ELISABETH LORRETA
0906510786
ELISABETH LORRETA
0906510786
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners ini.
Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Profesi Ners pada Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa penulisan Karya
Ilmiah Akhir Ners ini tidaklah lepas dari peran berbagai pihak yang turut
membantu serta memberikan dukungan sehingga Karya Ilmiah Akhir Ners ini
dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan saya, Tuhan Yesus Kristus, yang selalu menjadi motivasi terbesar
dalam menjalani kehidupan ini secara khususnya dalam penyusunan Karya
Ilmiah Akhir Ners ini. Terima kasih untuk kekuatan, kesabaran, dan
ketekunan, serta pendampingan yang luar biasa yang Engkau berikan sehingga
Karya Ilmiah Akhir Ners ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
2. Ibu Yulia, S. Kp, M.N. selaku dosen pembimbing yang selalu menyediakan
waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan selama penulisan Karya
Ilmiah Akhir Ners ini.
3. Ibu Ns. Inna Tresnawati, S. Kep dan Ibu Ns. Esther Hutapea, S. Kep selaku
pembimbing klinik yang telah memberikan banyak masukan dan arahan
selama praktik klinik dijalankan.
4. Kedua orang tua yaitu Papa Susaptono dan Mama Darmi, yang selalu
mendukung, memberikan semangat, serta doa yang tiada putus-putusnya
dalam studi dan terkhususnya dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir Ners ini.
5. Teman-teman FIK UI 2009 yang senantiasa saling mengingatkan dan terus
memberikan semangat kapan pun dan dimana pun sampai pada akhrnya Karya
Ilmiah Akhir Ners ini dapat terselesaikan.
6. Richard Rajasa yang selalu menjadi partner dalam memberikan dukungan doa
dan semangat dari awal praktik profesi berlangsung hingga pengerjaan Karya
Ilmiah Akhir Ners ini selesai.
7. Teman-teman terkasih lainnya yang terus mendukung dan memberikan
motivasi dalam pengerjaan Karya Ilmiah Akhir Ners ini sehingga dapat
iv
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam pengerjaan Karya Ilmiah
Akhir Ners ini.
Penulis
vii
Pneumonia is one of the health problems that occur in urban areas. Dense
environment, polluted air, and unhealthy lifestyle are risk factors that increase the
incidence of pneumonia in urban community. One of the problems that can occur
in patients with pneumonia is impaired airway clearance. This study is aimed to
do evidence based analyze about effective cough therapy to overcome impaired
airway clearance in pneumonia patient. The result of effective cough therapy
exercise is proved in increasing the excretion of secret in patient.
Recommendation of this study is that nurses teach this effective cough therapy to
pneumonia patients in order to overcome airway clearance disorders.
viii
ix
xi
xii
xiii
1. 1 Latar Belakang
Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan bawah yang masih
menjadi salah satu masalah kesehatan yang besar di daerah perkotaan.
Penyebaran yang cepat yaitu melalui udara mengakibatkan pneumonia dapat
dengan mudah menular di kalangan masyarakat perkotaan. Data Riskesdas
tahun 2013 menyebutkan bahwa angka insiden pneumonia di Indonesia
adalah 1,8% dengan prevalensi sebanyak 4,5% (Riskesdas, 2013). Data ini
meningkat dibandingkan dengan hasil Riskesdas pada tahun 2007 yaitu
prevalensi pneumonia sebanyak 2,3% (Riskesdas, 2007).
Kenaikan angka kejadian pneumonia ini juga terjadi di rumah sakit pusat
rujukan nasional, yaitu RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Pneumonia merupakan penyakit yang paling sering dijumpai pada pasien usia
lanjut. Pada tahun 1995, dari 54 kasus pneumonia yang dirawat, 38%
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1. 2 Perumusan Masalah
Pneumonia merupakan salah satu infeksi saluran pernapasan yang memiliki
angka kejadian yang besar di Indonesia. Tingginya angka kejadian ini juga
berkontribusi terhadap tingginya angka mortalitas akibat infeksi saluran
pernapasan. Program pengendalian pneumonia telah dicanangkan oleh
pemerintah, namun pelaksanaannya belum optimal. Oleh karena itu perlu
adanya pengendalian dari diri masyarakat sendiri supaya tidak tertular
penyakit ini.
Universitas Indonesia
Intervensi ini sangat baik diterapkan oleh perawat di ruang penyakit dalam.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengaplikasikan
intervensi batuk efektif pada pasien dengan pneumonia yang dirawat di
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
1. 3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Menggambarkan analisis praktik klinik keperawatan kesehatan
masyarakat perkotaan pada pasien pneumonia di ruang rawat
penyakit dalam Gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Universitas Indonesia
1. 4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini antara lain:
1. Pelayanan Keperawatan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat dijadikan salah satu sumber
informasi bagi para perawat dalam penyusunan asuhan keperawatan
pasien dengan pneumonia khususnya dalam memberikan intervensi
keperawatan bagi pasien.
2. Pendidikan
Hasil penulisan ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru
mengenai infeksi saluran pernapasan khususnya pneumonia serta faktor
risikonya yang dikaitkan dengan kehidupan masyarakat perkotaan serta
tindakan efektif dalam menangani gejala yang sering timbul pada pasien
pneumonia yaitu gangguan bersihan jalan napas. Lebih lanjut dapat
dimasukkan dalam praktik langsung kepada pasien dengan kasus serupa.
3. Penulis selanjutnya
Hasil penulisan ini diharapkan mampu menjadi dasar untuk melakukan
penulisan selanjutnya dengan masalah gangguan bersihan jalan napas
yang ditemukan pada pasien dengan kasus yang berbeda dan disesuaikan
dengan penelitian terbaru.
Universitas Indonesia
7 Universitas Indonesia
Kota adalah suatu daerah yang memiliki gejala pemusatan penduduk yang
merupakan suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
fisiografis sosia, ekonomi, kultur, yang terdapat di daerah dengan adanya
pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lainnya (Bintarto, 2000). Oleh
karena itu, kota dapat menjadi tempat penyebaran penyakit yang cepat. Peran
perawat yang efektif dalam memberikan promosi kesehatan dan aktif dalam
melakukan pemeliharaan kesehatan akan menekan angka penyebaran penyakit
yang dapat terjadi pada masyarakat perkotaan.
Universitas Indonesia
2. 2 Pneumonia
Pneumonia merupakan peradangan akut di parenkima paru-paru dan sering
mengganggu pertukaran gas (Paramita, 2011). Pneumonia merupakan
penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya menyerang 1% dari seluruh
penduduk Amerika. Pneumonia dapat terjadi pada orang yang mengalami
kelemahan sistem kekebalan tubuh. Agen-agen yang dapat menimbulkan
infeksi paling sering masuk melalui inhalasi atau merupakan flora normal
saluran pernapasan. Dengan demikian, setiap keadaan paru-paru dapat
menjadi faktor predisposisi dari pneumonia (Price & Wilson, 2006).
2.2.1. Definisi
Pneumonia adalah proses peradangan yang terjadi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia dikelompokkan
berdasarkan agen penyebabnya dan dikategorikan sebagai pneumonia
bakterialis dan pneumonia atipikal (Smeltzer & Bare, 2002). Gambaran
patologis pneumonia tergantung pada agen etiologinya. Pneumonia bakteri
ditandai dengan eksudat intraalveolar supuratif disertai konsolidasi. Proses
infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi, yaitu pneumonia lobaris
Universitas Indonesia
di mana konsolidasi terdapat pada seluruh lobus dan pneumonia lobularis atau
bronkopneumonia di mana daerah infeksi berbercak dengan diameter sekitar 3
sampai 4 cm yang mengelilingi dan melibatkan bronki (Price & Wilson,
2006).
