Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN TUTORIAL

BLOK ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI

SKENARIO 3

Disusun oleh:

Kelompok 4

Tutor Pembimbing:

Dr. dr. Rita Vivera Pane, Sp.KFR

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan tutorial “Skenario 3” telah melalui konsultasi dan disetujui oleh Tutor Pe
mbimbing

Surabaya, 25 Januari 2021

Tutor Pembimbing,

Dr. dr. Rita Vivera Pane, Sp.KFR


NAMA ANGGOTA KELOMPOK

Ketua : Danafi Faizar Rachman (6130016009)

Sekretaris 1 : Salsabil Nabila Wigayana P. (6130017009)

Sekretaris 2 : Dian Safira Devi (6130016024)

Anggota : Ahla Nurul Istiqomah (6130017004)

Revani Yuni Nailuvar (6130017014)

Muhammad Rais Faisal (6130017019)

Moh. Imanuddin Arfiansyah A. (6130017024)

Avifah Camelia Asnawi (6130017029)

Rima Isna Rahmawati (6130017034)

Risnu Nur Mohammad Septiana (6130017039)

Amelia Krismawati (6130017049)

Djanatin Roudhotul (6130017054)


SKENARIO 1
Seorang pasien perempuan berusia 68 tahun datang ke klinik pratama
dengan keluhan nyeri lutut.

STEP 1
Kata Sulit: -

Kata Kunci:
1. Perempuan usia 68 tahun
2. Nyeri sudah 5 bulan, lokal, nyeri hilang timbul, sakit terus, kadang sakit
sekali, kadang sakit
3. Beli obat seperti di TV, rasa nyeri berkurang setelah meminum obat
4. Kiri terutama, akhir-akhir ini kanan mulai sakit
5. Makin nyeri waktu naik turun tangga dan posisi duduk ke berdiri
6. Membaik apabila di kompres hangat, tapi tidak sampai hilang nyerinya
7. Tahun lalu pasien jatuh
8. Pekerjaan : ibu rumah tangga
9. Belum pernah mengalami sebelumnya, hanya mulai 5 bulan ini
10. Ibu sering mengalami nyeri lutut
11. Ekstrimitas: akral hangat
12. Status lokalis Lutut:
Inspeksi: sendi bengkak (-) , hiperemi (-)
Palpasi: Tenderness sendi genu bagian kanan kiri (+)
Krepitasi: (+)
ROM : full movement

STEP 2
Data Tambahan:
 Anamnesis
1. Nyeri sudah 5 bulan, tidak menjalar, nyeri hilang timbul, sakit terus, kadang
sakit sekali, kadang sakit
2. Beli obat seperti di TV, rasa nyeri berkurang setelah meminum obat
3. Kiri terutama, akhir-akhir ini kanan mulai sakit
4. Makin nyeri waktu naik turun tangga dan posisi duduk ke berdiri
5. Membaik apabila di kompres hangat, tapi tidak sampai hilang nyerinya
6. Tahun lalu pasien jatuh
7. Pekerjaan : ibu rumah tangga
8. Belum pernah mengalami sebelumnya, hanya mulai 5 bulan ini
9. Ibu sering mengalami nyeri lutut
10. Tidak ada keluhan lain

 Pemeriksaan Fisik
1. Vital sign: 130/80 // 20// 36,5// dbn
2. KU: baik
3. GCS:4-5-6
4. Kepala leher: dbn
5. Thorax: dbn
6. Abdomen: dbn
7. Ekstrimitas: akral hangat,
8. Inspeksi: sendi bengkak (-) , hiperemi (-)
9. Palpasi: Tenderness sendi genu bagian kanan kiri (+)
10. Pemeriksaan Lutut:
11. Krepitasi: (+)
12. ROM : full movement

 Pemeriksaan Penunjang
1. No data
STEP 3
Diagnosis Differential:
 Osteoarthritis Genu
 Rheumatoid Arthritis

STEP 4
Rumusan Masalah:
1. Apa penyebab nyeri yang dikeluhkan pasien?
2. Apa hubungan usia lanjut dan jenis kelamin pasien dengan keluhan?
3. Mengapa nyeri bertambah saat naik turun tangga?

Jawaban Rumusan Masalah:

1. Proses penuaan atau adanya trauma sebelumnya, sehingga saat otot jarang
digunakan dapat terjadi instabilitas yang akibatnya terjadi stres
kartilago/mikrotrauma kemudian degenerasi

2. Keluhan nyeri pada lutut biasanya beresiko pada bertambahnya usia, sering di
atas usia 60 tahun. Kemungkinan pasien tersebut mengalami OA dimana usia
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya OA. Jenis kelamin juga
memiliki peranan penting dalam terjadinya OA lutut, wanita lebih sering
terkena OA dari pada laki – laki hal ini terjadi akibat hormonal pada wanita
yang telah menaupose, yang mengakibatkan hormone estrogen turun yang
menyebabkan penurunan dari densitas tulang dan persendian.

