Anda di halaman 1dari 24

TOPIK 5

PERMASALAHAN TRANSPORTASI
Tujuan.
Dengan mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan:
- Mengetahui dan memahami permasalahan transportasi.
- Dapat menjelaskan metode-metode transportasi.
- Dapat menggunakan metode transpotasi untuk menyelesaikan
permasalahan transportasi.

Permasalahan transportasi timbul pada perusahaan yang mempunyai beberapa


pabrik dan beberapa gudang bermaksud menambah kapasitas satu pabriknya atau
realokasi pelayanan dari setiap pabrik serta penambahan pabrik atau gudang baru.
Permasalahan transportasi dapat diselesaikan dengan menggunakan metoda
transportasi.
Metoda transportasi adalah suatu teknik riset operasi (operation research) yang dapat
sangat membantu dalam pembuatan keputusan-keputusan lokasi pabrik atau gudang.
Secara teknis masalah-masalah metoda transportasi sebenarnya merupakan
masalah-masalah khusus dari programasi linear (linear programming). Beberapa
alternatif metoda-metoda untuk memecahkan masalah-masalah transportasi telah
tersedia, yaitu antara lain metoda sudut kiri atas ("northwest corner" atau "Stepping
Stone" method), MODI (modified distribution method) dan VAM (Vogel's
approximation method). Metoda transportasi memang suatu proses "trial and error"
tetapi dengan meng-ikuti aturan-aturan yang pasti sampai menghasilkan penyelesaian
dengan biaya terendah.
Masalah-masalah metoda transportasi sering hanya mempertimbangkan biaya
transportasi atau pengangkutan relatif, tetapi, bila pabrik-pabrik yang berbeda
menghasilkan biaya-biaya yang berbeda pula, maka dua biaya (biaya pabrik dan biaya
transportasi) dapat dijumlahkan untuk mendapatkan biaya pengiriman relatif yang
digunakan dalam analisa.
Untuk menguraikan metoda ini kita akan menggunakan contoh suatu
perusahaan yang mempunyai dua pabrik di Semarang dan Cilacap. Pada
suatu waktu tertentu, perusahaan mempunyai 13 unit produk yang
tersedia di Semarang dan 12 unit di Cilacap. Perusahaan memperoleh
pesanan dari tiga penyalurnya di Surakarta, Yogyakarta dan Magelang.
Menurut pesanan, perusahaan harus mengirim 5 unit ke Surakarta, 10 ke

24
Yogyakarta, dan 10 ke Magelang. Biaya transportasi per unit antara
kota-kota tersebut di tunjukkan dalam tabel berikut (dalam ribuan) :

Ke Surakarta Yogyakarta Magelang


Dari
Semarang Rp. 10 Rp. 15 Rp. 11
Cilacap 8 12 14

Bagaimana seharusnya perusahaan mendistribusikan 25 unit produknya ke


masing-masing penyalur di kota-kota yang berbeda untuk meminimumkan biaya
transportasi total ?
Masalah transportasi dapat digambarkan secara jelas dalam bentuk suatu tabel
transportasi, seperti ditunjukkan dalam tabel 5—1. Dalam tabel jumlah produk yang
tersedia di Semarang dan Cilacap dicantumkan pada kolom yang paling kanan, dan
jumlah kebutuhan dari setiap penyalur terlihat pada baris paling bawah. Biaya
transportasi per unit dari setiap pabrik ke setiap penyalur diletakkan di dalam kotak-
kotak kecil pada tabel. Kotak-kotak besar dalam tabel (matriks) transportasi disebut
sel. Bila kebutuhan total sama dengan persediaan (kapasitas) total, masalah
transportasi ini disebut masalah transportasi yang seimbang (balanced). Kuantitas
yang diangkut dari setiap pabrik ke tempat tujuan yang berbeda-beda ditunjukkan
oleh variabel-variabel keputusan ( X11, Xj2,....... , 23) dalam sel-sel. Jadi Xij
menunjukkan jumlah produk yang dikirim dari tempat asal pengiriman (baris) i ke
tempat tujuan j (kolom).

Tabel 5-1. Tabel Transportasi


Ke Surakarta Yogyakarta Magelang Persediaan
Dari
X 11 10 15 11
Semarang 13
X 12 X 13
Cilacap 8 12 14 12
X 21 X 22 X 23
Kebutuhan 25
5 10 10

25
Masalah transportasi di atas dapat dinyatakari dalam bentuk linear programming
sebagai berikut :

Minimumkan : Z = 10X11 + 15X12 + 11X13 + 8X21 + 12X22 + 14X23


dengan syarat bahwa :
X 11 + X 12 + X13 = 13
X21 + X22 + X23 = 12
X11 + X21 =5
X12 + X22 = 10
X13 + X23 = 10
dan
X11, X12, ………………, X23 > 0
Dalam bentuk umum, masalah transportasi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Optimumkan :
m n
Z=  
i 1 j1
C ij X ij

dengan syarat bahwa (batasan-batasan)


n

Xj 1
ij = ai (i = 1, 2, ………., m)

Xii
ij = bj (j = 1, 2, ………., n)

m n

ai
ii
= b
ji
j

dan
Xij > 0 (i = 1, 2, ….., m; j = 1, 2, ….., n)

di mana Cij = biaya transportasi per unit dari tempat asal ke i ke tempat tujuan ke j
ai = jumlah unit yang tersedia pada tempat asal ke i (sumber)
bj = jumlah unit yang diminta oleh tempat tujuan ke j.