Universitas Indonesia
2.2.2. Etiologi
Penyebab terjadinya pneumonia bergantung kepada agen infeksiusnya.
Penyebarannya dapat melalui tiga transmisi yaitu aspirasi sekret yang berisi
mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, inhalasi
aerosol yang infeksius, dan penyebaran hematogen dari bagian
ekstrapulmonal (Price & Wilson, 2006). Berikut merupakan agen-agen
pembawa penyakit pneumonia.
Universitas Indonesia
a. Bakteri
Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab paling sering dari
pneumonia yang disebabkan oleh bakteri, baik didapat di masyarakat
maupun di rumah sakit. Streptococcus pneumoniae menyebar melalui
droplet. Penyebab lainnya yang jarang menyerang orang dewasa adalah
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenza lebih sering menginfeksi anak-
anak. Staphilococcus aureus dan basil aerobik gram negatif, termasuk
Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, dan Escherichia colii,
menyebabkan sebagian besar pneumonia nosokomial yang penyebarannya
juga melalui droplet. Pseudomonas aeruginosa paling sering menginfeksi
pasien yang mengalami sakit berat di rumah sakit atau pasien dengan
supresi sistem pertahanan tubuh (Price & Wilson, 2006). Sebuah
penelitian yang dilakukan di Thailand pada tahun 2005 menyatakan bahwa
H. influenza merupakan bakteri yang paling banyak ditemukan pada kultur
sputum penderita pneumonia yaitu sebanyak 31.8% dari total sampel yang
diambil. Selanjutnya, S. pneumoniae dan H. parainfluenza menginfeksi
sebanyak masing-masing 27.3% dari total sampel penderita pneumonia
(Reechalpichitkul dkk, 2005).
b. Virus
Infeksi pneumonia yang disebabkan oleh virus umumnya epidemic dalam
masyarakat dan umumnya terbatas pada saluran pernapasan bagian atas.
Kebanyakan pneumonia ini ringan dan tidak membutuhkan perawatan di
rumah dakit karena tidak mengakibatkan kerusakan paru yang menetap.
Penyebab tersering adalah virus influenza tipe A, tipe B, dan adenovirus.
Pengobatan pneumonia virus bersifat simtomatik dan paliatif yang hanya
dapat memberikan perlindungan dalam jangka waktu tertentu tetapi tidak
memberikan perlindungan terhadap tipe-tipe virus lainnya. Walaupun
Universitas Indonesia
c. Jamur
Jamur atau fungus juga dapat menyebabkan pneumonia meskipun tidak
sesering bkteri. Beberapa fungus yang dapat menyebabkan pneumonia
adalah histoplasmosis, koksidioidomikosis, dan blastomikosis. Penyebaran
pneumonia melalui jamur ini disebabkan karena spora-spora fungus yang
tumbuh di tanah dan terinhalasi sehingga menimbulkan reaksi alergi dan
peradangan pada paru. Candida albicans, jamur yang sering terdapat pada
sputum orang sehat, dapat pula menyerang jaringan paru dan
menyebabkan infeksi pada paru.
2.2.3. Patofisiologi
Pneumonia bakterialis dapat menyebabkan gangguan pada fungsi ventilasi
maupun difusi paru-paru. Reaksi inflamasi yang dilakukan oleh bakteri terjadi
pada alveolus dan menghasilkan eksudat dan menganggu gerakan dan difusi
oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih bermigrasi ke alveolus dan
mengisi ruang alveolus yang biasanya berisi udara. Area paru tidak mendapat
ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme yang
menyebabkan oklusi parsial bronkus atau alveolus dan mengakibatkan
penurunan tahanan oksigen alveolar (Smeltzer & Bare, 2002).
Adapun mekanisme yang terjadi pada alveolus meliputi empat tahapan yang
berurutan sebagai berikut (Price & Wilson, 2006).
1. Kongesti (4 sampai 12 jam pertama) : Eksudat serosa masuk ke dalam
alveolus melalui pembuluh darah yang berdilatasi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.2.6. Komplikasi
Komplikasi dari pneumonia dapat terjadi tidak hanya pada intrapulmoner,
tetapi juga pada ekstrapulmoner, baik ekstrapulmoner infeksius maupun
ekstrapulmoner non infeksius. Komplikasi intrapulmoner meliputi empiema,
atelektasis paru, dan resolusi yang terlambat yaitu infiltrat yang menetap
selama 4-6 minggu tanpa adanya penyakit lain. Komplikasi ekstrapulmoner
infeksius, meliputi meningitis, arthritis, endokarditis, prikarditis, peritonitis,
dan efusi pleura. Komplikasi ekstrapulmoner non infeksius, antara lain gagal
ginjal, gagal jantung, emboli paru atau infark paru, dan infark miokard akut
(Sudoyo et al, 2006).
2.2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama yang dilakukan pada penderita pneumonia adalah
pemberian antibiotik untuk mencegah perluasan infeksi bakteri. Antibiotik
yang diberikan ini disesuaikan dengan hasil pewarnaan Gram yang telah
dilakukan pada sampel sputum pasien. Penisilin G merupakan antibiotik
pilihan untuk infeksi pneumonia oleh S. pneumoniae. Antibiotik lainnya yang
efektif untuk mengatasi pneumonia adalah eritromisin, klindamisin,
sefalosporin, dan trimetoprim-sulfametoksazol. Pneumonia akibat jamur atau
mikoplasma memberikan respon terhadap eritromisin, tetrasiklin, dan derivat
tetrasiklin (doksisiklin). Pneumonia akibat virus tidak memberikan respon
terhadap antibiotik. Penatalaksanaan lain yang dapat dilakukan pada penderita
pneumonia dilakukan untuk mengurani tanda dan gejala yang muncul.
Inhalasi dapat dilakukan untuk menghilangkan iritasi bronkial. Analisa gas
darah arteri perlu dilakukan untuk mengevaluasi tingkat kebutuhan oksigen
pasien. Jika terjadi hipoksemia, pasien dapat diberikan terapi oksigen.
Pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi merupakan kontraindikasi pada
pasien pneumonia dengan penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) karena
dapat memperburuk ventilasi alveolar (Smetlzer & Bare, 2002).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
e. Neurosensori
Pada pasien dengan pneumonia yang tingkat keparahan yang
tinggi, perubahan status kesadaran dapat terjadi, yaitu
somniolen atau apatis. Sakit kepala pada daerah frontal juga
dapat menyertai pasien pneumonia.
f. Nyeri/keamanan
Nyeri yang dirasakan oleh pasien dengan pneumonia meliputi
area kepala dan dada. Nyeri dada yang dirasakan dapat terjadi
karena adanya gesekan pleura dan dapat meningkat karena
batuk. Karena adanya nyeri yang dirasakan, pasien pneumonia
cenderung melindungi area yang sakit dengan melakukan
pembatasan gerakan.
g. Pernapasan
Fungsi pernapasan merupakan fungsi yang memerlukan
perhatian khusus pada pasien pneumonia. Takipnea, dispnea
progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot bantu
pernapasan, dan pelebaran nasal dapat diidentifikasi pada
pasien ini. Jika diperkusi, suara paru yang terdengar adalah
pekak di atas area yang mengalami konsolidasi. Taktil
fremitus meningkat pada bagian konsolidasi. Auskultasi
menunjukkan adanya friction rub akibat gesekan friksi
pleural. Bunyi napas menurun atau tidak ada pada area yang
terlibat. Adanya ronkhi diakibatkan oleh hiperproduktifitas
sputum. Biasanya sputum berwarna merah muda ataupun
purulen.
h. Keamanan
Demam biasanya terjadi pada pasien pneumonia, berkeringat,
dan menggigil berulang. Riwayat gangguan sistem imun
Universitas Indonesia
2. 2. 8. 2 Diagnosa keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada pasien pneumonia adalah:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
banyaknya sekresi trakeobronkial
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan perubahan fungsi
pernapasan
c. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
demam dan dispnea
2. 2. 8. 3 Intervensi keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
banyaknya sekresi trakeobronkial
Intervensi utama yang dilakukan adalah dengan memperbaiki
patensi jalan napas. Jalan napas paten dapat dilakukan dengan
cara memperbanyak hidrasi untuk mengencerkan sekret dan
mendorong pasien untuk melakukan batuk. Fisioterapi dada
juga dapat dilakukan untuk melepaskan dan memobilisasi
sekret.
Universitas Indonesia
Sekret yang masih berada pada saluran napas atas membuat pasien dengan
gangguan bersihan jalan napas tidak nyaman sehingga menimbulkan refleks
batuk. Batuk berfungsi untuk mengeluarkan sekret berlebih yang berada pada
saluran pernapasan. Gerakan silia pada epitel dan batuk merupakan dua
mekanisme dalam pembersihan jalan napas. Dorongan untuk mengeluarkan
Universitas Indonesia
sekret ini membutuhkan gerakan akselerasi udara yang cepat dari dalam paru
menuju trakea untuk mendorong sekret keluar. Udara yang dihentakkan dari
dalam paru-paru akan mengikat sekret dan mengalirkan sekret keluar (Walsh,
2008). Upaya untuk menarik udara dan membatukkannya keluar termasuk
dalam rangkaian terapi batuk efektif.
Terapi batuk efektif dapat dilakukan pada pasien dengan pneumonia sebagai
upaya dalam mengeluarkan sekret yang tertahan pada saluran pernapasan dan
dapat menghambat usaha napas. Langkah-langkah dalam melaksanakan batuk
efektif adalah sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Condong sedikit ke depan dari posisi duduk di tempat tidur.
b. Napas menggunakan diafragma. Ambil napas melalui hidung, biarkan
abdomen mengembang bersamaan dengan paru-paru terisi oleh udara.
c. Dengan mulut yang agak terbuka, hirup napas dengan penuh.
d. Kemudian dengan mulut yang tetap terbuka, lakukan napas dalam dengan
cepat dan dengan cepat batuk dengan kuat satu atau dua kali. Hal ini
membantu membersihkan sekresi dari dada.
Universitas Indonesia
Penelitian yang dilakukan oleh Hajime et al pada tahun 2006 pada salah satu
rumah sakit di Jepang menyatakan bahwa latihan otot-otot pernapasan dapat
membantu peningkatan batuk efektif. Batuk merupakan metode yang tepat
untuk mengeluarkan sputum. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara
batuk efektif maupun batuk yang didahului dengan pemberian ekspekstoran.
Kedua metode batuk ini dapat membantu meningkatkan pengeluaran sputum
dari saluran pernapasan.
Penelitian lain mengenai batuk efektif dilakukan oleh Nugroho pada tahun
2011 pada salah satu rumah sakit di Kediri. Penelitian ini menyatakan bahwa
ada perbedaan jumlah pengeluaran sekret sebelum dan setelah diberikan terapi
batuk efektif. Penelitian ini mengatakan bahwa perbedaan jumlah pengeluaran
sekret sebelum dan setelah diberikan terapi batuk efektif dikarenakan adanya
informasi baru yang diterima oleh responden mengenai batuk efektif sehingga
mempengaruhi responden dalam melakukan batuk.
Universitas Indonesia
3. 1 Pengkajian
3. 1. 1 Identitas pasien
Pasien dengan nama Nn. F (20 tahun) datang ke RSCM karena sesak yang
dirasakan sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien adalah seorang
mahasiswi semester 4 di sebuah Universitas Swasta di Jakarta. Selain menjadi
mahasiswi, pasien juga bekerja di bagian perpajakan pada salah satu
perusahaan di Jakarta. Pasien tinggal di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pasien
merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien datang ke rumah sakit
diantar oleh keluarga.
3. 1. 2 Anamnesis
a. Keluhan utama pada saat dirawat
Pasien mengeluh sesak sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak
semakin berat dirasakan apabila dalam posisi berbaring. Selain sesak,
pasien juga mengeluhkan ada batuk berdahak dengan dahak yang sulit
dikeluarkan. Produksi dahak banyak. Dahak berwarna putih dan kental.
Batuk mulai dirasakan sebelum masuk ke rumah sakit.
Pasien juga mengeluhkan adanya mual dan tidak nafsu makan. Porsi
makan yang biasa dihabiskan adalah seperempat sampai setengah porsi
makan. Berat badan pasien pun menurun sebanyak 18 kilogram selama 3
bulan.
Selain itu adanya edema pada ekstremitas juga membuat pasien sulit
dalam beraktifitas. Saat ini pasien mengatakan tidak ada masalah dalam
BAK.
23 Universitas Indonesia
d. Aktifitas/ istirahat
Pasien merupakan mahasiswa salah satu universitas swasta di Jakarta.
Pasien juga adalah seorang pekerja di perusahaan perpajakan di salah satu
perusahaan di Jakarta. Dalam 1 minggu, pasien bekerja dari Senin sampai
Jumat dan setiap hari Sabtu dan Minggu pasien berkuliah di kelas
karyawan. Untuk pergi ke tempat kerjanya, pasien menggunakan fasilitas
transportasi public yaitu busway. Setiap harinya klien berangkat kerja
pukul 05.00 WIB dan pulang ke rumah sudah pukul 20.00 WIB. Pasien
mengatakan tidak mempunyai masalah gangguan tidur. Pasien tidur pada
pukul 21.00 WIB atau 22.00 WIB. Saat ini pasien harus bed rest karena
masih terasa sesak apabila berjalan. Pernapasan pasien cepat dan dangkal
dan ada penggunaan otot bantu pernapasan. Fungsi kardiovaskuler
terdengar BJ I dan BJ II dengan ritme regular, namun cepat dan terasa
berdebar.
Universitas Indonesia
e. Sirkulasi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat sakit hipertensi dan masalah
jantung sebelumnya. Namun, saat ini terlihat pasien mengalami edema
tungkai dan pernah mengalami edema pada seluruh tubuh sebelum masuk
ke rumah sakit. Saat dilakukan pengkajian, tekanan darah pasien yaitu
110/70 mmHg. Nadi 140 kali/menit, teraba kuat dan regular. Suhu tubuh
36,5oC, capillary refill time (CRT) 3 detik. Tidak ada murmur maupun
gallop, konjungitva anemis, dan sclera non ikterik. Membran mukosa
lembap, tidak ada diaphoresis. Rambut rontok, hitam, tipis, dan kulit
kepala kering.
f. Integritas ego
Pasien mengatakan tidak ada stress yang dirasakan saat ini. Pasien hanya
berharap dapat kembali pulih dari kondisinya sehingga bisa kembali
bekerja dan berkuliah. Pasien merasa sedikit bingung karena jantungnya
yang selalu berdebar kencang namun tidak ada nyeri yang dirasakan.
