Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES

2.1 Proses Produksi Kloroform


Terdapat empat jenis proses yang umumnya diaplikasikan untuk
menghasilkan produk kloroform. Adapun proses-proses tersebut, yaitu:

2.1.1 Reaksi antara Aseton dan Bleaching Powder


2CH3COCH3 + 6CaOCl2.H2O  2CHCl3 + Ca(CH3COO)2 + 2Ca(OH)2
3CaCl2 + 6H2O (1.1)

Reaksi antara bleaching powder (CaOCl2.H2O) dengan aseton menghasilkan


kloroform, dengan yield sebesar 88%. Pemisahan hasil reaksi dapat dilakukan
dengan perlakuan kimia dan distilasi.
Proses biasa dijalankan secara batch, dimana air dimasukkan ke dalam
mixer. Dengan menggunakan pengadukan yang baik, bleaching powder yang
mengandung 34% klor dimasukkan ke dalam mixer dengan perbandingan sekitar
3 lb/gal dari air. Suspensi bleaching powder dalam air dimasukkan ke dalam still
yang dilengkapi dengan pengaduk, koil pendingin.
Aseton dimasukkan ke dalam still (sekitar 0,1 lb aseton per lb bleaching
powder) dan suhu dijaga di bawah 110˚F dengan koil pendingin dan kecepatan
penambahan aseton tersebut. Ketika semua aseton sudah ditambahkan, suhu
dinaikkan hingga 134˚F dimana kloroform mulai menguap. Dengan suhu yang
dinaikkan secara bertahap, semua kloroform berubah fasa menjadi uap.
Uap tersebut dilewatkan ke dalam kondenser dan dimasukkan ke dalam
tangki berpengaduk. Campuran kloroform mentah dan air dimurnikan dengan
penambahan asam sulfat pekat dengan perbandingan berat sekitar 1 lb/2 lb
kloroform mentah (distilat). Setelah pengadukan selama 2 hingga 3 jam,
dilakukan dekantasi kloroform mentah dari asam dan dimasukkan ke dalam still,
untuk dipisahkan dengan kalsium oksida (lime). Kemurnian kloroform yang
diperoleh dapat mencapai 99% dengan yield sebesar 86-91% dengan basis aseton
(Faith dan Keyes, 1957). Suhu operasi pada metode ini relatif lebih rendah dari

II-1
II-2

metode lain. Akan tetapi, proses ini umumnya berlangsung secara batch sehingga
kapasitas produksi menjadi terbatas.

2.1.2 Reaksi Karbon Tetraklorida


CCl4 + H2  CHCl3 + HCl (1.2)

Reduksi karbon tetraklorida dilakukan dengan mengunakan katalis besi (Fe)


dan HCl sebagai sumber hidrogen untuk menghasilkan klorofrom. Karbon
tetraklorida dimasukkan ke dalam ketel besi yang dilengkapi dengan pengaduk.
Asam klorida pekat dengan jumlah sekitar 0,1% berat karbon tetraklorida
dicampur dengan air dengan jumlah 4/5 (perbandingan massa) dari karbon
tetraklorida. Besi secara bertahap dimasukkan ke campuran yang sedang diaduk
sampai beratnya sama dengan air yang ditambahkan. Pengadukan dilakukan
selama 40-70 jam hingga reaksi selesai. Reaktor dijaga pada suhu 15 ˚C.
Hasil reaksi didistilasi dengan uap untuk menghasilkan kloroform mentah,
yang kemudian dilakukan fraksinasi untuk menghasilkan kloroform murni dengan
yield 70-80 % dengan basis karbon tetraklorida (Faith dan Keyes, 1957).
Jika dibandingkan dengan proses reaksi antara aseton dan bleaching powder,
proses reduksi karbon tetraklorida menghasilkan yield kloroform yang lebih
rendah. Selain itu, proses ini membutuhkan waktu yang lebih lama dan bahan
baku yang relatif lebih mahal.

2.1.3 Klorinasi Metana


Pada proses klorinasi metana akan dihasilkan berbagai macam produk
klorometana. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghasilkan
kloroform yang dominan adalah dengan meningkatkan perbandingan klor-metana.
Proses ini menghasilkan kemurnian produk kloroform sebesar 15-30% (Faith dan
Keyes, 1957).
Klorinasi metana merupakan metode yang biasa diaplikasikan dalam
industri. Pada proses ini, molekul klor diaktivasi dengan suhu tinggi sehingga
akan terdisosiasi menjadi atom klor dan menyerang molekul metana, sehingga
menggantikan atom hidrogen pada molekul metana tersebut. Proses klorinasi
II-3

terjadi secara reaksi berantai. Yield yang dihasilkan dengan basis metana sebesar
90-92%. Klorinasi metana dapat digambarkan sebagai berikut (Ketta &
Cunningham, 1979):
CH4 + Cl2  CH3Cl + HCl (1.3)
CH3Cl + Cl2  CH2Cl2 + HCl (1.4)
CH2Cl2 + Cl2  CHCl3 + HCl (1.5)
CHCl3 + Cl2  CCl4 + HCl (1.6)