Optimalisasi berarti memaksimumkan atau meminimumkan fungsi Z, tergantung


apakah Cij adalah laba per unit atau biaya per unit. Optimalisasi dapat diperoleh
dengan menentukan berapa unit di "angkut" dari setiap tempat asal ke setiap tempat
tujuan (yaitu nilai Xij untuk semua i dan j).

26
Metoda Sudut Barat Laut
Salah satu cara untuk menemukan alokasi yang optimal (yaitu satu rangkaian nilai Xj:
yang menghasilkan nilai fungsi Z optimal) adalah dengan menggunakan "algorithma",
yaitu suatu metoda yang secara sistematik membawa kita pada alokasi optimal, dari
manapun kita memulai perhitungan kita. Proses algorithma dimulai dengan penentuan
"alokasi pertama", yaitu pola alokasi yang memenuhi syarat-syarat mengenai
"permintaan" dan "kapasitas penawaran", tetapi belum tentu optimal. Prosedur alokasi
sistematik pertama yang dikenal adalah metoda sudut barat laut (northwest corner
rule) atau sering disebut metoda sudut kiri atas. Penerapan metoda ini untuk tabel
transportasi kita adalah sebagai berikut :
1. Mulai dari kotak "sudut barat laut" ( X11 ), alokasikan sejumlah maksimum
produk dengan mengingat persediaan pabrik dan kebutuhan. Dari contoh, pabrik
Semarang memiliki persediaan 13 unit, sedangkan penyalur Surakarta
membutuhkan 5 unit. Ini berarti kita mengalokasikan 5 unit untuk penyalur
Surakarta dari pabrik Semarang. Kita masih mempunyai sisa persediaan 8 unit di
pabrik Semarang untuk dialokasikan pada kotak lain.
2. Kemudian, bila Xij merupakan kotak alokasi terakhir maka langkah selanjutnya
adalah mengalokasikan pada kotak Xi,j+1 bila i mempunyai persediaan yang tersisa,
atau alokasi ke X1+1,j bila j mempunyai kebutuhan yang belum terpenuhi, dan
seterusnya sampai semua kebutuhan telah terpenuhi. Dari contoh, pabrik
Semarang masih mempunyai per-sediaan 8 unit, sisa ini dapat kita alokasikan
pada kotak X12 atau X13. Metoda sudut barat laut menentukan bahwa kotak yang
terdekat dengan X11 yang dipilih, yakni kotak X1, 1+1 = X12. Kita alokasikan 8
unit ke kotak X12 Penyalur di Yogyakarta mendapat suplai 8 unit dari pabrik
Semarang, tetapi ini belum memenuhi semua kebutuhannya (10 unit). Maka perlu
dialokasikan 2 unit lagi dari pabrik berikutnya (Cilacap). Sisa persediaan pada
pabrik Cilacap sebesar 10 unit tidak mempunyai pilihan lain kecuali dialokasikan
ke penyalur Magelang ( X23 ), sehingga seluruh persediaan kebutuhan penyalur
telah terpenuhi, seperti terlihat pada tabel 5-2. Segi empat (kotak) yang terisi
alokasi bisaanya disebut segi empat batu, dan yang kosong disebut segi empat air.
Biaya transportasi total untuk pola alokasi tahap pertama ini adalah sebesar Rp
334.000,-, dengan perhitungan sebagai berikut :

27
Tabel 5—2. Alokasi Pertama dengan Metoda Sudut Barat Laut.

Ke Surakarta Yogyakarta Magelang Persediaan


Dari
10 15 11
Semarang 5 8 13

8 12 14
Cilacap 2 10 12

Kebutuhan 5 10 10 25

Biaya per unit Biaya total (dalam


Alokasi Jumlah unit
(dalam ribuan) ribuan)
Semarang – Surakarta 5 Rp. 10,- Rp. 50,-
Semarang – Yogyakarta 8 15,- 120,-
Cilacap – Yogyakarta 2 12 24,-
Cilacap – Magelang 10 14 140,-
Rp. 344,-

