Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TEKNOLOGI TEPAT GUNA

“UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK BUAH BENGKUANG (Pachyrhizus erosus


(L.) Urb.) SEBAGAI PENGAWET ALAMI CABAI MERAH (Capsicum
annuum L)”

Disusun oleh :

Asih Wulansari

P07233318650

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGPINANG
PRODI DIII SANITASI
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Dengan ucapan
alhamdulillahirobbil Alamin, Karena atas berkat Rahmat- Nya yang diberikan kepada
kita terutama nikmatul imaniwal islam, diantara beberapa nikmat tersabut sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Uji Efektivitas Ekstrak
Buah Bengkuang (Pachyrhizus Erosus (L.) Urb.) Sebagai Pengawet Alami Cabai
Merah (Capsicum Annuum L)”

Dalam penulisan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin


untuk menyajikan yang terbaik. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran
dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah
ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat
dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

Tanjungpinang , 05 oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan .................................................................................................................. 2
BAB II ........................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 3
2.1 Zat Pengawet ....................................................................................................... 3
2.2 Bengkuang .......................................................................................................... 4
BAB III ......................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN .......................................................................................................... 6
3.1 Proses Pembuatan ................................................................................................ 6
3.2 Efektivitas Ekstrak Bengkuang Sebagai Pengawet Alami Cabai Merah ............ 8
BAB IV ......................................................................................................................... 9
PENUTUP ..................................................................................................................... 9
4.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 9
4.2 Saran .................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi manusia, yang akan
terus meningkat sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk. Demikian pula laju
produksi buah hortikultura tersebut, namun terjadi pasang surut. Selain itu, bahan
pangan tersebut mudah mengalami perubahan fisik yang tidak diinginkan seperti
pembusukan. Kerusakan bahan pangan ini umumnya disebabkan oleh
mikroorganisme melalui proses enzimatis dan oksidasi, terutama yang mengandung
protein dan lemak. Kerusakan tersebut perlu dihambat dengan cara pengawetan
menggunakan pengawet dan antioksidan sintesis seperti formalin, asam benzoat,
BHA (butylated hydroxyanisol), BHT (butylated hidroxytoluene) dan TBHA (tertier
butylated hidroxyanisol) (Tranggono, 1990).
Diantara berbagai macam produk hortikultura yang ada di Indonesia, cabai merah
merupakan tanaman sayur yang memerlukan proses pengawetan untuk mencegah
proses pembusukan. Cabai merah mengandung vitamin C (asam askorbat) dan beta
karoten yang tinggi mengungguli buahbuahan yang sering dikonsumsi masyarakat
seperti pepaya, mangga, nanas dan semangka. Vitamin C pada cabai merah berfungsi
sebagai pemeliharaan membran sel, meningkatkan daya tahan terhadap infeksi dan
mempercepat penyembuhan (Almatsier, 2004).
Cabai merah memiliki daya simpan yang sangat rendah karena mudah
mengalami pembusukan dan produksi cabai merah tiap tahun tidak semua dikonsumsi
oleh konsumen sehingga terjadi kelimpahan yang menimbulkan pembusukan
pascapanen yang menyebabkan petani mengalami kerugian. Penyebab utama dari
kerusakan cabai merah adalah karena kadar airnya yang tinggi, sehingga akan
memperbesar terjadinya kerusakankerusakan fisiologis, mekanis, maupun aktivitas

1
mikroorganisme. Mikroorganisme yang banyak menyebabkan
kerusakan/pembusukan pada cabai merah adalah jamur. Untuk mencegah
pembusukannya, cabai merah harus diawetkan dengan menggunakan bahan pengawet
(Oktoviana, dkk., 2012).

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana proses pembuatan ekstrak bengkuang sebagai pengawet alami
cabai merah?
b. Bagaimana efektivitas ekstrak buah bengkuang (pachyrhizus erosus (l.) Urb.)
Sebagai pengawet alami cabai merah (capsicum annuum l) ?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui proses pembuatan ekstrak bengkuang sebagai pengawet
alami cabai merah
b. Untuk mengetahui efektivitas ekstrak buah bengkuang (pachyrhizus erosus
(l.) Urb.) Sebagai pengawet alami cabai merah (capsicum annuum l)

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Zat Pengawet


Zat pengawet adalah zat yang ditambahkan pada makanan dengan tujuan
untuk mencegah pertumbuhan mikroba yang dapat dikombinasikan dengan metode
pengawetan lain sehingga makanan akan memiliki daya simpan yang lebih lama
(Abdulmumeen et al., 2012). Selain mencegah pertumbuhan mikroba, zat pengawet
juga dapat memperlambat terjadinya proses enzimatis maupun proses perubahan
kimia yang dapat menurunkan kualitas dari makanan (Zengin et al., 2011). Zat
pengawet akan menghambat dan membunuh mikroba yang berperan penting dalam
proses pembusukan lalu akan memecah senyawa toksik menjadi tidak toksik
(Suprayitno, 2017).

