Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PORTOFOLIO INDIVIDU

MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

Disusun oleh :

Yuannita PWS
NIM. 1810112

PRODI S-1 KEPERAWATAN


STIKES HANG TUAH SURABAYA
TA. 2020/2021
1. SISTEM MUSKULOSKELETAL
a. Anatomi fisiologi sistem muskuloskeletal
1) Otot (Muskular)
2) Tulang (skeletal)
3) Sendi
4) Tendon, jaringan ikat yang menghubungkan otot dan tulang
5) Ligamen, jaringan ikat yang mempertemukan kedua ujung tulang
6) Bursae, kantong kecil dari jaringan ikat, antara tulang dan kulit, antara tulang
dan tendon atau diantara otot .
7) Fascia, jaringan penyambung longgar di bawah kulit atau pembungkus otot,
saraf dan pembuluh darah.
b. Struktur yang berperan dalam pergerakan
1) Tulang
2) Sendi
3) Otot
4) Susunan saraf
c. Jenis jaringan tulang
1) Tulang kompakta
2) Tulang spongiosa
d. Klasifikasi tulang
1) Tulang panjang
2) Tulang pendek
3) Tulang pipih
4) Tulang ireguler
5) Tulang sesamoid
e. Pembagian sistem kerangka
1) Tulang kepala
2) Tulang wajah
3) Tulang dada
4) Tulang pelvis
5) Kerangka apendikular
6) Tulang anggota gerak bawah
f. Fisiologi sistem tulang
1) Fungsi tulang
a) Formasi kerangka
b) Pergerakan
c) Pelindung
d) Hemmatopoesis
e) Tempat penyimapanan mineral
2) Komposisi jaringan trtulang
a) Sel
b) Matriks ekstraseluler
c) Garam-garam anorganik
g. Struktur otot
1) Origo
2) Insertio
3) Tendo
4) Ligamentum
5) Kartilago
h. Macam-macam sel otot
1) Otot rangka
2) Otot polos
3) Otot jantung
i. Otot tubuh berdasarkan letak
1) Otot bagian kepala
2) Otot bagian leher
3) Otot dada
4) Otot perut
5) Otot punggung
6) Otot bahu dan lengan
7) Otot panggul
8) Otot anggota gerak bawah
j. Fisiologi ppergerakaan otot
1) Saraf sensorik : membawa impuls dari otot
2) Saraf motorik : membawa impuls ke serat otot
k. Klasifikasi sendi secara struktural
1) Sendi fibrosa
2) Sendi kartilago
3) Sendi sinofial
l. Klasifikasi sendi berdasarkan fungsi
1) Sendi sinartosis
2) Sendi amfiartosis
3) Sendi diartosis

Daftar Pustaka

Anonymous. 2013. Anatomi dan Fisiologi sistem muskuloskeletal


Web of causation Fraktur

Patologis (penurunan densitas tulang Trauma langsung / Stress / tekanan


karena tumor, osteoporosis) tidak langsung yang berulang

Jar. Tidak kuat/tidak dapat menahan


kekuatan dari luar

Fraktur Operatif (ORIF,


Konservatif OREF)

Eksternal
fixation Perubahan letak Kerusakan Kerusakan bagian
fragmen (deformitas) kontinuitas tulang bagian lunak

Traksi Gips Kehilangan fungsi Kelemahan / Kerusakan jar. Syaraf


ketidaknormalan
mobilitas & krepitasi
Keterbatasan gerak
Impuls nyeri
dibawa ke otak
Imobilitas Imobilitas

Gangguan Gangguan pemenuhan


mobilitas fisik kebutuhan (ADL) Otak
menterjemahkan
Penekanan pada impuls nyeri
bagian yang menonjol Kerusakan Jar.
Pembuluh darah
Nyeri Akut
Sirkulasi perifer
berkurang Peningkatan aliran darah

Ischemia
Peningkatan tekanan
pembuluh darah
Nekrosis jar
Peningkatan volume
cairan ekstrasel
Gangguan integritas
jaringan
Odema