Prosedur evaluasi-sel. Sekali lagi "alokasi pertama" di atas belum tentu optimal (atau
dengan biaya total minimum). Oleh sebab itu, langkah selanjutnya adalah menentukan
apakah alokasi sudah optimal atau belum. Untuk menentukan optimalitas ini suatu
prosedur evaluasi-sel diperlukan. Evaluasi sel menyangkut pengujian sel-sel yang
masih kosong (yaitu, sel-sel tanpa nilai yang dilingkari) untuk memastikan apakah
realokasi diperlukan atau tidak.
Prosedur evaluasi-sel dapat diringkas sebagai berikut :
1. Memilih sel (kotak) kosong untuk dievaluasi. Menentukan jalur tertutup (jalur
"minus-plus") melalui pemindahan secara horizontal dan vertikal sampai suatu
nilai yang dilingkari dicapai oleh nilai berlingkaran lainnya dalam kolom atau
baris yang sama.
2. Pemindahan sepanjang jalur tersebut mulai dari sel kosong yang dipilih secara
horizontal atau vertikal sampai mencapai sel kosong yang sama.
3. Memberi tanda plus ( + ) dan minus ( - ) untuk setiap sel dalam jalur, selalu
dimulai dengan tanda plus untuk sel kosong yang dievaluasi.
4. Hitung jumlah biaya transportasi per unit untuk semua sel dalam jalur dengan
memperhatikan nilai-nilai plus dan minus.

28
5. Ulangi prosedur-prosedur ini sampai semua sel kosong dievaluasi dan
masukkan hasil-hasil tanpa lingkaran.
6. Suatu nilai positif setelah evaluasi sel menunjukkan kenaikan biaya dengan
adanya realokasi; suatu nilai negatif mencerminkan penurunan biaya.

Dalam tabel 5-2 dari contoh kita ada dua sel kosong (yaitu, X13 dan X21).
Mari kita pertama kali mengevaluasi sel Semarang-Magelang. Bila kita melakukan
realokasi 1 unit dari sel X12 ke sel X13 , Yogyakarta hanya akan menerima 9 unit. Ada
penurunan biaya transportasi per unit sebesar Rp 4.000,- dengan adanya
pemindahan ini. Karena Yogyakarta memerlukan 10 unit, dibutuhkan 1 unit
tambahan untuk memenuhi kebutuhan. Dan karena Magelang sekarang
mempunyai 11 unit, 1 unit ekstra harus dialokasikan dari sel X 23 ke sel X 22 .
Hasilnya adalah penurunan biaya sebesar Rp 2.000,-. Jadi, penyelesaian baru
menghasilkan penurunan biaya total Rp 6.000,-, seperti ditunjukkan bilangan -6
(yaitu, - 4 - 2 = - 6) dalam tabel 5-3. Ini menandakan adanya perbaikan, dan
realokasi dapat dilakukan.
Tabel 5-3. Evaluasi sel
Ke Surakarta Yogyakarta Magelang Persediaan
Dari
10 - 15 + 11
Semarang 5 8 -6 13

8 + 12 - 14
Cilacap 1 2 10 12

Kebutuhan 5 10 10 25

29
Dengan cara yang sama kita mengevaluasi sel Cilacap Surakarta, di mana
realokasi akan menghasilkan kenaikan biaya sebe-sar Rp 1.000,- (-2 + 3 = 1),
sehingga tidak perlu dilakukan. Jadi, nilai positif menunjukkan kenaikan biaya,
sedangkan nilai negatif mencerminkan penurunan. Alokasi pertama dapat diperbaiki
dengan realokasi.

Realokasi dilakukan melalui suatu jalur tertutup (closed path), seperti terlihat
dalam tabel 5-3. Jalur tertutup selalu mulai dari sel kosong dan diberi tanda plus ( + ),
kemudian bergerak ke bawah pada kolom yang sama, dan sampai pada sel yang berisi
serta ditandai minus (-); dan seterusnya sampai mencapai sel terisi yang terletak pada
baris yang sama. *(bila ada dua atau lebih nilai negatif pada sel-sel kosong secara bersama-sama,
sel dengan nuilai terkecil (nilai negatif terbesar) dipilih untuk merelokasi, karena ini menjamin
penurunan biaya transportasi per unit terbesar)

Perbaikan alokasi. Penyelesaian alokasi pertama seperti ditunjuk-kan dalam


tabel 5-2 belum merupakan penyelesaian optimal. Hasil evaluasi sel dalam tabel 5-3
menunjukkan bahwa alokasi pertama dapat diperbaiki (untuk mengurangi biaya
transportasi total). Bila sel X23 bersisi -6, kita tahu bahwa realokasi akan mengurangi
biaya transportasi.

