PENDAHULUAN
Gigi tiruan sebagian lepasan (removable partial denture) adalah gigi tiruan yang
menggantikan sebagian gigi asli yang hilang dan dapat dilepas dan dipasang sendiri oleh
pasien dari mulutnya. Berdasarkan bahannya, gigi tiruan sebagian lepasan terbuat dari resin
akrilik, logam, vulcanite, dan thermoplastic atau valplast (Abu Bakar, 2012).
Resin akrilik dipakai sebagai basis gigi tiruan karena bahan ini memiliki sifat tidak
toksik, tidak iritasi, tidak larut dalam cairan mulut, estetik baik, mudah dimanipulasi,
reparasinya mudah dan perubahan dimensinya kecil (David, 2005).
Resin akrilik yang digunakan di bidang kedokteran gigi umumnya dibedakan atas
tiga jenis, yaitu resin akrilik swapolimerisasi, resin akrilik polimerisasi sinar, dan resin
akrilik polimerisasi panas (RAPP). Hingga saat ini, RAPP banyak menjadi pilihan sebagai
bahan pembuat basis gigi tiruan lepasan karena bahan ini memiliki sejumlah keunggulan di
antaranya kualitas estetis yang cukup memuaskan, penyerapan air yang rendah, memiliki
konduktivitas termal yang baik, biokompatibel, mudah diproses dan direparasi tanpa
membutuhkan tenaga ahli laboratorium, serta ekonomis (Carr dkk, 2005).
Gigi tiruan resin akrilik selalu berkontak dengan saliva, minuman, dan makanan
sehingga gigi tiruan merupakan tempat terbentuknya stain, karang gigi, dan plak karena
kurangnya pemeliharaan kebersihan gigi tiruan resin akrilik.
Pada pemakaian gigi tiruan resin akrilik, mukosa akan tertutup sehingga
menghalangi pembersihan permukaan mukosa maupun permukaan gigi tiruan oleh lidah dan
saliva sehingga terjadi akumulasi plak pada gigi tiruan. Plak pada gigi tiruan merupakan
faktor predisposisi yang dapat menyebabkan inflamasi pada mukosa palatal dan terjadinya
denture stomatitis. Faktor yang menyebabkan denture stomatitis adalah Candida albicans,
infeksi bakteri, alergi, faktor psikologi, kurangnya kebersihan gigi tiruan, aliran saliva dan
nutrisi (Wahyuningtyas, 2008).
Candida albicans adalah organisme komensal yang merupakan bagian flora normal
rongga mulut pada 30-50% populasi. Organisme ini dapat menimbulkan infeksi oportunis
dalam rongga mulut jika terdapat faktor- faktor predisposisi yang mendukung. Infeksi
Candida albicans terkait dengan faktor lokal dan sistemik. Penyebab tersering dari infeksi
lokal Candida albicans adalah penggunaan gigi tiruan, terutama yang sudah longgar atau
pembersihannya tidak baik (Shiril dkk, 2012).
Candida albicans dapat melakukan penetrasi pada resin akrilik dan tumbuh pada
permukaan gigi tiruan sehingga dapat menginfeksi jaringan lunak. Candida albicans dapat
melepaskan endoktoksin yang merusak mukosa mulut dan menyebabkan terjadinya denture
stomatitis. Oleh karena itu desinfeksi dan pembersihan gigi tiruan merupakan faktor penting
yang harus dilakukan (Wahyuningtyas, 2008).
Pembersihan gigi tiruan dapat dilakukan dengan cara mekanis dan kimiawi.
Pembersihan secara mekanis dengan sikat gigi menggunakan pasta gigi, pembersihan secara
kimia dengan merendam gigi tiruan dalam larutan 3 desinfektans, alkali peroksida, alkali
hipoklorit dan enzim (Wahyuningtyas, 2008).
Pasta gigi adalah bahan yang digunakan untuk membantu sikat gigi dalam
membersihkan permukaan gigi. Pasta gigi pada dasarnya tersusun oleh bahan abrasif,
deterjen, bahan antiplak, bahan penyegar, bahan pengisi dan bahan tambahan (Mc.Donal,
1998).