Setelah dijelaskan bahwa itu adalah efek dari pengobatan yang
didapatkan, pasien menjadi tenang kembali.
Pasien juga tidak merasa kesepian karena keluarga selalu menemani saat
di rumah sakit. Pasien juga selalu membaca Alkitab sehingga itu yang
menguatkannya sampai saat ini walaupun kondisinya lemah terbaring di
rumah sakit. Hubungan pasien dengan keluarga sangat baik terlihat dari
seringnya keluarga yang berkunjung dan menelpon pasien.
g. Eliminasi
Pasien mengatakan BAB 1 kali/ hari. Karaktek feses lunak, berwarna
coklat, dan tidak ada perdarahan. Pasien tidak pernah mengalami riwayat
konstipasi dan diare. Pasien menggunakan kateter urin dengan produksi
banyak dan urin berwarna kuning jernih. Pasien tidak memiliki riwayat
Universitas Indonesia
penyakit ginjal ataupun penggunaan obat diuretik. Tidak ada nyeri yang
dirasakan saat BAK maupun BAB.
h. Makanan/ cairan
Pasien makan makanan padat. Pasien mendapat makanan 3 kali sehari.
Pasien mengatakan hanya setengah porsi makanan yang dihabiskan karena
pasien merasa mual dan tidak nafsu makan. Pasien tidak memiliki alergi
terhadap makanan hanya saja pasien tidak menyukai sayuran. Kemampuan
pasien untuk mengunyah dan menelan baik. Pasien tidak mengalami
muntah setelah makan. Pasien mengalami penurunan berat badan selama 3
bulan terakhir. Berat badan pasien saat ini adalah 37 kg sementara 3 bulan
yang lalu berat badan pasien adalah 55 kg. Tinggi badan pasien 155 cm.
dengan berat badan dan tinggi badan demikian, Indeks Masa Tubuh (IMT)
pasien adalah 15, 4 kg/m sehingga tergolong kurus. Turgor kulit pasien
elastis dan mukosa lembab. Pasien mendapat terapi diet dengan jumlah
kalori 2100 kkal dan protein 60 gram (1,2 gr/kgBB) .
i. Kebersihan/ hygiene
Kebutuhan sehari-hari pasien dibantu oleh keluarga. Mobilisasi pasien
hanya di tempat tidur dan turun dari tempat tidur. Mandi dan berpakaian
pasien dibantu oleh keluarga. Makan dapat dilakukan secara mandiri.
Pasien mandi 2 kali/ hari yaitu pada pagi dan sore hari. Pasien juga
berpakaian rapi dan sesuai serta selalu berganti pakaian setiap harinya.
Saat pengkajian dilakukan kulit kepala pasien terlihat berketombe dan
kering. Pasien mengatakan sudah tidak keramas selama 3 bulan.
j. Neurosensori
Kesadaran pasien compos mentis. Tidak ada keluhan pusing dan kejang.
Penglihatan dan pendengaran normal. Pasien terorintasi tempat, orang,
Universitas Indonesia
dan waktu. Memori saat ini baik dan juga masih mengingat memori masa
lalu. Tidak ada paralisis. Reaksi pupil baik.
k. Nyeri/ ketidaknyamanan
Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri.
l. Pernapasan
Pasien mengatakan sesak dan batuk masih dirasakan. Pasien tidak
memiliki riwayat bronkits, TB paru, asma, empisema, maupun
pneumonia. Pasien menggunakan alat bantu pernapasan yaitu Non
Rebreathing Mask (NRM) dengan kecepatan 10 lpm. Frekuensi napas 30
kali/menit, simetris, dan ada penggunaan otot bantu pernapasan. Bunyi
napas terdengar ronkhi pada apeks kiri paru. Produksi sputum yang
dikeluarkan pada saat batuk adalah banyak, kental, dan berwarna putih.
m. Keamanan
Pasien memiliki alergi terhadap paracetamol. Reaksi yang ditimbulkan
adalah gatal-gatal pada sekujur tubuh. Pasien tifak memiliki riwayat
cedera atau kecelakaan. Tidak ada jaringan parut, laserasi, ulserasi, dan
fraktur. Secara umum kulit utuh namun ada ekimosis yang tersebar tidak
merata pada kaki dan tangan pasin. Cara berjalan pasien tegak namun
masih lemah apabila berjalan ke kamar mandi. Tonus otot 4 4 4 4 4 4 4 4
4444 4444
n. Interaksi sosial
Pasien belum menikah dan masih tinggal bersama kedua orangtuanya.
Peran pasien dalam keluarga adalah sebagai seorang anak. Interaksi pasien
dengan keluarga baik dan lingkungan sekitar pasien baik. Walaupun saat
ini kondisi pasien lemah dan tidak dalat memenuhi kebutuhan sehari-hari
Universitas Indonesia
3. 1. 3 Pemeriksaan laboratorium
Tabel 3. 1. Pemeriksaan Darah
Tanggal Jenis Nilai Satuan Nilai
Pemeriksaan normal
19/05/2014 Analisa Gas
Darah
- pH 7, 526 7, 35-7, 45
- pCO2 17, 5 mmHg 35-45
- pO2 167, 8 mmHg 75-100
- HCO3 14, 7 mmol/L 21-25
- Total CO2 15, 2 mmol/L 21-27
- Bace Excess -4,6 mmol/L -2,5-+2,5
- Standard HCO3 20, 6 mmol/L 22-24
- Saturasi O2 99, 7 % 95-98
Ureum Darah 65 mg/dL <50
Protein
- Protein Total 4,4 g/dL 6,4-8,7
- Albumin 1,55 g/dL 3,5-5,2
- Globulin 2,85 g/dL 1,8-3,9
- Albumin- 0,5 1
Globulin
SGPT 23 U/L < 33
SGOT 61 U/L < 27
Mg Darah 1,6 mg/dL 1,7-2,55
Fosfat Inorganik 6 mg/dL 2,7-4,5
Elektrolit
- Natrium 119 mEq/L 132-147
- Kalium 4, 22 mEq/L 3,3-5,4
- Clorida 86, 5 mEq/L 94-111
Kreatinin 1, 7 mg/dL 0,6-1,2
Anti ds- DNA 217, 3 IU/mL 0-100
ANA Positif Negatif
Universitas Indonesia
Poli speckled
kasar: titer
1/320
Anti-U1-
nRNP ; anti-
SM
Kemungkinan:
MCTD, SLE
20/05/2014 Darah Perifer
Lengkap
Hb 5,1 g/dL 12-15
Ht 15,2 % 36-46
Eritrosit 1,79 106/µL 3,8-4,8
MCV/VER 84,9 fL 80-95
MCH/HER 28,5 pg 27-31
MCHC/KHER 33,6 g/dL 32-36
Trombosit 287 103/µL 150-400
Leukosit 10,48 103/µL 5-10
- Basofil 0,1 % 0,5-1
- Eosinofil 0 % 1-4
- Neutrofil 88,6 % 55-70
- Limfosit 7 % 20-40
- Monosit 4,3 % 2-8
LED 120 mm 0-20
Albumin 1,95 g/dL 3,5-5,2
21/5/2014 Prokalsitonin 0,57 mg/dL < 0,1
Asam laktat 1,7 mmol/L Kapiler : 1-
Darah Perifer 1,8; Plasma:
Universitas Indonesia
3. 1. 4 Pemeriksaan diagnostik
Tabel 3.2 Pemeriksaan diagnostik
Tanggal Jenis Pemeriksaan Kesan
25/05/2014 Radiologi Bercak padat di
perihiler parakardial
kedua paru DD
pneumonia suspek efusi
pleura kiri
27/05/2014 Radiologi Bercak padat yang
Universitas Indonesia
3. 2 Analisis Data
Tabel 3.3 Analisis Data
No Data Masalah Keperawatan
1. DS: Bersihan jalan napas
- Pasien mengatakan batuk; batuk tidak efektif
berdahak dan sulit dikeluarkan
- Sputum berwarna putih dan kental
- Pasien merasa sesak
- Sesak berkurang ketika menggunakan
oksigen
- Sesak sedikit mengganggu aktifitas
DO:
- Napas cepat dan dangkal
- RR: 20 kali/menit
- Ada penggunaan otot bantu pernapasan
- Dada simetris
- Terdengar ronkhi pada apeks kiri paru
- Menggunakan NRM 10lpm
- Hasil lab tgl 19/5/2014:
pCO2 17,5 mmHg (35-45)
pO2 167,8 mmHg (75-100)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
d. Intoleransi aktifitas
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan toleransi pasien
terhadap aktifitas meningkat dengan kriteria: ada peningkatan
kekuatan otot, tidak ada dispnea setelah beraktifitas, TTV dalam
batas normal, ADL dilakukan secara mandiri.
Intervensi yang dilakukan adalah:
- Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas. Catat adanya dispnea,
peningkatan kelemahan/ kelelahan, dan perubahan TTV selama dan
setelah aktifitas.
- Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase
akut sesuai indikasi
- Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan tidur
- Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan
- Buat jadwal aktifitas harian yang ingin dilakukan setiap harinya sesuai
dengan toleransi aktifitas pasien
Universitas Indonesia
3. 4 Evaluasi Keperawatan
Hasil dari tindakan keperawatan yang sudah dilakukan sesuai dengan masalah
keperawatan ialah sebagai berikut.
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
Pada hari pertama perawatan, pasien mengatakan batuk masih dirasakan
dan produksi sputum banyak, berwarna putih, kental, namun sulit
dikeluarkan. Hal ini membuat pasien merasa capek ketika batuk karena
harus batuk berulang-ulang sampai akhirnya dapat mengeluarkan dahak.
Pasien dianjurkan untuk minum air hangat untuk membantu
mengencerkan dahak. Pada hari kedua perawatan, pasien diajarkan untuk
melakukan batuk efektif. Setelah diajarkan batuk efektif, pasien merasa
kebih ringan ketika batuk dan dapat mengeluarkan dahak lebih banyak.
Pada hari perawatan ketiga, batuk sudah semakin berkurang dan suara
ronkhi pun berkurang. Pada hari perawatan keempat, batuk semakin
berkurang lagi dan sudah tidak ada ketika hari perawatan kelima.
Universitas Indonesia
makanan ringan di sela waktu makan. Pada hari kedua perawatan pasien
mengatakan nafsu makan sudah meningkat dan porsi makanan yang
dihabiskan juga lebih banyak. Pasien dianjurkan untuk melakukan
perawatan mulut pada hari perawatan kedua. Pemantauan hasil lab pada
hari perawatan kedua (21/5/2014) adalah eritrosit 2,9 106/µL (3,8-4,8) dan
Hb 8,4 g/dL (12-15). Pada hari perawatan ketiga nafsu makan sudah
semakin baik dan tidak ada mual. Pasien lebih banyak makan. Berat badan
pasien pada hari perawatan kelima naik 1 kg yaitu 38 kg.
d. Intoleransi aktifitas
Hari pertama masuk RS pasien mengeluh sesak dan tidak dapat turun dari
tempat tidur sehingga semua kegiatan pasien dilakukan di tempat tidur.
Pada hari perawatan kedua, pasien dibantu untuk melakukan perawatan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Bab ini membahas analisis situasi yang meliputi profil lahan praktik, analisis kasus
terkait keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan, analisis kasus, analisis
intervensi dengan konsep dan penelitian terkait, dan alternative pemecahan yang
dapat dilakukan.
terakhir. Angka kejadian kasus ini mencapai 121 kasus dari 992 kasus yang
terjadi. Kasus lainnya yang sering terjadi adalah gagal ginjal kronik, diabetes
mellitus, dan tuberculosis paru.
Universitas Indonesia
Gaya hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok dan mengkonsumsi
alkohol pun menjadi faktor risiko pneumonia. Kedua hal tersebut, rokok dan
alkohol, merupakan barang yang tidak sulit ditemukan di daerah perkotaan.
Budaya makan makanan yang tidak seimbang pun merupakan ciri khas
masyarakat kota. Makanan yang tidak seimbang membuat tubuh kekurangan
nutrisi yang seharusnya didapatkan. Hal ini juga dapat mempengaruhi daya
tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Oleh sebab banyaknya faktor risiko
yang dapat mengakibatkan pneumonia, kerentanan masyarakat kota terhadap
penyakit tersebut menjadi sangat tinggi.
Universitas Indonesia
4. 3 Analisis Kasus
Pneumonia dengan mudah menyerang masyarakat perkotaan. Faktor risiko
terjadinya pneumonia dapat berasal dari berbagai macam sumber. Faktor
risiko ini dapat berasal dari dalam diri individu maupun dari luar. Adanya
faktor risiko inilah yang dapat membuat individu dewasa terjangkit
pneumonia.
Universitas Indonesia
kurus. Pasien juga termasuk orang yang sering melewatkan waktu makan.
Kebiasaan seperti ini dapat membuat tubuh kekurangan asupan nutrisi yang
seharusnya didapatkan dalam satu hari. Jika hal ini berlangsung dalam jangka
waktu yang lama, fungsi pertahanan tubuh pun akan terganggu. WHO pada
tahun 1968 mnerbitkan WHO Monograph on Nutrition-infection Interactions
yang merupakan hasil kerjasama Nevin S. Scrimshaw, Carl Taylor, dan John
Gordon mengemukakan bahwa kaitan antara malagizi dan infeksi adalah
sinergistis. Artinya, malagizi memperparah penyakit infeksi, demikian juga
halnya infeksi memperburuk malagizi (Scrimshaw et al., 1968 dalam
Siagian, 2006). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rakhmawati pada tahun 2008 menunjukkan adanya hubungan antara status
gizi dengan kejadian tuberkulosa pada anak (p value = 0,005). Dari
penelitian tersebut menyatakan bahwa 82,4% anak yang mengalami
tuberkulosa berstatus gizi kurang, sedangkan 60,4% kelompok kontrolnya
(yang tidak menderita tuberkulosa) memiliki status gizi baik.
Penurunan imunitas tubuh pada pasien juga dapat dipengaruhi oleh kebiasaan
pasien yang tidak suka makan sayur. Sayur mengandung mikronutrien yang
dibutuhkan tubuh untuk proses pembentukuan sistem imun. Vitamin dan
mineral merupakan contoh mikronutrien yang berperan dalam proses
pembentukan imunitas tubuh. Sebagai contohnya adalah vitamin A, E, dan C
memiliki peran dalam pembentukan imunitas tubuh. Vitamin A sangat
penting untuk memelihara integritas epitel, termasuk epitel usus. Hal ini
berkaitan dengan hambatan fisik terhadap patogen dan imunitas mukosal.
