MULTIMEDIA (PERFILMAN)
Disusun Oleh:
KELOMPOK
Ainun Jariah 18630623
Alfitri All Banjary 17630622
Farhan Putra Nurandi 18630398
Furqan Idifasi 18630117
Muhammad Haris Fadillah 18630571
Muhammad Renaldi 18630966
Yoga Guntur Waskito 18630628
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah g berjudul [judul makalah]
tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Teknologi Media. Selain itu,
penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
tentang Perfilman.
Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima
kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.
Banjarmasin, 10 November 2020
Kelompok
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN DEPAN...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah........................................................................................3
1.3 Tujuan.............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
2.1 Sejarah Perfilman............................................................................................4
2.2 Perkembangan Perfilman................................................................................6
2.3 Pengertian Perfilman....................................................................................15
2.4 Jenis-Jenis Film............................................................................................16
2.5 Langkah Membuat Film...............................................................................18
2.6 Tahap Produksi.............................................................................................21
2.7 Tahap Pasca Produksi...................................................................................24
BAB III KESIMPULAN......................................................................................26
3.1 Kesimpulan...................................................................................................26
3.2 Saran.............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Film, sejak kemunculan pertamanya memang telah menjadi fenomena
yang menarik. Betapa tidak, seiring perkembangan teknologi dan penerapannya
film dapat dimasukkan dalam disiplin seni (baik sebagai hiburan saja hingga
ekspresi pembuatnya), kajian komunikasi (sebagai media/kanal penyampaian
pesan yang dipandang efektif), sejarah (dikaitkan dengan kemampuannya
menangkap jejak sejarah perkembangan peradaban sebuah bangsa maupun
dunia) dan masih banyak lagi kajian yang dapat diambil dari film. Mengkaji
dunia perfilman dari kacamata disiplin komunikasi adalah usaha untuk melihat
film dalam potensinya untuk dijadikan media komunikasi yang efektif karena
kemampuannya memadukan setidaknya dua teknologi media sekaligus yaitu
pandang dan dengar (audio & visual). Oleh karena itu, munculnya film sebagai
salah satu cabang kesenian nampaknya makin meyakinkan banyak peneliti,
bahwa ada banyak hal yang mereka bisa lakukan dengan mempelajari film
(Said, 1991 : 44).
Indonesia juga kaya akan film yang dapat digunakan untuk melihat
sejarah dan perkembangan bangsa. Baik film yang bertema drama/roman,
komedi, hingga ‘film perang’ yang sarat muatan heroik dan nasionalisme. Film-
film yang lebih dikenal sebagai Film revolusi atau film perang di Indonesia pada
awalnya diproduksi tidak memiliki tujuan secara spesifik untuk
propaganda/kampanye (yang bertujuan untuk mempengaruhi sikap maupun
opini), melainkan lebih cenderung pada ekspresi semangat nasionalisme dan
lebih bersifat hiburan (pribadi) dan ekspresi seni pembuat film (Straubhaar, et
all, 2009: 539). Film-film revolusi (perjuangan) yang bisa kita sebut di Era itu
antara lain; Untuk Sang Merah Putih (M. Said, 1950), Darah Dan Doa (Usmar
Ismail, 1950), Enam Jam Di Jogja (Usmar Ismail, 1950). Studio PERSARI
pimpinan Haji Jamaluddin Malik di tahun 1951 : Bakti Bahagia (M. Said),
Bunga Bangsa (Nawi Ismail), dan Sepanjang Malioboro (H. Asby). Ketiga film
ini berkisah tentang kesulitan para bekas pejuang menyesuaikan diri selepas
1
2
revolusi (Said, 1991 : 50), dan masih banyak lagi yang serupa.
Film sebagai media dapat dimaknai sebagai kanal pembebasan, mesin
yang bisa dipakai untuk mengungkapkan berbagai rasa dari para pembuatnya.
Disadari atau tidak, film adalah bahasa komunikasi yang paling cepat ditangkap
oleh manusia, sehingga melalui film, kita dapat mengerti apa visi dan misi yang
diemban cerita film tersebut, atau lazim disebut amanat film. Proses
produksinya saja juga merupakan hasil karya yang sempurna, dimana terdapat
komunikasi yang mengalir (suara dan gambar), sehingga tak jarang film
digunakan sebagai alat komunikasi massa yang bertujuan untuk hal yang kita
inginkan.
