Anda di halaman 1dari 13

SAREKAT ISLAM

YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan karunia kepada hamba-Nya
untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan dan tiada suatu
halangan apa pun. Tanpa karunia-Nya mungkin penyusun tidak akan dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat
memperluas ilmu dan pengetahuan tentang humanitas dalam kehidupan multikultural.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri Endang Sumiyati, SH,
MS selaku dosen mata kuliah “ Pendidikan Kebangsaan” yang telah memberikan tugas
kepada anak didiknya. Walaupun dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan, tetapi
penyusun berharap semoga dengan disusunnya makalah ini dapat memberikan wawasan
yang lebih luas kepada pembaca. Penyusun juga mohon maaf atas kesalahan penulisan
maupun sesuatu yang tidak berkenan dihati pembaca. Untuk itu kami mengharap kritik
dan saran agar kedepannya makalah ini lebih baik.

Yogyakarta, Mei 2018

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................ i
Daftar Isi......................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................1-1

1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................................1-1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................1-1

1.3 Tujuan Pembahasan..........................................................................................1-1

BAB 2 PEMBAHASAN...........................................................................................2-1

2.1 Terbentuknya Sarikat Islam.............................................................................2-1

2.2 Terjadinya Perubahan Sikap Sarikat Islam Ke Arah Gerakan Politik.............2-3

BAB 3 PENUTUP....................................................................................................3-6

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................3-6

3.2 Saran.................................................................................................................3-6

ii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada medio awal 1900-an, Indonesia pada hakekatnya masih dijajah oleh
Belanda, akan tetapi pada periode tersebut terjadi berbagai macam peristiwa
penting yang menjadi titik awal kebangkitan pemuda dalam rangka
memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Salah satu diantaranya adalah
berdirinya Sarikat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1911 yang menjadi cikal bakal
Sarikat Islam. SDI bergerak di bidang perdagangan.
Yang menarik adalah sebuah perkumpulan atau organisasi yang awalnya
berdiri untuk menggeluti bidang ekonomi khususnya perdagangan,
bertransformasi menjadi sebuah partai politik yang memiliki dinamika perjalanan
yang cukup beragam. Jika akan dilakukan pembahasan mengenai Sarikat Islam
secara komprehensif, akan dibutuhkan waktu yang sangat panjang. Maka dari itu,
dalam tulisan ini hanya akan dibahas tentang sekelumit sejarah awal Sarikat
Islam dan perjalanannya bertransformasi ke arah politik.

1.2 Rumusan Masalah

Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam


makalah ini sebagai batasan dalam pembahasan. Beberapa masalah tersebut
antara lain:
a. Bagaimana Sarikat Islam terbentuk?
b. Bagamana terjadinya perubahan sikap Sarikat Islam ke arah gerakan politik?
1.3 Tujuan Pembahasan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah


ini adalah:
a. Memahami terbentuknya Sarikat Islam.
b. Memahami terjadinya perubahan sikap Sarikat Islam ke arah gerakan politik.
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Terbentuknya Sarikat Islam