Bahan pangan memiliki jenis zat pengawet alami, namun karena jumlah zat
pengawet tersebut relatif kecil maka kemampuan mengawetkan menjadi lebih rendah
jika dibandingkan zat pengawet yang ditambahkan di luar bahan pangan. Ada efek
samping yang dapat timbul ketika mengkonsumsi zat pengawet yang berlebih,
misalnya alergi atau sakit kepala jika mengkonsumsi sulfit atau pengawet sejenis
yang biasanya digunakan pada buah, benzoat sebagai antimikroba yang dapat
menyebabkan iritasi kulit atau asma, dan dapat juga menyebabkan kanker perut
ketika mengkonsumsi nitrat dan nitrit yang biasanya digunakan untuk curing agent
pada daging (Sharma, 2015).

Zat pengawet yang dapat digunakan dalam makanan seperti NaCl kemudian
dari jenis asam organik misalnya asam cuka, asam benzoat, asam propionate, asam
sorbat yang biasanya digunakan pada makanan yang memiliki pH rendah lalu
terdapat nitrit, nitrat, sulfur dioksida dan sulfit, serta nisin dan natamycin sebagai

3
antimiroba (Silva dan Lidon, 2016). Zat pengawet yang pada dasarnya merupakan
senyawa kimia sehingga perlu ada batas konsumsi agar tidak menimbulkan kerugian,
baik itu yang bersifat langsung seperti keracunan maupun yang bersifat tidak
langsung yang perlu akumulasi zat di dalam tubuh untuk menimbulkan penyakit yang
berbahaya misalnya kanker, toksisitas akut dan teratogenik (Davidson et al., 2013).

2.2 Bengkuang
Bengkuang atau bengkoang (Pachyrhizus erosus) berasal dari Amerika tropis
yang termasuk dalam suku polong-polongan atau Fabaceae. Di tempat asalnya,
tumbuhan ini dikenal sebagai xicama atau jícama. Orang Jawa menyebutnya sebagai
besusu. Tumbuhan yang dikenal dari umbi (cormus) putihnya yang bisa dimakan
sebagai komponen rujak dan asinan atau dijadikan masker untuk menyegarkan wajah
dan memutihkan kulit. Tanaman bengkuang merupakan tanaman jenis umbi yang
memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Familia : Fabaceae

Super Familia : Faboidae

Genus : Pachyrizus

Spesies : Pachyrizus erosus

4
Buah bengkuang mengandung beberapa senyawa kimia yang memiliki manfaat
yang sangat baik yaitu vitamin C, flavonoid dan saponin (Lukitaningsih, 2009).
Sandler (2005) juga menyebutkan bahwa bengkuang mengandung senyawa saponin.
Saponin merupakan salah satu metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas biologi,
diantaranya bersifat sebagai antimikroba. Di Indonesia, bengkuang telah banyak
digunakan sebagai salah satu bahan kosmetik, terutama sebagai skrining matahari dan
bahan pemutih kulit (Lukitaningsih, dkk., 2013) . Buah bengkuang juga dapat
digunakan sebagai bahan pangan. Namun, tak banyak yang tahu bahwa kandungan
saponin yang terkandung di dalamnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan
pengawet alami pada tanaman sayur, seperti cabai merah (Irwan, dkk., 2007).
Senyawa saponin merupakan larutan berbuih yang diklasifikasikan berdasarkan
struktur aglycon ke dalam triterpenoid dan steroid saponin. Senyawa saponin mampu
berperan sebagai pengawet alami karena dapat bekerja sebagai antimikroba yang
akan merusak membran sitoplasma (Gotawa, dkk., 1999).