Strategi komunikasi lewat film adalah sebuah pilihan. Dapat kita ambil
contoh, saat Jepang masuk ke Indonesia, mereka menutup semua studio film,
yang kesemuanya itu milik Cina. Kecuali satu milik Belanda, Multi Film.
Dengan alasan agar jangan dimanfaatkan untuk memproduksi film yang anti
Jepang. Selain itu Jepang pasti tidak percaya kepada para produser film Cina
peranakan, yang budayanya tidak menentu, bisa memahami perjuangan “Dai
Toa”.
Pada April 1957 gerakan orang film menuntut impor film ditekan.
Sasarannya adalah film India dan kemudian Melayu. Karena film mereka
menjadi saingan film Indonesia di bioskop-bioskop kelas II. Tuntutan tersebut
dipenuhi delapan bulan kemudian, sementara dalam kurun waktu itu
membludaknya film India yang masuk jumlahnya konon bisa mengisi seluruh
bioskop kelas II selama tiga tahun. Jadi regulasi saat itu seperti tak ada artinya
(Kristanto, 2004 : 399). Dapat dicontohkan lagi dalam peraturan yang sifatnya
basa-basi atau tidak jelas yaitu pada SK Menpen No. 7/SK/M/1967 yang antara
lain berbunyi : mewajibkan semua importir film untuk membeli saham produksi
& rehabilitasi Perfilman Nasional seharga Rp. 250.000 (dua ratus lima puluh
ribu rupiah) bagi setiap film yang diimport dan/atau yang tiba di pelabuhan
Indonesia, terhitung tanggal 1 Januari 1968. Pemanfaatan saham-saham untuk
produksi film nasional ditentukan oleh suatu Dewan Produksi Film Nasional
yang anggotanya diangkat oleh Menteri Penerangan.
3
Sejak 1958 bisa dikatakan politik perfilman tidak jelas. Dilihat dari sisi
proteksi untuk produksi dalam negeri belum memadai, sementara film impor
tetap merajalela. Sepanjang sejarahnya, film Indonesia memang belum berhasil
menjadi bagian dari media ekspresi golongan intelektual. Film sebagai media
ekspresi dapat dilihat sebagai kegagalan kaum intelektual Indonesia merebut
media yang memungkinkan mereka melakukan kontak langsung dengan massa.
Masih hangat di dalam ingatan kita sebuah film yang diproduksi pada
era Orde Baru, yang dapat dikategorikan sebagai film propaganda politik
pemerintah Orde Baru, dimana film tersebut ditayangkan secara rutin setiap
tahun. Judul film itu singkat saja merepresentasikan isi filmnya;
“Pemberontakan G 30 S / PKI”. Film tersebut ditulis dan sekaligus disutradarai
oleh Arifin C. Noor. Naskah skenario dirampungkan dalam 265 halaman, dan
hanya 5 lembar halaman saja yang menayangkan seorang tokoh sebagai
Suharto. Dalam aturan penulisan skenario, satu lembar naskah jika
divisualisasikan kurang lebih 1 menit, sehingga secara logika jika hanya 5
lembar halaman munculnya tokoh Suharto, maka hanya 5 menit sebelum akhir
film tokoh tersebut baru dimunculkan. Namun kenyataannya lain, 30 menit
sebelumnya sang tokoh yang diperankan (yang saat itu memegang tampuk
pimpinan Orde Baru) sudah muncul dan dikesankan sebagai pahlawan yang
menyelesaikan pemberontakan PKI.
1.2 Perumusan Masalah
Dari pemaparan pada latar belakang permasalahan di atas, maka secara
umum persoalan yang ingin dikaji pada penelitian ini menitikberatkan perhatian
pada situasi dan kepentingan apa yang melatar-belakangi Pemerintah dalam
pembuatan kebijakan perfilman di Indonesia, serta implementasi kebijakan
tersebut di masa Orde Barudiperbadingkan dengan Reformasi.
