Anda di halaman 1dari 89

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS EFEKTIFITAS TERAPI BATUK EFEKTIF UNTUK


MENGATASI GANGGUAN BERSIHAN JALAN NAPAS PADA PASIEN
PNEUMONIA DI RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM
RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ELISABETH LORRETA
0906510786

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI NERS
DEPOK
JULI 2014

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS EFEKTIFITAS TERAPI BATUK EFEKTIF


UNTUK MENGATASI GANGGUAN BERSIHAN JALAN
NAPAS PADA PASIEN PNEUMONIA DI RUANG RAWAT
PENYAKIT DALAM RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Ners Keperawatan

ELISABETH LORRETA
0906510786

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI NERS
DEPOK
JULI 2014

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


ii

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


iii

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners ini.
Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Profesi Ners pada Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa penulisan Karya
Ilmiah Akhir Ners ini tidaklah lepas dari peran berbagai pihak yang turut
membantu serta memberikan dukungan sehingga Karya Ilmiah Akhir Ners ini
dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan saya, Tuhan Yesus Kristus, yang selalu menjadi motivasi terbesar
dalam menjalani kehidupan ini secara khususnya dalam penyusunan Karya
Ilmiah Akhir Ners ini. Terima kasih untuk kekuatan, kesabaran, dan
ketekunan, serta pendampingan yang luar biasa yang Engkau berikan sehingga
Karya Ilmiah Akhir Ners ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
2. Ibu Yulia, S. Kp, M.N. selaku dosen pembimbing yang selalu menyediakan
waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan selama penulisan Karya
Ilmiah Akhir Ners ini.
3. Ibu Ns. Inna Tresnawati, S. Kep dan Ibu Ns. Esther Hutapea, S. Kep selaku
pembimbing klinik yang telah memberikan banyak masukan dan arahan
selama praktik klinik dijalankan.
4. Kedua orang tua yaitu Papa Susaptono dan Mama Darmi, yang selalu
mendukung, memberikan semangat, serta doa yang tiada putus-putusnya
dalam studi dan terkhususnya dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir Ners ini.
5. Teman-teman FIK UI 2009 yang senantiasa saling mengingatkan dan terus
memberikan semangat kapan pun dan dimana pun sampai pada akhrnya Karya
Ilmiah Akhir Ners ini dapat terselesaikan.
6. Richard Rajasa yang selalu menjadi partner dalam memberikan dukungan doa
dan semangat dari awal praktik profesi berlangsung hingga pengerjaan Karya
Ilmiah Akhir Ners ini selesai.
7. Teman-teman terkasih lainnya yang terus mendukung dan memberikan
motivasi dalam pengerjaan Karya Ilmiah Akhir Ners ini sehingga dapat

iv

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


terselesaikan dengan baik. Terima kasih untuk setiap doa dan kata-kata
semangat yang terus menjadi cambuk untuk dapat memberikan yang terbaik.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam pengerjaan Karya Ilmiah
Akhir Ners ini.

Depok, 11 Juli 2014

Penulis

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


vi

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


ABSTRAK

Nama : Elisabeth Lorreta


Program Studi : Profesi Keperawatan
Judul Riset : Analisis Efektifitas Terapi Batuk Efektif Untuk Mengatasi
Gangguan Bersihan Jalan Napas Pada Pasien Pneumonia Di
Ruang Rawat Penyakit Dalam RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo

Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi di daerah


perkotaan. Lingkungan perkotaan yang padat, udara yang tidak sehat, dan gaya
hidup yang tidak sehat merupakan faktor risiko yang meningkatkan angka
kejadian pneumonia pada masyarakat kota. Salah satu masalah yang dapat terjadi
pada penderita pneumonia adalah gangguan bersihan jalan napas. Tujuan
penulisan ini adalah untuk melakukan analisis evidence based mengenai terapi
batuk efektif dalam mengatasi masalah gangguan bersihan jalan napas pada pasien
pneumonia. Hasil dari pelaksanaan batuk efektif ini terbukti efektif dalam
meningkatkan pengeluaran sekret pada pasien. Rekomendasi penulisan ini agar
perawat mengajarkan terapi batuk efektif ini kepada pasien pneumonia untuk
mengatasi gangguan bersihan jalan napas.

Kata Kunci: pneumonia, bersihan jalan napas, batuk efektif

vii

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


ABSTRACT

Name : Elisabeth Lorreta


Study Program : Ners
Title : Effectiveness Analysis of Effective Cough Therapy to
Overcome Impaired Airway Clearance in Pneumonia
Patient at Medical Ward RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo

Pneumonia is one of the health problems that occur in urban areas. Dense
environment, polluted air, and unhealthy lifestyle are risk factors that increase the
incidence of pneumonia in urban community. One of the problems that can occur
in patients with pneumonia is impaired airway clearance. This study is aimed to
do evidence based analyze about effective cough therapy to overcome impaired
airway clearance in pneumonia patient. The result of effective cough therapy
exercise is proved in increasing the excretion of secret in patient.
Recommendation of this study is that nurses teach this effective cough therapy to
pneumonia patients in order to overcome airway clearance disorders.

Keywords : pneumonia, airway clearance, effective cough

viii

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................................... vi
ABSTRAK .......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1. 1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1. 2 Rumusan Masalah .......................................................................... 4
1. 3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
1.4.1 Tujuan Umum ..................................................................... 5
1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................... 5
1. 4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 7


2. 1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan ............................ 7
2. 2 Pneumonia...................................................................................... 9
2.2.1 Definisi ................................................................................ 9
2.2.2 Etiologi ................................................................................ 11
2.2.3 Patofisiologi ........................................................................ 13
2.2.4 Faktor Risiko ....................................................................... 14
2.2.5 Tanda dan Gejala................................................................. 15
2.2.6 Komplikasi .......................................................................... 16
2.2.7 Penatalaksanaan .................................................................. 16
2.2.8 Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Pneumonia....... 17
2.2.8.1 Pengkajian .............................................................. 17
2.2.8.2 Diagnosa Keperawatan ........................................... 19
2.2.8.3 Intervensi Keperawatan .......................................... 19
2. 3 Terapi Batuk Efektif Untuk Mengatasi Masalah Bersihan Jalan
Napas .............................................................................................. 20

BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ...................................... 23


3. 1 Pengkajian ...................................................................................... 23
3.1.1 Identitas Pasien ................................................................... 23
3.1.2 Anamnesis ........................................................................... 23
3.1.3 Pemeriksaan Laboratorium ................................................. 28
3.1.4 Pemeriksaan Diagnostik...................................................... 30
3.1.5 Daftar Terapi Medikasi ....................................................... 31

ix

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


3. 2 Analisis Data .................................................................................. 31
3. 3 Rencana Asuhan Keperawatan dan Implementasi ......................... 33
3. 4 Evaluasi Keperawatan .................................................................... 36

BAB 4 ANALISIS SITUASI ............................................................................ 39


4. 1 Profil Lahan Praktik ....................................................................... 39
4. 2 Analisis Kasus Terkait Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan........................................................................................ 40
4. 3 Analisis Kasus ................................................................................ 42
4. 4 Analisis Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait ........... 45
4. 5 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan ................................ 48

BAB 5 PENUTUP ............................................................................................. 50


5. 1 Kesimpulan .................................................................................... 50
5. 2 Saran .............................................................................................. 51

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 53

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Klasifikasi Pneumonia ................................................................... 11


Gambar 2.2 Gambaran CT Thorax Pneumonia Lobaris .................................... 11
Gambar 2.3 Gambaran CT Thorax Bronkopneumonia ...................................... 12

xi

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pemeriksaan Darah ............................................................................ 28


Tabel 3.2 Pemeriksaan Diagnostik .................................................................... 30
Tabel 3.3 Analisis Data ...................................................................................... 33

xii

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Patofisiologi Pneumonia................................................................ 56


Lampiran 2 Daftar Terapi Medikasi.................................................................. 57
Lampiran 3 Rencana Asuhan Keperawatan ...................................................... 61
Lampiran 4 Catatan Perkembangan ................................................................... 67
Lampiran 5 Daftar Riwayat Hidup Mahasiswa.................................................. 75

xiii

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan bawah yang masih
menjadi salah satu masalah kesehatan yang besar di daerah perkotaan.
Penyebaran yang cepat yaitu melalui udara mengakibatkan pneumonia dapat
dengan mudah menular di kalangan masyarakat perkotaan. Data Riskesdas
tahun 2013 menyebutkan bahwa angka insiden pneumonia di Indonesia
adalah 1,8% dengan prevalensi sebanyak 4,5% (Riskesdas, 2013). Data ini
meningkat dibandingkan dengan hasil Riskesdas pada tahun 2007 yaitu
prevalensi pneumonia sebanyak 2,3% (Riskesdas, 2007).

Tidak hanya secara nasional, secara internasional pun pneumonia masih


menjadi penyebab kematian yang besar. Berdasarkan data South East Asia
Medical Information Centre (SEAMIC) Health Statistic 2001, influenza dan
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di
Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan
nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab
kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran
napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia di
Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab
kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka
mortalitas akibat pneumonia di Amerika adalah 10% (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2013). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun
2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai
penyebab kematian di Indonesia.

Meningkatnya angka kejadian pneumonia ini dari tahun ke tahun dipengaruhi


oleh banyaknya faktor risiko penyebab pneumonia. Menurut Claude Carbon
(2001) dalam penelitian yang dilakukannya, terdapat empat faktor risiko
1 Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


2

utama pneumonia. Keempat faktor tersebut adalah individu dengan penyakit


paru kronik, gagal jantung kongestif, diabetes, dan kebiasaan mengkonsumsi
alkohol lebih dari 80 g/hari. Walaupun empat faktor tersebut menjadi faktor
utama penyebab pneumonia, terdapat faktor predisposisi lain yang dapat
menyebabkan pneumonia. Faktor predisposisi penyebab pneumonia di
antaranya adalah tinggal di lingkungan yang padat, kebiasaan merokok,
penurunan sistem imunitas tubuh, dan malnutrisi (Badash, 2011).

Masyarakat perkotaan rentan terjangkit penyakit pneumonia. Lingkungan


yang padat yang banyak ditemukan di sudut-sudut kota merupakan tempat
penyebaran infeksi yang cepat. Kebiasaan merokok yang telah merakyat di
kalangan masyarakat kota dapat meningkatkan risiko terjadinya pneumonia.
Penelitian yang dilakukan oleh Sirait et al. pada tahun 2002 menunjukkan
prevalensi perokok secara nasional sebesar 27, 7% dengan prevalensi perokok
laki-laki sebesar 51, 3% dan perokok perempuan sebesar 2%. Selain itu,
penyakit degeneratif yang merupakan faktor risiko penyebab pneumonia
dapat diakibatkan oleh gaya konsumsi makanan masyarakat kota.
Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2012 mencatat adanya peningkatan
kejadian penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, diabetes, dan
penyakit paru kronik dari 41,7% di tahun 1995 menjadi 59,5% di tahun 2007.
WHO (2008) menerangkan bahwa penyebab peningkatan kejadian penyakit
tersebut dikarenakan pola konsumsi makanan yang tidak sehat, kurangnya
aktifitas fisik, merokok, konsumsi alkohol, polusi udara, dan usia (Kemenkes,
2012).

Kenaikan angka kejadian pneumonia ini juga terjadi di rumah sakit pusat
rujukan nasional, yaitu RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Pneumonia merupakan penyakit yang paling sering dijumpai pada pasien usia
lanjut. Pada tahun 1995, dari 54 kasus pneumonia yang dirawat, 38%

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


3

meninggal dunia. Bulan Januari-Juni 2014 sudah tercatat kasus pneumonia


sejumlah 122 kasus dari total 992 kasus yang dirawat di Ruang Penyakit
Dalam RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo. Angka kejadian ini mencapai
12,19% jumlah kasus yang terjadi. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan
kasus pneumonia yang dirawat di RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo.

Program pengendalian pneumonia telah dilakukan oleh Pemerintah sejak


tahun 1984. Program pengendalian pneumonia ini diintegrasikan dengan
program pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Salah satu
poin ruang lingkup pengendalian ISPA adalah pengendalian pneumonia pada
balita. Hal-hal yang telah dilakukan untuk mencapai fokus tersebut adalah
mengadakan lokakarya nasional, menggalakkan program Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) pada Puskesmas, dan mengadakan seminar
perkembangan ISPA. Namun, kendala terbesar dalam pelaksanaan program
pengendalian ini adalah rendahnya angka pelaporan kejadian dan deteksi
kasus menyebabkan masih tingginya angka kejadian pneumonia (Kemenkes,
2012).

Individu yang mengalami pneumonia dapat mengalami tanda dan gejala


seperti perubahan frekuensi pernapasan, batuk, terdengar ronkhi pada paru-
paru, demam, nyeri dada dan takikardi (Herzberger, 2012). Oleh karena itu,
penting bagi penderita pneumonia untuk menjaga keadekuatan pernapasan
dengan menjaga bersihan jalan napas untuk meningkatkan oksigenasi. Salah
satu cara untuk menjaga bersihan jalan napas adalah dengan mengeluarkan
sputum atau dahak yang menumpuk pada saluran pernapasan. Pembersihan
jalan napas ini dapat dilakukan dengan batuk efektif. Batuk efektif merupakan
proses untuk meningkatkan bersihan jalan napas yang memiliki beberapa
tujuan yaitu meningkatkan pengambilan sputum, melihat tingkat toleransi
pasien terhadap prosedur yang diberikan, meningkatkan kualitas pengkajian

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


4

terhadap saluran pernapasan, meningkatkan identifikasi organisme penyebab


penyakit, dan melihat sensitifitas terhadap terapi yang diberikan (Elkins,
2005).

Kemampuan individu dalam melakukan batuk efektif berbeda-beda.


Kemampuan melakukan batuk efektif menentukan banyaknya pengeluaran
sputum. Lebih banyak sputum yang dikeluarkan, saluran pernapasan lebih
lega dan perbaikan kondisi pneumonia semakin meningkat. Penulis tertarik
untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan pneumonia. Pada
asuhan keperawatan ini metode batuk efektif pada pasien dewasa yang
compos mentis akan diterapkan. Tindakan ini bertujuan untuk meningkatan
bersihan jalan napas pasien dengan pneumonia. Tindakan ini diharapkan dapat
mengatasi masalah keperawatan ketidekefektifan bersihan jalan napas yang
sering muncul pada pasien dengan pneumonia.

