkan 5 jabatan lainnya belum terisi. Dari 25
aspek pendidikannya, pegawai di Kabupaten Samosir jabatan yang telah diisi tersebut, 15 orang yang
paling banyak berpendidikan setingkat sarjana, yakni pejabatnya telah mengikuti Diklat PIM II, sedangkan
1.323 orang (34,94 persen) dan SLTA sebanyak 5 pejabat lainnya belum. Pada jabatan tingkat eselon
1.257 orang (33,19 persen). Jumlah pegawai yang III, dari 130 jabatan yang tersedia, 116 jabatan di
berpendidikan SLTA ke bawah adalah sebanyak antaranya telah diisi, sedangkan 14 jabatan lainnya
1.308 orang, sedangkan pegawai dengan pendidikan masih belum terisi. Dari 116 jabatan yang terisi
SLTA ke atas adalah sebanyak 2.474 orang. Masih tersebut, baru 48 orang yang telah mengikuti Diklat
terdapat pegawai yang berpendidikan setingkat SD PIM III, sedangkan 68 orang lainnya belum. Pada
dan SLTP di Kabupaten Samosir, yakni sebanyak 51 tingkat eselon IV, dari 471 jabatan yang tersedia,
orang (1,35 persen), sedangkan jumlah pegawai yang baru terisi 236 jabatan, sedangkan 235 jabatan belum
berpendidikan pasca sarjana masih sangat sedikit, terisi. Dari 236 jabatan yang terisi, yang pejabatnya
yakni 26 orang (0,69 persen). telah mengikuti Diklat PIM IV baru sebanyak 65
Dari Tabel 3 di atas, terlihat bahwa pegawai orang, sedangkan 171 orang belum.
yang paling banyak adalah pada pegawai golongan Dari wawancara dengan pejabat di
III, yakni sebanyak 1.524 orang (40,24 persen), Sekretariat Daerah Kabupaten Samosir, tingkat

Pengembangan Kapasitas Sumberdaya Manusia Aparatur Pemerintah Daerah di Era Otonomi (Studi Kasus:
Pemerintah Daerah Kabupaten Samosir) - Yosep Ginting & Sorni Paskah Daeli | 111
pendidikan pegawai yang ada saat ini dipandang Fakta di atas mengindikasikan bahwa di
mampu untuk mendukung pencapaian tupoksi Pemda Kabupaten Samosir masih terdapat banyak
organisasi perangkat daerah secara maksimal. permasalahan mengenai pengembangan SDM
Namun demikian, dilihat dari keseimbangan jabatan, aparatur, yakni Pertama, masih banyak pegawai di
yaitu antara jabatan struktural, fungsional khusus dan daerah yang tingkat pendidikannya masih rendah,
fungsional umum, belum seimbang, karena dalam hal ini setingkat SLTA ke bawah. Di sisi lain,
perbandingan jabatan fungsional umum dibanding- meskipun sebagian ada pegawai yang sudah
kan dengan jabatan fungsional khusus masih jauh. berpendidikan sarjana, namun jumlah pegawai
Dalam rangka pengembangan kapasitas pegawai, berpendidikan pasca sarjana masih sangat minim
Pemda telah melaksanakan berbagai program diklat dibandingkan dengan total jumlah pegawai. Kedua,
pegawai (baik struktural maupun fungsional) sesuai ada kecenderungan jumlah pegawai usia produktif
dengan kebutuhan pegawai, meskipun pelaksanaan (20–40 tahun) tidak lebih banyak dibandingkan
diklat tersebut masih belum optimal, padahal diklat dengan pegawai usia mendekati non produktif (40
pegawai tersebut dinilai memberikan dukungan yang tahun ke atas). Ketiga, tingkat pendidikan pegawai
tinggi terhadap kemampuan dan kinerja pegawai. belum mampu mendukung pencapaian tupoksi secara
Dari sisi golongan/kepangkatan, tingkat maksimal, karena pembagian tugas belum dilakukan
keseimbangan pangkat/golongan pegawai menunjuk- berdasarkan tingkat dan latar belakang pendidikan.
kan komposisi pegawai di Kabupaten Samosir lebih Keempat, banyak jabatan struktural yang masih
banyak golongan III. Namun pangkat/golongan kosong atau belum terisi. Hal ini di samping terkait
pegawai tersebut dipandang telah mencerminkan dengan kapasitas pegawai, juga terkait dengan masih
kapasitas pegawai, sebab dalam perekrutan pegawai belum adanya program diklat pegawai (baik
disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan jabatan. struktural maupun fungsional) yang dilaksanakan
Kemudian, dari sisi keseimbangan gender, antara selama ini untuk mengatasi kebutuhan pegawai
jumlah pegawai laki-laki dengan perempuan masih secara keseluruhan. Kelima, dari sisi kompetensi,
belum berimbang, karena jumlah pegawai pegawai yang ada saat ini belum sesuai dengan
perempuan lebih banyak dari jumlah pegawai laki- tuntutan kinerja organisasi. Usia, tingkat pendidikan,
laki. Adapun dari komposisi pegawai berdasarkan dan pangkat/golongan ternyata belum mencerminkan
kelompok umur dipandang cukup seimbang, karena kompetensi pegawai. Keenam, sistem rekrutmen
perekrutan pegawai telah dimulai sejak tahun 2005. meskipun cukup baik, namun belum mampu
Selanjutnya, dari kompetensi, kompetensi menjaring pegawai yang lebih berkualitas, sehingga
pegawai yang ada dipandang telah sesuai dengan menghasilkan personil yang lebih memiliki
tuntutan kinerja organisasi. Hal ini karena penerima- kapabilitas. Ketujuh, rekrutmen pegawai belum
an pegawai dilakukan berdasarkan kebutuhan dan didasarkan pada analisis jabatan dalam organisasi
kualifikasi pendidikan yang sesuai dengan guna untuk mendukung tercapainya tupoksi.
kompetensi. Sistem rekrutmen pegawai yang Kedelapan, evaluasi jabatan dalam organisasi
dilaksanakan dengan sistem pelamaran umum, perangkat daerah belum dilakukan. Demikian pula,
pengangkatan tenaga honorer yang masuk database , penyusunan standar kompetensi jabatan belum
dan mutasi pegawai dari daerah lain. Namun dilakukan untuk mendapatkan individu yang sesuai
demikian, rekrutmen pegawai yang dilakukan belum dengan kualifikasi dari jabatan tersebut. Kesembilan,
didasarkan pada hasil analisis jabatan pada penilaian kinerja individu berdasarkan kompetensi
organisasi perangkat daerah, karena memang hingga belum dilakukan. Kesepuluh, pengembangan
saat ini belum pernah dilaksanakan analisis jabatan. database pegawai meskipun sudah dilakukan,
Demikian pula, pemerintah daerah belum pernah namun belum mampu sepenuhnya menghasilkan
melakukan evaluasi jabatan maupun penyusunan informasi yang cepat, tepat, dan akurat. Kesebelas,
standar kompetensi jabatan pada organisasi pengembangan pendidikan dan pelatihan pegawai
perangkat daerah. berbasis kompetensi, masih belum mampu me-
Dari aspek penilaian kinerja, hingga saat ini ningkatkan kemampuan individu aparatur peme-
belum dlaksanakan penilaian individu berdasarkan rintah secara maksimal sesuai dengan tuntutan
kompetensi. Yang dilaksanakan adalah psikotest bagi pekerjaan. Keduabelas, pegawai-pegawai yang
pejabat eselon II dan III, sedangkan sistem penilaian memiliki jabatan struktural maupun fungsional
kinerja individu belum diterapkan. Di samping itu, sebagian besar masih belum pernah mendapatkan
sedang dilakukan pembangunan database pegawai diklat yang sesuai dengan jabatannya.
melalui penerapan sistem aplikasi pengelola kepe- Temuan tersebut menunjukkan bahwa
gawaian (SPAK). Pengembangan diklat pegawai meskipun manajemen pembinaan pegawai di
berbasis kompetensi telah dilakukan, namun belum Kabupaten Samosir pada umumnya telah merujuk
optimal. Upaya-upaya yang telah dilakukan untuk pada Undang-Undang Nomor 43/1999 beserta
pengembangan kapasitas SDM aparatur Pemda peraturan pelaksanaannya, namun implementasi
adalah diklat fungsional, diklat teknis dan diklat Undang-Undang tersebut di lapangan mengindikasi-
penjenjangan. kan berbagai permasalahan yang kompleks sejak dari
peraturan perundang-undangan hingga ke

112 | Jurnal Bina Praja | Volume 4 No. 2 Juni 2012: 105 - 116
pengelolaan pegawai. Dari perspektif sistem, sistem ke depan. Dalam proses rekrutmen selama ini,
kebijakan dan peraturan perundang-undangan Pemda mengajukan usulan kebutuhan pegawai ke
tentang manajemen PNS selama ini sudah cukup pemerintah pusat, namun belum melakukan
baik, namun yang menjadi penyebab kurang penghitungan terhadap beban kerja dan kualifikasi
profesionalnya pegawai adalah pada implementasi pegawai yang dibutuhkan. Perencanaan kebutuhan
peraturan perundang-undangan tersebut. Misalnya, pegawai hanya didasarkan pada usulan yang
pada promosi dan mutasi pegawai yang seharusnya diajukan oleh masing-masing unit kerja kepada
dilakukan secara transparan sebagai bentuk bagian kepegawaian untuk diteruskan oleh
penghargaan dan tour of duty, dalam kenyataannya Bupati/Walikota ke pemerintah untuk mendapatkan
sering dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan formasi. Perencanaan seperti ini hanya bersifat
bermuatan politis. Pengaturan manajemen pegawai jangka pendek, sehingga tidak dapat memetakan
daerah dalam Undang-Undang Nomor 32/2004 kebutuhan secara komprehensif terhadap kebutuhan
dinilai bernuansa sentralisasi. Selain itu, di tataran pegawai baik kualifikasi pendidikan, keahlian,
pemerintah sendiri, koordinasi mengenai penetapan jumlah, distribusi dan kriteria-kriteria lain sesuai
formasi PNS masih lemah. Peraturan tentang kebutuhan pembangunan dan visi/misi daerah.
penggajian juga dinilai memiliki kelemahan karena Ketiadaan perencanaan kebutuhan inilah antara lain
gaji yang diberikan kepada pegawai sekarang ini menyebabkan terjadinya kelebihan jumlah pegawai.
kurang mampu memenuhi kebutuhan hidup layak, di Ironisnya, sekalipun disadari bahwa jumlah pegawai
samping itu, pemberian gaji hanya didasarkan pada yang ada dinilai telah berlebih, tetapi penambahan
golongan/pangkat dan masa kerja serta tidak jumlah pegawai tetap terjadi, termasuk dari jalur dari
mempertimbangkan kinerja yang dicapai oleh tenaga honorer daerah.
pegawai. Pejabat pembina kepegawaian yang dijabat Permasalahan lain, rekrutmen saat ini
oleh kepala daerah yang merupakan pejabat politis, dilakukan oleh Pemda dan mendapatkan tekanan dari
sewaktu-waktu dapat menimbulkan permasalahan sejumlah pihak yang mempunyai kepentingan
bagi pegawai, karena secara tidak langsung sering pribadi, sehingga pelaksanaannya tidak bebas dari
terkait dengan isu-isu politik. KKN. Di samping itu, sistem rekrutmen juga tertutup
Persoalan lain, aturan-aturan yang terdapat dan bersifat kedaerahan, sehingga hanya orang-orang
dalam PP Nomor 54/2010 tentang Disiplin PNS, yang berasal dari daerah yang bersangkutan yang
ternyata sangat longgar dalam law enforcement-nya. diajukan untuk dijadikan pegawai. Sistem ini
Pertama, aturan hukum ini mengatur kehidupan PNS terbentuk karena pada saat rekrutmen, persyaratan
termasuk yang tidak berkaitan langsung dengan diarahkan agar hanya dapat diikuti oleh masyarakat
pelaksanaan tugasnya. Kedua, pelanggaran disiplin di daerah tersebut.
terlalu diakomodir dan hukuman yang diberikan Dari sisi beban kerja, secara umum beban
sangat lunak. Ketiga, dalam praktiknya aturan-aturan kerja mayoritas pegawai belum optimal, karena porsi
dalam tersebut seringkali tidak berjalan secara efektif pekerjaan yang diselesaikan oleh pegawai masih
di lapangan baik, disebabkan oleh individu PNS itu berada di bawah kapasitas optimal yang seharusnya.
yang tidak mematuhi peraturan tersebut maupun oleh Terdapat “pengangguran tidak kentara”, karena
pimpinan yang tidak tegas menegakkan aturan. beban kerja pegawai yang tidak sepadan dengan
Masalah lainnya, PNS yang akan mengikuti jumlah pegawai yang ada. Akibatnya, pekerjaan
suatu diklat tidak didasarkan pada training needs yang seharusnya dapat dilakukan oleh dua atau tiga
assessment (TNA) untuk mengetahui competency orang, kenyataannya dilakukan secara gotong royong
gap. Desain kurikulum dan program diklat yang oleh empat orang atau lebih. Di sisi lain, pegawai
diikuti oleh PNS harus mampu memperkecil yang good performer ini biasanya ‘dipakai’ oleh
competency gap. Dalam hal ini, pendekatan diklat pimpinan, sedangkan yang bad performer cenderung
merupakan competence-besed training. Namun kurang dipercaya untuk menyelesaikan pekerjaan-
dalam kenyataannya, tidak semua lembaga diklat pekerjaan yang membutuhkan keseriusan dan
PNS yang mengikuti pendekatan atau metoda ini. komptensi tertentu. Akibatnya, kelompok ini akan
Bahkan pengiriman PNS ke suatu diklat dalam mengalami under employment, sehingga ‘luntang-
rangka menduduki jabatan sering terjadi tidak terkait lantung’ di unit kerjanya. Beban kerja pegawai yang
dengan pengembangan kariernya. Hal ini tentu tidak seimbang ini pada dasarnya disebabkan oleh
sangat boros sebagai akibat diabaikannya TNA. tidak tersedianya job description pada saat mereka
Secara lebih mikro, permasalahan pengem- diterima menjadi calon pegawai.
bangan kapasitas SDM aparatur daerah menyangkut Dari sisi pola karier, sampai saat ini, di
seluruh sistem manajemen SDM, mulai dari Pemda Kabupaten Samosir belum ada peraturan
perencanaan, pengadaan, sampai pensiun. Dari sisi yang mengatur tentang pola karier pegawai. Padahal
perencanaan, hingga saat ini di daerah belum pola karier pegawai sangat penting sebagai dasar
terdapat perencanaan kebutuhan pegawai yang jelas pengembangan karier dan potensi pegawai, sehingga
dan rinci. Khususnya Pemda Kabupaten Samosir pengangkatan pegawai dalam suatu jabatan struktural
belum memiliki peta kebutuhan pegawai (semacam dapat dilakukan secara adil dan transparan. Jika pola
manpower planning), paling tidak untuk lima tahun karier telah terwujud, maka seorang pegawai dapat

Pengembangan Kapasitas Sumberdaya Manusia Aparatur Pemerintah Daerah di Era Otonomi (Studi Kasus:
Pemerintah Daerah Kabupaten Samosir) - Yosep Ginting & Sorni Paskah Daeli | 113
mengetahui arah, perjalanan dan bahkan strategis, karena pada dasarnya hasil pengukuran
merencanakan kariernya serta jabatan yang akan kinerja yang dilakukan secara objektif, valid dan
diembannya sesuai kompetensi yang dimiliki selama terukur memberikan banyak manfaat bagi proses
jangka waktu tertentu. Kondisi pola karier di Pemda pengambilan keputusan di bidang kepegawaian.
Kabupaten Samosir, saat ini belum didasarkan pada Namun, hal ini kurang disadari oleh Pemda
standar kompetensi, baik persyaratan umum, Kabupaten Samosir, di mana penilaian pegawai yang
persyaratan manajerial, dan persyaratan teknis, berlaku sampai saat ini pada dasarnya tidak memiliki
sehingga berdampak negatif terhadap kinerja Pemda. arti yang nyata terhadap pengukuran kinerja
Sistem kenaikan pangkat yang diberlakukan selama pegawai. Penilaian sangat subyektif karena
ini masih bersifat administratif dan belum dikaitkan kelemahan-kelemahan aspek, mekanisme dan sifat
dengan prestasi kerja yang dihasilkan pegawai. pengukurannya. Hasil penilaian tersebut tidak dapat
Penyebab lainnya adalah, kelemahan sistem membedakan pegawai berkinerja bagus dengan yang
pengukuran kinerja, sehingga pegawai yang tidak. Anehnya, tidak ada satupun dari atasan yang
berprestasi kurang mendapat perhatian dan berkeinginan untuk memberikan penilaian yang jelek
penghargaan yang adil. Pegawai yang prestasi terhadap anak buahnya sekalipun faktanya memang
kerjanya tidak bagus masih memungkinkan untuk kinerja bawahannya tidak memuaskan.
naik pangkat/golongan. Kemudian, ada juga Dari sisi penggajian, pada semua tingkatan
ketidaksesuaian antara kompetensi dengan pekerjaan masih belum mampu membuat kesejahteraan bagi
yang diemban, karena pada saat rekrutmen, SDM aparatur. Persoalan minimnya gaji yang
kebutuhan yang diinginkan oleh Pemda tidak sesuai diterima selama ini, menjadi alasan klasik belum
dengan ketersediaan yang ada di masyarakat. Hal mampunya pegawai menunjukkan kinerja yang
lainnya, pengembangan jabatan fungsional masih tinggi. Sebagian pegawai di Pemda Kabupaten
diabaikan oleh Pemda, padahal melalui jabatan Samosir masih mencari pendapatan tambahan di luar
fungsional dapat dikembangkan profesionalisme gaji yang diterimanya, dan banyak yang
SDM aparatur. melaksanakan pekerjaan sampingan itu pada saat jam
Persoalan-persoalan di atas kemudian kantor.
ditambah dengan persoalan mutasi-promosi pegawai Kemudian dari sisi diklat, beberapa
dalam jabatan struktural yang sangat kental dengan kelemahan pola diklat yang dilaksanakan oleh
nuansa politik lokal. Dari sisi promosi, promosi Pemda Kabupaten Samosir antara lain: (1) Sistem
pegawai ke dalam jabatan struktural belum diklat yang ada baru terfokus pada diklat
didasarkan pada kinerja pegawai yang bersangkutan. penjenjangan, diklat fungsional dan diklat teknis, di
Promosi pejabat struktural masih dilakukan dengan mana itupun belum tertangani dengan baik dan masih
cara ‘dukung-mendukung’. Fenomena ini muncul dalam taraf perbaikan menyeluruh; (2) Training
karena besarnya otoritas kepala daerah dalam needs belum dapat dimanfaatkan untuk
pengelolaan kepegawaian di daerah. Fungsi Badan menghasilkan pola diklat yang sistemik dan berbasis
Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) kompetensi; (3) Desain diklat, kurikulum dan jam
kurang efektif, karena Ketua Baperjakat dijabat pelatihan belum mengacu pada standar kompetensi
langsung oleh Bupati Kabupaten Samosir. Dengan yang dibutuhkan; (4) Spesialisasi instruktur dan
demikian, kepentingan politis sering mendominasi widyaiswara masih terfokus pada aspek manajemen;
proses promosi pejabat struktural. Akibatnya, sangat dan (5) Belum mempertimbangkan kesesuaian antara
sulit memperoleh pejabat struktural yang kompeten kompetensi pegawai dengan kompetensi jabatan
dan profesional di bidangnya, karena tujuannya yang akan datang. Untuk itu perlu disiapkan pola
hanya untuk melayani kepala daerah. diklat yang dapat mendukung pola karir pegawai.
Dari sisi mutasi, terdapat permasalahan Di samping itu, pelaksanaan diklat selama
mengenai obyektivitas dalam penempatan pegawai ini sangat monoton, terutama dari segi substansi atau
sesuai dengan kompetensi pegawai. Pemda materi diklat. Sebagian besar materi Diklatpim
Kabupaten Samosir belum melakukan tes kelayakan Tingkat IV dan Diklatpim Tingkat III hampir sama.
dan kepatutan (fit and proper test) dalam rangka Di lingkungan Pemda Kabupaten Samosir,
penempatan pegawai. Proses mutasi khususnya keterbatasan anggaran merupakan salah satu kendala
dalam pengertian perpindahan pegawai antar unit utama dalam penyelenggaraan diklat PNS. Oleh
kerja di lingkungan Pemda Kabupaten Samosir, juga karena itu, agar lebih efektif, maka peserta sebaiknya
memperlihatkan kondisi yang belum terpola dengan duduk dulu dalam jabatan yang baru, sebelum
mekanisme yang jelas, adil dan transparan, sesuai mengikuti Diklatpim.
dengan kapasitas individual pegawai dan
karakteristik, beban dan volume pekerjaan. Hasilnya, SIMPULAN
dapat dikatakan bahwa prinsip ‘the right man in the
right place on the right time’ masih sebatas slogan, Dari uraian di atas, potret SDM aparatur di
karena adanya muatan kepentingan tertentu. Pemda Kabupaten Samosir adalah masih berkualitas
Dari sisi pengukuran kinerja, sistem dan rendah, banyak jabatan struktural yang belum terisi,
implementasi pengukuran kinerja pegawai sangat rekrutmen pegawai belum berdasarkan pada analisis

114 | Jurnal Bina Praja | Volume 4 No. 2 Juni 2012: 105 - 116
jabatan, evaluasi jabatan belum dilakukan, penilaian Siswanto. 2006. Studi Pengembangan Kapasitas
kinerja individu berdasarkan kompetensi belum Litbang Kesehatan di Daerah Provinsi
dilakukan, dan kurikulum diklat belum mampu Kalimantan Timur (Suatu Analisis Situasi),
meningkatkan kemampuan sesuai dengan tuntutan Laporan Penelitian Balitbang Depkes, Jakarta.
pekerjaan. Soeprapto, Riyadi. 2007. Pengembangan Kapasitas
Oleh karena itu, perlu penataan sistem Pemerintah Daerah Menuju Good
rekrutmen pegawai; analisis jabatan; evaluasi Governance, Jakarta: PT Gunung Agung.
jabatan; penyusunan standar kompetensi jabatan; Suryanto. 2006. Reformasi Kebijakan Pelaksanaan
Administrasi Pemerintahan Daerah, Jurnal
penilaian individu berdasarkan kompetensi;
Desentralisasi Vol. 7 No.4 Tahun 2006.
pembangunan database pegawai; dan perbaikan
http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/ 6167/
kurikulum diklat. diunduh tanggal 14 Agustus 2012.
DAFTAR PUSTAKA

Amri, Agus Suryono dan Suwondo. 2009.


Pengembangan Sumberdaya Aparatur
Sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja: Studi
di Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten
Sumbawa, WACANA, Vol. 12 No.3 Juli 2009.
Armstrong, Michael. 2006. A Handbook of Human
Resource Management Practice, London,
Philadelphia: Kogan Page.
Colquit, Jason A., Jeffery A. LePine & Michael J.
Wesson. 2009. Organizational Behavior:
Improving Performance and Commitmen in
the Workplace, New York: McGraw-Hill-
Irwin.
Eade, D. 1998, Capacity Building: An Approach to
People-Centered Development, Oxford, UK:
Oxfam, GB.
Edralin, J.Sl. 1997. The New Local Governance and
Capacity Building: A Strategic Approach,
Regional Development Studies, Vol.3, p.148-
150.
Enemark, Stig. 2006. Capacity Building for
Institutional Development in Surveying and
Land Management, paper presented in the
Promoting Land Administration and Good
Governance, 5th FIG Regional Conference
Accra, Ghana, March 8-11, 2006.
Hanif, Nurcholis. 2005. Pengembangan Kapasitas
Pemda: Upaya Mewujudkan Pemda yang
Menyejahterakan Masyarakat, Jurnal
Organisasi dan Manajemen, Voume. 1, Nomor
1, September 2005.
Hersey, P. and K. H. Blanchard. 1999. Leadership and
the One Minute Manager, New York: William
Morrow.
Ivancevich, John M. and Michael T. Matteson. 2002.
Organizational Bahavior and Management,
Boston: McGraw-Hill.
Keban, Yeremias T. 2011, Menuju Sistem
Ketatalaksanaan Pemerintahan Yang Baik,
bahan presentase pada Diklatpim I Angkatan
XXII LAN RI, 30 September 2011.
Luthans, Fred. 2002. Organizational Behavior, Boston:
McGraw-Hill–Irwin.
Milen A. 2006. Capacity Building: Meningkatkan
Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta:
Pembaruan.
Siagian, Sondang P. 1996. Manajemen Sumber Daya
Manusia, Jakarta: CV. Haji Masagung.

Pengembangan Kapasitas Sumberdaya Manusia Aparatur Pemerintah Daerah di Era Otonomi (Studi Kasus:
Pemerintah Daerah Kabupaten Samosir) - Yosep Ginting & Sorni Paskah Daeli | 115
116 | Jurnal Bina Praja | Volume 4 No. 2 Juni 2012: 105 - 116

Anda mungkin juga menyukai