Vitamin E dapat menurunkan produksi faktor penekan imunitas
(immunosuppressive factors) seperti prostaglandin E2 dan hidrogen
peroksida dengan mengaktifkan makrofag. Vitamin C berakumulasi (dengan
konsentrasi milimol/l) dalam neutrofil, limposit, dan monosit yang
mengindikasikan bahwa vitamin C berperan penting pada fungsi imunitas
Universitas Indonesia
(Siagian, 2006). Sebuah penelitian yang sejalan dengan hal tersebut adalah
penelitian efek suplementasi vitamin E pada orang dewasa Amerika, pada
tahun 1990, memperoleh efek perangsangan pada variabel yang berkaitan
dengan kepekaan imunitas T-cell-dependent 4,5 minggu setelah pemberian
vitamin E sebanyak 800 mg (Meydani, 1990 dalam Siagian, 2006).
Masalah keperawatan utama yang dialami oleh pasien adalah bersihan jalan
napas tidak efektif. Produksi sekret cenderung berlebih sehingga dapat
menutup jalan napas. Oleh sebab itu, fungsi pernapasan pun tidak berjalan
dengan baik. Adanya penumpukan sekret membuat jalan napas cenderung
menyempit sehingga udara yang masuk ke dalam tubuh pun sedikit. Pasien
yang mengalami masalah bersihan jalan napas tidak efektif akan juga
Universitas Indonesia
Intoleransi aktifitas juga dialami oleh pasien. Sesak yang bertambah apabila
melakukan aktifitas yang cenderung berat mengakibatkan pasien harus bed
rest untuk memulihkan kondisinya. Pengawasan terhadap tanda-tanda vital
secara teliti dilakukan untuk memonitor pasien terhadap peningkatan
toleransi pasien terhadap aktifitas.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Penelitian lain yang dilakukan oleh Strickland et. al tahun 2013 menyatakan
bahwa usaha peningkatan bersihan jalan napas akan meningkatkan
oksigenasi, menurunkan lama waktu perawatan, mengatasi
atelektasis/konsolidasi paru, dan meningkatkan pernapasan mekanik.
Penelitian ini juga merekomendasikan bagi pasien dengan gangguan bersih
jalan napas yang memiliki kelemahan untuk batuk secara manual ataupun
dibantu secara mekanik. Pembersihan jalan napas ini sangat penting bagi
pasien pneumonia karena retensi sekret yang tidak dikeluarkan dalam waktu
yang lama dapat menghambat pernapasan yang dapat berujung kepada
kematian.
Universitas Indonesia
Intervensi batuk efektif ini pun tidak berjalan sendiri. Sebagai tenaga
kesehatan, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain pun dilakukan.
Pemberian obat untuk mengatasi batuk pun diberikan pada pasien ini
sehingga dapat meningkatkan kesembuhan pasien dari masalah bersihan
jalan napas tidak efektif tersebut.
Universitas Indonesia
Masalah bersihan jalan napas ini merupakan masalah yang sering dialami
pada pasien yang mengalami infeksi paru. Namun, pelaksanaan intervensi
unuk mengatasi masalah bersihan jalan napas sering diabaikan oleh perawat
ruangan. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran untuk meningkatkan
intervensi mandiri yang dapat dilakukan oleh perawat untuk mengatasi
masalah bersihan jalan napas yang dialami oleh pasien. Diharapkan setelah
adanya contoh sederhana ini perawat ruangan bersedia untuk melanjutkan
intervensi batuk efektif maupun postural drainase pada pasien pneumonia
dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif.
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat
perkotaan pada pasien pneumonia di ruang penyakit dalam gedung A lantai 4
zona B RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah sebagai berikut.
a. Pneumonia merupakan masalah kesehatan yang banyak terjadi pada
masyarakat perkotaan. Penyakit ini menginfeksi sistem pernapasan yang
memiliki angka kejadian yang terus meningkat setiap tahunnya.
b. Pneumonia disebabkan oleh beberapa hal yang banyak terjadi di kota
besar, seperti penyakit paru kronik, gagal jantung kongestif, diabetes, dan
kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Faktor predisposisi lain yang menjadi
penyebab pneumonia yang banyak terdapat di masyarakat perkotaan
adalah tinggal di lingkungan yang padat, kebiasaan merokok, penurunan
sistem imunitas tubuh, dan malnutrisi.
c. Pasien dengan pneumonia biasanya mengalami gangguan bersihan jalan
napas. Oleh karena itu, usaha pembersihan jalan napas harus dilakukan
untuk menjaga kepatenan jalan napas. Identifikasi mengenai produksi
sekret berlebih dan kemampuan mengeluarkan sekret perlu dilakukan
sebelum memberikan intervensi keperawatan untuk mengatasi bersihan
jalan napas tidak efektif.
d. Penulis mengajarkan batuk efektif pada pasien sebagai usaha mandiri
untuk mengeluarkan sekret yang menumpuk pada jalan napas. Tujuan
dilakukannya batuk efektif ini adalah mencegah obstruksi jalan napas
akibat retensi sekret pada saluran pernapasan.
e. Beberapa penelitian menyatakan bahwa batuk efektif signifikan dalam
mengatasi masalah bersihan jalan napas tidak efektif. Hal ini juga terbukti
pada pasien kelolaan penulis.
50 Universitas Indonesia
5.2 Saran
Berdasarkan keterbatasan dalam penulisan dan pembahasan hasil analisis ini,
maka penulis memberikan beberapa rekomendasi kepada penulis selanjutnya
dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien pneumonia dengan
masalah bersihan jalan napas tidak efektif.
a. Penulis selanjutnya dapat membuat metode evaluasi yang dapat lebih
mengukur keefektifan intervensi yang diberikan. Selain itu, pendampingan
yang optimal kepada pasien perlu dilakukan ketika pasien melakukan
intervensi keperawatan yang diajarkan sehingga eveluasi yang diberikan
bukan hanya sekedar subjektif melainkan hasil observasi secara objektif.
Penulis selanjutnya juga dapat melakukan intervensi keperawatan ini
kepada pasien lainnya yang memiliki masalah serupa sebagai bahan
perbandingan dalam menganalisis keefektifan intervensi. Penelusuran
jurnal terbaru pun perlu dilakukan untuk memberi informasi yang lebih
luas kepada pembaca.
b. Perawat ruangan sebaiknya melakukan intervensi ini dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah bersihan jalan napas
tidak efektif. Tidak hanya itu saja, perawat juga harus dapat memberikan
pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai masalah kesehatan yang
sedang dialaminya sehingga ada kesinambungan antara intervensi yang
diajarkan dan tingkat pengetahuan pasien terhadap masalah kesehatan
yang sedang dialaminya. Dengan begitu, diharapkan motivasi pasien
dalam melakukan intervensi ini secara mandiri dapat meningkat.
c. Institusi pendidikan keperawatan dapat memberikan pengetahuan yang
lebih luas kepada mahasiswa mengenai infeksi saluran pernapasan
khususnya pneumonia beserta asuhan keperawatan yang dapat dilakukan
secara nyata pada pasien dengan masalah bersihan jalan napas tidak
efektif. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
53 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Strickland, S., Rubin, B., Drescher, G., Haas, C., O’Malley, C., Volsko, T., et al.