1. 2 Perumusan Masalah
Pneumonia merupakan salah satu infeksi saluran pernapasan yang memiliki
angka kejadian yang besar di Indonesia. Tingginya angka kejadian ini juga
berkontribusi terhadap tingginya angka mortalitas akibat infeksi saluran
pernapasan. Program pengendalian pneumonia telah dicanangkan oleh
pemerintah, namun pelaksanaannya belum optimal. Oleh karena itu perlu
adanya pengendalian dari diri masyarakat sendiri supaya tidak tertular
penyakit ini.

Pneumonia merupakan penyakit yang dapat dengan cepat menular melalui


udara. Apabila individu telah terinfeksi pneumonia, gangguan pada sistem
pernapasan dapat terjadi. Sputum yang kental dan sulit dikeluarkan dapat
memperburuk infeksi pneumonia. Intervensi batuk efektif dapat membantu
pasien dalam mengatasi ketidakmampuannya dalam mengeluarkan dahak.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


5

Intervensi ini sangat baik diterapkan oleh perawat di ruang penyakit dalam.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengaplikasikan
intervensi batuk efektif pada pasien dengan pneumonia yang dirawat di
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

1. 3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Menggambarkan analisis praktik klinik keperawatan kesehatan
masyarakat perkotaan pada pasien pneumonia di ruang rawat
penyakit dalam Gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

1.3.2 Tujuan khusus


Tujuan khusus dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan analisis masalah Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan (KKMP).
2. Melakukan analisis masalah keperawatan terkait dengan kasus
bersihan jalan napas tidak efektif pada pasien pneumonia dan
konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakt Perkotaan.
3. Menganalisis asuhan keperawatan kepada pasien kelolaan dengan
masalah bersihan jalan napas tidak efektif pada pasien
pneumonia.
4. Melakukan analisis evidenced based practice mengenai batuk
efektif dalam mengatasi masalah bersihan jalan napas tidak
efektif pada pasien pneumonia.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


6

1. 4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini antara lain:
1. Pelayanan Keperawatan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat dijadikan salah satu sumber
informasi bagi para perawat dalam penyusunan asuhan keperawatan
pasien dengan pneumonia khususnya dalam memberikan intervensi
keperawatan bagi pasien.

2. Pendidikan
Hasil penulisan ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru
mengenai infeksi saluran pernapasan khususnya pneumonia serta faktor
risikonya yang dikaitkan dengan kehidupan masyarakat perkotaan serta
tindakan efektif dalam menangani gejala yang sering timbul pada pasien
pneumonia yaitu gangguan bersihan jalan napas. Lebih lanjut dapat
dimasukkan dalam praktik langsung kepada pasien dengan kasus serupa.

3. Penulis selanjutnya
Hasil penulisan ini diharapkan mampu menjadi dasar untuk melakukan
penulisan selanjutnya dengan masalah gangguan bersihan jalan napas
yang ditemukan pada pasien dengan kasus yang berbeda dan disesuaikan
dengan penelitian terbaru.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan


Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) merupakan bagian
integral dari keperawatan yang berfokus pada masyarakat perkotaan. KKMP
ini merupakan bagian dari keperawatan komunitas yang secara khusus hadir
untuk menangani berbagai persoalan kesehatan yang biasa dialami oleh
masyarakat kota. Tujuan utama dari keperawatan kesehatan masyarakat
perkotaan ini adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dan lingkungan di sekitarnya dengan memfokuskan kepada
promosi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan individu, keluarga, dan
kelompok dalam masyarakat (McEwen & Nies, 2007).

Promosi kesehatan merupakan saah satu upaya yang dilakukan untuk


meningkatkan kesehatan masyarakat dengan memperhatikan tiga aspek
pencegahan, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan
tersier. Pencegahan primer merupakan aktifitas yang dilakukan untuk
mencegah suatu masalah terjadi dengan mengurangi faktor-faktor penyebab
suatu masalah. Pencegahan primer dapat berupa meningkatkan asupan nutrisi,
memakai pelindung diri, dan meningkatkan aktifitas harian. Pencegahan
sekunder merupakan intervensi yang dilakukan sesaat setelah individu
terserang penyakit. Pencegahan sekunder meliputi pemeriksaan tekanan darah
rutin, pemeriksaan radiologi, maupun pemeriksaan diagnostik lainnya.
Pencegahan tersier dilakukan kepada individu atau kelompok yang telah
terpapar oleh suatu penyakit dan berfokus pada pembatasan ketidakmampuan
dan proses rehabilitasi. Tujuan dari pencegahan tersier adalah suoaya penyakit
tidak bertambah parah, mengurangi efek dari suatu penyakit, dan menjaga
individu atau kelompok pada fungsi optimalnya (McEwen & Nies, 2007).

7 Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


8

Pencegahan terhadap suatu penyakit penting untuk dilakukan di dalam suatu


komunitas. Hal ini karena masyarakat dalam suatu komunitas tinggal dalam
lingkungan yang sama yang mengakibatkan cepatnya penyebaran suatu
penyakit. Proses ini dapat terjadi apabila terdapat interaksi yang tidak
seimbang antara host-agen-lingkungan. Host merupakan individu yang
menjadi “rumah” bagi penyakit. Agen merupakan pembawa penyakit seperti
bakteri, virus, jamur, zat kimia, maupun radiasi. Lingkungan dapat berupa
lingkungan fisik, sosial, ekonomi, dan keluarga. Kesehatan dapat tercapai
apabila interaksi antara host-agen-lingkungan seimbang (Eigisti, McGuire, &
Stone, 1998).

Kota adalah suatu daerah yang memiliki gejala pemusatan penduduk yang
merupakan suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
fisiografis sosia, ekonomi, kultur, yang terdapat di daerah dengan adanya
pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lainnya (Bintarto, 2000). Oleh
karena itu, kota dapat menjadi tempat penyebaran penyakit yang cepat. Peran
perawat yang efektif dalam memberikan promosi kesehatan dan aktif dalam
melakukan pemeliharaan kesehatan akan menekan angka penyebaran penyakit
yang dapat terjadi pada masyarakat perkotaan.

Peran perawat dalam lingkungan untuk memberikan promosi kesehatan dan


berperan dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan
melakukan beberapa proses praktik keperawatan. Pertama, memberikan
asuhan keperawatan langsung kepada individu, keluarga, atau kelompok baik
di rumah, di sekolah, di Posyandu, maupun di daerah binaan kesehatan
masyarakat. Kedua, penyuluhan kesehatan masyarakat dalam rangka merubah
perilaku individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Ketiga, perawat
membuka konsultasi bagi masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat.
Keempat, perawat memberikan bimbingan dan pembinaan sesuai dengan

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


9

masalah kesehatan yang dialami oleh masyarakat. Kelima, perawat dapat


melakukan rujukan terhadap masalah kesehatan yang memerlukan
penanganan lebih lanjut. Ketujuh, perawat menjadi penghubung antara
masyarakat dengan unit pelayanan kesehatan. Kedelapan, melakukan asuhan
keperawatan yang meliputi pengenalan masalah kesehatan kepada
masyarakat, perencanaan kesehatan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan
dengan menggunakan proses keperawatan. Kesembilan, mengadakan
koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk memberikan asuhan
keperawatan. Kesepuluh, mengadakan kerja sama lintas program dan lintas
sektoral dengan instansi terkait (Stanhope & Lancaster, 2004).

2. 2 Pneumonia
Pneumonia merupakan peradangan akut di parenkima paru-paru dan sering
mengganggu pertukaran gas (Paramita, 2011). Pneumonia merupakan
penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya menyerang 1% dari seluruh
penduduk Amerika. Pneumonia dapat terjadi pada orang yang mengalami
kelemahan sistem kekebalan tubuh. Agen-agen yang dapat menimbulkan
infeksi paling sering masuk melalui inhalasi atau merupakan flora normal
saluran pernapasan. Dengan demikian, setiap keadaan paru-paru dapat
menjadi faktor predisposisi dari pneumonia (Price & Wilson, 2006).

2.2.1. Definisi
Pneumonia adalah proses peradangan yang terjadi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia dikelompokkan
berdasarkan agen penyebabnya dan dikategorikan sebagai pneumonia
bakterialis dan pneumonia atipikal (Smeltzer & Bare, 2002). Gambaran
patologis pneumonia tergantung pada agen etiologinya. Pneumonia bakteri
ditandai dengan eksudat intraalveolar supuratif disertai konsolidasi. Proses
infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi, yaitu pneumonia lobaris

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


10

di mana konsolidasi terdapat pada seluruh lobus dan pneumonia lobularis atau
bronkopneumonia di mana daerah infeksi berbercak dengan diameter sekitar 3
sampai 4 cm yang mengelilingi dan melibatkan bronki (Price & Wilson,
2006).

Pneumonia bakterialis disebabkan oleh bakteri. Streptococcus pneumoniae


adalah pneumonia bakterialis yang palling umum dan paling prevalen terjadi
pada traktus respiratorius. Kondisi ini dapat terjadi sebagai bentuk
bronkopneumonia atau lobaris pada pasien dengan segala usia dan dapat
menyertai penyakit pernapasan lainnya. Streptococcus pneumonia adalah
kokus gram positif, non-motil, berkapsul yang tinggal secara alamiah oada
traktus respiratorius atas. Kokus ini biasa disebut sebagai pneumokokus.
Pneumonia atipikal adalah pneumonia yang barkaitan dengan mikoplasma,
fungus, klamidia, Pneumocystis carinii, dan virus. Pneumonia mikoplasma
adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling umum (Price &
Wilson, 2006).

Gambar 2.1. Klasifikasi pneumonia


sumber: http://biology-forums.com/index.php?action=gallery;sa=view;id=9270

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


11

Gambar 2.2. Gambaran CT Thorax Pneumonia Lobaris

Gambar 2.3. Gambaran CT Thorax Bronkopneumonia

2.2.2. Etiologi
Penyebab terjadinya pneumonia bergantung kepada agen infeksiusnya.
Penyebarannya dapat melalui tiga transmisi yaitu aspirasi sekret yang berisi
mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, inhalasi
aerosol yang infeksius, dan penyebaran hematogen dari bagian
ekstrapulmonal (Price & Wilson, 2006). Berikut merupakan agen-agen
pembawa penyakit pneumonia.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


12

a. Bakteri
Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab paling sering dari
pneumonia yang disebabkan oleh bakteri, baik didapat di masyarakat
maupun di rumah sakit. Streptococcus pneumoniae menyebar melalui
droplet. Penyebab lainnya yang jarang menyerang orang dewasa adalah
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenza lebih sering menginfeksi anak-
anak. Staphilococcus aureus dan basil aerobik gram negatif, termasuk
Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, dan Escherichia colii,
menyebabkan sebagian besar pneumonia nosokomial yang penyebarannya
juga melalui droplet. Pseudomonas aeruginosa paling sering menginfeksi
pasien yang mengalami sakit berat di rumah sakit atau pasien dengan
supresi sistem pertahanan tubuh (Price & Wilson, 2006). Sebuah
penelitian yang dilakukan di Thailand pada tahun 2005 menyatakan bahwa
H. influenza merupakan bakteri yang paling banyak ditemukan pada kultur
sputum penderita pneumonia yaitu sebanyak 31.8% dari total sampel yang
diambil. Selanjutnya, S. pneumoniae dan H. parainfluenza menginfeksi
sebanyak masing-masing 27.3% dari total sampel penderita pneumonia
(Reechalpichitkul dkk, 2005).

b. Virus
Infeksi pneumonia yang disebabkan oleh virus umumnya epidemic dalam
masyarakat dan umumnya terbatas pada saluran pernapasan bagian atas.
Kebanyakan pneumonia ini ringan dan tidak membutuhkan perawatan di
rumah dakit karena tidak mengakibatkan kerusakan paru yang menetap.
Penyebab tersering adalah virus influenza tipe A, tipe B, dan adenovirus.
Pengobatan pneumonia virus bersifat simtomatik dan paliatif yang hanya
dapat memberikan perlindungan dalam jangka waktu tertentu tetapi tidak
memberikan perlindungan terhadap tipe-tipe virus lainnya. Walaupun

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


13

prognosis pneumonia virus tidak berat, namun pneumonia virus dapat


merupakan penyebab invasi sekunder untuk pneumonia bakteri (Price &
Wilson, 2006).

c. Jamur
Jamur atau fungus juga dapat menyebabkan pneumonia meskipun tidak
sesering bkteri. Beberapa fungus yang dapat menyebabkan pneumonia
adalah histoplasmosis, koksidioidomikosis, dan blastomikosis. Penyebaran
pneumonia melalui jamur ini disebabkan karena spora-spora fungus yang
tumbuh di tanah dan terinhalasi sehingga menimbulkan reaksi alergi dan
peradangan pada paru. Candida albicans, jamur yang sering terdapat pada
sputum orang sehat, dapat pula menyerang jaringan paru dan
menyebabkan infeksi pada paru.

2.2.3. Patofisiologi
Pneumonia bakterialis dapat menyebabkan gangguan pada fungsi ventilasi
maupun difusi paru-paru. Reaksi inflamasi yang dilakukan oleh bakteri terjadi
pada alveolus dan menghasilkan eksudat dan menganggu gerakan dan difusi
oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih bermigrasi ke alveolus dan
mengisi ruang alveolus yang biasanya berisi udara. Area paru tidak mendapat
ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme yang
menyebabkan oklusi parsial bronkus atau alveolus dan mengakibatkan
penurunan tahanan oksigen alveolar (Smeltzer & Bare, 2002).

Adapun mekanisme yang terjadi pada alveolus meliputi empat tahapan yang
berurutan sebagai berikut (Price & Wilson, 2006).
1. Kongesti (4 sampai 12 jam pertama) : Eksudat serosa masuk ke dalam
alveolus melalui pembuluh darah yang berdilatasi.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


14

2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Paru-paru tampak merah dan


bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit
polimorfonuklear mengisi alveolus.
3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari) : Paru-paru tampak kelabu karena
leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveolus yang
terserang.
4. Resolusi (7 sampai 11 hari) : Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi
oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada struktur semula.
Skema patofisiologi dapat dilihat pada lampiran 1.