Resti Gangguan
Web of causation Dislokasi

Trauma

Infeksi dari penyakit Dislokasi Kelainan Kongietal


lain Pada Sendi

Trauma Joint
Dislocation

Deformatis Tulang

Gangguan Bentuk
dan Pergerakan

Kesulitan Dalam Rasa tidak nyaman


Menggerakkan Sendi karena inflamasi

MK : Gangguan MK : Nyeri Tidak nafsu


mobilitas fisik
makan

Ketidaknyamanan MK : Ketidakseimbangn nutrisi


Akibat Bentuk yang kurang dari kebutuhan tubuh
tidak normal

Pengungkapan secara
Verbal merasa malu,
cemas dan takut tidak
di terima

MK : Gangguan citra tubuh


Standar Prosedur Operasional

Judul SPO Pemeriksaan fisik sistem muskuloskeletal


Pengertian Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang
kompleks. Pengkajian sistem muskoloskeletal meliputi
pemeriksaan pada tulang, persendian dan otot.
Pengkajian ini rumit karena bagian-bagian ini
bertanggung jawab untuk pergerakan, penunjang, dan
stabilitas tubuh. Selaian itu fungsinya juga terintegrasi
dengan sistem saraf dan integumen. Oleh karena itu
sebelum melakukan pemeriksaan fisik, seorang perawat
terlebih dahulu harus mengetahui tentang anatomi
fisiologi sistem muskuloskeletal dan integrasinya dengan
sistem persarafan dan integumen.
Tujuan 1. Memperoleh data dasar tentang fungsi otot, tulang
dan persendian
2. Mengetahui mobilitas otot (range of motion) pasif dan
aktif
3. Mengetahui tonus otot
4. Mengetahui kekuatan otot
5. Mengetahui adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal
Persiapan alat 1. Goniometer
2. Pita ukur
3. Perkusi hammer
Pemeriksaan 1. Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan
dengan inspeksi dilakukan dan jaga privasi klien
2. Mencuci tangan, gunakan sarung tangan
bersih dan masker
3. Inspeksi gaya berjalan klien dan bagian
tubuh anterior, posterior dan lateral postur klien pada
saat klien ke ruang (pada saat klien tidak menyadari
sifat observasi, gaya berjalan akan lebih alami)
4. Lakukan tes garis lurus :
Minta klien berjalan pada sebuah garis lurus, minta
klien berdiri
5. Observasi penampilan klien secara
keseluruhan Pada saat klien duduk, posisikan kepala
pada posisi tegak. beberapa derajat cekungan bahu
merupakan hal yang normal. Lansia cenderung
membungkuk, postur membungkuk ke arah depan,
dengan pinggul dan lulut fleksi dan lengan
membungkuk pada siku, mengangkat tinggi lengan.
Observasi klien dari samping, meliputi lengkung
tubuh dan penahan berat badan.
a) Kaji penyangga serta stabilitas penahan berat
badan
b) Kaji lengkung : Servikal, Torakal, dan Lumbal
c) Kaji adanya deformitas (lordosis, kifosis, skoliosis)
- Kifosis atau bungkuk adalah perburukan kurvatura
posterior spinal thorak.
- Lordosis atau swayback adalah peningkatan
kurvatura lumbar.
- Scoliosis adalah Peningkatan kurvatura spinal
lateral disebut
6. Pembandingan Tinggi Badan
Lakukan pengukuran tinggi badan. Kaji adanya penurunan
tinggi badan, bandingkan dengan berat badan sebelumnya,
jika ada penurunan TB, curigai adanya :
a) Osteoporosis
b) Fraktur vertebra/ kolaps
c) Penuaan
7. Inspeksi Kulit dan Jaringan sub kutan
Lakukan inspeksi terhadap kulit dan jaringan sub kutan
dibawah otot, tulang dan sendi terhadap: warna yang tidak
normal, pembengkakan, dan adanya massa

Pemeriksaan 8. Kaji adanya riwayat trauma atau penyakit


dengan auskultasi patologis
Kaji adanya suara :
a) Crepitating
b) Snapping
c) murmur atau bruit.
Pada kondisi yang patologis seperti trauma pada
tulang/fraktur, pada saat pengkajian perawat dapat
mendengarkan adanya crepitasi, snapping atau bunyi
murmur/bruit pada daerah yang mengalami fraktur.