1.3 Tujuan
Untuk mencari jawaban pertanyaan penelitian di atas, tujuan dari
penelitian ini yaitu mengetahui peranPemerintah dalam pembuatan kebijakan
perfilman di masaOrde Barudiperbandingkan dengan Reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Perfilman
Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media
komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi
dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan
hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui
proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara,
yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik,
elektronik, dan/atau lainnya. Dalam bahasa inggris, film is a story that is told
using moving pictures, shown at a cinema or on television. Artinya, film adalah
cerita yang disampaikan melalui gambar yang bergerak biasanya dipertontonkan
di bioskop atau televisi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk Android,
film berarti :
1. Selaput tipis yang terbuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang
akan dibuat potret) atau untuk gambar positif (yang akan dimainkan di
bioskop),
2. Lakon (cerita) gambar hidup.
Sejarah perkembangan film dimulai sejak ditemukanya gambar bergerak
yang didemonstrasikan oleh Eadweard Muybridge dari Stanford University
dengan membuat 16 gambar atau frame kuda yang sedang berlari. Kejadian ini
terjadi pada tahun 1878. Dari ke-16 gambar kuda yang sedang berlari ini
dirangkai dan digerakkan secara berurutan menghasilkan gambar bergerak
pertama yang berhasil dibuat di dunia. Dari sinilah ide membuat sebuah film
muncul.
Sepuluh tahun setelah penemuan gambar bergerak (1888), barulah muncul
film (bukan sekedar gambar bergerak) pertama di dunia, paling tidak mendekati
konsep film-film yang sudah ada saat ini. Film ini dikenal dengan nama
Roundhay Garden Scene yang di’sutradarai’ oleh Louis Le Prince yang berasal
dari Prancis. Film berdurasi sekitar 2 detik ini menggambarkan sejumlah anggota
keluarga Le Prince sedang berjalan-jalan menikmati hari di taman. Film pertama
4
5
Adobe Premiere Pro 2.0 merupakan seri terbaru dari Adobe Premiere.
Adobe Premiere Pro 2.0 adalah salah satu program yang sangat
popular dalam dunia editing film. Program ini dibuat oleh perusahaan
software yang terkenal, yaitu Adobe. Adobe Premiere Pro 2.0 dibuat
untuk melakukan editing film dan juga untuk membuat animasi video
digital.
b. Adobe Photoshop 9.0
Adobe Photoshop 9.0 adalah Software Editing Image yang sangat
popular. Software ini dibuat dengan fitur lengkap sehingga
menghasilkan karya image yang lebih bagus dan handal.
c. 3D Studio Max 7.0
3D Studio Max adalah software grafik yang memadukan antara
Graphic Vector dengan Raster Image. Pemaduan ini bertujuan untuk
menghasilkan hasil rancangan Virtual Reality atau mendekati keadaan
yang sebenarnya.
d. Adobe After Effects 7.0
Adobe After Effects 7.0 adalah software yang digunakan untuk
membuat berbagai efek pada sebuah animasi.
Contoh film dengan menggunakan sistem animasi 3D adalah Bugs Life,
AntZ, Dinosaurs, Final Fantasy, Toy Story Series, Monster Inc., Finding Nemo,
The Incredible, Shark Tale, dan masih banyak lagi.
Pembuatan film 3D pada dasarnya bisa dibagi menjadi tiga jenis, live
action, animasi, dan konversi 2D ke 3D. Pembuatan film live
action membutuhkan dua tahapan: syuting dengan kamera 3D dan pasca produksi
(editing, colorgrading, mastering, dan sebagainya). Pembuatan animasi 3D
dianggap lebih sederhana dengan menggunakan kamera virtual di komputer dan
kesalahan efek 3D lebih bisa dihindari daripada pembuatan film 3D live action.
Konversi 2D ke 3D merupakan proses alternatif. Pengambilan gambar
dilakukan secara 2D namun dalam pasca produksi dilakukan keputusan bahwa
film juga diedarkan secara 3D. Proses konversi 2D ke 3D merupakan proses yang
sangat intensif karena dilakukan duplikasi semua frame film agar didapat gambar
12
ganda untuk mata kanan dan kiri sehingga biaya paska produksi membengkak.
Biasanya konversi dilakukan terhadap film-film lama yang dirilis ulang ke format
3D seperti Nightmare Before Christmas dan Titanic(90an).
