Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

 Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT,karena


berkat rahmat dan karuniaNya yang senantiasa melimpahkan hidaya dan pertolongan
nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Banyak rintangan dan hambatan
yang kami alami selama menulis makalah ini, namun Alhamdulillah akhirnya
dengan penuh kerja keras dan kesungguhan penulis, sehingga dapat terselesaikan
denga judul, “ ADAT SUKU JAWA TENGAH”.

Penulis menyadari bahwa untuk mencapai hasil yang memuaskan tidaklah


mudah, karena keterbatasan kemampuan penulis baik dari segi ilmu maupun literatur,
sehingga makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan
kritik yang bersifat membangun, kami sangat harapkan untuk menuju ke arah
penyempurnaan makalah ini.

Makassar, Desember 2021

Hormat Kami

Penyusun
BAB I
PEMBAHASAN
ADAT ISTIADAT JAWA TENGAH

Adat istiadat adalah sebuah kebudayaan yang sudah menjadi tradisi pada
setiap masyarakat yang sudah menjadi ketentuan daerah tersebut. Salah satu contoh
sebuah adat istiadat yang masih dilakukan pada sebuah daerah, yaitu adat istiadat
yang terjadi pada masyarakat suku jawa tengah.

A. Adat Yang Biasa Dilakukan Seseorang yang Sudah Berumah Tangga

Ada beberapa adat istiadat yang biasa dilakukan oleh masyarakat jawa tengah
terutama yang terdapat pada seseorang yang sudah berumah tangga.

1. Mupu
Seorang ibu yang menginginkan seorang anak, akan tetapi belum juga dikasih
maka seorang ibu tersebut mengadakan yang dinamakan mupu, mupu yaitu
memungut anak. Tujuannya agar menyebabkan hamilnya seorang ibu yang
memungut anak. Pada saat ibu hamil, jika wajahnya terlihat tidak bersih dan
tidak tampak cantik seperti biasanya, maka dapat disimpulkan bahwa anaknya
adalah laki-laki, akan tetapi, jika ibu wajahnya tampak bersih dan tampak
cantik maka dapat disimpulkan bahwa anaknya perempuan.
2. Mitoni
Ketika seorang ibu hamil memasuki kehamilannya yang 7 bulan, maka akan
diadakan acara tujug bulanan atau mitoni. Tujuannya yaitu agar seorang calon
bayi dan calon ibu sehat dan lancar dalam persalinan nanti. Pada tujuh
bulanan ada beberapa ritual yang dilakukan, salah satunya yaitu calon ibu di
mandikan dengan air yang diambil dari tujuh sumber yang berbeda dan juga
ditambahkan bunga tujuh macam agar wangi. Ada juga masyarakat yang
hanya merayakan tujuh bulanan ini dengan acara selamatan khataman quran.
Karena simpel tidak terlalu ribet. Pada tujuh bulanan ini pada masa sekarang
tidak hanya dilakukan pada suku jawa, akan tetapi ada suku lain
juga yang mengikuti adat suku jawa ini.
3. Selamatan
Pada saat seorang bayi itu lahir, maka akan diadakan selametan, biasanya
sering juga disebut dengan brokohan. Pada saat brokohan dilakukan, maka
disediakan nasi tumpeng lengkap dengan sayur dan lauk pauknya. Pada saat
seorang bayi berusia 35 hari, maka diadakan acara selametan selapanan, pada
acara selapanan, rambut seorang bayi akan dipotong habis. Tujuannya agar
rambut bayi tersebut akan tumbuh lebat.
4. Tedak-siten
Adat selanjunya yaitu tedak-siten. Adat ini dilakukan ketika seorang bayi
beusia 8 atau 9 bulan. Adat seperti ini yaitu dimana seorang bayi untuk
pertama kalinya menginjak kakinya ke atas tanah. Dalam pelaksanaan tedak
siten ini orang tua harus membantu dengan menuntun sang anak untuk
berjalan diatas cobekan yang didalamnya berisi sesaji makanan sejenis dodol
yang terbuat dari bahan beras ketan berwarna putih dan merah serta beras
kuning. Setelah itu sang anak diturunkan ke atas tanah dengan dibimbing oleh
orang tuanya. Kemudian ibu dan sang anak masuk di dalam kurungan anak,
didalam kurungan tersebut tersedia berbagai mainan yang
bias dipilih oleh sang anak.
5. Khitanan
Ketika menjelang remaja, tiba waktunya seorang anak ditetaki atau dikhitan.
Adat istiadat tersebut selalu dilakukan oleh masyarakat suku jawa. Tradisi ini
masih selalu dilakukan oleh suku jawa setiap pertumbuhan sang bayi, sejak
lahir yang selalu diadakan acara-acara yang sudah menjadi tradisi suku jawa
sampai seorang anak tersebut memasuki tetaki atau khitan.
B. Pakaian Adat Jawa Tengah

Adat jawa sangat melekat di Indonesia, khususnya suku jawa. Pada acara
tertetu suku jawa tak luput dari adat mereka. Begitu juga dengan pakaian adatnya.
Saat acara-acara tertentu adat istiadat jawa harus memenuhi persyaratan adat yang
akan di laksanakan. Berikut akan dibahas tentang pakaian adat jawa tengah yang di
pakai pada saat acar-acara tertentu. Baik sejarah asal-usul atau asal mula baju adat
Jawa Tengah, kelengkapan apa saja yang di pakai (kostum). Dan bagaimana kostum
pernikahan adat Jawa Tengah?

- Busana wanita

Jenis busana dan kelengkapannya yang dipakai oleh kalangan wanita Jawa,
khususnya di lingkungan budaya Yogyakarta dan Surakarta, Jawa Tengah adalah baju
kebaya, kemben dan kain tapih pinjung dengan stagen. Baju kebaya dikenakan oleh
kalangan wanita bangsawan maupun kalangan rakyat biasa baik sebagai busana
sehari-hari maupun pakaian upacara. Pada busana upacara seperti yang dipakai oleh
seorang garwo dalem misalnya, baju kebaya menggunakan peniti renteng dipadukan
dengan kain sinjang atau jarik corak batik, bagian kepala rambutnya digelung
(sanggul), dan dilengkapi dengan perhiasan yang dipakai seperti subang, cincin,
kalung dan gelang serta kipas biasanya tidak ketinggalan.