Meskipun dalam pasta gigi sudah terdapat bahan antiplak, plak masih mudah melekat
pada permukaan basis gigi tiruan resin akrilik (Naini, 2007). Maka dari itu perlu
dikembangkan pasta gigi yang mampu menghilangkan daya antiplak yang menjadi resiko
menempelnya Candida albicans pada basis resin akrilik yang meningkatkan kemampuan
pasta gigi untuk menghambat pertumbuhan Candida albicans. Di dalam pasta gigi sudah
terdapat triclosan yang berfungsi sebagai bahan antiplak. Penambahan triclosan untuk
menghambat pertumbuhan Canida albicans berpengaruh tidak baik, yaitu toksisitas pada
mulut. Sehingga diperlukan bahan yang aman tanpa efek samping, salah satunya adalah
pasta gigi dengan tambahan bahan herbal. Sudah diteliti beberapa bahan herbal yaitu daun
dewa (Gynura pseudochina (Lour) DC), biji buah pinang ( Areca catechu l.), daun ungu
(Graptophyllum pictum), daun sirih (Familia piperaceae), dan daun sirsak (Annona muricata
L.). Kelebihan daun sirsak daripada tanaman herbal yang lain yaitu daun sirsak mampu
menghambat pertumbuhan bakteri, membantu menghambat mutasi gen, membantu
menghambat perkembangan virus, membantu menghambat perkembangan parasit, dll
(Goltra, 2007).
4 Daun sirsak selain berfungsi mengobati berbagai macam penyakit juga berfungsi
sebagai antibakteri dan mempunyai efek antifungi karena mengandung senyawa flavonoid
dan tanin yang dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans, yang juga mudah
dijangkau dan banyak ditemukan (Family Content, 2011).
Senyawa tersebut dapat diambil dengan cara ekstraksi. Penelitian mengenai daun
sirsak pernah dilakukan oleh Herawati (2013) dengan judul pengaruh konsentrasi ekstrak
daun sirsak (Annona muricata) terhadap pertumbuhan Candida albicans pada lempeng resin
akrilik heat curing, hasil dari penelitian tersebut didapatkan bahwa konsentrasi yang efektif
menghambat Candida albicans pada lempeng resin akrilik heat curing adalah 35%.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin menguji salah satu tanaman herbal yaitu daun
sirsak (Annona muricata) sebagai bahan tambahan herbal dalam pasta gigi terhadap
pertumbuhan Candida albicans pada plat GTSL resin akrilik heat cured dengan konsentrasi
35%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Retensi
Retensi dapat didefinisikan sebagai ketahanan gigi tiruan terhadap
pengangkatannya dari mulut. Retensi adalah kualitas yang tidak dapat dipisahkan
dari suatu gigi tiruan untuk melawan gaya gravitasi, daya lekat makanan serta
gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak muka rahang. Retensi adalah cara
memegang gigi tiruan pada posisinya di dalam mulut (Watt D.M, 1992:54).
5
2. Stabilisasi
Stabilisasi merupakan gaya untuk melawan pergerakan geligi tiruan dalam
arah horizontal. Dalam hal ini semua bagian cengkeram berperan, kecuali
dibagian terminal (ujung) lengan retentif, cengkram sirkumfrensial memberikan
stabilisasi lebih baik karena mempunyai sepasang bahu yang kuat dan lengan
retentif yang lebih fleksibel (Gunadi; dkk, 1991:157).
Rencana dalam pembuatan desain merupakan salah satu tahap penting dan
merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan atau kegagalan sebuah gigi tiruan.
Tak kurang pentingnya, sebuah desain yang benar dapat mencegah terjadinya
kerusakan jaringan dalam mulut, akibat kesalahan yang tidak seharusnya terjadi dan
yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Pembuatan desain gigi tiruan dikenal empat
tahap yaitu : (Gunadi; dkk, 1995:308-313).
1. Tahap I Menentukan Kelas dari Daerah Tak Bergigi
Menentukan kelas dari masing – masing daerah tak bergigi. Daerah tak
bergigi dalam suatu lengkung gigi dapat bervariasi, dalam hal panjang, macam
jumlah, dan letaknya. Semua ini akan mempengaruhi rencana pembuatan desain
gigi tiruan, baik dalam bentuk sadel, konektor maupun dukungannya. Klasifikasi
kelas pada gigi tiruan sebagian lepasan pertama kali dikenalkan oleh Dr. Edward
Kennedy pada tahun 1925, Kennedy membagi klasifikasi menjadi empat kelas
sebagai berikut :
a. Kelas I : daerah tak bergigi terletak dibagian posterior dari gigi yang
masih ada dan berada pada kedua sisi rahang bilateral.
c. Kelas III : daerah tak bergigi terletak diantara gigi yang masih ada
dibagian posterior maupun anterior.
d. Kelas IV : daerah tak bergigi terletak pada bagian anterior dari gigi –
gigi yang masih ada dan melewati garis tengah rahang.
Gambar 2. 4 Kelas IV
(Sumber:Gunadi; dkk, 1995:25)
Resorbsi tulang alveolar secara umum dapat disebabkan oleh dua hal yaitu:
faktor lokal berupa inflamasi jaringan periodontal dan traumatik oklusi, sedangkan
faktor lainnya adalah faktor sistemik termasuk diantaranya adalah diabetes militus
begitu pula dengan penurunan kualitas tulang. Pasca pencabutan gigi geligi, tulang
alveolar mengalami resorbsi yang menyebabkan perubahan bentuk dan berkurangnya
ukuran tulang alveolus secara terus menerus. Perubahan bentuk tulang alveolus tidak
hanya terjadi pada permukaan tulang alveolus dalam arah vertikal saja tetapi juga
dalam arah labio-lingual/palatal dari posisi awal yang menyebabkan tulang alveolus
menjadi rendah, membulat, atau datar.
Bentuk tulang alveolar diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu menurut Zarb dkk
(2012) :
1. Klas I yaitu tinggi tulang alveolus rahang bawah 21mm atau lebih dengan
hubungan rahang klas 1, keadaan ini memiliki prognosa yang baik
keberhasilan perawatan gigi tiruan.
2. Klas II yaitu tinggi tulang alveolus rahang bawah 16-20 mm dengan
hubungan rahang klas I. Bentuk tulang alveolus ini dapat menahan gaya
vertikal dan horizontal pada gigi tiruan penuh.
3. Klas III, tinggi tulang alveolus rahang bawah 11-15mm. Pasien hubungan
rahang klas I, II ataupun III dengan posisi perlekatan jaringan lunak dapat
mempengaruhi retensi dan stabilitas gigi tiruan penuh, pada keadaan ini
dibutuhkan intervensi perawatan bedah berupa tindakan pembedahan
preprostetik atau insersi implan untuk mencapai keberhasilan fungsi gigi
tiruan (Nasution dan Pridana, 2016:56-57).
E. Pengertian Ekstrusi Gigi
Ekstrusi gigi adalah pergerakan gigi keluar dari alveolus dimana akar mengikuti
mahkota. Ekstrusi gigi dari soketnya dapat terjadi tanpa resorpsi dan deposisi tulang
yang dibutuhkan untuk pembentukan kembali dari mekanisme pendukung gigi. Pada
umumnya pergerakan ekstrusi mengakibatkan tarikan pada seluruh struktur
pendukung (Amin, 2016:23). Pergerakan gigi dapat terjadi secara fisiologis dan
patologis, dan kedua jenis pergerakan ini tidak diharapkan karena terjadinya
pergerakan tersebut dapat diketahui bahwa keadaan gigi dan struktur jaringan
pendukungnya mengalami perubahan, misalnya pada gigi yang terdapat diantara
daerah diastema maka gigi tersebut akan bergerak ke daerah yang kosong (Bahirrah,
2004:1-6).