2.2.4. Faktor Risiko


Faktor risiko terjadinya pneumonia dapat berasal dari berbagai macam
sumber, baik menjadi faktor predisposisi dari penyakit yang diderita individu,
gaya hidup, maupun lingkungan sekitar individu. Oleh karena itu, faktor-
faktor risiko penting penyebab pneumonia penting menjadi perhatian supaya
dapat dilakukan usaha preventif pada setiap faktor risiko yang ada. Berikut
adalah faktor risiko penyebab pneumonia dan usaha preventifnya berdasarkan
Smeltzer & Bare tahun 2002.
a. Setiap kondisi yang menghasilkan lender atau obtruksi bronchial yang
mengganggu drainase normal paru meningkatkan kerentanan pasien
terhadap pneumonia. Usaha preventif yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan batuk dan pengeluaran sekresi.
b. Pasien imunosupresif dan neutropeni dapat berisiko terkena pneumonia.
Usaha preventifnya adalah awasi tanda-tanda adanya peningkatan infeksi.
c. Perokok aktif. Asap rokok dapat mengganggu aktifitas mukosiliari dan
makrofag. Usaha preventifnya adalah anjurkan untuk berhenti merokok.
d. Pasien dengan kondisi tirah baring yang lama dan memiliki napas yang
dangkal. Usaha preventif yang dilakukan adalah secara rutin mengubah
posisi tubuh.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


15

e. Pasien dengan depresi refleks batuk (pade pasien dengan medikasi


tertentu, keadaan yang melemahkan, atau lemahnya otot-otot pernapasan)
atau pasien dengan refleks menelan yang abnormal. Pencegahan terhadap
pneumonia yang dapat dilakukan adalah penghisapan trakeobronkial,
sering mengubah posisi, dan berikan fisioterapi dada.
f. Kebiasaan mengkonsumsi alkohol karena alcohol dapat menekan refleks-
refleks tubuh, mobilisasi sel darah putih, dan gerakan silia trakeobronkial.
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah menganjurkan untuk mengurangi
konsumsi alcohol.
g. Pasien lansia. Upaya pencegahannya antara lain latihan pernapasan, batuk
efektif, dan tingkatkan mobilisasi.

2.2.5. Tanda dan Gejala


Sebagian besar dari penderita didahului dari peradangan saluran napas atas
kemudian timbul peradangan saluran napas bagian bawah. Serangan biasanya
mendadak dengan perasaan menggigil disusul dengan hipertermi, yang
tertinggi pada pagi dan sore hari. Batuk juga terdapat pada 75% penderita.
Karakteristik sputum dapat berwarna merah, atau hijau dan purulen. Sputum
berbusa, bersemu merah darah sering dihasilkan pada pneumonia
pneumokokus, stafilokokus, Klebsiella, dan streptokokus. Sputum H..
influenzae biasanya berwarna hijau. Sputum pada pneumonia atipikal
merupakan sputum mukoid atau mukopurulen. Jika diaukultasi dapat
terdengar gesekan pleura. Nyeri dada juga dapat dirasakan jika menarik napas
(Sudoyo et al, 2006). Selain itu, pada banyak kasus pneumonia, pipi berwarna
kemerahan, warna mata menjadi lebih terang, dan bibir serta bidang kuku
sianotik. Pasien lebih menyukai duduk condong ke arah depan untuk
mencapai pertukaran gas yang adekuat (Smeltzer & Bare, 2002).

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


16

2.2.6. Komplikasi
Komplikasi dari pneumonia dapat terjadi tidak hanya pada intrapulmoner,
tetapi juga pada ekstrapulmoner, baik ekstrapulmoner infeksius maupun
ekstrapulmoner non infeksius. Komplikasi intrapulmoner meliputi empiema,
atelektasis paru, dan resolusi yang terlambat yaitu infiltrat yang menetap
selama 4-6 minggu tanpa adanya penyakit lain. Komplikasi ekstrapulmoner
infeksius, meliputi meningitis, arthritis, endokarditis, prikarditis, peritonitis,
dan efusi pleura. Komplikasi ekstrapulmoner non infeksius, antara lain gagal
ginjal, gagal jantung, emboli paru atau infark paru, dan infark miokard akut
(Sudoyo et al, 2006).

2.2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama yang dilakukan pada penderita pneumonia adalah
pemberian antibiotik untuk mencegah perluasan infeksi bakteri. Antibiotik
yang diberikan ini disesuaikan dengan hasil pewarnaan Gram yang telah
dilakukan pada sampel sputum pasien. Penisilin G merupakan antibiotik
pilihan untuk infeksi pneumonia oleh S. pneumoniae. Antibiotik lainnya yang
efektif untuk mengatasi pneumonia adalah eritromisin, klindamisin,
sefalosporin, dan trimetoprim-sulfametoksazol. Pneumonia akibat jamur atau
mikoplasma memberikan respon terhadap eritromisin, tetrasiklin, dan derivat
tetrasiklin (doksisiklin). Pneumonia akibat virus tidak memberikan respon
terhadap antibiotik. Penatalaksanaan lain yang dapat dilakukan pada penderita
pneumonia dilakukan untuk mengurani tanda dan gejala yang muncul.
Inhalasi dapat dilakukan untuk menghilangkan iritasi bronkial. Analisa gas
darah arteri perlu dilakukan untuk mengevaluasi tingkat kebutuhan oksigen
pasien. Jika terjadi hipoksemia, pasien dapat diberikan terapi oksigen.
Pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi merupakan kontraindikasi pada
pasien pneumonia dengan penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) karena
dapat memperburuk ventilasi alveolar (Smetlzer & Bare, 2002).

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


17

2.2.8. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Pneumonia


Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien pneumonia adalah
sebagai berikut (Doenges, 1999).
2. 2. 8. 1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan
pneumonia adalah sebagai berikut.
a. Aktifitas/istirahat
Paien dengan pneumonia biasanya memiliki tanda dan gejala
seperti adanya kelemahan/kelelahan, insomnia, letargi, dan
penurunan toleransi terhadap aktifitas.
b. Sirkulasi
Perubahan yang terjadi pada sistem sirkulasi adalah takikardia
dan penampilan fisik tampak kemerahan ataupun pucat. Selain
itu adanya riwayat penyakit jantung juga dapat dialami oleh
pasien pneumonia.
c. Integritas ego
Seseorang yang menderita pneumonia dapat menjadi stres dan
biasanya yang menjadi faktor stres utama adalah masalah
finansial. Faktor stres lainnya dapat beragam pada tiap pasien
pneumonia.
d. Makanan/cairan
Pasien pneumonia cenderung kehilangan nafsu makan dan
memiliki riwayat mual dan muntah. Selain itu, pemeriksaan
pada abdomen menampilkan adanya distensi abdomen dan
hipermotilitas pada usus. Kulit kering dengan turgor buruk
dan penampilan malnutrisi dapat terjadi pada pasien
pneumonia. Bila dikaji lebih lanjut, adanya riwayat diabetes
mellitus juga dapat terjadi pada pasien pneumonia.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


18

e. Neurosensori
Pada pasien dengan pneumonia yang tingkat keparahan yang
tinggi, perubahan status kesadaran dapat terjadi, yaitu
somniolen atau apatis. Sakit kepala pada daerah frontal juga
dapat menyertai pasien pneumonia.
f. Nyeri/keamanan
Nyeri yang dirasakan oleh pasien dengan pneumonia meliputi
area kepala dan dada. Nyeri dada yang dirasakan dapat terjadi
karena adanya gesekan pleura dan dapat meningkat karena
batuk. Karena adanya nyeri yang dirasakan, pasien pneumonia
cenderung melindungi area yang sakit dengan melakukan
pembatasan gerakan.
g. Pernapasan
Fungsi pernapasan merupakan fungsi yang memerlukan
perhatian khusus pada pasien pneumonia. Takipnea, dispnea
progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot bantu
pernapasan, dan pelebaran nasal dapat diidentifikasi pada
pasien ini. Jika diperkusi, suara paru yang terdengar adalah
pekak di atas area yang mengalami konsolidasi. Taktil
fremitus meningkat pada bagian konsolidasi. Auskultasi
menunjukkan adanya friction rub akibat gesekan friksi
pleural. Bunyi napas menurun atau tidak ada pada area yang
terlibat. Adanya ronkhi diakibatkan oleh hiperproduktifitas
sputum. Biasanya sputum berwarna merah muda ataupun
purulen.
h. Keamanan
Demam biasanya terjadi pada pasien pneumonia, berkeringat,
dan menggigil berulang. Riwayat gangguan sistem imun

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


19

seperti SLE atau AIDS atau adanya penggunaan steroid dapat


menjadi faktor penyebab infeksi pneumonia.
i. Penyuluhan/pembelajaran
Pasien dengan pneumonia memiliki riwayat pembedahan
ataupun penggunaan alkohol kronis.

2. 2. 8. 2 Diagnosa keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada pasien pneumonia adalah:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
banyaknya sekresi trakeobronkial
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan perubahan fungsi
pernapasan
c. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
demam dan dispnea

2. 2. 8. 3 Intervensi keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
banyaknya sekresi trakeobronkial
Intervensi utama yang dilakukan adalah dengan memperbaiki
patensi jalan napas. Jalan napas paten dapat dilakukan dengan
cara memperbanyak hidrasi untuk mengencerkan sekret dan
mendorong pasien untuk melakukan batuk. Fisioterapi dada
juga dapat dilakukan untuk melepaskan dan memobilisasi
sekret.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


20

b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan perubahan fungsi


pernapasan
Intoleransi aktifitas yang dialami oleh pasien pneumonia dapat
didukung dengan istarahat dan menghindari terlalu banyak
gerakan yang kemungkinan dapat memperburuk gejala.
Berikan posisi yang nyaman untuk meningkatkan istirahat dan
pernapasan.

c. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan


demam dan dispnea
Frekuensi pernapasan pasien dengan pneumonia meningkat
karena dispnea dan demam. Peningkatan pernapasan ini dapat
meningkatkan pengeluaran cairan yang tidak kasat mata. Oleh
karena ini, pemberian asupan cairan harus ditingkatkan
sedikitnya sebanyak 2 L/hari (Smeltzer & Bare, 2006).

2. 3 Terapi Batuk Efektif untuk Mengatasi Masalah Bersihan Jalan Napas


Gangguan bersihan jalan napas dapat terjadi pada pasien yang mengalami
pneumonia. Penumpukan sekret terjadi karena adanya proses peradangan pada
saluran napas atas oleh agen-agen penyebab pneumonia. Bila terjadi
kolonisasi bakteri pada saluran napas atas tersebut dan terjadi aspirasi ke
saluran napas bawah, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar
infeksi paru (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2013).

Sekret yang masih berada pada saluran napas atas membuat pasien dengan
gangguan bersihan jalan napas tidak nyaman sehingga menimbulkan refleks
batuk. Batuk berfungsi untuk mengeluarkan sekret berlebih yang berada pada
saluran pernapasan. Gerakan silia pada epitel dan batuk merupakan dua
mekanisme dalam pembersihan jalan napas. Dorongan untuk mengeluarkan

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


21

sekret ini membutuhkan gerakan akselerasi udara yang cepat dari dalam paru
menuju trakea untuk mendorong sekret keluar. Udara yang dihentakkan dari
dalam paru-paru akan mengikat sekret dan mengalirkan sekret keluar (Walsh,
2008). Upaya untuk menarik udara dan membatukkannya keluar termasuk
dalam rangkaian terapi batuk efektif.

Terapi batuk efektif dapat dilakukan pada pasien dengan pneumonia sebagai
upaya dalam mengeluarkan sekret yang tertahan pada saluran pernapasan dan
dapat menghambat usaha napas. Langkah-langkah dalam melaksanakan batuk
efektif adalah sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Condong sedikit ke depan dari posisi duduk di tempat tidur.
b. Napas menggunakan diafragma. Ambil napas melalui hidung, biarkan
abdomen mengembang bersamaan dengan paru-paru terisi oleh udara.
c. Dengan mulut yang agak terbuka, hirup napas dengan penuh.
d. Kemudian dengan mulut yang tetap terbuka, lakukan napas dalam dengan
cepat dan dengan cepat batuk dengan kuat satu atau dua kali. Hal ini
membantu membersihkan sekresi dari dada.

Tindakan batuk efektif ini merupakan suatu rangkaian usaha pembersihan


jalan napas yang dilakukan pada pasien dengan hipersekresi mukosa. Batuk
efektif dapat didahului dengan pemberian posisi yang nyaman dan
mendukung pengeluaran sekret seperti posisi Semi Fowler (sudut 45o) atau
posisi Fowler (sudut 90o). Setelah itu, hidrasi dan humidifikasi dapat
dilakukan sebelum melakukan batuk efektif dengan tujuan untuk
mengencerkan sekresi dan melembabkan area percabangan bronkial. Batuk
efektif harus difasilitasi secara rutin pada pasien dengan tingkat kesadaran
compos mentis dengan penumpukan sekret untuk membersihkan area jalan
napas (Smeltzer & Bare, 2002).

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


22

Penelitian yang dilakukan oleh Hajime et al pada tahun 2006 pada salah satu
rumah sakit di Jepang menyatakan bahwa latihan otot-otot pernapasan dapat
membantu peningkatan batuk efektif. Batuk merupakan metode yang tepat
untuk mengeluarkan sputum. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara
batuk efektif maupun batuk yang didahului dengan pemberian ekspekstoran.
Kedua metode batuk ini dapat membantu meningkatkan pengeluaran sputum
dari saluran pernapasan.

Penelitian lain mengenai batuk efektif dilakukan oleh Nugroho pada tahun
2011 pada salah satu rumah sakit di Kediri. Penelitian ini menyatakan bahwa
ada perbedaan jumlah pengeluaran sekret sebelum dan setelah diberikan terapi
batuk efektif. Penelitian ini mengatakan bahwa perbedaan jumlah pengeluaran
sekret sebelum dan setelah diberikan terapi batuk efektif dikarenakan adanya
informasi baru yang diterima oleh responden mengenai batuk efektif sehingga
mempengaruhi responden dalam melakukan batuk.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3. 1 Pengkajian
3. 1. 1 Identitas pasien
Pasien dengan nama Nn. F (20 tahun) datang ke RSCM karena sesak yang
dirasakan sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien adalah seorang
mahasiswi semester 4 di sebuah Universitas Swasta di Jakarta. Selain menjadi
mahasiswi, pasien juga bekerja di bagian perpajakan pada salah satu
perusahaan di Jakarta. Pasien tinggal di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pasien
merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien datang ke rumah sakit
diantar oleh keluarga.