Biasanya proses pengambilan gambar (optik atau digital)
memerlukan dual camera rig. Ada dua macam rig 3D yang umum yaitu side by
side dan mirror rig. Side by side rig adalah penempatan dua kamera identik secara
berdampingan. Sistem ini lebih sederhana dibandingkan sistem mirror rig namun
mempunyai kelemahan. Rig ini hanya ideal untuk kamera kecil. Pada kamera
besar jarak kedua kamera menjadi terlalu dekat hingga bisa muncul masalah:
interocular/interaxial (perspektif paralel jarak kedua lensa dari kedua kamera)
tidak bisa cukup kecil untuk shot close up. Akibatnya kedalaman gambar
terdistorsi memanjang.
Mirror rig berhasil mengatasi masalah itu namun mempunyai kelemahan
lain: polarisasi gambar; pantulan atau refleksi pada sebuah objek di satu mata
tidak ditemukan di mata lain. Problem ini bisa dikoreksi dengan menggunakan
filter polarizer di lensa yang terdapat pantulan. Akibatnya cahaya yang masuk ke
kamera berubah.
Selain menggunakan dual camera rig, ada pilihan ketiga, yaitu dengan
menggunakan satu kamera dengan sistem dua lensa. Panasonic merupakan
perusahaan pertama yang membuat kamera video digital berkualitas resolusi HD
dengan dua lensa untuk membuat film 3D. Kamera ini menjadi alternatif bagi
orang yang mau membuat film 3D dengan bujet lebih murah karena hanya
menggunakan satu kamera. Kabarnya kamera ini digunakan pertama kali untuk
membuat film Sex and Zen 3D: Extreme Ecstacy (Hongkong, 2011), yang
merupakan film semi porno 3D pertama di dunia yang dibuat dengan teknologi
digital.
Selain memilih sistem kamera yang cocok, ada dua metode yang harus
diperhatikan gambar 3D yaitu parallel dan convergence. Parallel adalah cara
mengambil dua gambar dari kamera yang perspektifnya paralel lurus ke depan.
Cara ini adalah cara yang sangat aman namun memerlukan usaha dan waktu
banyak dalam penanganan paska produksi. Convergence, adalah cara
13
Semenjak 2012, IMAX bekerja sama dengan Barco menghasilkan dua buah
proyektor 4K dan menurut laporan hasilnya cukup bagus.
2.2.3 Film 4 Dimensi
Sebagian industri perfilman sedang merilis film 4 dimensi (4D) yaitu
dimana si penonton benar-benar merasakan seakan dia sedang berada pada latar
film tersebut ditambah dengan pergerakan kursi dan efek yang ditumbulkan dari
ruangan tersebut yang menyebabkan penonton benar-bernar bergerak ke segala
arah. Film 4 dimensi di Indonesia pernah di putar di Dunia Fantasi, Jakarta
beberapa tahun yang lalu. Film tersebut menceritakan tentang seekor berunag
kutub kecil yang terpisah dengan induknya akibat melelehnya es di kutub karena
suhu di kutub semakin memanas. Efek ruangan yang ditimbulkan adalah
semprotan air seakan-akan penonton merasakan cipratan air saat bongkahan es
jatuh di hadapan mereka. Kemudian kursi digerakkan mengikuti arah bongkahan
es yang bergerak seakan-akan penonton berada di bongkahan es yang mengarungi
lautan luas.
2.3 Pengertian Perfilman
Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual untuk
menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu
tempat tertentu. (Effendy, 1986: 134). Pesan film pada komunikasi massa dapat
berbentuk apa saja tergantung dari misi film tersebut. Akan tetapi, umumnya
sebuah film dapat mencakup berbagai pesan, baik itu pesan pendidikan, hiburan
dan informasi. Pesan dalam film adalah menggunakan mekanisme lambang –
lambang yang ada pada pikiran manusia berupa isi pesan, suara, perkataan,
percakapan dan sebagainya.
Film juga dianggap sebagai media komunikasi yang ampuh terhadap
massa yang menjadi sasarannya, karena sifatnya yang audio visual, yaitu gambar
dan suara yang hidup. Dengan gambar dan suara, film mampu bercerita banyak
dalam waktu singkat. Ketika menonton film penonton seakan-akan dapat
menembus ruang dan waktu yang dapat menceritakan kehidupan dan bahkan
dapat mempengaruhi audiens.