Pertama, bagaimanapun juga, kita menelusuri setiap sel pada jalur tertutup
yang mempunyai bilangan negatif. Dalam jalur tertutup, dua sel yang terisi ditandai
minus pada evaluasi sel. Sel-sel tersebut adalah X12 dan X23. Di antara dua sel yang
ditandai minus kita memilih sel X12 (atau Semarang — Yogyakarta), yang berisi
jumlah alokasi lebih kecil. Pilihan ini menjamin keseimbangan antara persediaan dari
kebutuhan. Kita mengalokasikan sebanyak unit yang mungkin dari sel ini ke sel yang
kosong. Karena itu, kita mengirimkan 8 unit dari sel X12 ke sel X13. Sekarang,
Yogyakarta mempunyai persediaan 2 unit dan Magelang mempunyai 18 unit. Ini
melebihi persyaratan "kebutuhan". Untuk menjaga keseimbangan antara persediaan
dan kebutuhan, kita mengirimkan 8 unit dari sel X23, sel minus, ke sel X22 sel plus.
Realokasi ini menghasilkan pengurangan biaya transportasi per unit sebesar Rp
6.000,- ( - Rp 4.000,- -Rp 2.000,- = - Rp 6.000,- ). Bila terdapat tiga atau lebih sel
bertanda minus dalam jalur , kita selalu memilih sel yang terisi terkecil untuk
realokasi. Penyelesaian alokasi kedua disajikan dalam tabel 5-4, dengan evaluasi sel

30
berikutnya.
Tabel 5-4. Alokasi Kedua
Ke Surakarta Yogyakarta Magelang Persediaan
Dari
10 15 11
Semarang 5 6 8 13

8 12 14
Cilacap -5 10 2 12

Kebutuhan 5 10 10 25

Alokasi kedua menghasilkan biaya transportasi total Rp 286.000,-, yang lebih murah
Rp 48.000,- ( Rp 6.000,- x 8 ) daripada alokasi pertama. Walaupun telah ada
perbaikan, tetapi hal ini belum merupakan alokasi optimal. Sel kosong Cilacap -
Surakarta masih berisi bilangan negatif bila sel-sel kosong di eva-luasi. Kita
mengulang prosedur realokasi ini untuk memperbaiki penyelesaian. Alokasi baru
dapat dilihat dalam tabel 5-5.

Tabel 5-5. Alokasi Optimal

Ke Surakarta Yogyakarta Magelang Persediaan


Dari
10 15 11
Semarang 3 1 10 13

8 12 14
Cilacap 2 10 5 12

Kebutuhan 5 10 10 25

Alokasi baru yang disajikan dalam tabel 5-5 merupakan alokasi optimal, karena
evaluasi sel menghasilkan bilangan-bilangan positif dalam sel-sel kosong. Biaya
transportasi total alokasi optimal ini sebesar Rp 276.000,-, yang Rp 10.000,- ( 5.000 x
2) lebih kecil daripada alokasi kedua. Program pengiriman optimal sebagai berikut :

31
Biaya per unit Biaya total (dalam
Alokasi Jumlah unit
(dalam ribuan) ribuan)
Semarang – Surakarta 3 Rp. 10,- Rp. 30,-
Semarang – Yogyakarta 10 11,- 110,-
Cilacap – Yogyakarta 2 8,- 16,-
Cilacap – Magelang 10 12,- 120,-
Rp. 276,-

Metode MODI
Metode MODI (Modified Distribution) merupakan perkembangan dari metode
stepping – stone, karena penentuan segi empat kosong yang bisa menghemat biaya
dilakukan dengan prosedur yang lebih pasti dan tepat serta metode ini dapat mencapi
hasil optimal lebih cepat. Cara untuk memilihnya digunakan persamaan Ri + Kj = Cij
Ri adalah nilai baris i, Kj nilai kolom j, dan Cij adalah biaya pengangkutan 1 satuan
barang dari sumber i ke tujuan j. adapun langkah – langkah menghitungnya sebagai
berikut :

a. Isilah tabel pertama dari sudut kiri atas ke kanan bawah.


b. Menentukan nilai baris dan kolom
Nilai baris dan kolom ditentukan berdasarkan persamaan diatas (Ri +
Kj = Cij). Baris pertama selalu diberi nilai 0, dan nilai baris – baris yang lain dan nilai
semua kolom ditentukan berdasarkan hasil – hasil hitungan yang telah diperoleh. Bila
nilai suatu baris sudah diperoleh, maka nilai kolom yang dihubungkan dengan segi
empat batu dapat dicari dengan rumus Ri + Kj = Cij.
Nilai baris W = RW = 0.