3. 1. 2 Anamnesis
a. Keluhan utama pada saat dirawat
Pasien mengeluh sesak sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak
semakin berat dirasakan apabila dalam posisi berbaring. Selain sesak,
pasien juga mengeluhkan ada batuk berdahak dengan dahak yang sulit
dikeluarkan. Produksi dahak banyak. Dahak berwarna putih dan kental.
Batuk mulai dirasakan sebelum masuk ke rumah sakit.
Pasien juga mengeluhkan adanya mual dan tidak nafsu makan. Porsi
makan yang biasa dihabiskan adalah seperempat sampai setengah porsi
makan. Berat badan pasien pun menurun sebanyak 18 kilogram selama 3
bulan.
Selain itu adanya edema pada ekstremitas juga membuat pasien sulit
dalam beraktifitas. Saat ini pasien mengatakan tidak ada masalah dalam
BAK.

23 Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


24

b. Riwayat kesehatan yang lalu


Pasien mengatakan tidak pernah mengalami sakit sebelumnya. Pasien
mulai sakit sejak bulan Februari dan telah dibawa ke rumah sakit dan
didiagnosa mengalami demam berdarah dengue (DBD). Setelah menjalani
perawatan di RS selama 4 hari, pasien lalu pulang ke rumah dan merasa
kondisinya semakin drop. Klien tidak memiliki riwayat asma, hipertensi,
DM, penyakit paru, penyakit jantung atau penyakit lainnya sebelumnya.

c. Riwayat kesehatan keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit yang sama dengan
pasien. Tidak ada riwayat asma, hipertensi, DM, penyakit paru, penyakit
jantung atau penyakit lainnya dalam keluarga.

d. Aktifitas/ istirahat
Pasien merupakan mahasiswa salah satu universitas swasta di Jakarta.
Pasien juga adalah seorang pekerja di perusahaan perpajakan di salah satu
perusahaan di Jakarta. Dalam 1 minggu, pasien bekerja dari Senin sampai
Jumat dan setiap hari Sabtu dan Minggu pasien berkuliah di kelas
karyawan. Untuk pergi ke tempat kerjanya, pasien menggunakan fasilitas
transportasi public yaitu busway. Setiap harinya klien berangkat kerja
pukul 05.00 WIB dan pulang ke rumah sudah pukul 20.00 WIB. Pasien
mengatakan tidak mempunyai masalah gangguan tidur. Pasien tidur pada
pukul 21.00 WIB atau 22.00 WIB. Saat ini pasien harus bed rest karena
masih terasa sesak apabila berjalan. Pernapasan pasien cepat dan dangkal
dan ada penggunaan otot bantu pernapasan. Fungsi kardiovaskuler
terdengar BJ I dan BJ II dengan ritme regular, namun cepat dan terasa
berdebar.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


25

e. Sirkulasi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat sakit hipertensi dan masalah
jantung sebelumnya. Namun, saat ini terlihat pasien mengalami edema
tungkai dan pernah mengalami edema pada seluruh tubuh sebelum masuk
ke rumah sakit. Saat dilakukan pengkajian, tekanan darah pasien yaitu
110/70 mmHg. Nadi 140 kali/menit, teraba kuat dan regular. Suhu tubuh
36,5oC, capillary refill time (CRT) 3 detik. Tidak ada murmur maupun
gallop, konjungitva anemis, dan sclera non ikterik. Membran mukosa
lembap, tidak ada diaphoresis. Rambut rontok, hitam, tipis, dan kulit
kepala kering.

f. Integritas ego
Pasien mengatakan tidak ada stress yang dirasakan saat ini. Pasien hanya
berharap dapat kembali pulih dari kondisinya sehingga bisa kembali
bekerja dan berkuliah. Pasien merasa sedikit bingung karena jantungnya
yang selalu berdebar kencang namun tidak ada nyeri yang dirasakan.
Setelah dijelaskan bahwa itu adalah efek dari pengobatan yang
didapatkan, pasien menjadi tenang kembali.
Pasien juga tidak merasa kesepian karena keluarga selalu menemani saat
di rumah sakit. Pasien juga selalu membaca Alkitab sehingga itu yang
menguatkannya sampai saat ini walaupun kondisinya lemah terbaring di
rumah sakit. Hubungan pasien dengan keluarga sangat baik terlihat dari
seringnya keluarga yang berkunjung dan menelpon pasien.

g. Eliminasi
Pasien mengatakan BAB 1 kali/ hari. Karaktek feses lunak, berwarna
coklat, dan tidak ada perdarahan. Pasien tidak pernah mengalami riwayat
konstipasi dan diare. Pasien menggunakan kateter urin dengan produksi
banyak dan urin berwarna kuning jernih. Pasien tidak memiliki riwayat

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


26

penyakit ginjal ataupun penggunaan obat diuretik. Tidak ada nyeri yang
dirasakan saat BAK maupun BAB.

h. Makanan/ cairan
Pasien makan makanan padat. Pasien mendapat makanan 3 kali sehari.
Pasien mengatakan hanya setengah porsi makanan yang dihabiskan karena
pasien merasa mual dan tidak nafsu makan. Pasien tidak memiliki alergi
terhadap makanan hanya saja pasien tidak menyukai sayuran. Kemampuan
pasien untuk mengunyah dan menelan baik. Pasien tidak mengalami
muntah setelah makan. Pasien mengalami penurunan berat badan selama 3
bulan terakhir. Berat badan pasien saat ini adalah 37 kg sementara 3 bulan
yang lalu berat badan pasien adalah 55 kg. Tinggi badan pasien 155 cm.
dengan berat badan dan tinggi badan demikian, Indeks Masa Tubuh (IMT)
pasien adalah 15, 4 kg/m sehingga tergolong kurus. Turgor kulit pasien
elastis dan mukosa lembab. Pasien mendapat terapi diet dengan jumlah
kalori 2100 kkal dan protein 60 gram (1,2 gr/kgBB) .

i. Kebersihan/ hygiene
Kebutuhan sehari-hari pasien dibantu oleh keluarga. Mobilisasi pasien
hanya di tempat tidur dan turun dari tempat tidur. Mandi dan berpakaian
pasien dibantu oleh keluarga. Makan dapat dilakukan secara mandiri.
Pasien mandi 2 kali/ hari yaitu pada pagi dan sore hari. Pasien juga
berpakaian rapi dan sesuai serta selalu berganti pakaian setiap harinya.
Saat pengkajian dilakukan kulit kepala pasien terlihat berketombe dan
kering. Pasien mengatakan sudah tidak keramas selama 3 bulan.

j. Neurosensori
Kesadaran pasien compos mentis. Tidak ada keluhan pusing dan kejang.
Penglihatan dan pendengaran normal. Pasien terorintasi tempat, orang,

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


27

dan waktu. Memori saat ini baik dan juga masih mengingat memori masa
lalu. Tidak ada paralisis. Reaksi pupil baik.

k. Nyeri/ ketidaknyamanan
Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri.

l. Pernapasan
Pasien mengatakan sesak dan batuk masih dirasakan. Pasien tidak
memiliki riwayat bronkits, TB paru, asma, empisema, maupun
pneumonia. Pasien menggunakan alat bantu pernapasan yaitu Non
Rebreathing Mask (NRM) dengan kecepatan 10 lpm. Frekuensi napas 30
kali/menit, simetris, dan ada penggunaan otot bantu pernapasan. Bunyi
napas terdengar ronkhi pada apeks kiri paru. Produksi sputum yang
dikeluarkan pada saat batuk adalah banyak, kental, dan berwarna putih.

m. Keamanan
Pasien memiliki alergi terhadap paracetamol. Reaksi yang ditimbulkan
adalah gatal-gatal pada sekujur tubuh. Pasien tifak memiliki riwayat
cedera atau kecelakaan. Tidak ada jaringan parut, laserasi, ulserasi, dan
fraktur. Secara umum kulit utuh namun ada ekimosis yang tersebar tidak
merata pada kaki dan tangan pasin. Cara berjalan pasien tegak namun
masih lemah apabila berjalan ke kamar mandi. Tonus otot 4 4 4 4 4 4 4 4
4444 4444

n. Interaksi sosial
Pasien belum menikah dan masih tinggal bersama kedua orangtuanya.
Peran pasien dalam keluarga adalah sebagai seorang anak. Interaksi pasien
dengan keluarga baik dan lingkungan sekitar pasien baik. Walaupun saat
ini kondisi pasien lemah dan tidak dalat memenuhi kebutuhan sehari-hari

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


28

secara mandiri, keluarga tetap memperhatikan pasien dan sering


mengunjungi pasien. Bicara pasien jelas dan dapat dimengerti.
Komunikasi pasien dengan keluarga pun baik.

3. 1. 3 Pemeriksaan laboratorium
Tabel 3. 1. Pemeriksaan Darah
Tanggal Jenis Nilai Satuan Nilai
Pemeriksaan normal
19/05/2014 Analisa Gas
Darah
- pH 7, 526 7, 35-7, 45
- pCO2 17, 5 mmHg 35-45
- pO2 167, 8 mmHg 75-100
- HCO3 14, 7 mmol/L 21-25
- Total CO2 15, 2 mmol/L 21-27
- Bace Excess -4,6 mmol/L -2,5-+2,5
- Standard HCO3 20, 6 mmol/L 22-24
- Saturasi O2 99, 7 % 95-98
Ureum Darah 65 mg/dL <50
Protein
- Protein Total 4,4 g/dL 6,4-8,7
- Albumin 1,55 g/dL 3,5-5,2
- Globulin 2,85 g/dL 1,8-3,9
- Albumin- 0,5 1
Globulin
SGPT 23 U/L < 33
SGOT 61 U/L < 27
Mg Darah 1,6 mg/dL 1,7-2,55
Fosfat Inorganik 6 mg/dL 2,7-4,5
Elektrolit
- Natrium 119 mEq/L 132-147
- Kalium 4, 22 mEq/L 3,3-5,4
- Clorida 86, 5 mEq/L 94-111
Kreatinin 1, 7 mg/dL 0,6-1,2
Anti ds- DNA 217, 3 IU/mL 0-100
ANA Positif Negatif

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


29

Tanggal Jenis Nilai Satuan Nilai


Pemeriksaan normal
Kesan Polinukleoli
speckled: titer
1/320
Anti-RNA
Polimerasi I
Kemungkinan:
scleroderma

Poli speckled
kasar: titer
1/320
Anti-U1-
nRNP ; anti-
SM
Kemungkinan:
MCTD, SLE
20/05/2014 Darah Perifer
Lengkap
Hb 5,1 g/dL 12-15
Ht 15,2 % 36-46
Eritrosit 1,79 106/µL 3,8-4,8
MCV/VER 84,9 fL 80-95
MCH/HER 28,5 pg 27-31
MCHC/KHER 33,6 g/dL 32-36
Trombosit 287 103/µL 150-400
Leukosit 10,48 103/µL 5-10
- Basofil 0,1 % 0,5-1
- Eosinofil 0 % 1-4
- Neutrofil 88,6 % 55-70
- Limfosit 7 % 20-40
- Monosit 4,3 % 2-8
LED 120 mm 0-20
Albumin 1,95 g/dL 3,5-5,2
21/5/2014 Prokalsitonin 0,57 mg/dL < 0,1
Asam laktat 1,7 mmol/L Kapiler : 1-
Darah Perifer 1,8; Plasma:
Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


30

Tanggal Jenis Nilai Satuan Nilai


Pemeriksaan normal
Lengkap 0,9-1,7
Hb 8,4 g/dL 12-15
Ht 24,3 % 36-46
Eritrosit 2,9 106/µL 3,8-4,8
MCV/VER 83,8 fL 80-95
MCH/HER 29 pg 27-31
MCHC/KHER 34,6 g/dL 32-36
Trombosit 265 103/µL 150-400
Leukosit 10,02 103/µL 5-10
- Basofil 0,4 % 0,5-1
- Eosinofil 0 % 1-4
- Neutrofil 81,9 % 55-70
- Limfosit 10 % 20-40
- Monosit 7,7 % 2-8
LED 90 mm 0-20
Analisa Gas
Darah
- pH 7,477 7, 35-7, 45
- pCO2 23,9 mmHg 35-45
- pO2 96,5 mmHg 75-100
- HCO3 17,9 mmol/L 21-25
- Total CO2 18,6 mmol/L 21-27
- Bace Excess -4,1 mmol/L -2,5-+2,5
- Standard HCO3 20,9 mmol/L 22-24
- Saturasi O2 97,2 % 95-98

3. 1. 4 Pemeriksaan diagnostik
Tabel 3.2 Pemeriksaan diagnostik
Tanggal Jenis Pemeriksaan Kesan
25/05/2014 Radiologi Bercak padat di
perihiler parakardial
kedua paru DD
pneumonia suspek efusi
pleura kiri
27/05/2014 Radiologi Bercak padat yang
Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


31

Tanggal Jenis Pemeriksaan Kesan


banyak di lapangan atas
kedua paru suspek TB
paru

Echocardiography Efusi perikard moderate


28/05/2014 Echocardiography Efusi perikard mild,
efusi pleura sinistra

30/05/2014 Radiologi Pneumonia kronik


dengan efusi pleura kiri

3. 1. 5 Daftar terapi medikasi


Daftar terapi medikasi pasien terlampir pada lampiran 2.