Distribusi produk akhir dari klorometana merupakan fungsi dari konsentrasi


awal klor dalam umpan dan kecepatan reaksi relatif dimana masing-masing
molekul mengalami klorinasi. Reaksi ini memiliki energi aktivasi yang sangat
tinggi (sekitar 30.000 cal) dan bersifat tidak balik (Ketta & Cunningham, 1979).
Akan tetapi, ada beberapa faktor yang membuat reaktor pada proses ini
cukup sulit untuk didesain, antara lain (Ketta & Cunningham, 1979):
1. Panas yang dihasilkan relatif tinggi dibandingkan dengan kapasitas panas yang
dibawa oleh gas yang bereaksi. Sekitar 25.000 cal/gmol (634,7 Btu/lb) dari
klor yang bereaksi dihasilkan oleh reaksi ini. Hal ini membuat pada
perbandingan metana terhadap klor serendah 0,25 dan suhu umpan yang relatif
dingin, suhu yang dihasilkan dari gas yang bereaksi menjadi lebih dari 400 ˚C
untuk sistem yang adiabatis. Ini menandakan bahwa beberapa metode kontrol
panas harus diterapkan.
2. Campuran metana dan klor harus dibawa pada suhu di atas 300 ˚C sebelum
reaksi dapat terjadi. Hal ini memperbesar masalah tentang kontrol panas dan
mengurangi konversi kecuali jika sistem didesain dengan melakukan proses
preheating gas umpan dengan menggunakan gas yang bereaksi. Transfer panas
ini harus terjadi pada saat reaksi sedang berlangsung dan tidak setelah reaksi
telah telah terjadi.
3. Suhu yang lebih dari 450 ˚C tidak diperbolehkan atau pirolisis akan terjadi,
yang akan menghasilkan banyak karbon.

Metana yang digunakan sebagai umpan harus memiliki kemurnian yang


tinggi karena semua hidrokarbon pada umpan akan terklorinasi. Adanya
II-4

hidrokarbon selain metana akan mempersulit proses pemisahan antara


klorometana dengan produk hidrokarbon selain metana yang terklorinasi tersebut
(Ketta & Cunningham, 1979). Reaksi yang berlangsung pada proses ini
merupakan reaksi seri sehingga aspek selektivitas untuk menghasilkan kloroform
yang optimum harus diperhatikan.

2.1.4 Reaksi Aseton dan Natrium Hipoklorit


3NaClO + CH3COCH3  CHCl3 + CH3COONa + 2NaOH (1.7)

Natrium hipoklorit (NaOCl) direaksikan dengan aseton (CH3COCH3)


sehingga menghasilkan kloroform (CHCl3), yang dikenal dengan reaksi haloform.
Reaksi tersebut dijalankan dalam Reaktor Alir Tangki Berpengaduk (RATB) dan
dilengkapi dengan pendingin, karena reaksi bersifat eksotermis. Reaksi beroperasi
pada suhu antara 61,2−85 °C pada tekanan 2 atm, untuk mencegah terbentuknya
fase gas selama reaksi, serta dengan waktu tinggal 5 sampai 10 menit (Canadian
Patent, 1994). Konversi natrium hipoklorit yang dihasilkan sebesar 99%. Produk
dari reaktor yang berupa kloroform lalu dipisahkan dari garam-garam hasil
samping reaksi dengan menggunakan unit separasi, misalnya dekanter dan kolom
distilasi, untuk mencapai produk kloroform dengan kemurnian lebih dari >99%.

2.2 Pemilihan Proses


Dari beberapa proses pembuatan kloroform yang telah diuraikan di atas,
dapat dipilih salah satu proses yang paling menguntungkan, baik dari segi
ekonomis maupun dari segi efisiensi. Perbandingan antara keempat proses
tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. Berdasarkan Tabel 2.1, dipilih proses
produksi kloroform dari natrium hipoklorit dan aseton. Proses ini memiliki
beberapa kelebihan, antara lain reaksi dapat dijalankan secara kontinyu, memiliki
konversi yang cukup tinggi yaitu mencapai 99% dengan kemurnian produk
kloroform mencapai lebih dari 99%, suhu reaksi yang relatif rendah, dan harga
bahan baku relatif lebih rendah dengan kondisi operasi dari proses ini mudah
dicapai.
II-5