(2013). AARC clinical practice guideline: effectiveness of nonpharmacologic
airway clearance therapies in hospitalized patients. Respiratory Care, 58, 12,
2187-2193.
Sudoyo, Aru; Setiyohadi, Bambang; Alwi, Idris; Simardibrata, Marcelius; Setiati,
Siti. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI
Walsh, Brian. Airway Clearance and hyperinflation Therapy, 32 halaman. (2008).
Universitas Indonesia
Nama Obat Dosis Waktu Rute Indikasi Efek Samping Tindakan Keperawatan
(Pramudianto & (Pramudianto & (Hodgson & Kizior, 2008)
Ebaria, 2013) Ebaria, 2013)
Meropenem 1 gr 3x1 IV Terapi empirik Mual, muntah, nyeri - Monitor aktifitas bowel/
untuk dugaan abdomen, diare, konsistensi feses
infeksi reaksi lokal pada area - Monitor adanya mual,
injeksi muntah.
- Evaluasi inflamasi pada
area pemasangan IV line.
- Kaji ruam pada kulit.
- Evaluasi status hidrasi
- Monitor intake dan ouput
- Observasi kejang dan
status kesadaran
Inpepsa 1 4x1 PO Tukak duodenum, Konstipasi, mulut - Monitor adanya konstipasi
sendok tukak lalmbung, kering - Monitor aktifitas bowel
gastritis kronik dan konsistensi feses
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
58
Nama Obat Dosis Waktu Rute Indikasi Efek Samping Tindakan Keperawatan
(Pramudianto & (Pramudianto & (Hodgson & Kizior, 2008)
Ebaria, 2013) Ebaria, 2013)
profilaksis dan
terapi komplikasi
bronko pulmonal
dengan
mukostasis
Combivent 1 4x1 inhalasi Bronkospasme Sakit kepala, pusing, - Monitor frekuensi,
yang gelisah, mual, mulut kedalaman, dan ritme
berhubungan kering, muntah, otot pernapasan
lemah, komplikasi - Kaji suara napas
dengan PPOK
pada mata - Observasi adanya sianosis,
tremor, dan retraksi dada
- Monitor hasil AGD
Pulmicort 1 2x1 inhalasi Asma bronkial Iritasi ringan pada - Monitor berkurangnya
tenggorokan, iritasi gejala
lidah dan mulut,
batuk, mulut kering,
kandidiasis oral
Cavit D3 1 tab 3x1 PO Suplemen Ca - -
Ozid 40 mg 2x40 IV Tukak lambung, Ruam kulit, pruritus, - Evaluasi gejala-gejala
refluks esofagitis mulut kering, mual, yang timbul pada area
erosif ulserasif, sakit kepala, diare, gastrointestinal
konstipasi, kembung - Monitor adanya
perdarahan GI
ketidaknyamanan, mual,
atau munculnya diare
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
59
Nama Obat Dosis Waktu Rute Indikasi Efek Samping Tindakan Keperawatan
(Pramudianto & (Pramudianto & (Hodgson & Kizior, 2008)
Ebaria, 2013) Ebaria, 2013)
Metil 60 mg 1x60 IV SLE, karditis Retensi cairan tubuh, - Monitor intake-output
prednisolone reumatik akut, alkalosis - Kaji adanya edema
dermatitis kontak hipokalemik, gagal - Monitor aktifitas bowel/
jantung kongestif, konsistensi feses
dan alergi,
distensi abdomen, - Monitor hasil
dermatitis eritema pada wajah, laboratorium. Laporkan
eksfoliatif, keringat berlebihan, jika terjadi hipokalemia
konjungtivitis peningkatan tekanan - Monitor adanya mual dan
alergi, neuritis intra ocular, muntah
optik, enteritis gangguan - Awasi kemungkinan
regional, metabolisme terjadi tromboemboli atau
blood coagulability
gangguan
hematologi dan
penyakit reumatik
Dobutamin 15 1x24 IV Penunjang Mual, sakit kepala, - Monitor hasil EKG
µg/kg jam inotropik untuk palpitasi, dispnea, (pelebaran kompleks
BB pengobatan nyeri dada QRS, perpanjangan
interval PR, QT)
pasien dengan
- Monitor tekanan darah
dekompensasi - Monitor hasil elektrolit
kordis (natrium, glukosa, enzim
jantung)
- Kaji adanya dispnea,
batuk, perubahan bunyi
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
60
Nama Obat Dosis Waktu Rute Indikasi Efek Samping Tindakan Keperawatan
(Pramudianto & (Pramudianto & (Hodgson & Kizior, 2008)
Ebaria, 2013) Ebaria, 2013)
paru, dan kelemahan
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
Lampiran 3 61
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
62
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
63
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
64
Kolaborasi
7. Pemberian obat sesuai
indikasi.
- Diuretik, contoh : Meningkatkan laju aliran
Furosemid urin dan dapat menghambat
reabsorpsi natrium/ klorida
pada tubulus ginjal
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
65
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
66
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
67
Lampiran 4
CATATAN PERKEMBANGAN
Diagnosa
Hari/ Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Selasa, Bersihan jalan 1. Mengkaji frekuensi pernapasan S: klien mengatakan sesak masih dirasakan dan
20/5/2014 napas tidak efektif dan gerakan dada batuk
berhubungan 2. Mengauskultasi area paru O:
dengan akumulasi - Napas cepat dan dangkal
sekret pada saluran - Gerakan dada simetris
pernapasan - RR = 30 kali/menit
- Ronkhi pada area apeks paru sebelah kiri
A: masalah belum teratasi ditandai dengan klien
masih sesak dan batuk
P: Ajarkan batuk efektif
Kelebihan volume 1. Mengkaji adanya edema S: keluarga mengatakan akan mencatat
cairan berhubungan 2. Mengukur tekanan darah pengeluaran cairan pasien
dengan edema 3. Mengedukasi keluarga untuk O:
tungkai mencatat masukan dan - Edema pada area tungkai
pengeluaran cairan - TD = 110/70 mmHg
A: masalah belum teratasi ditandai dengan
edema tungkai
P:
- Pantau intake-output
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
68
Diagnosa
Hari/ Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
- Hitung keseimbangan cairan setiap 24 jam
Ketidakseimbangan 1. Mengkaji riwayat nutrisi S: klien mengatakan makan hanya ½ porsi,
nutrisi: kurang dari 2. Mengobservasi masukan tidak nafsu makan karena mual, biasanya
kebutuhan tubuh makanan makan bias lebih banyak dari porsi yang
berhubungan 3. Mengkaji penyebab mual diberikan.