5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Proses Pembuatan


Alat

1. Oven
2. Blender
3. Baskom
4. tabung reaks
5. neraca digital
6. erlenmeyer 1000 mL
7. shaker
8. gelas ukur 250 mL dan 10 mL
9. labu ukur 100 mL
10. pipet tetes
11. corong
12. kertas saring
13. vacuum pump
14. rotary evaporator
15. botol kecil
16. keranjang kecil
17. spatula
18. batang pengaduk
19. buret 25 mL
20. klem dan statif
21. serta gelas kimia 100 mL dan 1000 mL

6
Bahan

1. buah bengkuang
2. cabai merah
3. etanol (Merck)
4. larutan HCl 2 N (J.T Baker)
5. larutan amilum 1% (Merck
6. larutan standar iodine 0,01 N (Ajax chemicals)
7. alumunium foil dan aquades.

Cara pembuatan

1. mencuci buah bengkuang hingga bersih


2. memotong buah menjadi kecil dan mengeringkannya menggunakan oven pada
suhu 60°C selama 2 hari
3. Kemudian buah dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak
200 gram
4. Selanjutnya, dilakukan uji busa saponin dengan cara 0,5 gram simplisia
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisikan 10 mL aquades,
dikocok dan ditambah 1 tetes larutan HCl 2 N. Setelah itu, dimaserasi selama
3x24 jam dengan menggunakan 600 mL pelarut etanol.
5. Kemudian, ekstrak dievaporasi dengan menggunakan rotary evaporator pada
suhu 50 oC dengan kecepatan 8 rpm.
6. Selanjutnya, ekstrak kental yang diperoleh dimasukkan ke dalam oven pada
suhu 30oC sampai 40oC.
7. Setelah itu, dibuat larutan ekstrak dengan konsentrasi 0%, 2%, 4%, dan 6%.

7
3.2 Efektivitas Ekstrak Bengkuang Sebagai Pengawet Alami Cabai Merah
Berdasarkan hasil pengawetan yang dilakukan menggunakan ekstrak
bengkuang, menunjukkan bahwa semakin lama cabai tersebut disimpan, maka akan
terjadi perubahan tekstur menjadi agak lembek dan kemudian mengering. Perubahan
ini disebabkan oleh penguraian zat-zat organik yang terkandung dalam cabai pada
proses metabolisme. Pengawetan dapat menghambat kerusakan pada bahan pangan
karena cepat atau lambat akan mengalami kerusakan. Bahan pangan yang telah
diawetkan dapat mengalami perubahan tetapi tidak terlihat langsung karena terjadi
sangat lambat

Perubahan kadar vitamin C dari 4 konsentrasi ekstrak tersebut dikarenakan


cabai merah dengan konsentrasi 4% dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi ekstrak
yang memiliki peran dalam mengawetkan cabai. Sehingga hal itulah yang
menyababkan kadar vitamin C-nya masih cukup tinggi. Sedangkan pada cabai merah
dengan konsentrasi 6% mengalami penurunan namun lebih tahan lama karena yang
berperan adalah lama waktu penyimpanannya.

Pengaruh lama penyimpanan terhadap kandungan vitamin C tidak berbeda


nyata, akan tetapi cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena
tertundanya penguapan air yang menyebabkan struktur sel yang semula utuh menjadi
layu.Dimana enzim askorbat oksidase tidak dibebaskan oleh sel sehingga tidak
mampu mengoksidasi vitamin C lebih lanjut menjadi senyawa yang tidak mempunyai
aktivitas vitamin C lagi. Tetapi apabila sel mengalami kelayuan maka vitamin C
mengalami kerusakan

8
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Ekstrak buah bengkuang dapat digunakan sebagai pengawet alami pada cabai
merah, karena dapat menghambat aktivitas dari mikroorganisme sehingga laju
pembusukan pada cabai merah dapat berkurang. Ekstrak buah bengkuang yang paling
efektif untuk mengawetkan cabai merah adalah pada konsentrasi 4% yaitu selama 14
hari dengan kadar vitamin C setelah diawetkan yaitu 75,13 mg/100 g dari kadar awal
yaitu 84,47 mg/100 g. Dimana, ini merupakan penurunan kadar vitamin C yang
paling kecil dari konsentrasi lainnya.

4.2 Saran
Penelitian ini sangat cocok digunakan oleh usaha kecil menengah,penjual dan
konsumen cabai merah dalam usaha mengawetkan cabai merah.

9
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/139/jtptunimus-gdl-diannuriva-6907-3-
babii.pdf
file:///C:/Users/user/Documents/224158-uji-efektivitas-ekstrak-buah-bengkuang-
p.pdf

10

Anda mungkin juga menyukai