Sebagai cikal bakal Sarikat Islam, Sarekat Dagang Islam didirikan pada
tahun 1911 oleh Haji Samanhudi dengan beranggotakan para pengusaha batik di
kota Surakarta. Maksud utama dari Sarekat Dagang Islam adalah untuk
memperkuat usaha dalam menghadapi pedagang Cina (Muljana, 2008, p.121).
Jadi sangat jelas bahwa satu-satunya alasan utama kenapa Sarekat Dagang Islam
dididirikan adalah motif ekonomi. Dapat dikatakan bahwa dominasi dari para
pedagang Cina pada masa itu mulai kuat atau bahkan sudah sangat kuat, sehingga
para pedagang lokal merasa perlu melakukan suatu usaha untuk memutar
balikkan keadaan tersebut.
Yang cukup menarik adalah pemilihan kata “Islam” dalam penamaan
organisasi tersebut, padahal seperti yang sudah diketahui bahwa yang menjadi
dasar pembentukan organisasi adalah motif ekonomi. Hal tersebut terjawab
dalam pernyataan Muljana (2008: 121) : “Oleh karena itu, para pengusaha batik
itu pada umumnya memeluk agama Islam. Oleh karena itu, sarekat itu disebut
Sarekat Dagang Islam.”
Ternyata pemilihan kata Islam itu sendiri, tidak berdasarkan tujuan khusus
dari sisi pemahaman atau tujuan sebuah agama atau filosofi yang mendalam
terkait dengan Islam itu sendiri. Kata itu dipilih karena pedagang khususnya
batik di Surakarta, sebagian besar memeluk agama Islam. Sesederhana itu, tidak
ada maksud lain.
Pada masa itu, sebuah organisasi harus memiliki anggaran dasar yang
disahkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Dan karena syarat administrasi
tersebut, maka Haji Samanhudi meminta bantuan seorang pelajar Indonesia yang
bekerja pada sebuah perusahaan di Surabaya. Pelajar tersebut adalah Umar Said
Cokroaminoto. Pertemuan Haji Samanhudi dengan Cokroaminoto menimbulkan
sebuah diskusi yang akhirnya melahirkan sebuah gagasan yang diutarakan oleh
Cokroaminoto untuk mengubah nama Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat
Islam. Dengan pertimbangan bahwa perkumpulan itu tidak terbatas sampai para
pedagang saja, tetapi juga mempunyai dasar yang lebih luas sehingga orang
Islam yang bukan pedagang pun bisa menjadi anggota. Dengan demikian , pada
tanggal 10 September 1912 berita berdirinya Sarekat Islam itu disampaikan
kepada notaris untuk selanjutnya disahkan sebagai badan hukum oleh
pemerintah. Kemudian pada tanggal 30 Juni 1913, diputuskan oleh pihak yang
berwajib, untuk menolak permohonan pengakuan Sarekat Islam sebagai badan
hukum dengan penjelasan bahwa penolakan itu hanya terbatas pada perkumpulan
Sarekat Islam pusat; cabang-cabangnya dapat diakui sebagai badan hukum.
(Muljana, 2008, p.122). Jadi dengan keputusan tersebut, Sarekat Islam sebagai
organisasi berskala nasional tidak diperbolehkan berdiri. Yang diperbolehkan
adalah perkumpulan yang bersifat lokal, di masing-masing daerah memiliki
perkumpulan masing-masing dengan anggaran dasar sendiri. Hal itu bisa terjadi
karena dari kurun waktu 10 September 1912 sampai dengan 30 Juni 1913,
ternyata animo kaum muslimin sangat tinggi. Sehingga Sarekat Islam memiliki
jumlah anggota yang sangat besar. Akibatnya muncul kekhawatiran bahwa
kewibawaan Pemerintah akan terdegradasi dengan adanya pengaruh dari Sarekat
Islam (Muljana, 2008).
Akan tetapi jika ditinjau lebih lanjut, dengan pola manajemen badan
hukum seperti itu, maka pada akhirnya akan merepotkan pemerintah dalam hal
kontrol terhadap informasi dan perilaku Sarekat Islam. Jika salah satu cabang
Sarekat Islam bermasalah dengan pemerintah, maka tidak bisa disimpulkan
bahwa seluruh cabang Sarekat Islam juga bermasalah, karena pada hakikatnya
masing-masing cabang tersebut berdiri sebagai badan hukum tersendiri. Hal itu
berbeda jika Sarekat Islam diakui sebagai perkumpulan berskala nasional, jika
cabang Sarekat Islam di satu daerah bermasalah dengan pemerintah, maka
Sarekat Islam secara keseluruhan juga bermasalah dengan pemerintah. Maka
sangat jelas sekali bahwa solusi preventif dan represif akan menjadi jauh lebih
efektif dan efisien.
Maka dari itu, pada tanggal 18 Maret 1916, diputuskan oleh pihak yang
berwajib untuk memberikan pengakuan sebagai badan hukum kepada Pusat
Sarekat Islam (Centraal Sarekat Islam). Hal tersebut dapat terjadi karena
pernyataan yang menerangkan bahwa Pusat Sarekat Islam tidak memiliki
anggota perorangan, melainkan seluruh Sarekat Islam lokal. Kepengurusan dari
Pusat Sarekat Islam terdiri dari Umar Said Cokroaminoto, Agus Salim, Abdul
Muis, Haji Gunawan, Wondoamiseno, Sosrokardono, Soerjopranoto dan Alimin
Prawirodirejo. Serta Haji Samanhudi yang diangkat sebagai presiden
kehormatan.