Pemeriksaan 9. Palpasi Umum


dengan auskultasi Lakukan palpasi secara perlahan di seluruh tulang, sendi,
dan otot sekitar dalam pemeriksaan yang lengkap dengan
teknik feel, moving, dan measuring.
Catat adanya panas, nyeri tekan, edema, atau resistensi
terhadap tekanan.
10. Lakukan pengkajian rentang gerak sendi
Catat adanya nyeri, keterbatasan mobilitas, gerakan
spastic, ketidakstabilan sendi, kekakuan dan kontraktur)
a) Fleksi : gerakan mengurangi sudut antara dua tulang
yang bersambungan; menekuk anggota gerak,
contoh : siku, jari tangan, lutut
b) Ekstensi : gerakan meningkatkan sudut antara dua
tulang yang bersambungan, contoh : Siku, jari tangan,
lutut
c) Hiperekstensi : gerakan bagian tubuh melewati posisi
ekstensi istirahat normal. Cotoh : kepala
d) Pronasi : gerakan bagian tubuh sehingga permukaan
depan atau ventralnya menghadap ke bawah, contoh :
lengan tangan
e) Supinasi : gerakan bagian tubuh sehingga permukaan
depan atau ventralnya menghadap ke atas, contoh :
lengan tangan
f) Abduksi : gerakan ekstremitas menjauh dari garis
tengah tubuh, contoh : tungkai, lengan, jari tangan
g) Adduksi : gerakan ekstremitas ke arah garis tengah
tubuh, contoh : tungkai, lengan, jari tangan
h) Rotasi internal : rotasi sendi kearah dalam, contoh :
lutut, pinggul
i) Rotasi eksternal : rotasi sendi kearah dalam, contoh :
lutut, pinggul
j) Dorsofleksi : fleksi jari kaki dan telapak kaki ke atas,
contoh : telapak kaki
k) Plantar fleksi : fleksi jari kaki dan telapak kaki ke
bawah, contoh : telapak kaki
11. Lakukan pengkajian tonus otot
 Klien diminta untuk membiarkan ekstremitasnya rileks
atau menggantung
 Topang dan pegang ekstrimitas dengan tangan
pemeriksa kemudian digerakkan melewati rentang gerak
normalnya.
Nilai :
 Tonus normal : adanya resistensi ringan dan merata
pada gerakan di seluruh rentang.
 Hipotonusitas : otot terasa lembek
 Hipertonusitas : otot mengalami peningkatan tonus
adanya gerakan pasif tiba-tiba terhadap sendi dihadapi
dengan resistensi yang cukup kuat.

Lakukan pengkajian kekuatan otot


 Posisikan dalam posisi stabil, bandingkan pasangan otot
yang simetris. Lengan pada sisi dominan normalnya
lebih kuat dari pada lengan pada sisi non dominan.
Pada lansia kehilangan massa otot menyebabkan
kelemahan bilateral, tetapi kekuatan otot lebih besar
pada lengan atau tungkai yang dominant.
 Minta klien untuk merilekskan otot yang akan diperiksa
dan tidak menggerakkan sendi tersebut
 Lakukan pemberian tekanan secara bertahap pada
kelompok otot (missal ekstensi siku)
 Minta klien menahan tekanan yang diberikan oleh
perawat dengan mencoba melawan tahanan tersebut
(missal fleksi siku) sampai diintruksikan untuk berhenti
 Identifikasi adanya kelemahan, jika ada bandingkan
ukuran otot dengan bagian otot lain yang sama dengan
mengukur lingkar tubuh otot dengan pita ukur. Otot yang
mengalami atrofi (penurunan ukuran) dapat terasa lunak
dan liat.