3. 2 Analisis Data
Tabel 3.3 Analisis Data
No Data Masalah Keperawatan
1. DS: Bersihan jalan napas
- Pasien mengatakan batuk; batuk tidak efektif
berdahak dan sulit dikeluarkan
- Sputum berwarna putih dan kental
- Pasien merasa sesak
- Sesak berkurang ketika menggunakan
oksigen
- Sesak sedikit mengganggu aktifitas
DO:
- Napas cepat dan dangkal
- RR: 20 kali/menit
- Ada penggunaan otot bantu pernapasan
- Dada simetris
- Terdengar ronkhi pada apeks kiri paru
- Menggunakan NRM 10lpm
- Hasil lab tgl 19/5/2014:
pCO2 17,5 mmHg (35-45)
pO2 167,8 mmHg (75-100)
Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


32

No Data Masalah Keperawatan


Sat O2 99,7% (95-98)
- Hasil lab tgl 21/5/2014:
pCO2 23,9 mmHg (35-45)
pO2 96,5 mmHg (75-100)
Sat O2 97,2% (95-98)

2. DS: Nutrisi kurang dari


- Pasien mengeluh mual kebutuhan tubuh
- Pasien hanya menghabiskan makanan
setengah porsi atau kurang
- Ada penurunan berat badan 18 kg dalam
3 bulan
- Tidak ada muntah
DO:
- Pasien terlihat kurus
- IMT : 15,4 kg/cm2
- Rambut rontok
- Konjungtiva anemis
- Hasil lab tgl 20/5/2014:
Eritrosit 1,79 106/µL (3,8-4,8)
Hb 5,1 g/dL (12-15)
Albumin 1,95 g/dL (3,5-5,2)
- Hasil lab tgl 21/5/2014:
Eritrosit 2,9 106/µL (3,8-4,8)
Hb 8,4 g/dL (12-15)
3. DS: Kelebihan volume cairan
- Pasien mengatakan pernah bengkak di
seluruh tubuh sebelum dirawat di RSCM
- Pasien minum ± 600 cc/hari
- Tidak ada kesulitan dalam BAK
DO:
- Ada edema tungkai, edema derajat +1
- Turgor kulit baik
- CRT < 2 detik
4. DS: Intoleransi aktifitas
- Pasien mengatakantidak dapat berjalan
ke kamar mandi karena sesak
Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


33

No Data Masalah Keperawatan


- Aktifitas harian pasien dibantu oleh
keluarga
- Pasien melakukan segala sesuatu di
tempat tidur
DO:
- Mobilisasi di tempat tidur
- Terpasang DC
- Tidak ada pemakaian alat bantu
- Kekuatan umum lemah
- Kekuatan otot 4444 4444
4444 4444
- Makan dan minum dapat dilakukan
sendiri, mandi dan berganti pakaian
dibantu oleh keluarga
- Dx Medis : CHF gr II-III ec. Susp.
Endokarditis ditandai dengan
peningkatan SGOT : 61 U/L (< 27)
Riwayat sakit jantung

3. 3 Rencana Asuhan Keperawatan dan Implementasi


Rencana asuhan keperawatan yang dibuat oleh mahasiswa untuk mengatasi
masalah keperawatan yang dialami oleh pasien adalah sebagai berikut.
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan, jalan napas paten
dengan kriteria: bunyi napas bersih, tidak ada dispnea, tidak ada
sianosis, dan tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
Intervensi yang dilakukan adalah:
Mandiri:
- Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada
- Auskultasi area paru
- Anjurkan untuk minum air hangat
- Latih melakukan batuk efektif
Kolaborasi :
Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


34

- Berikan pengobatan melalui nebulizer


- Beri obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator,
analgesik

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan pasien tidak mengalami
tanda-tanda malnutrisi dengan kriteria : berat badan meningkat
atau stabil, mual berkurang, nafsu makan meningkat, turgor kulit
baik, nilai laboratorium dalam batas normal.
Intervensi yang dilakukan adalah:
Mandiri :
- Kaji riwayat nutrisi
- Observasi dan catat masukan makanan pasien
- Identifikasi faktor yang membuat mual
- Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering dan makan di antara waktu
makan
- Berikan dan bantu perawatan mulut yang baik: sesudah dan sebelum
makan.
Kolaborasi :
- Pantau pemeriksaan laboratorium : Hb, albumin, protein, kreatinin, dll.

c. Kelebihan volume cairan


Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan volume cairan pasien
stabil dengan kriteria: intake dan output seimbang, bunya napas
bersih, TTV dalam batas normal, derajat edema menurun atau
tidak ada edema
Inervensi yang dilakukan adalah:
Mandiri:
- Pantau pengeluaran urin; catat jumlah dan warna urin setiap 24 jam

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


35

- Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam


- Tinggikan bagian tubuh yang mengalami edema. Lihat permukaan
kulit, pertahankan tetap kering.
- Auskultasi bunyi napas; catat penurunan atau bunyi tambahan seperti
krekels dan wheezing
- Pantau tekanan darah dan CVP (bila ada)
- Catat peningkatan letargi, hipotensi, dank ram otot
Kolaborasi:
- Berikan obat sesuai indikasi
• Diuretik, seperti furosemid
• Tiazid dengan agen pelawan kaliun seperti spironolakton
• Tambahan kalium
- Pertahankan cairan/ pembatasan natrium sesuai indikasi

d. Intoleransi aktifitas
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan toleransi pasien
terhadap aktifitas meningkat dengan kriteria: ada peningkatan
kekuatan otot, tidak ada dispnea setelah beraktifitas, TTV dalam
batas normal, ADL dilakukan secara mandiri.
Intervensi yang dilakukan adalah:
- Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas. Catat adanya dispnea,
peningkatan kelemahan/ kelelahan, dan perubahan TTV selama dan
setelah aktifitas.
- Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase
akut sesuai indikasi
- Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan tidur
- Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan
- Buat jadwal aktifitas harian yang ingin dilakukan setiap harinya sesuai
dengan toleransi aktifitas pasien

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


36

- Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas harian yang dapat


dilakukan secara mandiri
- Motivasi keluarga untuk membantu peningkatan aktifitas pasien secara
bertahap
Rencana asuhan keperawatan yang lengkap bisa dilihat di lampiran 4 dan
implementasi keperawatan bisa dilihat di lampiran 4.

3. 4 Evaluasi Keperawatan
Hasil dari tindakan keperawatan yang sudah dilakukan sesuai dengan masalah
keperawatan ialah sebagai berikut.
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
Pada hari pertama perawatan, pasien mengatakan batuk masih dirasakan
dan produksi sputum banyak, berwarna putih, kental, namun sulit
dikeluarkan. Hal ini membuat pasien merasa capek ketika batuk karena
harus batuk berulang-ulang sampai akhirnya dapat mengeluarkan dahak.
Pasien dianjurkan untuk minum air hangat untuk membantu
mengencerkan dahak. Pada hari kedua perawatan, pasien diajarkan untuk
melakukan batuk efektif. Setelah diajarkan batuk efektif, pasien merasa
kebih ringan ketika batuk dan dapat mengeluarkan dahak lebih banyak.
Pada hari perawatan ketiga, batuk sudah semakin berkurang dan suara
ronkhi pun berkurang. Pada hari perawatan keempat, batuk semakin
berkurang lagi dan sudah tidak ada ketika hari perawatan kelima.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Hari pertama perawatan, pasien mengatakan mual dan tidak nafsu makan.
Porsi makan yang dihabiskan hanya setengah porsi atau kurang. Namun
asupan minum baik. Pemantauan hasil lab tanggal 20/5/2014: eritrosit
1,79 106/µL (3,8-4,8), Hb 5,1 g/dL (12-15), albumin 1,95 g/dL (3,5-5,2).
Pasien dianjurkan untuk makan sedikit tapi sering dan menambah makan

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


37

makanan ringan di sela waktu makan. Pada hari kedua perawatan pasien
mengatakan nafsu makan sudah meningkat dan porsi makanan yang
dihabiskan juga lebih banyak. Pasien dianjurkan untuk melakukan
perawatan mulut pada hari perawatan kedua. Pemantauan hasil lab pada
hari perawatan kedua (21/5/2014) adalah eritrosit 2,9 106/µL (3,8-4,8) dan
Hb 8,4 g/dL (12-15). Pada hari perawatan ketiga nafsu makan sudah
semakin baik dan tidak ada mual. Pasien lebih banyak makan. Berat badan
pasien pada hari perawatan kelima naik 1 kg yaitu 38 kg.

c. Kelebihan volume cairan


Pasien mengatakan tangan dan kakinya mulai bengkak sejak sebelum
masuk rumah sakit. Karena bengkak, pasien sulit menggerakkan tangan
dan kakinya. Hari perawatan pertama, pasien dianjurkan untuk
meninggikan posisi kaki dan tangan dengan mengganjalnya menggunakan
bantal. Cairan infus mendapat NaCL 0.9% 500 per 8 jam. Pengukuran
intake ouput yang didapatkan pada hari perawatan pertama dalam 12 jam
pertama adalah intake oral 750 cc dan infuse sebanyak 750 cc. Output
menunjukkan 750 cc sehingga balans cairan positif. Hari perawatan kedua,
edema tungkai masih ada, derajat edema sama. Produksi urin banyak dan
jernih. Produksi urin dalam 12 jam pertama adalah 1000 cc. Cairan yang
masuk adalah 750 cc per oral, 750 cc per IV. Balans cairan positif. Pada
hari perawatan keempat dan kelima cairan IV dikurangi menjadi NaCl
0,9% 500 cc per 24 jam. Balans masih menunjukkan nilai positif dan
edema derajat 1 masih ada pada kaki dan tangan pasien.

d. Intoleransi aktifitas
Hari pertama masuk RS pasien mengeluh sesak dan tidak dapat turun dari
tempat tidur sehingga semua kegiatan pasien dilakukan di tempat tidur.
Pada hari perawatan kedua, pasien dibantu untuk melakukan perawatan

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


38

rambut di tempat tidur dan belajar duduk di kursi. Tanda-tanda vital


setelah melakukan kegiatan stabil, pasien tidak mengeluh sesak. Hari
perawatan kedua, pasien lebih sering duduk di tempat tidur namun masih
belum dapat berjalan ke kamar mandi. Hari perawatan keempat dan
kelima, pasien dapat duduk lebih lama di kursi maupun di tempat tidur
dan juga berdiri di samping tempat tidur dengan tidak ada peningkatan
tanda-tanda vital. Pasien dapat makan sendiri dan menyisir rambut sendiri
meski mandi dan berpakaian masih dibantu oleh keluarga.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


BAB 4
ANALISIS SITUASI

Bab ini membahas analisis situasi yang meliputi profil lahan praktik, analisis kasus
terkait keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan, analisis kasus, analisis
intervensi dengan konsep dan penelitian terkait, dan alternative pemecahan yang
dapat dilakukan.

4. 1 Profil Lahan Praktik


RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo merupakan rumah sakit pusat rujukan
nasional di mana Gedung A lantai 7 merupakan ruang rawat penyakit dalam
yang terbagi menjadi zona A untuk laki-laki dewasa dan zona B untuk
perempuan dewasa. Penulis melakukan praktik asuhan keperawatan pada
ruang perawatan penyakit dalam zona B. Ruang rawat kelas III ini terdiri dari
10 ruangan dengan total bed adalah 56 bed. Berdasarkan catatan
kepegawaian di ruang penyakit dalam tersebut, diperoleh data bahwa
pegawai di ruangan ini terdiri dari perawat, pegawai TU, dan pekarya.
Ruangan ini dipimpin oleh seorang kepala ruangan berlatar pendidikan S1.
Total perawat yang bekerja ada 43 orang dengan berlatar pendidikan SPK 6
orang, D3 33 orang, S1 2 orang, Ners 2 orang. Selain perawat, terdapat juga
pegawai TU berjumlah 2 orang dan pekarya 10 orang.

Ruangan penyakit dalam Lt 7 RSCM menggunakan Model Praktik


Keperawatan Profesional (MPKP) sebagai model keperawatan dalam
mengelola pasien. Pelaksanaan setiap harinya kepala ruangan selalu
menuliskan penanggung jawab setiap kamar pada tiap shiftnya. Setiap pasien
dalam satu ruangan dipegang oleh satu perawat pelaksana di setiap shift nya
dan seorang perawat primer di setiap shift pagi.

Kejadian pneumonia di ruang rawat penyakit dalam RSCM ini merupakan


kejadian yang sering ditemukan di ruang rawat tersebut selama enam bulan
39 Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


40

terakhir. Angka kejadian kasus ini mencapai 121 kasus dari 992 kasus yang
terjadi. Kasus lainnya yang sering terjadi adalah gagal ginjal kronik, diabetes
mellitus, dan tuberculosis paru.

Masalah keperawatan yang sering dialami oleh pasien dengan pneumonia


adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas. Tindakan keperawatan yang
sering diberikan adalah mengobservasi tanda-tanda vital, evaluasi
pernapasan, dan kolaborasi pemberian terapi inhalasi. Tindakan keperawatan
lain yang dapat dilakukan pada pasien dengan masalah ini adalah postural
drainase dan mengajarkan batuk efektif. Berdasarkan hasil observasi penulis,
tindakan keperawatan ini jarang diberikan kepada pasien dengan masalah
bersihan jalan napas. Untuk itu, penulis mengaplikasikan tindakan edukasi
mengenai batuk efektif pada pasien dengan pneumonia di ruang rawat
penyakit dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

4. 2 Analisis Kasus terkait Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan


Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan merupakan bagian dari
bidang keperawatan yang secara khusus mengatasi masalah kesehatan di
lingkungan masyarakat kota. Konsep keperawatan ini tidak hanya dapat
dilakukan di komunitas masyarakat kota, tetapi juga pada lahan prakktik
klinik dengan mengambil kasus-kasus yang sering terjadi di lingkungan
perkotaan. Asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien mengacu pada
faktor risiko yang memungkinkan terjadinya peningkatan angka kejadian
kasus di lingkungan masyarakat kota. Oleh karena itu pengkajian yang
komprehensif mengenai gaya hidup dan lingkungan pasien yang berdampak
pada kesehatan perlu dilakukan.

Masalah pada sistem pernapasan merupakan masalah kesehatan yang mudah


terjadi di lingkungan perkotaan. Udara yang tidak bersih lagi yang ada di

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


41

lingkungan kota dapat menjadi sarana penyebaran penyakit. Salah satu


penyakit yang banyak terjadi pada daerah perkotaan adalah pneumonia.
Pneumonia tidak hanya dapat menyerang masyarakat dewasa, tetapi juga
anak-anak. Lingkungan kumuh dan tidak terjaga kebersihannya pun dapat
menjadi tempat hidup bakteri, virus, maupun jamur yang dapat
mengakibatkan pneumonia. Bahkan, asap yang dihasilkan oleh dapur
penduduk pun dapat menjadi penghantar penyebaran penyakit ini. Apabila
agen penyebab pneumonia ini terhirup oleh individu dengan penurunan
sistem imunitas tubuh, maka agen penyebab pneumonia tersebut dapat
dengan mudah menginfeksi individu.

Gaya hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok dan mengkonsumsi
alkohol pun menjadi faktor risiko pneumonia. Kedua hal tersebut, rokok dan
alkohol, merupakan barang yang tidak sulit ditemukan di daerah perkotaan.
Budaya makan makanan yang tidak seimbang pun merupakan ciri khas
masyarakat kota. Makanan yang tidak seimbang membuat tubuh kekurangan
nutrisi yang seharusnya didapatkan. Hal ini juga dapat mempengaruhi daya
tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Oleh sebab banyaknya faktor risiko
yang dapat mengakibatkan pneumonia, kerentanan masyarakat kota terhadap
penyakit tersebut menjadi sangat tinggi.