2.2 Terjadinya Perubahan Sikap Sarikat Islam Ke Arah Gerakan Politik

Jelas tercatat dalam sejarah, bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia


menjadi sangat intens dalam periode 1940-an, banyak peristiwa global dan
nasional yang terjadi, baik dalam bentuk peperangan secara fisik ataupun
diplomatis. Tidak bisa dipungkiri bahwa titik awal perjuangan kemerdekaan
dimulai periode 1910-an, dimana banyak berdiri perkumpulan pemuda atau
organisasi yang memiliki visi dan misi terkait kemerdekaan. Walaupun hampir
perkumpulan tersebut secara implisit menyatakan tentang kemerdekaan dalam
anggaran dasar organisasi mereka, dan salah satu diantaranya adalah Sarekat
Islam.
Sarekat Islam yang pada awalnya ditujukan untuk mengakomodir
perjuangan para pedagang Hindia dalam mengantisipasi monopoli pasar oleh
para pedagang Cina, pada akhirnya berkembang menjadi partai politik. Hal itu
tidak lepas dari peran serta Douwes Dekker, Dr. Cipto Mangunkusumo serta
Suwardi Suryaningrat yang memiliki hubungan sangat baik dengan Abdul Muis.
Umar Said Cokroaminoto yang mencetuskan gagasan transformasi Sarekat
Dagang Islam menjadi Sarekat Islam, juga menjadi salah satu pondasi penting
dalam perjalanan Sarekat Islam.
Setelah Sarekat Islam terbentuk secara sah sebagai sebuah badan hukum,
Centraal Sarekat Islam dalam bulan Juli 1916 menyelengarakan kongresnya yang
pertama di kota Bandung, pada kongres pertamanya Sarekat Islam telah
menunjukan corak aliran politik religius nasional. Kemudian pada tahun 1917
diadakan kongres yang kedua di Jakarta. Akan tetapi walaupun setelah
menyelenggarakan kongres sebanyak 2 kali, Sarekat Islam terlihat masih malu-
malu untuk menggunakan kata “kemerdekaan” dalam perumusan tujuan
organisasi. (Muljana, 2008, p. 124). Jika mempertimbangkan dinamika dalam
sejarah pembentukan Sarekat Islam, hal tersebut dapat dimaklumi. Karena jika
secara eksplisit menyebutkan kemerdekaan tentu akan mempersulit langkah
Sarekat Islam dalam mencapai tujuannya. Hal itu pada akhirnya terbukti dengan
pendeknya umur Indische Partij sebagai sebuah organisasi pemuda beraliran
politik.
Walaupun pada awal perjalanannya, Sarekat Islam masih belum bergerak
secara aktif dalam bidang politik, benih pergerakan ke arah bidang tersebut sudah
terlihat sejak kongres kedua diselenggarakan. Karena pada kongres tersebut telah
terdengar adanya aliran kiri yang disuarakan oleh Semaun, Ketua Sarekat Islam
lokal Semarang (Muljana, 2008).
Di Kongres ke 2 tersebut, Semaun dan kawan-kawannya mencoba
mempengaruhi para peserta kongres dengan konsepsi-konsepsinya tentang
perbaikan sosial. Dan usaha menyebarkan ide-ide tentang Marxistis berhadapan
dengan Abdoel Moeis yang tegas-tegas menolaknya. (Soe Hok Gie, 1964).
Hingga pada akhirnya terjadi peristiwa penting pada saat pelaksanaan kongres ke
V yang diadakan pada tanggal 6 – 10 Oktober 1921 di Surabaya, dimana Sentral
Sarekat Islam atas usul Agus Salim dan Abdul Muis menerima dan menerapkan
disiplin kepartaian. Artinya bahwa perangkapan keanggotaan partai politik tidak
diizinkan. Dan atas keputusan tersebut, Semaun dipecat dari dari Sarekat Islam
karena memilih untuk tetap menjadi Partai Komunis Hindia. Dan akibat dari
keputusan Semaun tersebut, terjadi perpecahan dalam tubuh Sarekat Islam, yaitu
golongan Cokroaminoto-Salim yang berhaluan sosialisme Islam, berpusat di
Yogyakarta; dan golongan Semaun menganut paham komunis, berpusat di
Semarang. Artinya Sarekat Islam banyak kehilangan pengikutnya.
Dengan hengkangnya Semaun dari Sarekat Islam, akhirnya pada tanggal
17-20 Februari 1923, Sarekat Islam mengadakan kongresnya yang ketujuh di
kota Madiun. Kongres mengambil keputusan: 1) mengubah nama Sarekat Islam
menjadi Partai Sarekat Islam; 2) mempertahankan disiplin kepartaian. Untuk
menyaingi kongres Sarekat Islam yang ketujuh itu, Semaun juga mengadakan
kongres dalam bulan Maret 1923 di kota Bandung. Dalam kongres itu diputuskan
bahwa: semua Sarekat Islam lokal penganut Semaun, yang berhalauan komunis,
berganti nama menjadi Sarekat Rakyat dan menjadi landasan Partai Komunis
Indonesia. Kemudian lahirnya Partai Komunis Indonesia ditetapkan pada tanggal
23 Maret 1923, dan nama Partai Sarekat Islam juga baru dimulai digunakan pada
bulan Februari 1923. (Muljana, 2008)
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan singkat terkait Sarekat Islam, maka penulis dapat