16
Tema atau konflik dari film jenis ini tak terlalu berbeda dengan jenis film
yang lain. Yang paling membedakan film fantasi dengan film lain adalah setting
atau latar belakang serta karakter tokoh unik, yang tidak ada di dunia nyata.
Setting waktu film fantasi biasanya masa lampau atau masa depan, tapi ada juga
yang bersetting masa sekarang. Contohnya adalah Harry Potter yang populer.
2.4.8 Film Komedi
Sama seperti film fantasi, inti film komedi bisa sama dengan jenis film lain.
Yang berbeda adalah adanya unsur komedi atau kelucuan yang bisa membuat
penonton tertawa.
2.4.9 Film Misteri
Film misteri adalah film yang mengandung unsur teka-teki. Film jenis ini
cukup banyak peminatnya karena alur film yang tidak mudah untuk ditebak. Para
penonton pun dipastikan betah mengikuti cerita karena jawaban teka-teki akan
disuguhkan di akhir film.
2.4.10 Film Action/Laga
Seperti namanya, film ini mengandung aksi-aksi yang menegangkan.
Biasanya ada banyak adegan perkelahian, saling kejar-kejaran, atau aksi
menggunakan senjata api.
2.4.11 Sci Fi ( Science Fiction )
Sebenarnya Sci-Fi mencakup tema- tema yang luas dan mempunyai
subgenre-subgenre yang mengakibatkan sulit untuk didefinisikan secara jelas. Sci-
Fi sendiri adalah salah satu genre dari cerita fiksi (fiction) yang mempunyai ciri
khusus yaitu elemen imajinasinya berkaitan erat dan mempunyai kemungkinan
untuk dijelaskan menggunakan science atau kemajuan teknologi yag berdasarkan
pada hukum alam yang dituangkan pada postulat-postulat science.
2.5 Langkah Membuat Film.
Langkah yang harus ditempuh untuk membuat sebuah film harus melewati
beberapa langkah untuk tahapan proses pembuatan film agar bisa selesai. Berikut
adalah tahapan yang harus ditempuh :
2.5.1 Tahap Pra Produksi
a. Menganalisa Ide Cerita
19
g. Casting Pemain
Memilih dan mencari pemain yang memerankan tokoh dalam cerita
film. Dapat dipilih langsung atau pun dicasting terlebih dahulu.
Casting dapat diumumkan secara luas atau cukup diberitahu lewat
rekan-rekan saja. Pemilihan pemain selain diperhatikan dari segi
kemampuannya juga dari segi budget/pembiayaan yang dimiliki.
2.6 Tahap Produksi
Tahap Produksi adalah proses yang paling menentukan keberhasilan
penciptaan sebuah karya film. proses yang dalam kata lain bisa disebut dengan
shooting (pengambilan gambar) ini dipimpin oleh seorang sutradara, orang yang
paling bertanggung jawab dalam proses ini. orang yang ikut dalam proses ini
antara lain kameraman atau DOP (Director Of Photography) yang mengatur
cahaya, warna, dan merekam gambar. Artistik yang mengatur set, make up,
wardrobe dan lain sebagainya. dan Soundman yang merekam suara.
Tahapan ini dimana hampir seluruh team work mulai bekerja. Seorang
sutradara, produser atau line produser sangat dituntut kehandalannya untuk
22
mengatasi kru dalam tiap tahap ini. Beberapa faktor penting yang perlu
diperhatikan adalah :
2.6.1 Manajemen Lapangan
Manajemen lapangan mencakup beberapa hal, yaitu:
1. Manajemen lokasi ( perijinan, keamanan, keselamatan )
2. Talent koordinasi ( koordinasi kostum, make up dll )
3. Manajemen waktu ( koordinasi konsumsi, kecepatan kerja, penyediaan alat
)
4. Crew koordinasi ( koordinasi para kru )
Attitude dalam bekerja merupakan hal yang sangat penting. Kesabaran,
pengertian dan kerjasama merupakan attitude yang diperlukan untuk mencapai
sukses. Berdoa sebelum bekerja dan briefing sebelum memulai merupakan hal
yang baik untuk menyatukan semangat, visi dan attitude yang diinginkan. Jangan
pernah kehilangan control emosi pada saat syuting. Apalagi semua bekerja dengan
keterbatasan waktu.
2.6.2 Shooting
Tahap ini adalah tahap dimana kepiawaian sutradara, DOP, dan kru sangat
menentukan. Kualitas gambar adalah selalu ingin kita capai. Oleh karena itu
penguasaan kamera dan ligthing sangatlah penting. Untuk mencapai hasil
maksimal dengan alat yang kita gunakan, ada beberapa hal yang harus kita
ketahui.
1. Shooting Outdoor
Shooting outdoor biasa menekan budget, namun harus berhati-hati
melakukannya karena sangat bergantung dari keadaan cuaca saat syuting
dilakukan. Beberapa yang harus dipersiapkan saat syuting outdoor adalah :
- cahaya matahari ( hard, soft )
- reflector ( silver, gold )
- hujan buatan
- camera setting ( irish, speed, white balance, focus)
- crowd control ( working with ekstras )
2. Shooting Indoor
23
atau tampan tetapi lebih ditekankan pada karakter tokoh. Jadi unsur manipulasi
sangat berperan pada teknik tata rias, disesuaikan pula bagaimana efeknya pada
saat pengambilan gambar dengan kamera. Membuat tampak tua, tampak sakit,
tampak jahat/baik, dll.
2.7 Tahap Pasca Produksi
2.7.1 Proses Editing
Proses editing merupakan usaha merapikan dan membuat sebuah tayangan
film menjadi lebih berguna dan enak ditonton. Dalam kegiatan ini seorang editor
akan merekonstruksi potongan-potongan gambar yang diambil oleh juru kamera.
Tugas editor antara lain sebagai berikut:
1. Menganalisis skenario bersama sutradara dan juru kamera mengenai
kontruksi dramatinya.
2. Melakukan pemilihan shot yang terpakai (OK) dan yang tidak (NG) sesuai
shooting report.
3. Menyiapkan bahan gambar dan menyusun daftar gambar yang
memerlukan efek suara.
4. Berkonsultasi dengan sutradara atas hasil editingnya.
5. Bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatan semua materi gambar
dan suara yang diserahkan kepadanya untuk keperluan editing.
2.7.2 Review Hasil Editing
Setelah film selesai diproduksi maka kegiatan selanjutnya adalah
pemutaran film tersebut secara intern. Alat untuk pemutaran film dapat
bermacam-macam, dapat menggunakan VCD/DVD player dengan monitor TV,
ataupun dengan PC (CD-ROM) yang diproyeksikan dengan menggunakan LCD
(Light Computer Display). Pemutaran intern ini berguna untuk review hasil
editing.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Film adalah media komunikasi yang bersifat audi visual untuk
menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang di suatu tempat tertentu.
Pesan film pada komunikasi masa dapat berbentuk apa saja tergantung dari misi
film tersebut. Akan tetapi, umumnya sebuah film dapat mencakup berbagai pesan,
baik itu pesan pendidikan, hiburan dan informasi.pesan dalam film adalah
menggunakan mekanisme lambing-lambang yang ada pada pikiran manusia
berupa isi pesan, suara, perkataan, percakapan, dan sebagainya.
Film juga dianggap sebagai media komunikasi yang ampuh terhadap masa
yang menjadi sasarannya. Karena sifatnya yang audio visual (gambar dan suara
yang hidup). Dengan gambar dan suara, film mampu bercerita banyak dalam
waktu singkat. Ketika menonton film penonton seakan-akan dapat menembus
ruang dan waktu yang dapat menceritakan kehidupan dan bahkan dapat
mempengaruhi audiens.
3.2 Saran
Setelah saya menyimak dan mempelajari film-film Indonesia, sekarang
sudah jarang sekali yang mengenai pendidikan moral. Maka dari itu diharapkan
dengan saya membuat makalah ini, aka nada penerus bangsa yang mebuat film
layar lebar yang terdapat pendidikan moral.
26
27
DAFTAR PUSTAKA
http://susanpinter.blogspot.com/2011/06/sejarah-film.html
https://husnun.wordpress.com/2011/04/27/film-sebagai-bagian-dari-media-massa
http://jurnalapapun.blogspot.com/2014/03/film-sebagai-media-komunikasi-
massa.html