Data dari Riskesdas pada tahun 2013 menunjukkan peningkatan terjadinya


prevalensi penyakit pneumonia yaitu dari 2,3% di tahun 2007 menjadi 4,5%
pada tahun 2013. Selain itu, angka insidensi yang besar pun terjadi pada
rumah sakit pusat rujukan nasional, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Dalam bulan Januari-Juni 2014 sudah tercatat 122 kasus pneumonia yang
dirawat di ruang perawatan penyakit dalam. Oleh karena tingginya angka
kejadian pneumonia ini, peran perawat menjadi sangat penting dalam
mengadakan promosi dan pemeliharaan kesehatan terkait pneumonia.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


42

Promosi dan pemeliharaan kesehatan ini bertujuan untuk meningkatkan


pengetahuan masyarakat khususnya mengenai pneumonia supaya dapat
mencegah terjadinya pneumonia dan mengatasi tanda dan gejala yang timbul
akibat penyakit pneumonia.

4. 3 Analisis Kasus
Pneumonia dengan mudah menyerang masyarakat perkotaan. Faktor risiko
terjadinya pneumonia dapat berasal dari berbagai macam sumber. Faktor
risiko ini dapat berasal dari dalam diri individu maupun dari luar. Adanya
faktor risiko inilah yang dapat membuat individu dewasa terjangkit
pneumonia.

Penurunan sistem imunitas tubuh pada pasien menjadi faktor predisposisi


yang menyebabkan infeksi pneumonia cepat menyerang. Infeksi yang
dilakukan oleh bakteri tidak dapat dilawan oleh tubuh karena lemahnya
sistem pertahanan tubuh. Oleh karena itu bakteri dapat dengan bebas hidup
dalam tubuh individu. Individu yang mengalami penurunan sistem
pertahanan tubuh harus mendapat pengawasan agar infeksi yang diderita
tidak menyebar. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 oleh Schnell et
al di Paris mengenai pneumonia pada pasien dengan immunocompromised
didapatkan data bahwa dari 100 responden dengan immunocompromised,
lebih dari 50% mengalami pneumonia dan sisanya mengalami infeksi saluran
napas atas. Seiring berjalannya penyakit, 10 responden yang mengalami
pneumonia meninggal dunia.

Penyebab terjadinya pneumonia pada orang dewasa dapat diakibatkan oleh


beberapa faktor. Selain dipengaruhi oleh kebiasaan merokok dan minum
alkohol, pneumonia juga dapat menyerang individu yang mengalami
malnutrisi (Badash, 2011). Berdasarkan kategori IMT, pasien tergolong

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


43

kurus. Pasien juga termasuk orang yang sering melewatkan waktu makan.
Kebiasaan seperti ini dapat membuat tubuh kekurangan asupan nutrisi yang
seharusnya didapatkan dalam satu hari. Jika hal ini berlangsung dalam jangka
waktu yang lama, fungsi pertahanan tubuh pun akan terganggu. WHO pada
tahun 1968 mnerbitkan WHO Monograph on Nutrition-infection Interactions
yang merupakan hasil kerjasama Nevin S. Scrimshaw, Carl Taylor, dan John
Gordon mengemukakan bahwa kaitan antara malagizi dan infeksi adalah
sinergistis. Artinya, malagizi memperparah penyakit infeksi, demikian juga
halnya infeksi memperburuk malagizi (Scrimshaw et al., 1968 dalam
Siagian, 2006). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rakhmawati pada tahun 2008 menunjukkan adanya hubungan antara status
gizi dengan kejadian tuberkulosa pada anak (p value = 0,005). Dari
penelitian tersebut menyatakan bahwa 82,4% anak yang mengalami
tuberkulosa berstatus gizi kurang, sedangkan 60,4% kelompok kontrolnya
(yang tidak menderita tuberkulosa) memiliki status gizi baik.

Penurunan imunitas tubuh pada pasien juga dapat dipengaruhi oleh kebiasaan
pasien yang tidak suka makan sayur. Sayur mengandung mikronutrien yang
dibutuhkan tubuh untuk proses pembentukuan sistem imun. Vitamin dan
mineral merupakan contoh mikronutrien yang berperan dalam proses
pembentukan imunitas tubuh. Sebagai contohnya adalah vitamin A, E, dan C
memiliki peran dalam pembentukan imunitas tubuh. Vitamin A sangat
penting untuk memelihara integritas epitel, termasuk epitel usus. Hal ini
berkaitan dengan hambatan fisik terhadap patogen dan imunitas mukosal.
Vitamin E dapat menurunkan produksi faktor penekan imunitas
(immunosuppressive factors) seperti prostaglandin E2 dan hidrogen
peroksida dengan mengaktifkan makrofag. Vitamin C berakumulasi (dengan
konsentrasi milimol/l) dalam neutrofil, limposit, dan monosit yang
mengindikasikan bahwa vitamin C berperan penting pada fungsi imunitas

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


44

(Siagian, 2006). Sebuah penelitian yang sejalan dengan hal tersebut adalah
penelitian efek suplementasi vitamin E pada orang dewasa Amerika, pada
tahun 1990, memperoleh efek perangsangan pada variabel yang berkaitan
dengan kepekaan imunitas T-cell-dependent 4,5 minggu setelah pemberian
vitamin E sebanyak 800 mg (Meydani, 1990 dalam Siagian, 2006).

Penyebab terjadinya pneumonia tidak hanya disebabkan oleh kondisi


kesehatan seseorang, namun juga kondisi lingkungan sekitar orang tersebut.
Pasien sehari-hari bekerja di kawasan kota Jakarta dan selalu terpapar oleh
udara kota Jakarta. Sarana transportasi umum yang setiap hari digunakan
oleh pasien untuk pergi ke tempat kerja juga memungkinkan pasien untuk
terpapar oleh polusi dari kendaraan bermotor setiap hari. Hasil studi yang
dilakukan oleh Ditjen PPM & PL, tahun 1999 pada pusat keramaian di 3 kota
besar di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta dan Semarang menunjukkan
gambaran sebagai berikut : kadar debu (SPM) 280 ug/m3, kadar SO2 sebesar
0,76 ppm, dan kadar NOx sebesar 0,50 ppm, dimana angka tersebut telah
melebihi nilai ambang batas/standar kualitas udara. Sumber pencemaran
udara dapat pula berasal dari aktifitas rumah tangga dari dapur yang berupa
asap, Menurut beberapa penelitian pencemaran udara yang bersumber dari
dapur telah memberikan kontribusi yang besar terhadap penyakit ISPA
(Depkes RI, 2008). Pneumonia dapat terjadi akibat udara dan lingkungan
yang tidak sehat. Hal ini dikarenakan udara yang tidak sehat mengandung
bakteri, virus, jamur atau parasit sebagai pemicu timbulnya pneumonia.

Masalah keperawatan utama yang dialami oleh pasien adalah bersihan jalan
napas tidak efektif. Produksi sekret cenderung berlebih sehingga dapat
menutup jalan napas. Oleh sebab itu, fungsi pernapasan pun tidak berjalan
dengan baik. Adanya penumpukan sekret membuat jalan napas cenderung
menyempit sehingga udara yang masuk ke dalam tubuh pun sedikit. Pasien
yang mengalami masalah bersihan jalan napas tidak efektif akan juga
Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


45

mengalami batuk sebagai usaha membersihkan jalan napas dari produksi


sekret yang berlebih. Batuk merupakan suatu mekanisme normal pada
manusia untuk membersihkan jalan napas dari benda-benda asing yang
seharusnya tidak berada pada jalan napas sehingga jalan napas dapat kembali
paten.

Proses penyakit yang diakibatkan oleh infeksi pneumonia tidak hanya


menyebabkan masalah bersihan jalan napas, namun juga dapat mengganggu
status nutrisi seseorang. Proses penyakit yang ditimbulkan oleh agen
penyebab pneumonia membuat penderita pneumonia kehilangan napsu
makan dan merasa mual sehingga intake nutrisi pun berkurang. Pasien juga
mengalami hal serupa. Setiap kali makan hanya menghabiskan setengah dari
porsi makan seharusnya. Pasien mengatakan dirinya merasa mual dan tidak
nafsu makan.

Intoleransi aktifitas juga dialami oleh pasien. Sesak yang bertambah apabila
melakukan aktifitas yang cenderung berat mengakibatkan pasien harus bed
rest untuk memulihkan kondisinya. Pengawasan terhadap tanda-tanda vital
secara teliti dilakukan untuk memonitor pasien terhadap peningkatan
toleransi pasien terhadap aktifitas.

4. 4 Analisis Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait


Masalah keperawatan utama yang dialami pasien adalah bersihan jalan napas
tidak efektif. Masalah ini telah terjadi pada pasien dari hari pertama pasien
dirawat di rumah sakit. Akibat penumpukan sekret yang ada di jalan napas
pasien, pasien menjadi sering batuk dan hal ini mengganggu proses
pernapasan pasien. Pasien pun mengatakan dahak sulit dikeluarkan. Apabila
dapat dikeluarkan, dahak cenderung sedikit dan kental berwarna putih. Hal
ini membuat tenggorokannya menjadi terasa gatal.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


46

Proses infeksi yang menimbulkan reaksi peradangan ini menghasilkan cairan


edema yang mengandung eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit
membuat paru menjadi tidak lagi berisi udara namun cairan yang kental dan
cenderung berwarna merah. Akibat hal ini adalah suara paru ronkhi dapat
terdengar pada lapang paru yang terinfeksi (Muttaqin, 2008). Penumpukkan
cairan kental yang berlebihan ini harus dikeluarkan supaya tidak
mengganggu proses pertukaran oksigen yang diperlukan tubuh dalam proses
metabolisme. Pasien yang mengalami kesulitan untuk mengeluarkan dahak
dapat dibantu untuk mengeluarkan dahak. Salah satu caranya adalah dengan
mengajarkan teknik batuk efektif yang dapat membantu pengeluaran dahak.

Sebuah penelitian pernah dilakukan di Jepang untuk membuktikan


keefektifan batuk efektif dalam pengeluaran sekret yang menempel pada
jalan napas. Penelitian tersebut dilakukan oleh Hajime et. al pada tahun 2005
menyatakan bahwa batuk efektif signifikan dalam meningkatkan bersihan
jalan napas. Penelitian ini menggunakan desain penelitian Randomized
Control Trial (RCT) dengan jumlah sampel sebanyak 74 orang sebagai
kelompok penelitian dan 76 orang sebagai kelompok kontrol. Pada kelompok
penelitian dilakukan latihan batuk efektif dan pada kelompok kontrol
dilakukan latihan otot-otot pernapasan terlebih dahulu sebelum diajarkan
batuk efektif. Hasil yang diperoleh adalah kedua metode signifikan dalam
meningkatkan jumlah pengeluaran sekret dengan nilai p value 0,01. Oleh
karena itu, penelitian tersebut menganjurkan untuk pasien yang memiliki
masalah bersihan jalan napas untuk melakukan latihan otot-otot pernapasan
secara rutin yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot-otot
pernapasan. Kekuatan otot pernapasan yang meningkat ini mempengaruhi
tekanan ekspirasi pernapasan sehingga dapat meningkatkan usaha batuk.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


47

Penelitian lain yang dilakukan oleh Strickland et. al tahun 2013 menyatakan
bahwa usaha peningkatan bersihan jalan napas akan meningkatkan
oksigenasi, menurunkan lama waktu perawatan, mengatasi
atelektasis/konsolidasi paru, dan meningkatkan pernapasan mekanik.
Penelitian ini juga merekomendasikan bagi pasien dengan gangguan bersih
jalan napas yang memiliki kelemahan untuk batuk secara manual ataupun
dibantu secara mekanik. Pembersihan jalan napas ini sangat penting bagi
pasien pneumonia karena retensi sekret yang tidak dikeluarkan dalam waktu
yang lama dapat menghambat pernapasan yang dapat berujung kepada
kematian.

Di samping kedua penelitian tersebut, terdapat pula penelitian yang tidak


sejalan dengan hasil dari kedua penelitian tersebut. Penelitian yang dilakukan
oleh Elkins et. al pada tahun 2005 menyatakan bahwa batuk efektif tidak
signifikan dalam mengatasi bersihan jalan napas. Sedikitnya produksi sekret
setelah dibatukkan dan tidak berkurangnya gejala yang ditimbulkan oleh
produksi sekret berlebih menunjukkan bahwa teknik ini tidak signifikan
digunakan pada pasien dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif.

Pasien mengalami gangguan bersihan jalan napas dari hari pertama


perawatan. Kesulitan mengeluarkan dahak yang dialami oleh pasien
membuat pasien terganggu dan tidak nyaman karena harus berkali-kali batuk.
Tindakan batuk efektif diajarkan kepada pasien dan dievaluasi selama tiga
hari perawatan. Setelah batuk efektif diajarkan, pasien mengatakan
pernapasan jauh lebih lega dan dahak yang dapat dikeluarkan banyak.
Sebelum batuk efektif dilakukan, pasien minum air hangat untuk membantu
mengencerkan dahak. Setelah tiga hari perawatan, pasien mengatakan sudah
tidak batuk lagi dan suara ronkhi pada paru mulai menghilang.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


48

4. 5 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan


Masalah keperawatan utama yang dialami oleh pasien adalah bersihan jalan
napas tidak efektif. Batuk efektif telah diajarkan kepada pasien dan telah
pasien lakukan selama tiga hari perawatan. Keefektifan intervensi ini telah
dibuktikkan dengan berkurangnya batuk pada pasien selama tiga hari
perawatan. Namun, penulis menyadari bahwa evaluasi dari intervensi ini
belum dapat dilakukan secara objektif. Evaluasi produksi sputum dan
subjektif dari pasien sendiri dirasa kurang untuk menyatakan intervensi ini
benar efektif untuk mengatasi masalah bersihan jalan napas.

Intervensi batuk efektif ini pun tidak berjalan sendiri. Sebagai tenaga
kesehatan, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain pun dilakukan.
Pemberian obat untuk mengatasi batuk pun diberikan pada pasien ini
sehingga dapat meningkatkan kesembuhan pasien dari masalah bersihan
jalan napas tidak efektif tersebut.

Batuk efektif bukanlah satu-satunya cara dalam mengatasi bersihan jalan


napas. Batuk efektif dapat dikombinasikan dengan intervensi lain yang dapat
juga meningkatkan pengeluaran sekret dari jalan napas. Intervensi lain yang
dapat dilakukan adalah fisioterapi dada dengan postural drainase. Postural
drainase bertujuan untuk memindahkan sekret yang berada di jalan napas
yang sempit ke jalan napas yang lebih lebar sehingga dapat lebih mudah
untuk dikeluarkan. Postural drainase ini dapat dilakukan sebelum mengawali
pemberian fisioterapi dada. Fisioterapi dada terdari dari perkusi dan vibrasi
pada daerah yang mengalami penumpukan sekret. Fisioterapi dada ini
dimaksudkan untuk mengencerkan sekret dan mencegah obstruksi jalan
napas akibat penumpukan sekret (Walsh, 2008). Fisioterapi dada dapat
diberikan pada pasien dengan penumpukan produksi sekret. Namun,

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


49

fisioterapi dada tidak dianjurkan untuk penderita pneumonia tanpa


komplikasi (Strickland, 2013).