Mencari nilai kolom A :


RW + K A = CWA
0 + KA = 20, nilai kolom A = KA = 20

Mencari nilai kolom dan baris yang lain :


RW + KB = CWB; 0 + KB = 5; KB = 5
RH + KB = CHB; RH + 5 = 20; RH = 15
RP + KB = CPB; RH + 5 = 10; RP = 5
RP + KC = CPC; 5 + KC = 19 KC = 14

32
Nilai – nilai ini kemudian diletakkan pada baris/kolom yang bersangkutan, seperti
terlihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9. Tabel pertama

c. Menghitung indeks perbaikan


Indeks perbaikan adalah nilai dari segi empat air (segi empat yang kosong).
Mencarinya dengan rumus :
Cij – Ri – Kj = Indeks perbaikan

Tabel 5.10. Menghitung indeks perbaikan


Segi empat Cij – Ri – Kj Indeks perbaikan

HA 15 – 15 – 20 -20

PA 25 – 5 – 20 0

WC 8 – 0 – 14 -6

HC 10 – 15 – 14 -19

d. Memilih titik tolak perubahan


Segi empat yang mempunyai indeks perbaikan negatif berarti bila diberi
alokasi (diisi) akan dapat mengurangi jumlah biaya pengangkutan. Bila nilainya
positif berarti pengisian akan menyebabkan kenaikan biaya pengangkutan. Segi
empat yang merupakan titik tolak perubahan adalah segi empat yang indeksnya
“bertanda negatif”, dan “angkanya terbesar”. Dalam Tabel 5.10, ternyata yang

33
memenuhi syarat adalah segi empat HA. Oleh karena itu segi empat ini dipilih
sebagai segi empat yang akan diisi.

e. Memperbaiki alokasi
Berilah tanda positif pada segi empat yang terpilih (HA). Pilihlah 1 segi empat
terdekat yang isi dan sebaris (HB), 1 segi empat yang isi terdekat dan sekolom
(WA); berilah tanda negatif pada 2 segi empat ini. Kemudian pilihlah satu segi
empat yang sebaris atau sekolom dengan 2 segi empat yang bertanda negatif tadi
(WB), dan berilah segi empat ini tanda positif. Selanjutnya pindahkanlah alokasi
dari segi empat yang bertanda negatif ke yang bertanda positif sebanyak isi
terkecil dari segi empat yang bertanda (-) (50). Jadi segi empat HA kemudian
berisi 50, segi empat HB berisi 60 – 50 = 10, segi empat WB berisi 40 + 50 = 90,
dan segi empat WA menjadi tidak berisi. Lihat tabel 5.9.
f. Ulangi langkah – langkah tersebut diatas, mulai langkah nomor b sampai
diperoleh biaya terendah. Bila masih ada indeks perbaikan yang bernilai negatif
berarti alokasi tersebut masih dapat diubah untuk mengurangi biaya
pengangkutan. Bila sudah tidak ada indeks yang negatif berarti sudah optimal.
Sebagai contoh perubahan pertama sampai mencapai tabel optimal dapat dilihat
pada tabel 5.11, a,b,c,d, dan e.

Tabel 5.11. Perubahan alokasi untuk memperoleh alkasi optimal dengan Metode
MODI
(a)

34
Biaya tranportasi = 90 (5) + 50(15) + 10(20) + 10(10) + 40(19)
= 2260

(b)

Biaya transportasi = 90(5)+ 50(15)+ 10(10)+ 20(10)+ 30(19)


= 2070.
(c)

Biaya transportasi = 60(5)+ 30(8)+ 50(15)+ 10(10)+ 50(10)


= 1890

35
(d)

Tebel (d) tidak bisa dioptimalkan lagi, karena indeks perbaikan pada setiap segi empat
air sudah tidak ada yang negative, seperti terlihat pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12. Indeks perbaikan dari Tabel 5.11 e


Segi empat Ci – Rj – Kj IndeksPerbaikan
WA 20 – 0 – 5 15
HB 20 – 2 – 5 13
PA 25 – 5 – 13 7
PC 19 – 5 – 8 6

Metoda Vogel's Approximation


Metoda sudut barat laut yang telah dibahas di depan tidak praktis untuk pencarian
penyelesaian optimal suatu masalah transportasi yang kompleks. Perhitungannya
banyak memakan waktu karena alokasi pertama lebih berdasarkan posisi sel dalam
tabel, dan bukan biaya transportasi per unit. Metoda Vogel atau Vogel's
Approximation method (VAM) adalah salah satu prosedur alokasi yang
berdasarkan elemen biaya. Metoda ini lebih efisien dan praktis. Alokasi pertama
mungkin optimal atau mendekati optimalitas, sehingga waktu perhitungan lebih cepat.
Adapun langkah-langkah pengerjaan metoda VAM adalah sebagai berikut :

36
1. Buatlah matriks yang menunjukkan kebutuhan masing-masing tempat tujuan,
kapasitas masing-masing sumber, dan biaya transportasi per unit, misal
seperti terlihat pada tabel 5-6.
2. Carilah perbedaan atau selisih antara dua biaya terkecil, yaitu biaya terkecil
dan biaya terkecil kedua untuk setiap baris dan kolom. Sebagai contoh, selisih
biaya terkecil dan terkecil kedua untuk baris A adalah 3 (11—8).