Basis gigi tiruan lepasan adalah bagian protesa yang berhadap dengan jaringan
lunak dibawahnya, berfungsi untuk memperbaiki kontur jaringan sebagai tempat bagi
elemen gigi tiruan, dan menerima dukungan dari gigi pendukung atau jaringan sisa
tulang alveolar (Djunaedy; dkk, 2015:55).
Bahan yang digunakan untuk pembuatan basis gigi tiruan sebagian lepasan dapat
berasal dari bahan akrilik, nilon termoplastik, dan logam :
1. Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Akrilik
Akrilik sejak pertengahan tahun 1940-an, kebanyakan basis protesa dibuat
menggunakan resin poli (metil metakrilat). Resin-resin tesebut merupakan
kandungan bahan yang dibentuk dengan menggabungkan molekul-molekul metil
metakrilat multiple. Akrilik adalah turunan etilen yang mengandung gugus vinil
dalam rumus strukturnya CH2=CHCOOH dan CH2=C(CH3)COOH. Kedua
senyawa ini berpolimerisasi tambahan dengan cara yang sama (Anusavice,
2004:192-197).
a. Kelebihan basis gigi tiruan resin akrilik
1) Biokompatibilitas.
2) Stabilisasi warna baik sehingga lebih estetis.
3) Mudah dipoles dan dapat diperbaiki.
4) Proses pembuatan mudah dan hanya memerlukan alat sederhana.
b. Kekurangan bahan basis gigi tiruan resin akrilik
1) Konduktivitas termal yang rendah.
2) Kekuatan impak dan kekutan transversal yang rendah.
3) Ketahanan terhadap abrasi yang rendah.
c. Indikasi bahan basis gigi tiruan resin akrilik
1) Sebagai alat untuk menyelesaikan masalah estetik dan fonetik.
2) Sebagai alat sementara selama perawatan pendahuluan untuk
mengadakan perbaikan secara orthodontic.
3) Karena alasan keuangan oleh pasien.
4) Resin merupakan bahan terpilih (material of choice).
2. Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Nilon Termoplastik
Resin nilon adalah nama generik dari bahan polimer sintetik yang dikenal
sebagai poliamida. Material tersebut merupakan hasil reaksi kondensasi antara
heksa metil diamina (2NH2) dengan asam dikarboksilat (2COOH). Teknik
manipulasinya adalah dengan cara injection moulding, yaitu melelehkannya
kemudian menginjeksikan kedalam rongga cetak dengan bentuk yang diinginkan
(Soesetijo, 2016:61).
a. Kelebihan basis gigi tiruan nilon termoplastik
1) Kekuatan fisik yang tinggi.
2) Resisten terhadap suhu dan bahan kimia.
3) Serta sifatnya yang plastis.
b. Kekurangan basis gigi tiruan nilon termoplastik
1) Cenderung menyerab air.
2) Berubah warna.
3) Sulit direparasi.
c. Indikasi basis gigi tiruan nilon termoplastik (Dewi R.M, 2015:9).
1) Pasien yang alergi terhadap akrilik.
2) Pasien yang hipersensitif terhadap metal.
3) Pasien yang tidak bisa dibuatkan bridge tetapi memprioritaskan
penampilan atau estetik.
d. Kontra indikasi basis gigi tiruan nilon termoplastik (Dewi, 2015:9).
1) Pada gigi yang mengalami kelainan jaringan periodontal (goyang).
2) Pasien dengan oral hygiene yang buruk.
1. Circumferential Clasp
Cengkeram circumferential clasp digunakan pada gigi yang beridiri sendiri
karena gigi-gigi sebelahnya sudah hilang sehingga cengkeram ini digunakan
sebagai retensi agar gigi tiruan tidak mudah lepas. Cengkeram ini dibentuk bulat
dan mengelilingi gigi, biasanya cengkeram ini digunakan pada gigi posterior.
3. Cengkeram Kombinasi
Cengkeram kombinasi merupakan kombinasi dari circumferential clasp dan
main claps. Cengkeram kombinasi komponennya melalui occlusal table yaitu
cengkeram circumferential bertindak sebagai pegangan dan dapat mentransfer
beban aksial kearah gigi. Kemudian dilanjutkan dengan dengan cengkeram gigi
sebelahnya, memberikan stabilitas dan kekuatan pada gigi tiruan sebagian
lepasan flexi.
5. Anchor Clasp
Anchor clasp merupakan perluasan sepanjang dua gigi dari titik pertemuan
pada bagian labial dan bukal. Cengkeram ini diindikasikan pada kasus yang
terdapat diastema dan pemasangan elemen gigi yang perluasannya sepanjang dua
gigi dari titik pertemuan bukal dan labial.
(Sumber:Steven, 2014:
6. Spurs Clasp
Spurs clasp jarang digunakan karena ujungnya pendek dan tidak melingkari
di sekililing gigi penyangga. Apabila cengkeram tersebut dibuat tebal akan
mengakibatkan estetik pasien kurang baik, sedangkan bila dibuat tipis akan
membuat gigi tiruan menjadi renggang.
J. Kelainan Malposisi
1. Crossbite
Crossbite adalah suatu kondisi dimana satu atau beberapa gigi mengalami
malposisi kearah bukal, lingual atau labial terhadap gigi antagonisnya.
Berdasarkan lokasinya crossbite dibedakan menjadi crossbite anterior dan
crossbite posterior (Gungga; dkk, 2015:122-123).
2. Deepbite
Deepbite merupakan suatu kondisi tertutupnya gigi anterior mandibula oleh
gigi anterior maksila pada bidang vertikal secara berlebihan, melebihi tumpang
gigit normal maupun melewati sepertiga incisal gigi incisivus mandibula.
Deepbite yang disebabkan oleh faktor gigi dapat terjadi karena erupsi gigi
anterior yang berlebihan, biasanya terjadi karena jarak gigit yang besar
(Mandala; dkk, 2014:364).
Klasifikasi oklusi pada gigi-geligi menurut Edward Angle pada tahun 1899
dibagi menjadi tiga kelas yaitu : (Foster, 1999: 32)
1. Kelas I
Hubungan kelas I adalah hubungan antara antero-posterior yang sedemikian
rupa dengan gigi-gigi berada pada posisi yang tepat dilengkung rahang. Ujung
gigi kaninus atas berada pada bidang vertikal yang sama seperti ujung distal gigi
kaninus bawah. Tonjol antero-bukal dari molar pertama atas tetap beroklusi
dengan groove bukal dari molar pertama bawah tetap. Jika gigi insisivus berada
pada inklinasi yang tepat, overjet insisal adalah sebesar 3mm.
2. Kelas II
Hubungan kelas II adalah lengkung gigi bawah terletak lebih ke posterior
dari lengkung gigi atas dibandingkan dengan hubungan kelas I dan sering disebut
sebagai “hubungan postnormal”. Kelas II ini dikelompokkan menjadi dua divisi
yaitu :
a. Kelas II divisi I
Lengkung gigi mempunyai hubungan kelas II dengan gigi-gigi
insisivus sentral dan lateral atas proklinasi dengan overjet insisal lebih
besar.
b. Kelas II divisi II
Lengkung gigi mempunyai hubungan kelas II dengan gigi-gigi insisivus
sentral atas yang proklinasi dengan overbite insisal yang besar. Gigi-gigi
insisivus lateral atas bisa proklinasi atau retroliknasi.
3. Kelas III
Lengkung gigi bawah terletak lebih anterior terhadap lengkung gigi atas
dibandingkan pada hubungan kelas 1 dan sering disebut sebagai “hubungan
prenormal”.
Edentulous
GTL
GT lepasan
GTSL
Prosedur
pembersihan GT Akrilik Logam
Frekuensi metode
Harian Mekanik
Tidak Kimiawi
teratur kombinasi
Tingkat kebersihan GT
Keterangan
:
= Variabel diteliti
23
3.2 Kerangka konsep
Jenis GT
Basis gigi
tiruan
Perilaku
membersihkan
Akumulasi
plak
Tingkat kebersihan
GT
= Variabel bebas
= Variabel akibat
= Variabel kendali
= Variabel antara
= Variabel random
= Variabel moderator
DAFTAR PUSTAKA