Tabel 2.1 Perbandingan proses produksi kloroform


Aseton dan natrium
Proses Aseton + bleaching Reduksi CCl4 Klorinasi metana
powder hipoklorit
Kondisi Operasi 37,78-65.56 °C 15 °C 300-400 °C 61,2-85 °C
• Cukup banyak
• Suhu operasi relatif • Suhu operasi tidak
diterapkan di
rendah terlalutinggi
industri
• Bahan cukup mudah Suhu relatif • Konversi tinggi (99%)
Kelebihan • Yield cukup
diperoleh rendah • Kemurnian tinggi (>99%)
tinggi (90-92%)
• Yield cukup tinggi • Waktu operasi
• Bahan baku relatif
(86-91%) relatif cepat (5-10 menit)
lebih murah
•Waktu operasi lama
• Suhu operasi cukup tinggi
 Reaksi biasanya (40-70 jam)
• Kontrol suhu cukup sulit
berlangsung secara •Bahan baku relatif
• Kemurnian
batch mahal Butuh 3 jenis bahan
Kekurangan kloroform cukup
 Waktu operasi cukup •Yield relatif rendah baku
rendah.(15-30%)
lama (70-80%)
• Aspek selektivitas
 (2-3 jam) •Membutuhkan
sangat diperhatikan
katalis
II-6

2.3 Deskripsi Proses


Natrium hipoklorit (NaOCl) powder dilarutkan di dalam air pada mixer I
(M-101) menghasilkan NaOCl liquid 45% yang akan digunakan sebagai bahan
baku. NaOCl 45% ini kemudian akan direaksikan dengan aseton didalam Reaktor
Alir Tangki Berpengaduk (RATB) (R-201) yang dilengkapi dengan jaket
pendingin karena reaksi yang terjadi bersifar eksotermis. Kondisi reaktor dijaga
pada suhu 65°C pada tekanan 2 atm untuk mencegah terbentuknya fasa gas
selama reaksi dengan waktu tinggal 8 menit. Konversi natrium hipoklorit didalam
reaktor diperoleh sebesar 99%. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

3NaClO + CH3COCH3  CHCl3 + CH3COONa + 2NaOH (1.7)

Selanjutnya merupakan unit-unit separasi untuk memperoleh produk akhir


kloroform >99%. Dimulai dengan flash column (F-201) lengkap dengan pre-
heater yang temperaturnya diatur 100°C agar terbentuk dua fasa, yaitu cairan dan
gas. Dimana produk kloroform keluar sebagai fasa gas dengan pengotor aseton
dan air, sedangkan produk fasa cairan terdiri dari larutan-larutan garam hasil
produk samping reaksi (NaOH dan CH3COONa) yang akan dialirkan ke recovery
plant.
Berikutnya aliran fasa gas kaya kloroform dan aseton tersebut dialirkan ke
condenser I (E-202) agar berubah menjadi fasa cair dan ditampung dalam Tangki
Akumulator (ACC-201) untuk dialirkan ke kolom distilasi I (D-201). Pada kolom
distilasi I (D-201) terjadi proses distilasi ekstraktif antara kloroform dan aseton
dengan bantuan heavy entrainer, yaitu Dimethyl-sulfoxide (DMSO). Heavy
entrainer ini digunakan untuk mengganggu titik azeotrop antara kloroform dan
aseton yang menyebabkan keduanya susah untuk dipisahkan. Produk atas dari
kolom distilasi ini berupa aseton dengan kemurnian 99,5% yang akan di-recycle
kembali ke mixer II untuk dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku. Produk
bawah merupakan kloroform yang bercampur dengan DMSO, diasumsi laju
rekoveri kloroform di produk bawah merupakan 97% dari umpan.
Produk bawah dari kolom distilasi I kemudian dialirkan ke kolom distilasi
II (D-202) untuk memisahkan kloroform dan DMSO. Produk bawah dari kolom
II-7

distilasi yaitu DMSO 99,99% dengan pengotor sedikit air. DMSO 99,99% ini
kemudian di-recycle kembali untuk digunakan sebagai entrainer di kolom distilasi
I (D-201). Adapun produk atas yaitu kloroform dengan pengotor air yang akan
dialirkan lagi menuju dekanter (DC-201). Dekanter yang bekerja untuk
memisahkan kloroform dan air, sehingga didapatkan outlet kloroform dengan
kemurnian 99%. Kloroform 99% ini kemudian dicampurkan dengan 0,5% ethanol
sebagai stabilizer. Pada akhirnya, kloroform 99% yang telah distabilkan disimpan
di Tangki penyimpanan produk (T-302) sebelum didistribusikan ke konsumen.
Adapun block flow diagram (BFD) pada proses produksi kloroform ini
dapat dilihat pada Gambar 2.1.

CH3COCH3 99,5%

C2H6OS C2H6OS 99,9%


Mixer II

Kolom Distilasi
Reaktor CHCl3 Dekanter
I H2O
45% NaOCl CHCl3 99%
55% H2O CHCl3
Mixer I CHCl3
CH3COCH3
H2O Kolom Distilasi
CHCOCH3
CH3COONa CHCl3 II
NaOH C2H6OS
H2O Flash Column H2O H2O

CH3COONa
NaOH
H2O

Gambar 2.1. Block flow diagram (BFD) pada proses produksi kloroform

Anda mungkin juga menyukai