37
Tabel 5 - 6. Matriks Masalah Transportasi

Ke
gudang
K L M N Kapasitas
Dari
Pabrik

A 8 13 12 11 20

10 10 14 7
B 35

15 9 14 12
C 45

Kebutuhan 20 35 15 30 100

3. Pilih selisih yang terbesar di antara selisih-selisih yang telah di hitung dalam
langkah (1). Dari contoh kita, kolom N terpilih. Dan kolom ini adalah "calon"
untuk alokasi.
4. Alokasikan sejumlah maksimum tanpa melanggar syarat-syarat kebutuhan dan
kapasitas pada kolom atau baris terpilih yang mempunyai biaya terendah.
Dalam contoh kita, baris B mempunyai biaya terendah ( Rp 7,- ), sehingga kita
aloka-sikan 30 unit pada sel BN (kolom N baris B). Alokasi sebanyak 30 unit
adalah maksimal untuk sel tersebut karena kebutuhan gudang N adalah 30
unit, meskipun kapasitas pabrik B adalah 35 unit. Karena "kebutuhan" gudang
N telah terpenuhi, maka kolom N dapat dihilangkan pada langkah berikutnya
(atau berarti tidak diberikan alokasi). Lihat tabel 5 - 7.

38
Tabel 5 - 7. Alokasi Awal dengan Metoda Vogel.
gudang Perbedaan
Kapasitas
K L M N baris
A 8 13 12 11 20 3
Pabrik B 10 10 14 (7) 35 3
C 15 9 14 12 45 3
30
Kebutuhan 20 35 15 Pilihan XBN = 30

Perbedaan kolom 2 1 2 4 Hilangkan kolom N

5. Kemudian kita melakukan penghitungan perbedaan (selisih) biaya ke dua


untuk setiap baris dan kolom seperti yang kita kerjakan sebelumnya. Dalam
hal ini perlu dicatat bahwa penghitungan selisih ke dua ini tidak
memperhatikan baris atau kolom yang telah diberi alokasi. Dari hasil
penghitungan selisih ke dua ini kita ulangi prosedur yang sama dalam langkah
(3), (4) dan (5), yang menunjukkan bahwa kotak CL diberi alokasi sebesar
maksimal 35 unit tanpa melanggar syarat kebutuhan dan kapasitas. Kita
lakukan penghitungan selisih ke tiga dan seterusnya sampai semua baris dan
kolom sepenuhnya teralokasi seperti terlihat dalam tabel 5 - 8.

Bila terdapat 2 atau lebih selisih biaya yang besarnya sama (pada perbedaan kolom
maupun baris), maka dicari biaya transportasi per unit terendah di antara sel-sel pada
baris atau kolom itu, dan kemudian isikan alokasi maksimum pada sel tersebut. Bila
biaya terendah tidak ada, maka pilihlah sel yang diisi berdasar sa-lah satu baris atau
kolom terpilih.

39
Tabel 5 - 8. Alokasi Lanjutan dengan Metoda Vogel.
Gudang Perbedaan
Kapasitas
K L M baris
A 8 13 12 20 4
Pabrik B 10 10 14 5 0

C 15 (9) 14 45 5

Kebutuhan 20 35 15 Pilihan XCL = 35

Perbedaan kolom 2 1 2 Hilangkan kolom L

Gudang Perbedaan
Kapasitas baris
K M
A (8) 12 20 4
Pabrik B 10 14 5 4
C 15 14 45 1

Kebutuhan 20 15 Pilihan XAK = 20

Perbedaan kolom 2 2 Hilangkan baris A dan kolom K

Gudang
Kapasitas
M
B 14 5
Pabrik
C 14 10
Pilihan XBM = 5
Kebutuhan 15
Pilihan XCM = 10

Pengerjaan alokasi dengan metoda Vogel di atas dapat juga dilakukan dalam satu
matriks sebagai berikut, lihat tabel 5 - 9.

40
Tabel 5 - 9. Matriks transportasi dengan Penyelesaian Metode Vogel.
Ke-
gudang Perbedaan
K L M N Kapasitas
baris
Dari pabrik
8 13 12 11
A 20 20 3 4 4 -

10 10 14 7
B 35 3 0 4 -
5 30

15 9 14 12
C 45 3 5 1 -
35 10

Kebutuhan 20 35 15 30 100
Perbedaan 2 1 2 4
kolom 2 1 2 -
2 - 2 -
- - 0 -

Hasil alokasi ini kemudian kita tes optimalitasnya dengan prosedur evaluasi
- sel. Pencarian indeks perbaikan ternyata mengalami "kemacetan" karena
terjadi masalah degeneracy. Pada umumnya, degeneracy timbul dalam
masalah transportasi bila jumlah sel berisi kurang dari ( m + n - 1 ) pada
setiap tahap pe-nyelesaian, di mana, m menunjukkan jumlah baris (tempat
asal) dan n jumlah kolom (tempat tujuan). Dalam contoh kita, ada 5 sel
berisi (segi empat batu) dibanding 6 variabel dasar (3 + 4 - 1 ), sehingga
terjadi degenerate. Untuk evaluasi sel kita memasukkan alokasi sejumlah (e)
ke dalam salah satu sel kosong yang mempunyai biaya terendah. Pengisian
(e) menghasilkan sel-sel terisi yang memenuhi ( 3 + 4 - 1 ). Alokasi(e)
menunjukkan nilai positif sangat kecil mendekati nol. Dalam tabel 5 – 10
nilai - nol (e) dimasukkan pada sel BK, sel dengan biaya terendah.
Walaupun sel BL mempunyai biaya terendah yang sama dengan BK, tetapi