Untuk busana sehari-hari umumnya wanita Jawa cukup memakai kemben yang
dipadukan dengan stagen dan kain jarik. Kemben dipakai untuk menutupi payudara,
ketiak dan punggung, sebab kain kemben ini cukup lebar dan panjang. Sedangkan
stagen dililitkan pada bagian perut untuk mengikat tapihan pinjung agar kuat dan
tidak mudah lepas.

Dewasa ini, baju kebaya pada umumnya hanya dipakai pada hari-hari tertentu saja,
seperti pada upacara adat misalnya. Baju kebaya di sini adalah berupa blus berlengan
panjang yang dipakai di luar kain panjang bercorak atau sarung yang menutupi
bagian bawah dari badan (dari mata kaki sampai pinggang). Panjangnya kebaya
bervariasi, mulai dari yang berukuran di sekitar pinggul atas sampai dengan ukuran
yang di atas lutut. Oleh karena itu, wanita Jawa mengenal dua macam kebaya, yaitu
kebaya pendek yang berukuran sampai pinggul dan kebaya panjang yang berukuran
sampai ke lutut.

Kebaya pendek dapat dibuat dari berbagai jenis bahan katun, baik yang polos dengan
salah satu warna seperti merah, putih, kuning, hijau, biru dan sebagainya maupun
bahan katun yang berbunga atau bersulam. Saat ini, kebaya pendek dapat dibuat dari
bahan sutera, kain sunduri (brocade), nilon, lurik atau bahan-bahan sintetis.
Sedangkan, kebaya panjang lebih banyak menggunakan bahan beludru, brokat, sutera
yang berbunga maupun nilon yang bersulam. Kalangan wanita di Jawa, biasanya baju
kebaya mereka diberi tambahan bahan berbentuk persegi panjang di bagian depan
yang berfungsi sebagai penyambung.

Baju kebaya dipakai dengan kain sinjang jarik/ tapih dimana pada bagian depan
sebelah kiri dibuat wiron (lipatan) yang dililitkan dari kiri ke kanan. Untuk menutupi
stagen digunakan selendang pelangi dari tenun ikat celup yang berwarna cerah.
Selendang yang dipakai tersebut sebaiknya terbuat dari batik, kain lurik yang serasi
atau kain ikat celup. Selain kain lurik, dapat juga memakai kain gabardine yang
bercorak kotak-kotak halus dengan kombinasi warna sebagai berikut: hijau tua
dengan hitam, ungu dengan hitam, biru sedang dengan hitam, kuning tua dengan
hitam dan merah bata dengan hitam. Kelengkapan perhiasannya dapat dipakai yang
sederhana berupa subang kecil dengan kalung dan liontin yang serasi, cincin, gelang
dan sepasang tusuk konde pada sanggul.

Baju kebaya panjang biasanya menggunakan bahan beludru, brokat, sutera maupun
nilon yang bersulam. Dewasa ini, baju kebaya panjang merupakan pakaian untuk
upacara perkawinan. Dan umumnya digunakan juga oleh mempelai wanita Sunda,
Bali dan Madura. Panjang baju kebaya ini sampai ke lutut, dapat pula memakai
tambahan bahan di bagian muka akan tetapi tidak berlengkung leher (krah). Pada
umumnya kebaya panjang terbuat dari kain beludru hitam atau merah tua, yang
dihiasi pita emas di tepi pinggiran baju. Kain jarik batik yang berlipat (wiron) tetap
diperlukan untuk pakaian ini, tetapi biasanya tanpa memakai selendang. Sanggulnya
dihiasi dengan untaian bunga melati dan tusuk konde dari emas. Sedangkan,
perhiasan yang dipakai juga sederhana, yaitu sebuah sisir berbentuk hampir setengah
lingkaran yang dipakai di sebelah depan pusat kepala. Baju kebaya panjang yang
dipakai sebagai busana upacara biasa, maka tata rias rambutnya tanpa untaian bunga
melati dan tusuk konde.

Mengenai teknik dan cara membuat baju kebaya sangat sederhana. Potongan dan
model kebaya Jawa, yang juga dipakai di Sumatera Selatan, daerah pantai
Kalimantan, Kepulauan Sumbawa, dan Timor sebenarnya serupa dengan blus. Baju
ini terdiri dari dua helai potongan, yaitu sehelai bagian depan dan sehelai lagi
potongan bagian belakang, serta dua buah lengan baju. Modelnya dapat ditambah
dengan sepotong bahan berbentuk persegi panjang yang dipakai sebagai penyambung
antara kedua potongan bagian muka.

Pada bagian badan kebaya dipotong sedemikian rupa sehingga tidak memerlukan
krup. Ini dimaksudkan agar benar-benar membentuk badan pada bagian pinggang dan
payudara dan sedikit melebar pada bagian pinggul. Sedangkan, lipatan bawah bagian
belakang dan samping harus sama lebarnya dan menuju ke bagian depan dengan agak
meruncing. Lengkung leher baju menjadi satu dengan bagian depan kebaya.
Lengkung ini harus cukup lebar sehingga dapat dilipat ke dalam untuk vuring
kemudian dilipat lagi keluar untuk membentuk lengkung leher. Semua potongan
tersebut dapatdikerjakan dengan mesin jahit ataupun dijahit dengan tangan.
- Busana pria

Sedangkan busana di kalangan pria, khususnya kerabat keraton adalah memakai


memakai baju beskap kembang-kembang atau motif bunga lainnya, pada kepala
memakai destar (blankon), kain samping jarik, stagen untuk mengikat kain samping,
keris dan alas kaki (cemila). Busana ini dinamakan Jawi Jangkep, yaitu busana pria
Jawa secara lengkap dengan keris.