dengan mual O:
- Makanan pasien tidak habis
- Pasien tampak kurus dan lemaha
A: Masalah belum teratasi ditandai dengan
nafsu makan yang menurun
P: Anjurkan makan sedikit tapi sering
Rabu, Bersihan jalan 1. Mengajarkan batuk efektif S: pasien merasa tidak capek karena hanya
21/5/2014 napas tidak efektif batuk 1 kali, pasien mau mempraktikkannya
berhubungan O:
dengan akumulasi - Pasien menirukan instruksi perawat dengan
sekret pada saluran benar; diawali dengan tarik napas dalam
pernapasan sebanyak 3 kali, lalu dibatukkan dengan
keras 1 kali
- Sputum yang keluar sedikit
- Pasien mampu melakukan secara mandiri
- Setelah batuk, ronkhi masih terdengar
A: masalah belum teratasi ditandai dengan
masih terdapat penumpukan sekret
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
69
Diagnosa
Hari/ Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
P: Anjurkan untuk minum air hangat
Kelebihan volume 1. Memantau intake-output S: keluarga mengatakan urin sebanyak 750 cc
cairan berhubungan 2. Menghitung keseimbangan dalam 12 jam, minum habis sekitar 750 cc
dengan edema cairan dalam 24 jam O:
tungkai 3. Mengukur TD dan frekuensi - Edema tungkai masih ada
napas - Terapi IVFD NS 0,9% 500 cc/ 8 jam
- Urin banyak, kuning, jernih
- TD: 100/70 mmHg, RR: 30 kali/menit
A: masalah belum teratasi ditandai dengan
intake dan ouput belum seimbang
P:
- Pantau intake-ouput
- Hitung balans cairan
- Tinggikan area yang mengalami edema
Ketidakseimbangan 1. Mengobservasi masukan S: pasien mengatakan lebih nafsu makan
nutrisi kurang dari makanan pasien dibanding kemarin, makanan habis lebih
kebutuhan tubuh 2. Menganjurkan makan sedikit dari ½ porsi.
berhubunan dengan tapi sering O:
mual - Pasien terlihat lebih segar
- Turgor kulit baik
- Nilai lab:
Hb : 8,4 g/dl
A: masalah teratasi ditandai dengan ada
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
70
Diagnosa
Hari/ Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
peningkatan nafsu makan
P:
- Pantau hasil lab
- Evaluasi masukan makanan
- Berikan perawatan mulut
Intoleransi aktifitas 1. Membantu efektifitas S: pasien merasa lebih segar setelah keramas,
berhubungan perawatan diri : keramas pasien tidak merasa sesak terhadap posisi
dengan kelemahan 2. Memberikan posisi Semi yang diberikan
Fowler dan lingkungan yang O:
nyaman - Pasien tampak lebih segar
- RR = 28 kali/menit
- Pasien dapat duduk di kursi
A: Masalah teratasi sebagian ditandai dengan
pasien dapat duduk di kursi namun RR
masih di atas batas normal
P:
- Bantu aktifitas lain
- Observasi TTV
Kamis, Bersihan jalan 1. Menganjurkan untuk minum S: pasien masih merasa batuk sedikit demi
22/5/2014 napas tidak efektif air hangat sedikit, keluarga mau menyediakan air
berhubungan 2. Mengevaluasi batuk hangat untuk pasien
dengan akumulasi 3. Memberikan terapi inhalasi O:
sekret pada saluran - Keluarga terlihat antusias salam
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
71
Diagnosa
Hari/ Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
pernapasan mendengarkan anjuran perawat
- Pasien sudah tidak terlihat batuk
- Ronkhi berkurang
A: masalah sudah teratasi ditandai dengan
ronkhi sedikit terdengar
P: Evaluasi batuk
Kelebihan volume 1. Memantau dan menghitung S: Pasien merasa nyaman ditinggikan pada area
cairan berhubungan intake-output tungkai, pasien mengatakan BAK tidak ada
dengan edema 2. Meninggikan area tubuh yang masalah, minum sesuai anjuran.
mengalami edema O:
3. Memantau TTV - Pasien terlihat nyaman
- Urin banyak, produksi dalam 12 jam 100 cc,
minum ± 750 cc
- Urin kuning, jernih
- TD : 100/70 mmHg, N : 124 kali/menit, RR
30 kali/menit, S : 36oC
- Auskultasi paru : ronkhi
A : masalah belum teratasi ditandai dengan
edema tungkai (+)
P:
- Pantau intake output
- Pantau hasil lab
- Kolaborasi pemberian diuretik
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
72
Diagnosa
Hari/ Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Jumat, Kelebihan volume 1. Memantau dan S: pasien mengatakan tidak ada masalah dalam
23/5/2014 cairan berhubungan menghitung intake-output hal minum, dalam 1 hari sudah habis ± 750
dengan edema 2. Memantau hasil cc
tungkai laboratorium (e-, albumin) O:
- Output per 12 jam : 1000 cc
- Urin banyak, kuning, jernih
- Edema masih terlihat ada tungkai dan
tangan klien
- Hasil lab 23/5/14:
Elektrolit :
Na : 139 mEq/L (132-147)
K: 3,5 mEq/L (3,3-5,4)
Cl: 103,4 mEq/L (94-111)
Albumin 2,66 g/dl (3,5-5,2)
A: Maslaah belu teratasi ditandai dengan
edema masih ada dan albumin di bawah
batas normal
P:
- Beri diet tinggi protein
- Pantau intake ouput
Ketidakseimbangan 1. Mengobservasi mual S: pasien mengatakan sudah tidak mual,
nutrisi: kurang dari 2. Mengobservasi masukan makanan yang masuk banyak, lebih dari ½
kebutuhan tubuh makanan pasien porsi
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
73
Diagnosa
Hari/ Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
3. Memantau hasil lab O:
- Pasien terlihat segar
- Hasil lab 23/5/2014
Hb: 9,5 g/dl (12-15)
Albumin 2,66 g/dl (3,5-5,2)
A: Masalah teratasi ditandai dengan mual tidak
ada
P:
- Evaluasi mual dan masukan makan pasien
- Berikan perawatan mulut
Sabtu, Bersihan jalan 1. Mengevaluasi batuk S: Pasien mengatakan sudah tidak batuk lagi
24/5/2014 napas tidak efektif O:
berhubungan - Ronkhi (-)
dengan akumulasi - Terapi O2 : NK 3 lpm
sekret pada saluran - RR : 28 kali/menit
pernapasan - Tidak ada batuk pada pasien
A: Masalah teratasi ditandai dengan ronkhi (-)
P: Observasi suara napas, RR, dan batuk
Kelebihan volume 1. Memantau dan menghitung S: Keluarga mengatakan produksi urin pada
cairan berhubungan intake-output pagi hari ± 800 cc. Total urin 24 jam: 1800
dengan edema 2. Menganjurkan untuk banyak cc. Intake minum : 600 cc
tungkai makan makanan yang O:
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
74
Diagnosa
Hari/ Tgl Implementasi Evaluasi
Keperawatan
mengandung banyak protein, - Balans cairan : I-O
seperti lauk-pauk (oral+IVFD)-Urin = (1350+500)-1800 =
+550cc Balans positif
- Terapi IVFD : NaCl 0,9% 500cc / 24 jam
- Urin banyak, kuning, jernih
A: masalah belum teratasi ditandai dengan
edema (+), balans (+)
P:
- Pantau intake-output
- Pantau asupan protein
- Kolaborasi restriksi cairan
Intoleransi aktifitas 1. Memberikan perawatan mulut S: pasien merasa lebih segar dan bersih
berhubungan dan mandi O:
dengan kelemahan - Pasien terlihat segar dan bersih
- Pasien dapat menyikat gigi sendiri di tempat
tidur
- RR: 28 kali/menit
- Pasien dapat berdiri
A: Masalah teratasi ditandai dengan
peningkatan toleransi terhadap aktifitas
P: Bantu aktifitas lain
Universitas Indonesia
Analisis efektifitas ..., Elisabeth Lorreta, FIK UI, 2014
75
Lampiran 5
A. Identitas Personal
Universitas Indonesia