41
tidak dipilih karena jalur tertutup tidak dapat dibentuk untuk setiap sel
kosong.
Penyelesaian yang disajikan dalam tabel 5 – 10 adalah alokasi optimal
karena evaluasi sel menghasilkan nilai-nilai positif dari semua sel kosong.
Skedul alokasi optimal beserta biayanya adalah sebagai berikut :
Alokasi Jumlah unit Biaya per unit Biaya total
A–K 20 Rp. 8,- Rp. 160,-
B–M 5 14,- 70,-
B–N 30 7,- 210,-
C–L 35 9,- 315,-
C–M 10 14,- 140,-
Rp. 895,-

Tabel 5 - 10. Alokasi Optimal

Ke
gudang
K L M N Kapasitas
Dari
Pabrik
8 13 12 11
A 20 6 0 6 20

10 10 14 7
B e 1 5 30 35

15 9 14 12
C 5 35 10 5 45

Kebutuhan 20 35 15 30 100

Masalah Maksimisasi

Metoda-metoda transprotasi untuk mencari minimum dalam contoh di atas


pada prinsipnya dapat diterapkan untuk masalah maksimisasi. Tidak seperti masalah
minimisasi, masalah maksimisasi adalah jarang terjadi dalam masalah-masalah
transportasi. Kontribusi laba per unit tidaklah berbeda secara berarti pada lokasi-
lokasi yang berbeda, dan pengukurannya tidak semudah biaya transportasi per unit.
Masalah transportasi sering menyangkut alokasi para karyawan pada berbagai
pekerjaan yang berbeda, atau pembelanjaan modal dan alokasi dana investasi
masalah-masalah tersebut tidak berkenaan dengan transportasi.
Dalam maksimisasi, angka-angka dalam kotak-kotak kecil menunjukkan laba
(atau identik dengan "return"), bukan biaya. Bila kita menggunakan metoda Vogel,

42
perbedaan baris dan kolom didapatkan dari selisih antara laba tertinggi dan tertinggi
ke dua dalam setiap baris dan kolom. Alokasi awal mulai dari baris atau kolom yang
mempunyai selisih terbesar. Kita mengalokasikan unit sebanyak mungkin pada sel
dengan laba tertinggi dalam baris atau kolom terpilih. Langkah-langkah yang
digunakan untuk alokasi adalah persis sama seperti minimisasi. Evaluasi- sel dan
prosedur pengiriman juga sama. Dalam evaluasi sel, angka-angka negatif dalam sel-
sel kosong menunjukkan penyelesaian optimal, karena angka-angka negatif berarti
adanya penurunan laba per unit dengan adanya realokasi.

Masalah-masalah Transportasi yang Tidak Seimbang


Dalam masalah-masalah transportasi sebelumnya, "suplai" total dari sumber-
sumber adalah sama dengan "permintaan" total tempat-tempat tujuan (balanced
transportation problems). Dalam operasi-operasi organisasi senyatanya kondisi ini
tidak selalu terpenuhi. Sering kali terjadi kapasitas total melebihi kebutuhan atau
sebaliknya, yang menghasilkan surplus atau kekurangan. Masalah transportasi ini
disebut "unbalanced", di mana kebutuhan tidak sama dengan kapasitas yang tersedia.
Bila kapasitas lebih besar daripada kebutuhan, masalah dapat dipecahkan melalui
penambahan kolom semu (dummy colom). Kita memasukkan biaya transportasi
sebesar nol ( 0 ) dalam sel-sel pada kolom semu dan jumlah surplus, sehingga
masalah "unbalanced" menjadi masalah yang "balanced". Kita dalam hal ini
menganggap bahwa biaya penyim-panan per unit untuk produk surplus sama di semua
tempat asal (sumber). Bila biaya penyimpanan per unit berbeda, maka harus
dimasukkan sebagai pertimbangan. Di lain pihak, bila kebutuhan lebih besar daripada
kapasitas, kita dapat menambahkan baris se-mu (dummy row) untuk membuat
masalah transportasi "balanced". Dalam kasus ini masalahnya tidak semudah kasus
surplus. Kita mungkin memerlukan tambahan anggapan-anggapan untuk menentukan
skedul alokasi optimal. Penyedia (supplier) mungkin berkeinginan untuk
meminimumkan biaya transportasi tanpa memperhatikan situasi permintaan. Dia
mungkin berkeinginan untuk memproduksi jumlah kekurangan dengan kerja lembur,
sehingga menimbulkan biaya tambahan. Dia mungkin berkeinginan untuk membatasi
permintaan yang tidak terpenuhi pada setiap tempat tujuan, misal 20% dari setiap
permintaan tempat tujuan, dan seterusnya. Untuk menggambarkan masalah
transportasi "unba-lanced", berikut ini akan diberikan sebuah contoh.

43
Contoh 5 - 2. Perusahaan DINO memproduksi bir dengan merk X di empat
pabriknya. Perusahaan mempunyai empat gudang yang tersebar di semua
daerah pemasaran. Kapasitas setiap pabrik, kebutuhan setiap gudang dan biaya
transpor-tasi (dalam rupiah) ditunjukkan dalam tabel berikut :
Gudang Kapasitas
Pabrik
K L M N pabrik
A 15 14 12 10 40
B 9 11 12 6 25
C 7 5 12 10 25
D 10 13 15 14 30
Kebutuhan 20 20 20 30
Gudang

Bagaimana seharusnya perusahaan mensuplai gudang-gudangnya untuk


meminimumkan biaya transportasi total ?

Masalah transportasi di atas adalah masalah transportasi "unbalanced",


karena kapasitas total pabrik yang tersedia lebih besar daripada kebutuhan total
gudang. Kolom semu, disebut gudang semu, ditambahkan pada tabel, beserta jumlah
kelebihan kapasitas dan biaya tranportasi nol. Masalahnya sekarang telah menjadi
"balanced", seperti terlihat pada tabel 5 - 11.

44
Tabel 5 - 11. Masalah Transportasi dengan Kapasitas Lcbih Besar
dari Kebutuhan.
Ke
Gudang
gudang
K L M N semu Kapasitas
Dari
(dummy)
Pabrik
15 14 12 10 0
A 40

9 11 12 6 0
B 25

7 5 12 10 0
C 25

10 13 15 14 0
D 30

Kebutuhan 20 30 20 30 20 120
Langkah-langkah penyelesaian selanjutnya adalah sama dengan penyelesaian
masalah-masalah transportasi di atas, baik dengan metoda sudut barat laut (atau
stepping stone), Vogel atau MODI.

Soal latihan:
Suatu perusahaan yang mempunyai 3 buah pabrik di A,B, dan C. Perusahaan
menghadapi masalah alokasi hasil produksinya dari pabrik-pabrik tersebut ke gudang-
gudang penjualan di K, L, dan M.
Kapasitas pabrik, kebutuhan gudang dan biaya pengangkutan dari tiap pabrik ke tiap gudang
dapat dilihat pada tabel-tabel berikut :

Kapasitas Pabrik A, B, dan C


Pabrik Kapasitas Produksi Tiap Bulan
A 135 ton
B 90 ton
C 75 ton
Jumlah 300 ton

Kebutuhan Gudang K, L, dan M


Gudang Kebutuhan Tiap Bulan
K 75 ton
L 165 ton
M 60 ton
Jumlah 300 ton

45
Biaya Pengangkutan Setiap Ton dari Pabrik A, B, C ke Gudang K, L, M
Dari Biaya Tiap Ton (dalam ribuan Rp)
Ke Gudang K Ke Gudang L Ke Gudang M
Pabrik A 25 10 13
Pabrik B 20 25 15
Pabrik C 30 15 24

Selesaikan permasalahan transportasi tersebut dengan mencari alokasi yang optimal


sehingga biaya transportasi yang paling minimal. Gunakan metode MODI dan VAM

46
DAFTAR PUSTAKA :

Arman Hakim Nasution, 2006, Manajemen Industri, Yogyakarta: Andi

Assauri,Sofjan, 1993, Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi keempat. Jakarta:


LPFE-UI

Barry Render & Jay Heizer. 2001. Prinsip-prinsip manajemen operasi. Jakarta:
Salemba Empat

Boediono, 1985. Analisa Network. Yogyakarta: BPFE-UGM

Danang Sunyoto, Danang Wahyudi, 2011, Manajemen Operasi Teori, Soal-Jawab, &
Soal Mandiri, Yogyakarta: Caps

Handoko, T. Hani. 1994. Dasar-dasar manajemen produksi dan operasi. Yogyakarta:


BPFE-UGM

Murdifin Haming, Mahfud Nurnajamuddin, 2007, Manajemen Produksi Modern


Operasi Manufaktur dan Jasa, Buku 1, Jakarta: Bumi Aksara

Pangestu Subagyo, Marwan Asri dan T. Hani Handoko, 2000, Dasar-dasar operations
research. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE

Rosnani Ginting, 2007, Sistem Produksi, Edisi Pertama, Yogyakarta: Graha Ilmu

86

Anda mungkin juga menyukai