Meskipun seni busana berkembang baik di lingkungan keraton, tidak berarti busana
di lingkungan rakyat biasa tidak ada yang khas. Busana adat tradisional rakyat biasa
banyak digunakan oleh petani di desa. Busana yang dipakai adalah celana kolor
warna hitam, baju lengan panjang, ikat pinggang besar, ikat kepala dan kalau sore
pakai sarung. Namun pada saat upacara perkawinan, bagi orang tua mempelai
biasanya mereka memakai kain jarik dan sabuk sindur. Bajunya beskap atau sikepan
dan pada bagian kepala memakai destar.

- Busana Basahan
Salah satu jenis busana adat yang terindah dan terlengkap di Indonesia terdapat di
keraton Surakarta, Jawa Tengah. Sebab, tiap-tiap jenis busana tersebut menunjukkan
tahapan-tahapan tertentu dan siapa si pemakaiannya. Dalam adat busana perkawinan
misalnya, seorang wanita dan pria kalangan keraton mengenakan beberapa jenis
busana, yang disesuaikan dengan tahapan upacara, yaitu midodareni, ijab, panggih
dan sesudah upacara panggih. Pada upacara midodareni, pengantin wanita memakai
busana kejawen dengan warna sawitan. Busana sawitan terdiri dari kebaya lengan
panjang, stagen dan kain jarik dengan corak batik. Sedangkan pengantin prianya
memakai busana cara Jawi Jangkep, yang terdiri dari baju atela, udeng, sikepan,
sabuk timang, kain jarik, keris dan selop.

Saat upacara ijab, busana yang dipakai pengantin wanita adalah baju kebaya dan kain
jarik, sedangkan pengantin pria memakai busana basahan. Busana basahan pengantin
pria disini terdiri dari kuluk matak petak, dodot bangun tulak, stagen, sabuk lengkap
dengan timang dan cinde, celana panjang warna putih, keris warangka ladrang dan
selop.
Begitu pula pada upacara panggih kedua mempelai memakai jenis busana yang sudah
ditetapkan. Pengantin wanita memakai busana adat bersama, basahan. Busana
basahan adalah tidak memakai baju, melainkan terdiri dari semekan atau kemben,
dodot bangun tulak atau kampuh, sampur atau selendang sekar cinde abrit dan kain
jarik cinde sekar merah. Semekan atau kemben terbuat dari kain batik dengan corak
alas-alasan warna dasar hijau atau biru dengan hiasan kuning emas atau putih.
Kemben disini berfungsi sebagai pengganti baju dan pelengkap untuk menutupi
payudara. Kain dodot yang menggunakan corak batik alas-alasan panjangnya kira-
kira 4-5 meter, dan merupakan baju pokok dalam busana basahan. Selendang cinde
sekar abrit terbuat dari kain warna dasar merah dengan corak bunga hitam dan kain
jarik cinde sekar abrit terbuat dari kain gloyar, warna dasar merah yang dihiasi bunga
berwarna hitam dan putih. Cara mengenakan kain ini seperti kain jarik tetapi tidak
ada lipatan (wiron). Sama halnya dengan pengantin wanita, pengatin pria pun
memakai busana adat basahan, berupa dodot bangun tulak, terdiri dari kuluk matak
biru muda, stagen, sabuk timang, epek, dodot bangun tulak, celana cinde sekar abrit,
keris warangka ladrang, kolong karis, selop dan perhiasan kalung ulur.
Pada upacara panggih ini, biasanya kedua mempelai pengantin melengkapi busana
basahan dengan aneka perhiasan. Perhiasan yang biasa digunakan oleh mempelai pria
adalah kalung ulur, timang/epek, cincin, bros dan buntal. Sedangkan bagi pengantin
wanita, perhiasan yang biasa dipakai adalah cunduk mentul, jungkat, centung, kalung,
gelang, cincin, bros, subang dan timang atau epek.
Berbeda dengan tahapan upacara sebelumnya, pada upacara setelah panggih,
pengantin wanita memakai busana kanigaran, yaitu terdiri dari baju kebaya, kain
jarik, stagen dan selop. Sedangkan pengantin pria menggunakan busana
kepangeranan, yang terdiri dari kuluk kanigoro, stagen, baju takwo, sabuk timang,
kain jarik, keris warangka ladrang dan selop.
Sebagai kelengkapan, dalam busana adat perkawinan, maka baik pengantin wanita
maupun pria biasanya dirias pada bagian wajah dan sanggul. Tujuannya adalah agar
mempelai wanita kelihatan lebih cantik dan angun dan pengantin pria lebih gagah dan
tampan. Bagi pengantin pria, cara meriasnya tidak sedemikian rumit dan teliti
sebagaimana pengantin wanita yang harus dirias pada bagian wajahnya mulai dari
muka, mata, alis, pipi dan bibir.

Busana Jawa baik pakaian sehari-hari maupun pakaian upacara sangat kaya akan
ragam hias yang tak jarang memiliki makna simbolik dibaliknya. Jenis ragam hias
yang dikenal di daerah Surakarta maupun Jogyakarta adalah kain yang bermotifkan
tematema geometris, swastika (misalnya bintang dan matahari), hewan (misal :
burung, ular, kerbau, naga), tumbuh-tumbuhan (bunga teratai, melati) maupun alam
dan manusia. Motif geometris diantaranya adalah kain batik yang bercorak ikal, pilin,
ikal rangkap dan pilin ganda. Motif berupa garis-garis potong yang disebut motif
tangga merupakan simbolisasi dari nenek moyang naik tangga sedang menuju surga.
Bahkan motif yang paling dikenal oleh masyarakat Surakarta adalah motif tumpal
berbentuk segi tiga yang disebut untu walang, yang melambangkan kesuburan.
Pada busana-busana khusus untuk upacara perkawinan dikenal juga motif pada batik
tulis, seperti kain sindur dan truntum yang dipakai oleh orang tua mempelai.
Sedangkan kain sido mukti, kain sido luhur dan sido mulyo merupakan pakaian
mempelai.