Masalah bersihan jalan napas ini merupakan masalah yang sering dialami
pada pasien yang mengalami infeksi paru. Namun, pelaksanaan intervensi
unuk mengatasi masalah bersihan jalan napas sering diabaikan oleh perawat
ruangan. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran untuk meningkatkan
intervensi mandiri yang dapat dilakukan oleh perawat untuk mengatasi
masalah bersihan jalan napas yang dialami oleh pasien. Diharapkan setelah
adanya contoh sederhana ini perawat ruangan bersedia untuk melanjutkan
intervensi batuk efektif maupun postural drainase pada pasien pneumonia
dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat
perkotaan pada pasien pneumonia di ruang penyakit dalam gedung A lantai 4
zona B RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah sebagai berikut.
a. Pneumonia merupakan masalah kesehatan yang banyak terjadi pada
masyarakat perkotaan. Penyakit ini menginfeksi sistem pernapasan yang
memiliki angka kejadian yang terus meningkat setiap tahunnya.
b. Pneumonia disebabkan oleh beberapa hal yang banyak terjadi di kota
besar, seperti penyakit paru kronik, gagal jantung kongestif, diabetes, dan
kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Faktor predisposisi lain yang menjadi
penyebab pneumonia yang banyak terdapat di masyarakat perkotaan
adalah tinggal di lingkungan yang padat, kebiasaan merokok, penurunan
sistem imunitas tubuh, dan malnutrisi.
c. Pasien dengan pneumonia biasanya mengalami gangguan bersihan jalan
napas. Oleh karena itu, usaha pembersihan jalan napas harus dilakukan
untuk menjaga kepatenan jalan napas. Identifikasi mengenai produksi
sekret berlebih dan kemampuan mengeluarkan sekret perlu dilakukan
sebelum memberikan intervensi keperawatan untuk mengatasi bersihan
jalan napas tidak efektif.
d. Penulis mengajarkan batuk efektif pada pasien sebagai usaha mandiri
untuk mengeluarkan sekret yang menumpuk pada jalan napas. Tujuan
dilakukannya batuk efektif ini adalah mencegah obstruksi jalan napas
akibat retensi sekret pada saluran pernapasan.
e. Beberapa penelitian menyatakan bahwa batuk efektif signifikan dalam
mengatasi masalah bersihan jalan napas tidak efektif. Hal ini juga terbukti
pada pasien kelolaan penulis.

50 Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


51

5.2 Saran
Berdasarkan keterbatasan dalam penulisan dan pembahasan hasil analisis ini,
maka penulis memberikan beberapa rekomendasi kepada penulis selanjutnya
dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien pneumonia dengan
masalah bersihan jalan napas tidak efektif.
a. Penulis selanjutnya dapat membuat metode evaluasi yang dapat lebih
mengukur keefektifan intervensi yang diberikan. Selain itu, pendampingan
yang optimal kepada pasien perlu dilakukan ketika pasien melakukan
intervensi keperawatan yang diajarkan sehingga eveluasi yang diberikan
bukan hanya sekedar subjektif melainkan hasil observasi secara objektif.
Penulis selanjutnya juga dapat melakukan intervensi keperawatan ini
kepada pasien lainnya yang memiliki masalah serupa sebagai bahan
perbandingan dalam menganalisis keefektifan intervensi. Penelusuran
jurnal terbaru pun perlu dilakukan untuk memberi informasi yang lebih
luas kepada pembaca.
b. Perawat ruangan sebaiknya melakukan intervensi ini dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah bersihan jalan napas
tidak efektif. Tidak hanya itu saja, perawat juga harus dapat memberikan
pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai masalah kesehatan yang
sedang dialaminya sehingga ada kesinambungan antara intervensi yang
diajarkan dan tingkat pengetahuan pasien terhadap masalah kesehatan
yang sedang dialaminya. Dengan begitu, diharapkan motivasi pasien
dalam melakukan intervensi ini secara mandiri dapat meningkat.
c. Institusi pendidikan keperawatan dapat memberikan pengetahuan yang
lebih luas kepada mahasiswa mengenai infeksi saluran pernapasan
khususnya pneumonia beserta asuhan keperawatan yang dapat dilakukan
secara nyata pada pasien dengan masalah bersihan jalan napas tidak
efektif. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


52

dalam merawat pasien dengan pneumonia apabila telah berada di lahan


praktik klinik.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


DAFTAR PUSTAKA

AMN Healthcare Education Service. Pneumonia: Emerging Trends in Diagnosis and


Care. 2012.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Repiblik
Indonesia. Riset Kesehatan Dasar. 2007.

. Riset Kesehatan Dasar. 2013.


Badash, M. (2011). Pneumonia. EBSCO Publishing.
Carbon, Claude. (2001). Optimal Treatment Strategies for Community-Acquired
Pneumonia: High-Risk Patients (Geriatric and With Comorbidity).
Chemotherapy, 47, 19-25.
Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. edisi 3. Jakarta :
EGC.
Dunn, L. (2005). Pneumonia: Classification, diagnosis and nursing management.
Nursing Standard, 19 (42), 50-4.
Eigisti, Diane G., McGuire, Sandra L., dan Stone, Susan C. (1998). Comprehensive
Community Health Nursing. USA: Mosby
Elkins, M.R., Lane, T., Goldberg, H., Pagiluso, J., Garske, L. A., Hector, E., et. al.
(2005). Effect of airway clearance techniques on the efficacy of sputum
induction procedure. European Respiratory Journal, 26, 5. 904-908.
Hajime, K., Takumi, Y., Madoka, T., Yayoi, I., Moi, Y., dan Masahiko, K. (2006).
Effectiveness of cough exercise and expiratory muscle training: a meta-
analysis. J. Phys. Ther. Sci, 18, 5-10.
Hudgson, B., dan Kizior, R. (2008). Saunders Nursing Drug Handbook. Philadelphia:
Elsevier
Kementerian Kesehatan RI. (2012). Pneumonia balita. Buletin Jendela Epidemiologi,
3, 1-36.

53 Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


54

McEwen, Melanie dan Nies, Mary A. (2007). Community/Public Health Nursing:


Promoting the Health of Populations. Canada: Elsevier Saunders.
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, Y. A. (2011). Batuk Efektif dalam Pengeluaran Dahak pada Pasien dengan
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas di Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah
Sakit Baptis Kediri. Jurnal STIKES RS. Baptis Kediri, 4, 2, 135-142.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. 2003.
www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-pneumoniakom/pnkomuniti.pdf
Pramudianto, A., & Ebaria. (2013). MIMS Indonesia: Petunjuk Konsultasi edisi 12.
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
Reechaipichitkul, W., Lulitanond, V., Sawanyawisuth, K., Lulitanond, A., &
Limpawattana, P. (2005). Etiologies and treatment outcomes for out-patients
with community-acquired pneumonia (CAP) at Srinagarind Hospital, Khon
Kaen, Thailand. Southeast Asian Journal Tropic Medical Public Health, 36,
5, 1261-1267.
Schnell, D., Mayaux, J., Bazelaire, C., Legoff, J., et al. (2010). Risk Factor for
Pneumonia in Immunocompromised Patients with Influenza. Respiratory
Medicine Journal, 104, 1050-1056.
Siagian, Albiner. (2006). Gizi, Imunitas, dan Penyakit Infeksi , 188-194.
Sirait, A.M., Pradono, Y., Toruan, I. (2002). Perilaku merokok di Indonesia. Buletin
Penelitian Kesehatan, 50, 3, 139-152.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community & Public Health Nursing.
Philadelphia: Mosby.

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


55

Strickland, S., Rubin, B., Drescher, G., Haas, C., O’Malley, C., Volsko, T., et al.
(2013). AARC clinical practice guideline: effectiveness of nonpharmacologic
airway clearance therapies in hospitalized patients. Respiratory Care, 58, 12,
2187-2193.
Sudoyo, Aru; Setiyohadi, Bambang; Alwi, Idris; Simardibrata, Marcelius; Setiati,
Siti. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI
Walsh, Brian. Airway Clearance and hyperinflation Therapy, 32 halaman. (2008).

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


53 Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014


57
Lampiran 2

DAFTAR TERAPI MEDIKASI

Nama Obat Dosis Waktu Rute Indikasi Efek Samping Tindakan Keperawatan
(Pramudianto & (Pramudianto & (Hodgson & Kizior, 2008)
Ebaria, 2013) Ebaria, 2013)
Meropenem 1 gr 3x1 IV Terapi empirik Mual, muntah, nyeri - Monitor aktifitas bowel/
untuk dugaan abdomen, diare, konsistensi feses
infeksi reaksi lokal pada area - Monitor adanya mual,
injeksi muntah.
- Evaluasi inflamasi pada
area pemasangan IV line.
- Kaji ruam pada kulit.
- Evaluasi status hidrasi
- Monitor intake dan ouput
- Observasi kejang dan
status kesadaran
Inpepsa 1 4x1 PO Tukak duodenum, Konstipasi, mulut - Monitor adanya konstipasi
sendok tukak lalmbung, kering - Monitor aktifitas bowel
gastritis kronik dan konsistensi feses

Fluimucyl 1 tab 3x1 PO Infeksi saluran Bronkospasme, - Monitor peningkatan


napas atas dengan gangguan GI, sakit sekresi dan bronkospasme
sekresi mukus kepala, menggigil, - Monitor fungsi pernapasan
demam, hemoptisis - Monitor adanya mual dan
berlebihan,
muntah
emfisema,
bronkiektasis,

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
58

Nama Obat Dosis Waktu Rute Indikasi Efek Samping Tindakan Keperawatan
(Pramudianto & (Pramudianto & (Hodgson & Kizior, 2008)
Ebaria, 2013) Ebaria, 2013)
profilaksis dan
terapi komplikasi
bronko pulmonal
dengan
mukostasis
Combivent 1 4x1 inhalasi Bronkospasme Sakit kepala, pusing, - Monitor frekuensi,
yang gelisah, mual, mulut kedalaman, dan ritme
berhubungan kering, muntah, otot pernapasan
lemah, komplikasi - Kaji suara napas
dengan PPOK
pada mata - Observasi adanya sianosis,
tremor, dan retraksi dada
- Monitor hasil AGD
Pulmicort 1 2x1 inhalasi Asma bronkial Iritasi ringan pada - Monitor berkurangnya
tenggorokan, iritasi gejala
lidah dan mulut,
batuk, mulut kering,
kandidiasis oral
Cavit D3 1 tab 3x1 PO Suplemen Ca - -
Ozid 40 mg 2x40 IV Tukak lambung, Ruam kulit, pruritus, - Evaluasi gejala-gejala
refluks esofagitis mulut kering, mual, yang timbul pada area
erosif ulserasif, sakit kepala, diare, gastrointestinal
konstipasi, kembung - Monitor adanya
perdarahan GI
ketidaknyamanan, mual,
atau munculnya diare

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
59

Nama Obat Dosis Waktu Rute Indikasi Efek Samping Tindakan Keperawatan
(Pramudianto & (Pramudianto & (Hodgson & Kizior, 2008)
Ebaria, 2013) Ebaria, 2013)
Metil 60 mg 1x60 IV SLE, karditis Retensi cairan tubuh, - Monitor intake-output
prednisolone reumatik akut, alkalosis - Kaji adanya edema
dermatitis kontak hipokalemik, gagal - Monitor aktifitas bowel/
jantung kongestif, konsistensi feses
dan alergi,
distensi abdomen, - Monitor hasil
dermatitis eritema pada wajah, laboratorium. Laporkan
eksfoliatif, keringat berlebihan, jika terjadi hipokalemia
konjungtivitis peningkatan tekanan - Monitor adanya mual dan
alergi, neuritis intra ocular, muntah
optik, enteritis gangguan - Awasi kemungkinan
regional, metabolisme terjadi tromboemboli atau
blood coagulability
gangguan
hematologi dan
penyakit reumatik
Dobutamin 15 1x24 IV Penunjang Mual, sakit kepala, - Monitor hasil EKG
µg/kg jam inotropik untuk palpitasi, dispnea, (pelebaran kompleks
BB pengobatan nyeri dada QRS, perpanjangan
interval PR, QT)
pasien dengan
- Monitor tekanan darah
dekompensasi - Monitor hasil elektrolit
kordis (natrium, glukosa, enzim
jantung)
- Kaji adanya dispnea,
batuk, perubahan bunyi

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
60

Nama Obat Dosis Waktu Rute Indikasi Efek Samping Tindakan Keperawatan
(Pramudianto & (Pramudianto & (Hodgson & Kizior, 2008)
Ebaria, 2013) Ebaria, 2013)
paru, dan kelemahan

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
Lampiran 3 61

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional


Bersihan jalan napas tidak Tujuan : 1. Kaji frekuensi/kedalaman Pernapasan dangkal dan
efektif berhubungan dengan Jalan napas paten pernapasan dan gerakan gerakan dada tidak simetris
akumulasi sekret pada Kriteria Evaluasi : dada menunjukkan adanya cairan
saluran pernapasan - Bunyi napas bersih pada paru.
- Tidak ada dispnea
- Tidak ada sianosis 2. Auskultasi area paru Penurunan aliran udara
- Tidak ada penggunaan terjadi pada area konsolidari
otot bantu pernapasan dengan cairan.

3. Anjurkan untuk minum Cairan hangat memobilisasi


air hangat dan mengeluarkan sekret.

4. Ajarkan klien melakukan Batuk efektif membantu


batuk efektif pengeluaran sekret dengan
memberikan dorongan yang
kuat pada sekret setelah
memaksimalkan jalan napas
melalui tarik napas dalam.