3. Dugaan adanya cedera atau penipisan pada bantalan sendi lutut. Saat pasien
naik turun tangga tekanan di sendi lutut meningkat (sendi lutut menjadi
tumpuan tubuh), hal tersebut menyebabkan rasa nyeri bertambah
STEP 5
POMR

PLANNING
TPL PPL ASSESMENT
DIAGNOSIS TERAPI MONITORING EDUKASI
1. Perempuan usia 68 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, Osteoarthritis  Darah Non farmakologi  Nyeri sendi:  Memberikan pengertian
tahun 10,18 lengkap  Latihan dan aktivitas VAS atau bahwa OA adalah penya
2. Nyeri sudah 5 bulan,  LED fisik = bersepeda, WOMAC kit yang kronik, sehingga
lokal, nyeri hilang berjalan, berenang indeks perlu dipahami bahwa m
 Analisis
timbul, sakit terus,  Pasien dengan BMI
cairan  Fungsi fisik ungkin dalam derajat tert
>25= penurunan BB
kadang sakit sekali, sinovium  Penilaian pasien entu akan tetap ada rasa
 Pengunaan penyangga/
kadang sakit  Foto polos secara umum nyeri, kaku dan keterbata
alat bantu jalan
3. Beli obat seperti di TV, sendi lutut  Radiografi san gerak serta fungsi
rasa nyeri berkurang  CT scan/ sendi  Hindari aktivitas yang
setelah meminum obat Farmakologi
MRI (Dougados, 2004) membebani kerja lutut
4. Kiri terutama, akhir-  Analgesik: ibuprofen,
(Pratiwi, 2015)  Sarankan pasien untuk
paracetamol
akhir ini kanan mulai kontrol kembali
sakit  Perubahan perilaku
5. Makin nyeri waktu naik Pembedahan: artroskopi, positif, seperti olahraga,
turun tangga dan posisi perbaikan kartilago, dan
penurunan berat badan,
duduk ke berdiri artroplasti (Lespasio et a
penggunaan alas kaki
6. Membaik apabila di l., 2017)
yang sesuai
kompres hangat, tapi  Kompres hangat lutut
tidak sampai hilang (NICE, 2014)
Rehabilitasi medik
nyerinya
 Cryotherapy
7. Tahun lalu pasien jatuh
 Terapi panas
8. Pekerjaan: ibu rumah
 Terapi LASER
tangga
9. Belum pernah  TENS
mengalami sebelumnya, (Transcutaneous
hanya mulai 5 bulan ini Electrical Nerve
10. RPK: Ibu sering Stimulations)
 Terapi latihan: ROM
mengalami nyeri lutut
exercise, strengthenin
11. Vital sign: g exercise, endurance
TD: 130/80 mmHg exercise, coordination
RR: 20x/ menit exercise
Suhu: 36,5 C (Laswati H. et al., 2015)
12. KU: baik
13. GCS:4-5-6
14. Kepala leher: dbn
15. Thorax: dbn
16. Abdomen: dbn
17. Ekstrimitas: akral
hangat
18. Status lokalis Lutut:
 Inspeksi: sendi
bengkak (-) , hiperemi
(-)
 Palpasi: Tenderness
sendi genu bagian
kanan kiri (+)
 Krepitasi: (+)
 ROM : full movement
STEP 6
MINDMAPPING

Perempuan 68 tahun
Nyeri lutut sudah 5 bulan, hilang
timbul
TD 130/80 Bertambah nyeri naik turun tangga
Anamnesis Berkurang sedikit setelah minum
Suhu 36,5°c
Ektremitas: akral hangat obat seperti di TV
Ekstrimitas: akral hangat, Berkurang saat dikompres
Inspeksi: sendi bengkak Tahun lalu ada jatuh
(-) , hiperemi (-) Palpasi: Pemeriksaan fisik
Tenderness sendi genu
bagian kanan kiri (+)
Pemeriksaan Lutut:
Krepitasi: (+) ROM : full
movement
Diagnosis banding

Rheumatoid
Osteoarthritis Genu Arthritis

Kriteria Diagnosis

Dx: Osteoarthritis Genu

Planning Planning Planning


Planning Diagnosis
Terapi Monitoring Edukasi
STEP 7
Learning Objective
DX: OA Genu
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, manifestasi klinis diagnosis
banding
2. Mahasiswa mampu menjelaskan kriteria diagnosis Osteoartritis
3. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi dan faktor resiko OA Genu
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi OA Genu
5. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang OA Genu
6. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana dan rehabilitasi medik OA Genu
7. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis OA Genu
8. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan dan edukasi OA Genu
STEP 8
Belajar Mandiri

STEP 9
Jawaban Learning Objective
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, manifestasi klinis
diagnosis banding dan diagnosis