Nilai :
1: Tidak ada bukti kontraktilitas (0 %)
1: Sedikit kontraktilitas, tidak ada gerakan (10 % dari
normal)
2 : Rentang gerak penuh, gravitasi tidak ada (25 % dari
normal)
3 : Rentang gerak penuh dengan gravitasi (50 % dari
normal)
4 : Rentang gerak penuh melawan gravitasi, beberapa
resistensi (75 % dari normal)
5 : Rentang gerak penuh melawan gravitasi, resistensi
penuh (100 % normal)
Referensi Wenseslaus. 2017. pemeriksaan fisik muskuloskeletal.
Jengkayang : Puskesmas Jugoi Babang
Standar Prosedur Operasional
Judul SPO Standar Operasional Prosedur Fraktur
Pengertian Memasang alat yang bersifat kaku maupun fleksibel
untuk immobilisasi (mempertahankan kedudukan tulang)
Tujuan 1. Mencegah pergerakan tulang yang patah
2. Mencegah bertambahnya perlukaan pada patah tulang
3. Mengurangi rasa sakit
4. Mengistirahatkan daerah fraktur
Indikasi 1. Patah tulang
terbuka atau tertutup
2. Diskolasi
persendian
3. Multiple trauma
Kontraindikasi 1. Gangguan sirkulasi atau berat pada distal daerah fraktur
2. Luka terinfeksi
3. Resiko memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit
Persiapan alat 1. Alat pelindung diri (masker, sarung tangan)
2. Bidai dengan ukuran sesuai kebutuhan
3. Mitella/perban
4. Gunting
Tindakan 1. Menggunakan masker berserta sarung tangan
2. Memeriksa bagian yang akan dibidai (dilihat, diraba,
digerakkan)
3. Melakukan pembersihan atau perawatan luka, tutup
dengan kassa steril
4. Memilih jenis bidai yang sesuai
5. Pembindaian meliputi 2 sendi, sendi yan masuk dalam
pembidaian adalah sendi bawah dan siatas patah
tulang. Misalnya jika tungkai bawah mengalami
fraktur maka bidai harus bisa memobilisasi
pergelangan kaki maupun lutut
6. Luruskan posisi anggota gerak yang mengalami
fraktur secara hati-hati dan jangan memaksa gerakan,
jika sulit diluruskan maka pembidaian dilakukan
seadanya
7. Beri bantalan yang empuk pada anggota gerak yang
dibidai
8. Ikatlah bidai diatas atau di bawah daerah fraktur,
jangan mengikat tepat di daerah fraktur dan jangan
terlalu kencang.
Referensi Purwanto, Sigit. 2015. Bahan Ajar Keperawatan Medikal
Bedah III (PPT). Indralaya. Universitas Sriwijaya.
Standar Prosedur Operasional
Judul SPO SPO memfiksasi dislokasi
Pengertian Dislokasi sendi adalah keadaan dimana permukaan sendi
tidak lagi dalamhubungan anatomis
Tujuan 1. Untuk mengembalikan ke posisianatomis
2. Mengembalingkan fungsi yang terkena dislokasi
Persiapan alat 1. Bidai sesuai ukuran
2. Kapas/kasa/bantal
3. Kain segi tiga, pembalut dan tali pengait
4. Plester
5. Guntig
Tindakan 1. Mencuci tangan
2. Kaji lokasi cidera
3. Tempatkan kasa/balutan disekitar daerah cidera
4. Pasang bidai di tempat cidera
5. Memfiksaisi bidai dengan kain segitiga :
pemalut/plester
6. Alat-alat dibereskan
7. Mencuci tangan
Referensi Sudarmawan. 2018. Sop memfiksasi dislokasi. Tegal :
Puskesmas Margasari

Anda mungkin juga menyukai