menyampaikan beberapa hal, yaitu:
a. Penulis sangat setuju dengan tujuan awal pembentukan Sarekat Islam,
karena memiliki tujuan dan sasaran anggota yang jelas. Akan tetapi
salah satu titik lemah dari Sarekat Islam adalah manajemen organisasi
yang kurang baik dan jumlah anggota yang terlalu banyak. Dan
sayangnya pemerintah Hindia Belanda sangat jeli melihat hal itu,
sehingga model organisasi yang beranggotakan organisasi lain menjadi
solusi terbaik untuk menghambat pergerakan Sarekat Islam. Karena
yang berada di pusat organisasi (dalam hal ini Centraal Sarekat Islam)
kurang memiliki kekuatan yang cukup untuk mengontrol organisasi
secara penuh.
b. Dapat disimpulkan bahwa Sarekat Islam mengalami dinamika
berorganisasi yang cukup panjang dan melelahkan. Konflik internal
menjadi faktor penentu terhambatnya perkembangan Sarekat Islam.

3.2 Saran

Dengan menyadari bahwa ketidaksempurnaan dari makalah ini, setelah


lebih memahami proses terbentuknya Sarekat Islam dan perjalanannya menjadi
sebuah partai politik, diharapkan pembaca dapat mempelajari bahwa sebuah
organisasi yang memiliki jumlah anggota sangat banyak yang tidak dikelola
dengan baik, memiliki potensi untuk berselisih secara berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

Muljana, Slamet. Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan,


Yogyakarta: LKiS. 2008.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Proyek Penelitian dan Pencatatan


Kebudayaan Daerah. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Istimewa
Yogyakarta, Yogyakarta, 1977.

Gie, Soe Hok. Di Bawah Lentera Merah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1999.

Anda mungkin juga menyukai