Diagnosis Definisi Etiologi Manifestasi Klinis


Rheumatoid Art Rheumatoid Arthritis Penyebab Rheumat Menurut American
hritis (RA) adalah penyakit oid Arthritis belum Rheumatoid Arhriti
autoimun yang ditand diketahui dengan p s (ARA) (2012) krit
ai sinovitis erosif yan asti. Namun, kejadi eria rheumatoid art
g simetris dan pada be annya dikorelasika hritis adalah:Kaku
berapa kasus disertai n dengan interaksi pagi hari, arthritis p
keterlibatan jaringan e yang kompleks ant ada persendian tang
kstraartikular. Perjala ara faktor genetik d an, faktor rheumato
nan penyakit RA ada an lingkungan (Sua id serum positif, pe
3 macam yaitu monos rjana, 2009) rubahan gambaran
iklik, polisiklik dan pr radiologis
ogresif. Penyakit ini s
ering menyebabkan k
erusakan sendi, kecac
atan dan banyak meng
enai penduduk pada u
sia produktif sehingga
memberi dampak sosi
al dan ekonomi yang
besar. Sebagian besar
kasus perjalananya kr
onik kematian dini (R
ekomendasi Perhimpu
nan Reumatologi Indo
nesia,2014) (Febriana,
2015).
Osteoarthritis Ge Osteoartritis (OA) me OA primer disebut Pada tahap awal, n
nu rupakan penyakit deg juga OA idiopatik yeri hanya terlokali
enerasi pada sendi ya yang mana penyeb sasi pada bagian
ng melibatkan kartila abnya tidak diketa tertentu, tetapi bila
go, lapisan sendi, liga hui dan tidak ada h berlanjut, nyeri aka
men, dan tulang sehin ubunganya dengan n dirasakan pada se
gga menyebabkan nye penyakit sistemik, i luruh sendi yang
ri dan kekakuan pada nflamasi ataupun p terkena OA. Nyeri i
sendi (CDC, 2014). erubahan lokal pad ni seringkali diserta
a sendi, sedangkan i bengkak, penurun
OA sekunder meru an ruang gerak
pakan OA yang dit sendi, dan abnorma
engarai oleh fakto litas mekanis yang
r-faktor seperti pen dapat mengakibatk
ggunaan sendi yan an keterbatasan ger
g berlebihan dalam ak sendi (DCD, 20
aktifitas kerja, olah 14)
raga berat, adanya
cedera sebelumny
a, penyakit sistemi
k, inflamasi. OA pr
imer lebih banyak
ditemukan daripad
a OA sekunder (Da
vey, 2006).
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Kriteria diagnosis Osteoartritis
a. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik nyeri lutut dan paling sedikit 3
dari 6 kriteria berikut ini (Adhiputra, et al., 2017):
 Umur > 50 tahun
 Kaku sendi < 30 menit
 Krepitus pada gerakan aktif
 Pembesaran sendi
 Nyeri tulang
 Hangat pada perabaan
b. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan radiologis: nyeri lutut dan 1 di
antara berikut ini (Adhiputra, et al., 2017):
 Umur > 50 tahun
 Kaku sendi < 30 menit
 Krepitus pada gerakan aktif dan osteofit
c. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium: nyeri lutut dan 5
diantara berikut ini (Adhiputra, et al., 2017):
 Umur > 50 tahun
 Kaku sendi < 30 menit
 Krepitus pada gerakan aktif
 Pembesaran sendi
 Nyeri tulang
 Hangat pada perabaan
 LED < 40 Mm/ jam
 Rheumatoid faktor < 1: 40
 Analisis Cairan sendi Menunjukkan OA

3. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi dan faktor resiko


Osteoarthritis

EPIDEMIOLOGI OA

Osteoartritis merupakan penyakit persendian yang kasusnya paling umum


dijumpai secara global. Diketahui bahwa OA diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh
dunia dan mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara (Alfarisi, 2018).
Prevalensi osteoartritis di Eropa dan Amerika lebih besar dari pada prevalensi
di negara lainnya. The National Arthritis Data Workgroup (NADW) memperkirakan
penderita osteoartritis di Amerika pada tahun 2005 sebanyak 27 juta yang terjadi pada
usia 18 tahun keatas. Estimasi insiden osteoartritis di Australia lebih besar pada
wanita dibandingkan pada laki-laki dari semua kelompok usia yaitu 2,95 tiap 1000
populasi dibanding 1,71 tiap 1000 populasi. Di Asia, China dan India menduduki
peringkat 2 teratas sebagai negara dengan epidemiologi osteoartritis tertinggi yaitu
berturut-turut 5.650 dan 8.145 jiwa yang menderita osteoartritis lutut (Alfarisi, 2018).
Prevalensi OA juga terus meningkat secara dramatis mengikuti pertambahan
usia penderita. Pekerja yang banyak membebani sendi lutut akan mempunyai risiko
terserang osteoartritis lebih besar dibandingkan yang tidak banyak membebani lutut
selain itu olahraga yang mengalami trauma pada sendi seperti sepak bola, basket dan
voli juga dapat menyebabkan osteoarthritis. Di Indonesia Osteoarthritis merupakan
penyakit reumatik yang paling banyak ditemui dibandingkan kasus penyakit reumatik
lainnya. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), penduduk yang
mengalami gangguan OA di Indonesia tercatat 8,1% dari total penduduk. Di Jawa
Tengah, kejadian penyakit OA sebesar 5,1% dari semua penduduk. Provinsi
Lampung memiliki angka prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis dokter
atau tenaga kesehatan pada umur ≥15 tahun yaitu 11,5% (Alfarisi, 2018).
Hasil penelitian Kellgren dan Lawrence menyebutkan bahwa prevalensi
terjadinya OA lutut adalah 29,8% pada laki-laki dan 40,7% pada perempuan. Di
Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia
40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun. Menurut Riskedas tahun 2013, prevalensi
penyakit sendi berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan di Indonesia 11,9% dan
berdasarkan gejala 24,7%. Berdasarkan diagnosis tertinggi di Bali 19,3% sedangkan
berdasarkan gejala tertinggi di NTT 33,1%, Jawa Barat 32,1%, Bali 30%, Jakarta
21,8%. Prevalensi tertinggi pada umur ≥75 tahun (54,8%). Dimana wanita lebih
banyak (27,5%) dibanding pria (21,8%).4,5 OA adalah penyebab utama kecacatan
pada orang yang lebih tua (Mutmainah, 2019).
Untuk osteoartritis lutut prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan
12,7% pada wanita. Prevalensi ini semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
Karena prevalensi yang cukup tinggi dan sifatnya yang kronik-progresif, osteoartritis
mempunyai dampak sosio-ekonomik yang besar, baik di negara maju maupun di
negara berkembang. Dibawah usia 55 tahun, distribusi sendi OA pada laki-laki dan
perempuan sama ; pada orang yang berusia lebih tua, OA panggul lebih sering pada
laki-laki, sedangkan OA sendi antarfalang dan pangkal jempol lebih sering pada
perempuan. Demikian juga, bukti radiografi OA lutut, terutama OA lutut simtomatik,
tampaknya lebih sering pada perempuan dari pada laki-laki % (Alfarisi, 2018).

FAKTOR RESIKO OA

Harus diingat bahwa masing-masing sendi mempunyai beban biomekanik, dan persen
tase gangguan yang berbeda, sehingga peran faktor-faktor risiko tersebut untuk masin
g-masing OA tertentu berbeda. Kegemukan, faktor genetik dan jenis kelamin adalah f
aktor risiko umum yang penting (Winangun, 2019).

a) Umur

Dari semua faktor risiko untuk timbulnya OA, faktor usia adalah yang terkuat. Preval
ensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA hampir ti
dak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada um
ur di atas 60 tahun. Akan tetapi harus diingat bahwa OA bukan akibat menua saja. Per
ubahan tulang rawan sendi pada usia lanjut berbeda dengan perubahan pada OA.

b) Jenis Kelamin

Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA sendi lainnya, dan lelaki lebih sering ter
kena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun
frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi di atas 50 tahun (set
elah menopause) frekuensi OA lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menu
njukkan adanya peran hormonal pada patogenesis OA.

c) Suku Bangsa

Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada OA nampaknya terdapat perbedaan diantar
a masing-masing suku bangsa. Misalnya OA paha lebih jarang diantara orang-orang k
ulit hitam dan Asia daripada Kaukasia, OA lebih sering dijumpai pada orang-orang A
merika asli (Indian) dari pada orang-orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan den
gan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan
pertumbuhan.
d) Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA, misalnya pada seorang wanita de
ngan ibu yang mengalami OA pada sendi-sendi interfalang distal (nodus Herbenden)
akan mengalami 3 kali lebih sering OA pada sendi-sendi tersebut, dibandingkan deng
an seorang wanita dengan ibu tanpa OA tersebut. Adanya mutasi dalam gen prokolag
en II atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolage
n tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan dalam timbu
lnya kecenderungan familial pada OA tertentu.

e) Kegemukan dan Penyakit Metabolik

Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk timbuln
ya OA baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaita
n dengan OA pada sendi yang menanggung beban, tapi juga pada OA sendi lain. Di s
amping faktor mekanis (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor
lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya OA. Pasien-pasien OA ternyata memp
unyai risiko penyakit jantung koroner dan hipertensi yang lebih tinggi daripada oran
g-orang tanpa osteoartritis.

f) Cedera Sendi, Pekerjaan, dan Olahraga

Pekerjaan berat yang menggunakan seluruh sendi ataupun dengan pemakaian satu sen
di yang terus menerus (misalnya tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan peni
ngkatan risiko OA tertentu. Demikian juga cedera sendi dan olahraga berkaitan denga
n risiko terjadinya OA yang lebih tinggi (misalnya robeknya meniscus, ketidakstabila
n ligament).

g) Kelainan Pertumbuhan

Kelainan kongenital dan pertumbuhan (misalnya penyakit Perthes dan dislokasi kong
enital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya osteoartritis paha pada usia muda. Mek
anisme ini juga diduga berperan pada lebih banyaknya OA pada laki-laki dan ras terte
ntu.Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan risiko timbulnya OA.
Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu mengur
angi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan s
endi menjadi lebih mudah robek.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi Osteoarthritis

Osteoarthritis adalah penyakit degeneratif progresif sendi yang menyebabkan


nyeri, kekakuan, dan berbagai gerakan terbatas. Secara historis, Osteoarthritis telah di
lihat sebagai akibat dari cedera akut atau kronis atau berulang-ulang penggunaanya ya
ng menyebabkan “keausan” pada sendi. Nyeri biasanya adalah gejala utama dari Oste
oarthritis. Hal ini disebabkan oleh perubahan struktural dalam sendi, mikrofraktur tul
ang, dan intra artikular hipertensi akibat pembengkakan, hipertrofi synovial, dan men
yertai sinovitis. Kekakuan sendi yang dihasilkan dari proses inflamasi ringan biasany
a terjadi pada pagi hari dan berlangsung kurang dari 30 menit. Krepitasi berbagai gera
kan terbatas, dan deformitas terjadi dari hasil pembentukan osteofit, remodeling tulan
g dan kehilangan tulang rawan. Sedangkan fungsi osteofit adalah untuk mendukung d
an menstabilkan sendi, namun dapat juga menghasilkan rasa nyeri, krepitasi, dan pen
urunan lingkup gerak sendi. Seiring dengan krepitasi maka akan ada deformitas. Efusi
dan peradangan tidak terlihat di Osteoarthritis (Pratama, 2019).

Terjadinya Osteoarthritis tergantung interaksi antara beberapa faktor. Osteoart


hritis dapat terjadi dari faktor usia lanjut, genetik, trauma, dan beban sendi karena obe
sitas. Banyak bukti bahwa obesitas merupakan sindrom kompleks dimana aktivitas ab
normal neuroendokrin dan jalur pro-inflamasi berubah dari asupan makanan, Ekspans
i lemak dan perubahan metabolik. Namun, leptin dapat juga diproduksi oleh osteoblas
dan sel kondrosit. Tingkat signifikan, leptin yang diamati pada tulang rawan dan oste
ofit pada penderita Oseoarthritis sedangkan beberapa kondrosit diproduksi leptin dala
m tulang rawan dari orang sehat. Leptin ditemukan dalam cairan synovial sendi Osteo
arthritis yang berkolerasi. Sitokin, faktor biomekanika, dan enzim proteolitik menyeb
abkan derajat variable proses inflamasi synovial yang diatur oleh metalloproteinase d
an kondrosit jalur sintesis kompensasi yang diperlukan untuk mengembalikan interita
s matriks yang terdegradasi (Pratama, 2019).

.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang Osteoarthritis

Kriteria diagnosis Osteoartritis lutut


Kriteria diagnosis dari OA lutut berdasarkan American College of Rheumatology yait
u:

a. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik nyeri lutut dan 3 dari berikut in
i:
 Umur > 50 tahun
 Kaku sendi < 30 menit
 Krepitus pada gerakan aktif
 Pembesaran sendi
 Nyeri tulang
 Hangat pada perabaan
b. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan radiologis: nyeri lutut dan 1 di
antara berikut ini:
 Umur > 50 tahun
 Kaku sendi < 30 menit
 Krepitus pada gerakan aktif dan osteofit
c. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium: nyeri lutut dan 5
diantara berikut ini:
 Umur > 50 tahun
 Kaku sendi < 30 menit
 Krepitus pada gerakan aktif
 Pembesaran sendi
 Nyeri tulang
 Hangat pada perabaan
 LED< 40 Mm/ jam
 Rheumatoid faktor < 1: 40
 Analisis Cairan sendi Menunjukkan OA

Diagnosis OA selain berdasarkan gejala klinis juga didasarkan pada hasil radiologi. N
amun pada awal penyakit , radiografi sendi seringkali masih normal. Adapun gambar
an radiologis sendi yang menyokong diagnosis OA adalah:

1. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian ya
ng menanggung beban)
2. Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral
3. Kista tulang
4. Osteofit pada pinggir sendi
5. Perubahan struktur anatomi sendi.

Pada hasil radiografi pasien ditemukan adanya osteofit pada emminentia intercondilar
is medialis os tibia kiri. Pemeriksaan penunjang laboratorium OA biasanya tidak bany
ak berguna. Darah tepi (Hb, leukosit, laju endap darah) dalam batas – batas normal ke
cuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan artritis peradangan. Pemeriksaan
cairan sendi pasien negatif tidak ditemukan adanya bakteri [ CITATION Pra15 \l 2057 ].

6. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana dan terapi rehabilitasi medik O


steoarthritis

Tatalaksana Osteoarthritis (OA)

Terapi utama adalah mengelola gejala, mengurangi nyeri dan disabilitas, meni
ngkatkan fungsi sendi dan kestabilan sendi. Pilihan terapi terdiri dari terapi farmakolo
gi dan non-farmakologi yang dapat dikombinasi. (AAOS, 2013; Anwer & Alghadir, 2
014)

Sebelum melakukan terapi, edukasi penting pada pasien OA. Dengan edukasi,
pasien mengetahui tujuan terapi OA dan pentingnya perubahan gaya hidup, latihan, d
an pengurangan berat badan yang akan mempengaruhi perjalanan penyakit. Setelah b
eberapa sesi latihan fisik dan penguatan otot, pasien akan dievaluasi skala nyerinya m
enggunakan skala WOMAC (Western Ontario and McMaster Universities Osteoarthri
tis Index). Jika tidak menunjukkan perbaikan, perlu diberi obat analgesik. Jika nyeri
masih tidak berubah signifikan, perlu beberapa tindakan seperti injeksi intraartikular,
pemberian tramadol, dan valgus brace. Selanjutnya akan dievaluasi lagi dan perlu dip
ertimbangkan pemberian opioid lain atau pembedahan jika tidak ada perubahan signif
ikan rasa nyeri dan fungsi sendi. (Rezende et al., 2013; Jones et al., 2015)

A. Tatalaksana Non-farmakologi

1. Latihan fisik dan terapi manual

Latihan dan aktivitas fisik sangat direkomendasikan untuk mengurangi nyeri d


an memperbaiki fungsi sendi. Latihan penguatan otot quadriceps dan hamstring menj
adi pilihan utama karena dapat memperkuat otot-otot di sekitar sendi lutut, sehingga d
apat menstabilkan sendi lutut. Penelitian yang membandingkan hasil latihan penguata
n otot quadriceps dan hamstring menunjukkan bahwa penguatan kedua otot quadricep
s dan hamstring menghasilkan skor WOMAC yang lebih baik daripada penguatan oto
t quadriceps saja. (Al-Johani et al., 2014; AAOS, 2013; Anwer & Alghadir, 2014; Jon
es et al., 2015)

Latihan fisik dapat berupa latihan aerobik dan bisa dilakukan di air (water bas
ed exercise) dan di darat (land based exercise). Latihan di darat dapat berupa bersepe
da dan berjalan. Sedangkan untuk di air bisa berupa berenang dan berjalan di dalam ai
r. Latihan di air biasa digunakan pada pasien OA yang sulit melakukan latihan di dara
t. (Rahmann, 2010)

Latihan fisik sering dikombinasi dengan terapi manual yang terdiri dari mobili
sasi aktif dan pasif sendi, peregangan (stretching), dan masase jaringan lunak. Tujuan
terapi manual adalah mengurangi nyeri, menormalisasi biomekanik sendi dan jaringa
n, dan meningkatkan fungsi sendi. (Jones et al., 2015; Rahman, 2010)

2. Penurunan berat badan


Pasien dengan indeks massa tubuh lebih dari 25 kg/m2 harus didorong untuk
menurunkan berat badannya. Hal ini dilakukan dengan membatasi diet tinggi kalori y
ang dikombinasikan dengan latihan fisik. (Lespasio et al., 2017; Jones et al., 2015)

B. Tatalaksana Farmakologi

Mengurangi rasa nyeri sangat penting dalam penanganan OA. Obat analgesik
berbagai jenis seperti obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), opiat, dan analgesik l
ain non-opiat.

OAINS menghambat biosintesis prostaglandin yang terbentuk saat proses rada


ng. Biosintesis prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase, yaitu siklooksigena
se-I (COX-1) dan siklooksigenase-II (COX-II). Dosis terapeutik OAINS mengurangi
biosintesis prostaglandin dengan menghambat kerja enzim siklooksigenase. Terapi O
AINS terdiri dari penghambat COX nonspesifik dan penghambat COX-II spesifik. Co
ntoh penghambat COX nonspesifik adalah ibuprofen, diklofenak, meloxicam, dan asp
irin, serta penghambat COX-II selektif contohnya celecoxib. (Vaishya et al., 2016)

Analgesik lain bukan turunan opiat dan sering digunakan adalah acetaminoph
en/paracetamol. Obat ini efektif meredakan nyeri OA lutut tetapi masih kurang efisie
n dibandingkan OAINS. Namun, efek sampingnya lebih sedikit dibandingkan OAINS.
Penelitian pada 104 pasien tidak menemukan perbedaan berarti pada penggunaan dic
lofenac dan paracetamol di layanan primer. (Verkleij et al., 2015)

Opiat merupakan turunan opium yang memiliki kemampuan analgesik dengan


menghambat langsung transmisi nosiseptif. Opiat efektif meredakan nyeri OA lutut, n
amun tidak ada perbedaan signifikan antara efikasi opiat- parasetamol dan OAINS. K
ombinasi OAINS dengan opiat-parasetamol terbukti efektif jika terapi tunggal OAIN
S tidak berhasil. Jika pasien menunjukkan respons positif, terapi kombinasi opiat – pa
rasetamol dan OAINS dapat digunakan untuk mempertahankan kondisi tanpa nyeri.
(AAOS, 2013; Vaishya et al., 2016; Park et al., 2012)
AAOS merekomendasikan pemberian OAINS atau tramadol untuk osteoartriti
s lutut dengan kekuatan rekomendasi strong. Sedangkan untuk parasetamol dan opioi
d, rekomendasinya inconclusive. (AAOS, 2013; Jones et al., 2015)

C. Pembedahan

Tindakan pembedahan dapat dipertimbangkan jika pasien tidak membaik den


gan tatalaksana konservatif dan modalitas nonfarmakologi. Pertimbangan kualitas hid
up pasien yang makin menurun juga dapat menjadi indikasi. Pilihan operasi pada OA
lutut meliputi artroskopi, perbaikan kartilago, dan artroplasti. (Lespasio et al., 2017)

Rehabilitasi Medik Osteoarthritis

Beberapa pelayanan rehabilitasi medik dapat diberikan pada pasien osteoartritis yaitu:

1. Terapi dingin

Disebut juga cold therapy atau cryotherapy, merupakan salah satu jenis modal
itas terapi fisik yang menggunakan sifat fisik dingin untuk terapi dengan berbagai car
a dan pada berbagai kondisi. (Laswati H et al., 2015)

2. Terapi panas

Terapi panas terdiri dari terapi superficial heating dan terapi deep heating. Pen
etrasi terapi superficial heating dapat mencapai lapisan kutis dan sub kutis. Penetrasi t
erapi deep heating mencapai lapisan di bawah sub kutis. (Laswati H et al., 2015)

3. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulations (TENS)

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulations (TENS) merupakan alat stimula


si listrik untuk menghilangkan nyeri akut (trauma, inflamasi) dan nyeri kronis (untuk
segala kondisi). (Laswati H et al., 2015)

4. Terapi LASER

Light Amplification Stimulated Emission of Radiation (LASER) dapat digolo


ngkan menjadi High Power LASER dan Low Power LASER. Di bidang kedokteran,
High Power LASER digunakan untuk mengiris atau koagulasi jaringan karena efek p
anasnya, sedangkan Low Power LASER digunakan untuk mengurangi rasa nyeri dan
anti inflamasi karena efek biostimulasi sel. (Laswati H et al., 2015)

5. Terapi latihan

Suatu program latihan yang bertujuan terapeutik (penyembuha/pemulihan). Terapi lat


ihan dibagi menjadi :

a. Latihan luas gerak sendi (range of motion exercise)

b. Latihan penguatan (strengthening exercise)

c. Latihan daya tahan (endurance exercise)

d. Latihan koordinasi (coordination exercise)

e. Latihan khusus : Activity of Daily Living (ADL), breathing exercise, dan muscle re
education.

f. Latihan pola khusus: William Flexion Exercise dan Neck Calliet exercise (Laswati
H, 2015).

7. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis Osteoarthritis

Komplikasi:

- Komplikasi potensial dari athritis: Fibrosis dan ankilosis tulang,kontraktur sendi,


neuropati

- Komplikasi potensial dari pengobatan non steroid anti inflamasi: perdarahan


lambung, hepar, nefropati

- Infeksi kerusakan permukaan membran sendi pada tindakan pembedahan

- Deformitas sendi

- Pertumbuhan tulang berlebih (ostheophyte)


- Penekanan saraf tulang leher atau pinggang(spondylosis)

- Kompresi sumsum tulang belakang(radiculopathy)

- Disfungsi saraf tunjang (myelopathy)

- Kelumpuhan

Prognosis:

Prognosis osteoathritis umumnya baik, sebagian besar nyeri dapat diatasi


dengan obat obat konservatif. Hanya pada kasus berat yang memerlukan operasi.
Osteoathritis biasanya berjalan lambat. Problem utama yang sering dijumpai adalah
nyeri apabila sendi tersebut digunakan dan meningkatnya ketidakstabilan bila harus
menanggung beban terutama pada lutut. Masalah ini menandakan bahwa orang
tersebut harus membiasakan diri dengan cara hidup yang baru. Cara hidup yang baru
ini seringkali meliputi perubahan pola makan yang terbentuk seumur hidup dan rajin
berolahraga, penggunaan obat obat yang diberikan secara teratur dan pemakaian alat
alat untuk membantu fungsi gerak tubuh (S Joewono,2006)

8. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan dan edukasi Osteoarthritis


Pencegahan
Osteoartritis dapat dicegah dengan beberapa langkah, antara lain :
1. Menghindari setiap faktor risiko, misal mencegah obesitas
2. Istirahat atau proteksi terhadap sendi yang terkena
3. Olahraga yang tepat untuk membantu mempertahankan kesehatan tulang ra
wan, meningkatkan daya gerak sendi dan kekuatan otot- otot disekitarnya s
ehingga otot dapat menyerap benturan dengan lebih baik
4. Menjaga berat badan agar senantiasa dalam kondisi seimbang
5. Menjaga pola makan dan minum (diet) agar selalu baik dan seimbang sehin
gga pertumbuhan sendi dan tulang rawan sempurna dan normal
6. Berdiri, berjalan, mengangkat barang harus pada posisi yang benar
7. Senantiasa berhati-hati agar terhindar dari berbagai kecelakaan yang menga
kibatkan sendi rusak
8. Dianjurkan menggunakan kursi dengan sandaran keras, kasur yang tidak te
rlalu lembek dan tempat tidur yang dialas dengan papan
9. Menekan lembut dengan hati-hati pada bagian yang bengkak dan kaku sam
bil memberi terapi pemanasan sederhana dengan minyak oles atau krim bal
sem
10. Untuk nyeri pada jari tangan, dianjurkan merendam tangan dalam campura
n parafin panas dengan minyak mineral pada suhu 45-520C atau mandi den
gan air hangat.

Edukasi

Sangat penting bagi semua pasien OA diberikan edukasi yang tepat. Dua hal y
ang menjadi tujuan edukasi adalah bagaimana mengatasi nyeri dan disabilitas.
Pemberian edukasi (KIE) pada pasien ini sangat penting karena dengan edukas
i diharapkan pengetahuan pasien mengenai penyakit OA menjadi meningkat da
n pengobatan menjadi lebih mudah serta dapat diajak bersama-sama untuk men
cegah kerusakan organ sendi lebih lanjut. Edukasi yang diberikan pada pasien i
ni yaitu memberikan pengertian bahwa OA adalah penyakit yang kronik, sehin
gga perlu dipahami bahwa mungkin dalam derajat tertentu akan tetap ada rasa
nyeri, kaku dan keterbatasan gerak serta fungsi. Selain itu juga diberikan pema
haman bahwa hal tersebut perlu dipahami dan disadari sebagai bagian dari real
itas kehidupannya. Agar rasa nyeri dapat berkurang, maka pasien sedianya me
ngurangi aktivitas/pekerjaannya sehingga tidak terlalu banyak menggunakan se
ndi lutut dan lebih banyak beristirahat. Pasien juga disarankan untuk kontrol ke
mbali sehingga dapat diketahui apakah penyakitnya sudah membaik atau terny
ata ada efek samping akibat obat yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Johani, A. H. et al. 2014. Comparative study of hamstring an quadriceps strengthe


ning treatments in the management of knee osteoarthritis. J Phys Ther Sci. 26 : 8
17-20.

American Academy of Orthopaedic Surgeons. 2013. Treatment of osteoarthritis of th


e knee: Evidence-based guideline, 2nd edition. J Am Acad Orthop Surg. 21(9):5
77- 9.

Anwer, S. Alghadir, A. 2014. Effect of isometric quadriceps exercise on muscle stren


gth, pain, and function in patients with knee osteoarthritis: Arandomized controll
ed study. J Phys Ther Sci. 2014;26:745-8.

Alfarisi, R. (2018). PERBEDAAN INTENSITAS NYERI BERDASARKAN INDEK


S MASSA TUBUH PADA PASIEN OSTEOARTRITIS DI RSUD Dr. H. ABD
UL MOELOEK BANDAR LAMPUNG. Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehata
n, 5(1).
American College of Rheumatology. 2012. Osteoarthritis. Lake Boulevard NE, Atlant
a

Adhiputra A. I., Tjokorda R. P., 2017. Osteoartritis.Denpasar: Rsup Sanglah Fakultas


Kedokteran Universitas Udayana.

Center for Disease Control and Prevention (CDC): Osteoarthritis. http://www.cdc.gov


/arthritis/basics/osteoarthritis.html. (diakses pada tanggal 25 january 2021)

Davey P., 2006. At a Glace Medicine. Alih bahasa oleh, Rahmalia A., Novianti C. Ja
karta: Erlangga

Dougados, Maxime. 2004. Monitoring osteoarthritis progression and therapy. OsteoA


rthritis and Cartilage 12, S55–S60.

Febriana. 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Rheumatoid Arthritis Ankle


Billateral Di RSUD Saras Husada Purworejo. Fakultas Ilmu Kesehatan Universit
as Muhammadiyah Surakarta

Jones, B. Covey, C. Sineath, M. J. 2015. Nonsurgical management of knee pain in ad


ults. Am Fam Physician. 92(10):875-83

Laswati H., Andriati, Pawana A., Arfianti L., 2015. Buku ajar ilmu kedokteran fisik d
an rehabilitasi. Edisi ketiga , Jakarta : fakultas kedokteran universitas airlangga.
Hal 2 – 19, 40 – 56.

Lespasio, M. J. et al. 2017. Knee osteoarthritis: A primer. Perm J. 2017;21:16-183.

Park, K. et al. 2012. The efficacy of tramadol/acetaminophen combination tablets (Ult


racet(R)) as add-on and maintenance therapy in knee osteoarthrits pain inadequat
ely controlled by non steroidal anti inflammatory drug (NSAID). Clin Rheumato
l. 31(2):317-23.

Pratama, A. D. (2019). Intervensi Fisioterapi pada Kasus Osteoarthritis Genu di RSP


AD Gatot Soebroto. Jurnal Sosial Humaniora Terapan, 1(2), 21–34. https://doi.
org/10.7454/jsht.v1i2.55

Rahmann, A. E. 2010. Exercise for people with hip or knee osteoarthritis: A comparis
on of land-based and aquatic interventions. Open Access J Sport Med. 1:123-35.

Rezende, M. Campos, G. Pailo, A. 2013. Current concepts in osteoarthritis. Acta Orto


ped Brasil. 21(2):120-2.

Mutmainah, S. (2019). Manajemen Pasien Osteoartritis Secara Holistik, Komprehensi


f dengan Menggunakan Pendekatan Kedokteran Keluarga Di Puskesmas Sudian
g Raya Makassar. Umi medical journal, 4(1), 141-153.

National Clinical Guideline Centre (UK). Osteoarthritis: Care and Management in Ad


ults. London: National Institute for Health and Care Excellence (UK); 2014 Feb.
(NICE Clinical Guidelines, No. 177.) 7, Education and self-management. Availa
ble from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK333061/

Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2014. Diagnosis dan Pengelolaan


Artritis Reumatoid. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. ISBN

S Joewono, K Handono, B Rawan, P Riardi. Chapter 279 :Osteoartritis. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV FKUI 2006

Suarjana I.N., 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V, Interna Publishing, Jak
arta.

Pratiwi, A., 2015. DIAGNOSIS AND TREATMENT OSTEOARTHRITIS. J MAJO


RITY, 4(4), pp. 10-17.

Vaishya, R. et al. 2016. Non-operative management of osteoarthritis of the knee joint.


J Clin Orthopaed Trauma. 7:170-6.
Verkleij, S. et al. 2015. Effectiveness of diclofenac versus paracetamol in knee osteoa
rthritis: A randomised controlled trial in primary care. Br J Gen Pract. 65(637):5
30-7.

Winangun, W. (2019). DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA KOMPREHENSIF OS


TEOARTRITIS. JURNAL KEDOKTERAN, 5(1), 125-142.

Anda mungkin juga menyukai