Fungsi pakaian, awalnya digunakan sebagai alat untuk melindungi tubuh dari
cuaca dingin maupun panas. Kemudian fungsi pakaian menjadi lebih beragam,
misalnya untuk menutup aurat, sebagai unsur pelengkap upacara yang menyandang
nilai tertentu, maupun sebagai alat pemenuhan kebutuhan akan keindahan.

Pada masyarakat di Jawa Tengah, khususnya di Surakarta fungsi pakaian cukup


beragam, seperti pada masyarakat bangsawan pakaian mempunyai fungsi praktis,
estetis, religius, sosial dan simbolik. Seperti kain kebaya fungsi praktisnya adalah
untuk menjaga kehangatan dan kesehatan badan; fungsi estetis, yakni menghias tubuh
agar kelihatan lebih cantik dan menarik; fungsi sosial yakni belajar menjaga
kehormatan diri seorang wanita agar tidak mudah menyerahkan kewanitaannya
dengan cara berpakaian serapat dan serapi mungkin, serta memakai stagen sekuat
mungkin agar tidak mudah lepas.

D. Upacara Adat Suku Jawa Pada Kematian

1. Tradisi Mendhak adalah salah satu ritual dalam adat istiadat kematian budaya
Jawa. Upacara tradisional Mendhak dilaksanakan secara individu atau
berkelompok untuk memperingati kematian seseorang. Peralatan dan
perlengkapan yang diperlukan untuk upacara tradisional Mendhak adalah
sebagai berikut: tumpeng, sega uduk, side dishes, kolak, ketan, dan apem.
Kadang-kadang, sebelum atau sesudah upacara Mendhak dilaksanakan, sanak
keluarga dapat mengunjungi makam saudara mereka.
Upacara tradisional ini dilaksanakan tiga kali dalam seribu hari setelah hari
kematian: pertama disebut Mendhak Pisan, upacara untuk memperingati satu
tahun kematian (365 hari); kedua disebut Mendhak Pindho sebagai upacara
peringatan dua tahun kematian; ketiga disebut sebagai Mendhak Telu atau
Pungkasan atau Nyewu Dina,
yang dilaksanakan pada hari ke seribu setelah kematian.
Menurut kepercayaan Jawa, setelah satu tahun kematian, arwah dari saudara
yang diperingati kematiannya tersebut telah memasuki dunia abadi untuk
selamanya. Menurut kepercayaan juga, untuk memasuki dunia abadi tersebut,
arwah harus melalui jalan yang sangat panjang; oleh karena itu penting sekali
diadakannya beberapa upacara untuk menemani perjalanan sang arwah.
2. Kematian surtanah
Tradisi kematian dalam adat Jawa salah sataunya adalah Upacara Surtanah
yang bertujuan agar arwah atau roh orang mati mendapat tempat yang layak di
sisi Sang Maujud Agung.
Perlengkapan upacara: – Golongan bangsawan: tumpeng asahan lengkap
dengan lauk, sayur adem (tidak pedas), pecel dengan sayatan daging ayam
goreng/panggang, sambal docang dengan kedelai yang dikupas, jangan menir,
krupuk, rempeyek, tumpeng ukur-ukuran, nasi gurih, nasi golong, dan pisang
raja. – Golongan rakyat biasa: tumpeng dengan lauknya, nasi golong, ingkung
dan panggang ayam, nasi asahan, tumpeng pungkur, tumpeng langgeng,
pisang sajen, kembang setaman, kinang, bako enak dan uang bedah bumi.
Upacara ini diadakan setelah mengubur jenazah yang dihadiri oleh keluarga,
tetangga dekat, dan pemuka agama.
Upacara nyewu dina
Inti dari upacara ini memohon pengampunan kepada Tuhan. Perlengkapan
upacara: – Golongan bangsawan: takir pentang yang berisi lauk, nasi asahan,
ketan kolak, apem, bunga telon ditempatkan distoples dan diberi air,
memotong kambing, dara/merpati, bebek/itik, dan pelepasan burung merpati.
– Golongan rakyat biasa: nasi ambengan, nasi gurih, ketan kolak, apem,
ingkung ayam, nasi golong dan bunga yang dimasukan
dalam lodong serta kemenyan.
Upacara tersebut diadakan setelah maghrib dan diikuti oleh keluarga, ulama,
tetangga dan relasi.

3. Upacara Brobosan
Salah satu upacara tradisional dalam adat istiadat kematian jawa adalah
upacara Brobosan. Upacara Brobosan ini bertujuan untuk menunjukkan
penghormatan dari sanak keluarga kepada orang tua dan leluhur mereka yang
telah meninggal dunia. Upacara Brobosan diselenggarakan di halaman rumah
orang yang meninggal, sebelum dimakamkan, dan dipimpin oleh anggota
keluarga yang paling tua.
Tradisi Brobosan dilangsungkan secara berurutan sebagai berikut: 1) peti mati
dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke atas setelah
upacara doa kematian selesai, 2) anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu
laki-laki dan cucu perempuan, berjalan berurutan melewati peti mati yang
berada di atas mereka (mrobos) selama tiga kali dan searah jarum jam, 3)
urutan selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di
urutan pertama; anak yang lebih muda
beserta keluarganya mengikuti di belakang.
Upacara tradisional ini menyimbolkan penghormatan sanak keluarga yang
masih hidup kepada orang tua dan leluhur mereka.
Salah satu tradisi kelahiran dalam budaya Jawa adalah Selapanan. Upacara
Selapanan bertujuan memohon keselamatan bagi si bayi. Perlengkapan
upacara yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
- Golongan bangsawan: Nasi tumpeng gudangan, nasi tumpeng kecil yang
ujungnya ditancapi tusukan bawang merah dan cabe merah, bubur lima
macam, jajan pasar, nasi golong, nasi gurih, sekul asrep-asrepan, pecel ayam,
pisang, kemenyan, dan kembang setaman diberi air.
- Golongan rakyat biasa: Tumpeng nasi gurih dengan lauk, nasi tumpeng
among-among, nasi golong, jenang abang putih, ingkung dan panggang ayam.
Upacara terakhir dalam rangkaian selamatan kelahiran yang dilakukan pada
hari ke 36 sesuai dengan weton atau hari pasaran kelahiran si bayi. Selapanan
diadakan setelah maghrib dan dihadiri oleh si bayi, ayah, dukun, ulama, famili
dan keluarga terdekat.
D. Upacara Adat Suku Jawa Pada Pernikahan