Kolaborasi Memudahkan pengenceran


5. Berikan pengobatan dan pembuangan sekret.
melalui nebulizer

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
62

Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional


Menurunkan spasme
6. Beri obat sesuai indikasi: bronkus dan meningkatkan
mukolitik, ekspektoran, mobilisasi sekret.
bronkodilator, analgesik
Ketidakseimbangan nutrisi Tujuan : 1. Kaji riwayat nutrisi Mengidentifikasi defisiensi,
kurang dari kebutuhan tubuh Tidak mengalami tanda- menduga kemungkinan
berhubungan dengan mual tanda malnutrisi intervensi
Kriteria Evaluasi:
- Berat badan meningkat 2. Observasi dan catat Mengawasi masukan kalori
atau stabil masukan makanan klien atau kualitas kekurangan
- Mual berkurang konsumsi makanan.
- Ada peningkatan nafsu
makan 3. Identifikasi faktor yang Pilih intervensi sesuai
- Nilai laboratorium dalam menimbulkan mual penyebab masalah
batas normal 4. Anjurkan untuk makan Makan sedikit dapat
- Turgor kulit baik sedikit tapi sering atau menekan mual dan
makan di antara waktu meningkatkan pemasukan
makan juga mencegah distensi
abdomen

5. Berikan dan bantu Meningkatkan nafsu makan


hygiene mulut yang baik dan pemasukan oral
sebelum dan seesudah
makan

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
63

Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional


Kolaborasi
6. Pantau pemeriksaan Meningkatkan efektifitas
laboratorium: Hb, pengobatan, termasuk
albumin, protein, dll sumber diet nutrisi yang
dibutuhkan
Kelebihan volume cairan Tujuan: 1. Pantau pengeluaran urin. Pengeluaran urin yang
berhubungan dengan edema Volume cairan stabil Catat jumlah dan warma sedikit dan pekat
tungkai Kriteria Evaluasi: urin setiap 24 jam menunjukkan penurunan
- Intake dan output
seimbang 2. Auskultasi bunyi napas. Kelebihan volume cairan
- Bunyi napas bersih Catat penurunan atau sering menimbulkan
- TTV dalam batas normal bunyi tambahan: krekels, kongesti paru
- Tidak ada edema mengi perfusi ginjal.

3. Pantau TD dan CVP (bila Hipertensi dan peningkatan


ada) CVP menunjukkan
kelebihan volume cairan
dan dapat menunjukkan
terjadinya peningkatan
kongesti paru/ginjal/jantung

4. Hitung keseimbangan Terapi diuretik dapat


pemasukkan dan menyebabkan kehilangan

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
64

Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional


pengeluaran cairn selama cairan tiba-tiba/berlebihan
24 jam

5. Tinggikan bagian tungkai Pembentukan edema,


yang mengalami edema. sirkulasi melambat, dan
Lihat permukaan kullit, tirah baring yang lama
pertahankan tetap kering merupakan kumpulan
stresor yang mempengaruhi
integritas kulit.

6. Catat peningkatan letargi, Tanda defisit kalium dan


hipotensi, kram otot natrium yang dapat terjadi
sehubungan dengan
perpindahan cairan dan
terapi diuretic

Kolaborasi
7. Pemberian obat sesuai
indikasi.
- Diuretik, contoh : Meningkatkan laju aliran
Furosemid urin dan dapat menghambat
reabsorpsi natrium/ klorida
pada tubulus ginjal

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
65

Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional


- Tiazid dengan agen Meningkatkan dieresis tanp
pelawan kalium, kehilangan kalium
contoh; spironolacton berlebihan
- Tambahan kalium Mengganti kehilangan
kalium sebagai efek
samping terapi diuretic

8. Mempertahankan Menurunkan air total tubuh/


cairan/pembatasan mencegah akumulasi cairan
natrium sesuai indikasi
Intoleransi aktifitas Tujuan: 1. Evaluasi respon pasien Menetapkan kemampuan/
berhubungan dengan Peningkatan toleransi terhadap aktifitas. Catat kebutuhan pasien dan
kelemahan terhadap aktifitas adanya dispnea, memudhkan pilihan
Kriteria Evaluasi: peningkatan intervensi
- Tidak ada dispnea kelemahan/kelelahan dan
- Kelemahan menurun perubahan TT V selama
- TTV dalam batas dan setelah aktifitas
normal setelah
melakukan aktifitas 2. Berikan lingkungan yang Menurunkan stress dan
tenang dan batasi rangsangan berlebihan,
pengunjung selama fase meningkatkan istirahat
akut sesuai indikasi

3. Bantu pasien memilih Pasien mungkin nyaman

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
66

Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional


posisi nyaman untuk dengan kepala tinggi, tidur
istirahat dan tidur di kursi, atau menunduk ke
depan meja atau bantal

4. Bantu aktifitas perawatan Meminimalkan kelelahan/


diri yang diperlukan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan
oksigen

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
67

Lampiran 4

CATATAN PERKEMBANGAN

Diagnosa
Hari/ Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Selasa, Bersihan jalan 1. Mengkaji frekuensi pernapasan S: klien mengatakan sesak masih dirasakan dan
20/5/2014 napas tidak efektif dan gerakan dada batuk
berhubungan 2. Mengauskultasi area paru O:
dengan akumulasi - Napas cepat dan dangkal
sekret pada saluran - Gerakan dada simetris
pernapasan - RR = 30 kali/menit
- Ronkhi pada area apeks paru sebelah kiri
A: masalah belum teratasi ditandai dengan klien
masih sesak dan batuk
P: Ajarkan batuk efektif
Kelebihan volume 1. Mengkaji adanya edema S: keluarga mengatakan akan mencatat
cairan berhubungan 2. Mengukur tekanan darah pengeluaran cairan pasien
dengan edema 3. Mengedukasi keluarga untuk O:
tungkai mencatat masukan dan - Edema pada area tungkai
pengeluaran cairan - TD = 110/70 mmHg
A: masalah belum teratasi ditandai dengan
edema tungkai
P:
- Pantau intake-output

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
68

Diagnosa
Hari/ Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
- Hitung keseimbangan cairan setiap 24 jam
Ketidakseimbangan 1. Mengkaji riwayat nutrisi S: klien mengatakan makan hanya ½ porsi,
nutrisi: kurang dari 2. Mengobservasi masukan tidak nafsu makan karena mual, biasanya
kebutuhan tubuh makanan makan bias lebih banyak dari porsi yang
berhubungan 3. Mengkaji penyebab mual diberikan.
dengan mual O:
- Makanan pasien tidak habis
- Pasien tampak kurus dan lemaha
A: Masalah belum teratasi ditandai dengan
nafsu makan yang menurun
P: Anjurkan makan sedikit tapi sering
Rabu, Bersihan jalan 1. Mengajarkan batuk efektif S: pasien merasa tidak capek karena hanya
21/5/2014 napas tidak efektif batuk 1 kali, pasien mau mempraktikkannya
berhubungan O:
dengan akumulasi - Pasien menirukan instruksi perawat dengan
sekret pada saluran benar; diawali dengan tarik napas dalam
pernapasan sebanyak 3 kali, lalu dibatukkan dengan
keras 1 kali
- Sputum yang keluar sedikit
- Pasien mampu melakukan secara mandiri
- Setelah batuk, ronkhi masih terdengar
A: masalah belum teratasi ditandai dengan
masih terdapat penumpukan sekret

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
69

Diagnosa
Hari/ Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
P: Anjurkan untuk minum air hangat
Kelebihan volume 1. Memantau intake-output S: keluarga mengatakan urin sebanyak 750 cc
cairan berhubungan 2. Menghitung keseimbangan dalam 12 jam, minum habis sekitar 750 cc
dengan edema cairan dalam 24 jam O:
tungkai 3. Mengukur TD dan frekuensi - Edema tungkai masih ada
napas - Terapi IVFD NS 0,9% 500 cc/ 8 jam
- Urin banyak, kuning, jernih
- TD: 100/70 mmHg, RR: 30 kali/menit
A: masalah belum teratasi ditandai dengan
intake dan ouput belum seimbang
P:
- Pantau intake-ouput
- Hitung balans cairan
- Tinggikan area yang mengalami edema
Ketidakseimbangan 1. Mengobservasi masukan S: pasien mengatakan lebih nafsu makan
nutrisi kurang dari makanan pasien dibanding kemarin, makanan habis lebih
kebutuhan tubuh 2. Menganjurkan makan sedikit dari ½ porsi.
berhubunan dengan tapi sering O:
mual - Pasien terlihat lebih segar
- Turgor kulit baik
- Nilai lab:
Hb : 8,4 g/dl
A: masalah teratasi ditandai dengan ada

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
70

Diagnosa
Hari/ Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
peningkatan nafsu makan
P:
- Pantau hasil lab
- Evaluasi masukan makanan
- Berikan perawatan mulut
Intoleransi aktifitas 1. Membantu efektifitas S: pasien merasa lebih segar setelah keramas,
berhubungan perawatan diri : keramas pasien tidak merasa sesak terhadap posisi
dengan kelemahan 2. Memberikan posisi Semi yang diberikan
Fowler dan lingkungan yang O:
nyaman - Pasien tampak lebih segar
- RR = 28 kali/menit
- Pasien dapat duduk di kursi
A: Masalah teratasi sebagian ditandai dengan
pasien dapat duduk di kursi namun RR
masih di atas batas normal
P:
- Bantu aktifitas lain
- Observasi TTV
Kamis, Bersihan jalan 1. Menganjurkan untuk minum S: pasien masih merasa batuk sedikit demi
22/5/2014 napas tidak efektif air hangat sedikit, keluarga mau menyediakan air
berhubungan 2. Mengevaluasi batuk hangat untuk pasien
dengan akumulasi 3. Memberikan terapi inhalasi O:
sekret pada saluran - Keluarga terlihat antusias salam

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
71

Diagnosa
Hari/ Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
pernapasan mendengarkan anjuran perawat
- Pasien sudah tidak terlihat batuk
- Ronkhi berkurang
A: masalah sudah teratasi ditandai dengan
ronkhi sedikit terdengar
P: Evaluasi batuk
Kelebihan volume 1. Memantau dan menghitung S: Pasien merasa nyaman ditinggikan pada area
cairan berhubungan intake-output tungkai, pasien mengatakan BAK tidak ada
dengan edema 2. Meninggikan area tubuh yang masalah, minum sesuai anjuran.
mengalami edema O:
3. Memantau TTV - Pasien terlihat nyaman
- Urin banyak, produksi dalam 12 jam 100 cc,
minum ± 750 cc
- Urin kuning, jernih
- TD : 100/70 mmHg, N : 124 kali/menit, RR
30 kali/menit, S : 36oC
- Auskultasi paru : ronkhi
A : masalah belum teratasi ditandai dengan
edema tungkai (+)
P:
- Pantau intake output
- Pantau hasil lab
- Kolaborasi pemberian diuretik

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
72

Diagnosa
Hari/ Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Jumat, Kelebihan volume 1. Memantau dan S: pasien mengatakan tidak ada masalah dalam
23/5/2014 cairan berhubungan menghitung intake-output hal minum, dalam 1 hari sudah habis ± 750
dengan edema 2. Memantau hasil cc
tungkai laboratorium (e-, albumin) O:
- Output per 12 jam : 1000 cc
- Urin banyak, kuning, jernih
- Edema masih terlihat ada tungkai dan
tangan klien
- Hasil lab 23/5/14:
Elektrolit :
Na : 139 mEq/L (132-147)
K: 3,5 mEq/L (3,3-5,4)
Cl: 103,4 mEq/L (94-111)
Albumin 2,66 g/dl (3,5-5,2)
A: Maslaah belu teratasi ditandai dengan
edema masih ada dan albumin di bawah
batas normal
P:
- Beri diet tinggi protein
- Pantau intake ouput
Ketidakseimbangan 1. Mengobservasi mual S: pasien mengatakan sudah tidak mual,
nutrisi: kurang dari 2. Mengobservasi masukan makanan yang masuk banyak, lebih dari ½
kebutuhan tubuh makanan pasien porsi

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
73

Diagnosa
Hari/ Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
3. Memantau hasil lab O:
- Pasien terlihat segar
- Hasil lab 23/5/2014
Hb: 9,5 g/dl (12-15)
Albumin 2,66 g/dl (3,5-5,2)
A: Masalah teratasi ditandai dengan mual tidak
ada
P:
- Evaluasi mual dan masukan makan pasien
- Berikan perawatan mulut

Sabtu, Bersihan jalan 1. Mengevaluasi batuk S: Pasien mengatakan sudah tidak batuk lagi
24/5/2014 napas tidak efektif O:
berhubungan - Ronkhi (-)
dengan akumulasi - Terapi O2 : NK 3 lpm
sekret pada saluran - RR : 28 kali/menit
pernapasan - Tidak ada batuk pada pasien
A: Masalah teratasi ditandai dengan ronkhi (-)
P: Observasi suara napas, RR, dan batuk
Kelebihan volume 1. Memantau dan menghitung S: Keluarga mengatakan produksi urin pada
cairan berhubungan intake-output pagi hari ± 800 cc. Total urin 24 jam: 1800
dengan edema 2. Menganjurkan untuk banyak cc. Intake minum : 600 cc
tungkai makan makanan yang O:

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
74

Diagnosa
Hari/ Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
mengandung banyak protein, - Balans cairan : I-O
seperti lauk-pauk (oral+IVFD)-Urin = (1350+500)-1800 =
+550cc Balans positif
- Terapi IVFD : NaCl 0,9% 500cc / 24 jam
- Urin banyak, kuning, jernih
A: masalah belum teratasi ditandai dengan
edema (+), balans (+)
P:
- Pantau intake-output
- Pantau asupan protein
- Kolaborasi restriksi cairan
Intoleransi aktifitas 1. Memberikan perawatan mulut S: pasien merasa lebih segar dan bersih
berhubungan dan mandi O:
dengan kelemahan - Pasien terlihat segar dan bersih
- Pasien dapat menyikat gigi sendiri di tempat
tidur
- RR: 28 kali/menit
- Pasien dapat berdiri
A: Masalah teratasi ditandai dengan
peningkatan toleransi terhadap aktifitas
P: Bantu aktifitas lain

Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
75
Lampiran 5

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Personal

Nama Lengkap : Elisabeth Lorreta


Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 10 April 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Rumah : Jl. Kantil 4 Blok H4/16 Perumahan Harapan Kita,
Karawaci, Tangerang 15810
No. Handphone : 083808220334
Email : lorreta.elisabeth@gmail.com

B. Riwayat Pendidikan Formal

No Nama Sekolah Tahun


1. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2009-sekarang
2009
2. SMA Negeri 1 Tangerang 2006-2009
3. SMP Strada Slamet Riyadi 2003-2006
4. SD Strada Slamet Riyadi 1 1997-2003
5. TK Strada Dewi Sartika 3 1995-1997

Universitas Indonesia

Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai