KELAS/KELOMPOK: A2/II TUGAS INDIVIDU : MANAJEMEN ASN
MANAJEMEN ASN
Birokrasi merupakan sistem pemerintahan yang dijalankan oleh
pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan. Birokrasi sering mendapat citra buruk di kalangan masyarakat seperti bertele-tele dan banyak terjadi korupsi didalamnya. Oleh karena itu diperlukan adanya perbaikan birokrasi atau reformasi birokrasi. Perbaikan birokrasi diIndonesia biasa kita kenal dengan adanya peristiwa Reformasi Birokrasi. Reformasi Birokrasi adalah upaya pemerintah untuk mencapai good governance dan melakukan pembaharuan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut aspek kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumber daya aparatur. Reformasi birokrasi ini dilakukan dengan melihat kondisi kualitas profesionalisme rata-rata birokrasi yang masih belum memuaskan. Salah satu penyebabnya karena praktek manajemen sumber daya manusia yang belum benar.
Proses reformasi manajemen sumber daya aparatur sendiri sudah
mulai dilaksanakan namun belum dapat dikatakan berhasil karena masih dijumpai masalah-masalah yang menyangkut kinerja birokrasi disuatu daerah. Hal ini membuktikan bahwa manajemen sumber daya aparatur perlu direform kembali supaya kinerja yang dihasilkan pegawai bisa berjalan secara profesional. 1. Analisis Issu Ditempat Kerja
Pengelolaan manajemen sumberdaya yang ada di Puskesmas DTP
Cidaun belum berjalan dengan baik dikarenakan masih terdapat aspek- aspek yang belum berjalan secara maksimal misalkan seperti system penerimaan pegawai honorer (TKS) yang tidak transparan,dan Pengrekrutan jumlah pegawai honorer (TKS) yang melebihi kemampuan instansi untuk" "penggajian sehingga menyebabkan adanya potongan jasa pelayanan dari pegawai PNS dan juga PPPK untuk diberikan kepada tenaga honorer (TKS).
Yang saya amati Puskesmas DTP Cidaun mengangkat pegawai
honorer (TKS) karena berbagai alasan seperti; kebutuhan unit kerja, pertimbangan politis, balas budi, dan untuk mengurangi jumlah pengangguran. Sangat longgarnya sistem rekrutmen, tidak jelasnya acuan pengukuran kinerja, dominannya diskresi pimpinan unit kerja dalam hal penempatan, penetapan hak dan kewajiban, serta terbatasnya kompetensi pegawai hononorer (TKS) merupakan sebagian contoh dari sisi negatif dari rekrutmen yang asal-asalan.
Umumnya rekrutmen pegawai honorer (TKS) tidak melalui seleksi.
Yang banyak terjadi adalah pelamar cukup hanya mengirimkan surat lamaran dan akhirnya diterima. Dengan proses rekrutmen seperti ini maka kompetensi dan jumlah pegawai honorer (TKS) belum tentu sesuai dengan kebutuhan dan juga kemampuan instansi dalam hal memberikan kesejahteraan bagipegawai honorernya (TKS). Sebenarnya pemerintah sudah menerbitkan aturan larangan rekrut tenaga honorer melalui Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 Pasal 8. Apalagi melakukan rekrutmen honorer (TKS) yang asal-asalan.
Menurut hemat saya pihak manajemen puskesmas DTP Cidaun harus
menerapkan sistem analisis kebutuhan pegawai dan analisis jabatan, rekrutmen harus memiliki gambaran yang jelas tentang tugas-tugas dan kewajiban yang dipersyaratkan untuk mengisi jabatan yang ditawarkan. Oleh sebab itu analisis jabatan merupakan langkah pertama dalam proses rekrutmen dan seleksi.
Penerimaan pegawai honorer (TKS) juga harus melalui seleksi yang
ketat dan transparan, hal ini sejalan dengan nilai nilai dasar aparatur sipil negara dalam menjalankan pemerintahan yang bersih dari KKN yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan dan kepuasan publik.
Yang terakhir, menurut saya dalam melakukan rekrutmen tenaga
honorer (TKS), rekrutmen tersebut harus lah memperhitungkan antara kebutuhan instansi akan sumberdaya manusia dengan kemampuan instansi dalam melakukan penggajihan, dan juga harus mempertimbangkan antara kompetensi pegawai dan unit kerja yang akan di tempati, agar tidak menjadi beban keuangan terhadap instansi itu sendiri yang nantinya malah memicu pimpinan untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang akan melawan aturan lalu merugikan instansi, dan pemotongan jasa pelayanan bagi Pegawai PNS dan PPPK pun dapat dihindari