Pesta pernikah adat Jawa mempunya beraneka ragam tradisi. Pemaes, dukun
pengantin perempuan di mana menjadi pemimpin dari acara pernikahan, itu sangat
penting. Dia mengurus dandanan dan pakaian pengantin laki-laki dan pengantin
perempuan yang bentuknya berbeda selama pesta pernikahan. Biasanya dia juga
menyewakan pakaian pengantin, perhiasan dan perlengkapan lain untuk pesta
pernikahan.
Banyak yang harus dipersiapkan untuk setiap upacara pesta pernikahan. Panitia kecil
terdiri dari teman dekat, keluarga dari kedua mempelai. Besarnya panitia itu
tergantung dari latar belakang dan berapa banyaknya tamu yang di undang (300, 500,
1000 atau lebih). Sesungguhnya upacara pernikahan itu merupakan pertunjukan
besar.
Panitia mengurus seluruh persiapan perkawinan: protokol, makanan dan minuman,
musik gamelan dan tarian, dekorasi dari ruangan resepsi, pembawa acara, wali untuk
Ijab, pidato pembuka, transportasi, komunikasi dan keamanan. Persiapan yang paling
penting adalah Ijab (catatan agama dan catatan sipil), dimana tercatat sebagai
pasangan suami istri.
Biasanya sehari sebelum pesta pernikahan, pintu gerbang dari rumah orangtua wanita
dihias dengan Tarub (dekorasi tumbuhan), terdiri dari berbeda Tuwuhan (tanaman
dan daun).
- Dua pohon pisang dengan setandan pisang masak berarti: Suami akan menjadi
pemimpin yang baik di keluarga. Pohon pisang sangat mudah tumbuh dimana saja.
Pasangan pengantin akan hidup baik dan bahagia dimana saja.
- Sepasang Tebu Wulung berarti: Seluruh keluarga datang bersama untuk bantuan
nikah.
- Cengkir Gading berarti: Pasangan pengantin cinta satu sama lain dan akan merawat
keluarga mereka.
Bentuk daun seperti beringin, mojo-koro, alang-alang, dadap srep berarti: Pasangan
pengantin akan hidup aman dan melindungi keluarga.
bekletepe di atas pintu gerbang berarti menjauhkan dari gangguan roh jahat dan
menunjukan di rumah mana pesta itu diadakan.
- Kembar Mayang adalah karangan dari bermacam daun (sebagian besar daun kelapa
di dalam batang pohon pisang). Itu dekorasi sanggat indah dan menpunya arti yang
luas.
Itu menpunyai bentuk seperti gunung: Gunung itu tinggi dan besar, berarti laki-laki
harus punya banyak pengetahuan, pengalaman dan kesabaran.
- Keris: Melukiskan bahwa pasangan pengantin berhati-hati dalam kehidupan, pintar
dan bijaksana.
- Cemeti: Pasangan pengantin akan selalu hidup optimis dengan hasrat untuk
kehidupan yang baik.
- Payung: Pasangan pengantin harus melindungi keluarganya.
- Belalang: Pasangan pengantin akan giat, cepat berpikir dalam mengambil keputusan
untuk keluarganya.
- Burung: Pasangan pengantin mempunyai motivasi hidup yang tinggi.
- Daun Beringin: Pasangan pengantin akan selalu melindungi keluarganya dan
masyarakat sekitarnya.
- Daun Kruton: Daun yang melindungi mereka dari gangguan setan.
- Daun Dadap srep: Daun yang dapat digunakan mengompres untuk menurunkan
demam, berarti pasangan pengantin akan selalu mempunyai pikiran yang jernih dan
tenang dalam mengadapi masalah.
- Daun Dlingo Benglé: Jamu untuk infeksi dan penyakit lainnya, itu digunakan untuk
melindungi gangguan setan.
- Bunga Patra Manggala: Itu digunakan untuk memperindah karangan.
Sebelum memasang Tarub dan Bekletepe harus membuat sepesial Sajen. Tradisionil
Sajen (persembahan) dalam pesta adat Jawa itu sangat penting. Itu adalah simbol
yang sangat berarti, di mana Tuhan Pencipta melidungi kami. Sajen berarti untuk
mendoakan leluhur dan untuk melindungi dari gangguan roh jahat. Sajen diletakan di
semua tempat di mana pesta itu diadakan, diantaranya di kamar mandi, di dapur, di
bawah pintu gerbang, di bawah dekorasi Tarub, di jalan dekat rumah, dan lain-lain.

- Siraman sajen terdiri dari:

 Tumpeng Robyong, nasi kuning dengan hiasan,Tumpeng Gundul, nasi kuning 
tanpa hiasan. Makanan (ayam, daging, tahu, telur),Tujuh macam bubur,
pisang raja dan buah lainnya, kelapa muda, kue manis, lemper, cendol,
kopi pahit, rokok dan kretek, lantera,
bunga telon (kenanga,melati,magnolia) dengan air Suci.
 Siraman: Makna dari pesta Siraman adalah untuk membersihkan jiwa dan
raga. Pesta Siraman ini biasanya diadakan di siang hari, sehari sebelum Ijab
dan Panggih. Siraman di adakan di rumah orangtua pengantin masing-masing.
Siraman biasanya dilakukan di kamar mandi atau di taman. Sekarang lebih
banyak diadakan di taman. Daftar nama dari orang yang melakukan Siraman
itu sangat penting. Tidak hanya orangtua, tetapi juga keluarga dekat dan orang
yang dituakan. Mereka menyeleksi orang yang bermoral baik. Jumlah orang
yang melakukan Siraman itu biasanya tujuh orang. Bahasa Jawa tujuh itu
PITU, mereka memberi nama PITULUNGAN (berarti menolong).
Apa saja yang harus dipersiapkan: Baskom untuk air, biasanya terbuat dari
tembaga atau perunggu, air dari sumur atau mata air, bunga setaman, mawar,
melati, magnolia dan kenanga di campur dengan air.
aroma lima warna berfungsi seperti sabun. Tradisionil shampoo dan
conditioner (abu dari merang, santan, air asam Jawa).
Gayung dari 2 kelapa, letakkan bersama. Kursi kecil, ditutup dengan:
Tikar, kain putih, beberapa macam daun, dlingo benglé (tanaman untuk obat-
obatan), bango tulak (kain dengan 4 macam motif),lurik (motif garis dengan
potongan Yuyu Sekandang dan Pula Watu),
memakai kain putih selama Siraman,
kain batik dari Grompol dan potongan Nagasari, handuk, kendi.
Keluarga dari pengantin wanita mengirim utusan untuk membawa air-bunga
ke keluarga dari pengantin laki-laki. Itu Banyu Suci Perwitosari, berarti air
suci dan simbol dari intisari kehidupan. Air ini diletakan di rumah pengantin
laki-laki.

 Pelaksanaan dari SIRAMAN:
Pengantin perempuan/laki-laki datang dari kamarnya dan bergabung dengan
orangtuanya. Dia diantar ke tempat Siraman. Beberapa orang jalan di
belakangnya dan membawa baki dengan kain batik, handuk, dan lain-lain.
Dan ini akan digunakan setelah Siraman. Dia mendudukkan di kursi dan
berdoa. Orang pertama yang menyiramkan air ke pengantin adalah ayah. Ibu
boleh menyiramkan setalah ayah. Setelah mereka, orang lain boleh melakukan
Siraman. Orang terakhir yang melakukan Siraman adalah Pemaes atau orang
sepesial yang telah ditunjuk. Pengantin perempuan/laki-laki duduk dengan
kedua tangan di atas dada dengan posisi berdoa. Mereka menyiramkan air ke
tangannya dan membersihkan mulutnya tiga kali. Kemudian mereka
menyiramkan air ke atas kepala, wajah, telinga, leher, tangan dan kaki juga
sebanyak tiga kali. Pemaes menggunakan tradisionil shampoo dan
conditioner. Setelah Kendi itu kosong, Pemaes atau orang yang ditunjuk
memecahkan kendi ke lantai dan berkata: ‘Wis Pecah Pamore‘ – berarti dia itu
tampan (menjadi cantik dan siap untuk menikah).
Upacara NGERIK:
Setelah Siraman, pengantin duduk di kamar pengantin. Pemaes mengeringkan
rambutnya dengan handuk dan menberi pewangi (ratus) di seluruh rambutnya.
Dia mengikat rambut ke belakang dan mengeraskannya (gelung). Setelah itu
Pemaes membersihkan wajahnya dan lehernya, dia siap untuk di dandani.
Pemaes sangat behati-hati dalam merias pengantin. Dandanan itu tergantun
dari bentuk perkawinan. Akhirnya, pengantin wanita memakai kebaya dan
kain batik dengan motif Sidomukti
atau Sidoasih. Itu adalah symbol dari kemakmuran hidup.

 Upacara Midodareni: Pelaksanaan pesta ini mengambil tempat sama dengan


Ijab dan Panggih. Midodareni itu berasal dari kata Widodari yang berarti
Dewi. Pada malam hari, calon pengantin wanita akan menjadi cantik sama
seperti Dewi. Menurut kepercayaan kuno, Dewi akan dating dari kayangan.
Pengantin wanita harus tinggal di kamar dari jam enam sore sampai tengah
malam di temani dengan beberapa wanita yang dituakan. Biasanya mereka
akan memberi saran dan nasihat. Keluarga dan teman dekat dari pengantin
wanita akan datang berkunjung; semuanya harus wanita.
Orangtua dari pengantin wanita akan menyuapkan makanan untuk yang
terakhir kalinya. Mulai dari besok, suaminya yang akan bertanggung jawab.
Apa saja yang harus diletakan di kamar pengantin?
- Satu set Kembar Mayang.
- Dua kendi (diisi dengan bumbu, jamu, beras, kacang, dan lain-lain) di lapisi
dengan kain Bango Tulak.
-Dua kendi (diisi dengan air suci) di lapisi dengan daun dadap srep.
-Ukub (baki dengan bermacam pewangi dari daun dan bunga) diletakan di
bawah tempat tidur.
-Suruh Ayu (daun betel).
-Kacang Areca.
-Tujuh macam kain

Di Indonesia, terutama di pedesaan Jawa berlaku begitu banyak mitos (larangan)


seputar kehamilan yang beredar di masyarakat. Semua hal yang berkaitan dengan
keseharian si ibu ataupun si bayi dari segi makanan, keseharian, dan perilaku. Tradisi
ini sangat kuat diterapkan oleh masyarakat. Beberapa mitos bahkan dipercaya sebagai
amanat atau pesan dari nenek moyang yang jika tidak ditaati akan menimbulkan
dampak atau karma yang tidak diinginkan.
Pada dasarnya mitos bila dinalar dengan akal sehat, diteliti dari segi medis, maupun
dari segi aqidah banyak yang tidak berhubungan. Walaupun maksud dari nenek
moyang adalah baik tetapi tidak semua dari nasehat atau pantangan kehamilan yang
diberitahukan itu benar secara medis maupun ilmiah. Kebanyakan hanya berdasarkan
mitos atau kepercayaan saja dari pada kenyataannya. Pada dasarnya tujuan dari
orang-orang terdahulu menciptakan mitos bermacam-macam tentang kehamilan
hanyalah supaya si ibu hamil maupun suaminya dapat menjaga kehamilan dengan
baik. Tujuannya untuk menyiapkan kehamilan yang sehat, sehingga bisa terhindar
dari hal-hal yang tidak diinginkan. Terutama yang berkaitan dengan kebiasaan,
konsumsi bahan makanan, dan sebagainya.
Berikut adalah beberapa mitos adat istiadat Jawa yang berhubungan dengan
kehamilan, yang dikelompokkan berdasarkan tradisi pra-kehamilan, tradisi masa
kehamilan dan tradisi pasca kehamilan:

  Tradisi pra-kehamilan (sebelum hamil)
1. Agar segera hamil, sepasang suami istri disarankan untuk mengambil
pancingan, yaitu mengambil bayi atau balita untuk diadopsi dan diasuh
selayaknya anaknya sendiri.
Penjelasan:
Sebenarnya ini hanya sebatas sugesti saja agar wanita yang belum hamil tidak
merasa terlalu cemas dan masih memiliki harapan untuk memiliki anak.
Secara psikologis, saat menunggu kehamilan adalah saat dimana komunikasi
suami istri sangat intensif, konsentrasi ikhtiar sangat difokuskan dan doa
dikhusyukkan. Kehadiran anak pancingan justru dapat memecah konsentrasi
tersebut dan membatasi kebebasan hubungan antara suami istri.
2. Mintalah bedak (talek) sisa yang telah dipakai oleh bayi dan dioleskan ke
perut wanita yang  belum diberi keturunan, mitosnya supaya cepat mendapat
keturunan.
Penjelasan:
Secara medis-biologis, tidak ada faktor lain yang menjadikan janin tersebut
kecuali bertemunya sel telur sang ibu dan sel sperma sang ayah. Jadi tidak ada
hubungannya antara bedak yang dioleskan ke perut ibu bisa menentukan cepat
dan tidaknya mendapat keturunan.

 Tradisi masa kehamilan
1. Ibu hamil dan suaminya dilarang membunuh binatang. Sebab dipercaya
bisa menimbulkan cacat pada janin sesuai dengan perbuatannya itu.
Penjelasan:
Tentu saja tidak demikian. Cacat janin disebabkan oleh kekurangan gizi pada
bayi maupun ibu, penyakit keturunan dan pengaruh radiasi. Sedangkan
gugurnya janin paling banyak disebabkan karena penyakit, gerakan berlebihan
yang dilakukan oleh ibu (misal benturan) dan karena faktor psikologis
(misalnya shock, stress, pingsan). Tapi yang perlu diingat membunuh atau
menganiaya binatang adalah perbuatan yang tidak bias dibenarkan.
2. Membawa gunting kecil atau pisau atau benda tajam lainnya di kantung
baju si ibu agar janin terhindar dari bahaya.
Penjelasan:
Hal ini justru lebih membahayakan apabila benda tajam itu melukai si ibu.
3. Ibu hamil tidak boleh keluar malam, karena banyak roh jahat yang akan
mengganggu janin.
Penjelasan:
Secara psikologis, ibu hamil mengalami sensitifitas mental yang labil,
sehingga terkadang mudah takut oleh karena itu pada malam hari ibu hamil
tidak dianjurkan bepergian. Secara medis-biologis, ibu hamil tidak dianjurkan
keluar malam terlalu lama, apalagi sampai larut malam. Kondisi ibu dan janin
bisa terancam karena udara malam kurang baik untuk kesehatan karena
banyak pengendapan karbon dioksida (CO2).
4. Ibu hamil dilarang melilitkan handuk di leher agar anak yang dikandungnya
tak terlilit tali pusar.
Penjelasan:
Ini jelas tidak berhubungan karena tidak ada kaitannya antara handuk di leher
dengan bayi yang ada di kandungan. Secara medis, hiperaktifitas gerakan bayi
diduga dapat menyebabkan lilitan tali pusar pada bayi.
5. Ibu hamil tidak boleh membenci terhadap seseorang secara berlebihan,
karena nanti anaknya jadi mirip seperti orang yang dibenci tersebut.
Penjelasan:
Jelas ini bertujuan supaya si ibu yang sedang hamil dapat menjaga batinnya
agar tidak membenci seseorang berlebihan.
6. Ibu hamil tidak boleh makan pisang yang dempet, nanti anaknya jadi
kembar siam.
Penjelasan:
Secara medis-biologis, lahirnya anak kembar siam tidak dipengaruhi oleh
makan pisang dempet yang dimakan oleh ibu hamil. Kembar siam disebabkan
karena adanya pembelahan dua sel janin yang tidak sempurna.
7.  “Amit-amit” adalah ungkapan yang harus diucapkan sebagai “dzikirnya”
orang hamil ketika melihat peristiwa yang menjijikkan, mengerikan,
mengecewakan dan sebagainya dengan harapan janin terhindar dari kejadian
tersebut.
Penjelasan:
Secara psikologis, perilaku tersebut justru dapat berujung pada ketakutan yang
tidak bermanfaat.
8.   Ngidam adalah perilaku khas perempuan hamil yang menginginkan
sesuatu. Jika tidak dituruti maka anaknya akan mudah mengeluarkan air liur.
Penjelasan:
Hal itu tidak ada hubungannya dengan kondisi anak yang apabila sudah lahir
kelak akan mudah mengeluarkan air liur. Mitos tersebut lebih hanya untuk
memberikan perhatian pada si ibu supaya apa yang diinginkan bisa dituruti,
karena ibu hamil harus mendapatkan perhatian yang lebih dari suami dan
keluarga.
9. Dilarang makan nanas karena nanas dipercaya dapat menyebabkan janin
dalam kandungan gugur.
Penjelasan:
Secara medis-biologis, getah nanas mudah mengandung senyawa yang dapat
melunakkan daging. Tetapi buah nanas yang sudah tua atau disimpan lama
akan semakin berkurang kadar getahnya, demikian juga dengan nanas olahan.
Yang pasti nanas mengandung vitamin C dengan kadar tinggi sehingga baik
untuk kesehatan.
         10.  Janngan makan ikan mentah agar bayinya tidak bau amis.
Penjelasan:
Bayi yang baru saja dilahirkan dan belum dibersihkan memang sedikit berbau
amis darah. Tetapi ini bukan lantaran ikan yang dikonsumsi ibu hamil,
melainkan karena aroma (bau) cairan ketuban. Perlu diketahui, tentu saja
makan ikan yang sudah matang lebih terjamin kebersihannya daripada makan
ikan mentah.
           11.  Jangan minum air es agar bayinya tidak besar. Minum es atau
minuman dingin diyakini menyebabkan janin membesar atau membeku
sehingga dikhawatirkan bayi sulit keluar.
Penjelasan:
Sebenarnya yang menyebabkan bayi besar adalah makanan yang bergizi baik
dan faktor keturunan. Minum es tidak dilarang, asal tidak berlebihan, karena
jika terlalu banyak, ulu hati akan terasa sesak dan ini tentu membuat ibu hamil
merasa tidak nyaman. Lagipula segala sesuatu yang berlebihan akan selalu
berdampak tidak baik.
          ·         Tradisi pasca kehamilan atau perlakuan terhadap anak yang baru
lahir
 1.      Dipakaikan gurita (gedhong) agar tidak kembung.
Penjelasan:
Mitos ini tidak benar, karena organ dalam tubuh malah akan kekurangan
ruangan. Jika bayi menggunakan gurita, maka ruangan untuk pertumbuhan
organ-organ seperti rongga dada dan perut serta organ lain akan terhambat.
Kalau mau tetap menggunakan gurita boleh saja, asalkan jangan terlalu ketat.
Ikatan bagian atas dilonggarkan sehingga jantung dan paru-paru bisa
berkembang.
 2.      Tidak boleh memotong kuku bayi sebelum usia 40 hari.
Penjelasan:
Tentu ini tidak tepat, karena kalau tidak dipotong kuku yang panjang bisa
berisiko melukai wajah bayi. Larangan ini mungkin lebih disebabkan
kekhawatiran akan melukai kulit jari tangan atau kaki si bayi saat ibu
memotong kuku-kukunya.
       

 3.      Pusar ditindih koin agar tidak bodong.


Penjelasan;
Secara ilmiah memang benar, karena jendela rongga perut ke pusar belum
menutup sempurna, jadi menonjol (bodong). Sedangkan koin hanyalah
sebagai alat untuk menekan, kalaupun menggunakan selain koin boleh juga
asalkan alat tersebut tidak melukai si bayi.
  4.      Hidung ditarik agar mancung.
Penjelasan:
Ini jelas tidak ada hubungannya, menarik hidung menentukan mancung dan
tidaknya hidung si bayi. Mancung dan tidaknya hidung si bayi ditentukan oleh
bentuk tulang hidung dan faktor keturunan.
 5.      Dengan mengoleskan air embun di lutut bayi setiap pagi maka akan
cepat bisa berjalan.
Penjelasan:
Secara medis-biologis, bayi bisa berjalan bila tulang dan otot-otot betis dan
pahanya telah tumbuh kuat. Kekuatan ini ditentukan oleh faktor genetika dan
nutrisi. Faktor nutrisi yang terpenting adalah kalsium, energi dan protein. Air
embun jelas tidak mengandung unsur tersebut.

BAB II
PENUTUP

1. Kesimpulan

Budaya jawa yang berada di daerah Jawa Tengah merupakan budaya yang memiliki
berbagai kebudayaan, mulai dari adat istiadat sehari-hari, kesenian, acara ritual, dan
lain-lain.

Kebudayaan Jawa klasik yang keagungannya diakui oleh dunia internasional dapat
dilihat pada sejumlah warisan sejarah yang berupa candi, stupa, bahasa, sastra,
kesenian dan adat istiadat. Candi Borobudur di dekat Magelang, candi Mendut, candi
Pawon, Candi Prambanan di dekat Klaten, candi Dieng, candi Gedongsongo dan
candi Sukuh merupakan warisan kebudayaan masa silam yang tak ternilai harganya.

Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat sekali. Kedua-duanya
tidak mungkin dipisahkan. Ada manusia ada kebudayaan, tidak akan ada kebudayaan
jika tidak ada pendukungnya, yaitu manusia. Akan tetapi manusia itu hidupnya tidak
berapa lama, ia lalu mati. Maka untuk melangsungkan kebudayaan, pendukungnya
harus lebih dari satu orang, bahkan harus lebih dari satu turunan. Jadi harus
diteruskan kepada anak cucu keturunan selanjutnya.

2. Saran

Budaya daerah merupakan faktor utama berdirinya kebudayaan nasional, maka segala
sesuatu yang terjadi pada budaya daerah akan sangat mempengaruhi budaya
nasional.  Atas dasar itulah, kita semua mempunyai kewajiban untuk menjaga,
memelihara dan melestarikan budaya baik budaya lokal atau budaya daerah maupun
budaya nasional, karena budaya merupakan bagian dari kepribadian bangsa.
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Tengah
http://antoys.wordpress.com/2009/05/10/budaya-jawa-tengah/
http://www.blogster.com/anjjateng/seni-budaya-jawa-tengah
http://www.isomwebs.com/2012/budaya-jawa-tengah/

Anda mungkin juga menyukai