Kelompok VI :
Disusun Oleh
DENI IMAM MAGHFUR (20131050024)
A. Latar Belakang
Globalisasi menyebabkan masyarakat hidup dalam suasana multikultural yang
disebabkan karena migrasi antar daerah dan negara menjadi lebih mudah. Keperawatan
transkultural menjadi komponen utama dalam kesehatan dan menjadi konstituen penting
dari perawatan, yang mengharapkan para perawat kompeten secara budaya dalam
praktek sehari-hari. Perawat yang kompeten dalam budaya memiliki pengetahuan tentang
budaya lain dan terampil dalam mengidentifikasi pola-pola budaya tertentu sehingga
dirumuskan rencana perawatan yang akan membantu memenuhi tujuan yang telah
ditetapkan untuk kesehatan pasien (Gustafson, 2005).
Selain itu, praktik keperawatan memberikan perawatan yang holistik. Pendekatan
holistik ini meliputi perawatan fisik, psikologi , emosional, dan kebutuhan rohani pasien.
Penting untuk menekankan bahwa perawat harus mengidentifikasi danmemenuhi
kebutuhan tersebut agar dapat memberikan perawatan individual, yang telah ditetapkan
sebagai hak pasien dan merupakan ciri praktek keperawatan profesional (Locsin, 2001).
Dalam rangka untuk memberikan perawatan holistik,perawat juga harus
mempertimbangkan perbedaan budaya dalam membuat rencana keperawatan. Dengan
demikian, perawat harus mempunyai kompetensi budaya dalam praktek sehari-hari
mereka agar pasien merasa dikenal dan diperhatikan sebagai individu dalam suatu sistem
kesehatan yang sangat kompleks dan beragam secara budaya. Pekerja sosial
menggambarkan kompetensi budaya sebagai suatu proses terus-menerus berusaha untuk
menyadari, menghargai keragaman, dan meningkatkan pengetahuan tentang pengaruh
budaya (Bonecutter & Gleeson, 1997). Dan perawat telah mengadopsi konsep ini.
Perawat menggambarkan kompetensi budaya adalah kemampuan untuk memahami
perbedaan budaya dalam rangka untuk memberikan layanan berkualitas kepada pasien
dengan berbagai keanekaragaman budaya (Leininger, 2002). Perawat yang mempunyai
kompetensi budaya mempunyai kepekaan terhadap isu-isu yang berkaitan dengan
budaya, ras, etnis, gender, danorientasi seksual.
Dengan memiliki pengetahuan tentang perspektif budaya pasien memungkinkan
perawat untuk memberikan perawatan yang tepat dan efektif. Sebagai contoh, pada kasus
pasien yang menolak untuk diberikan tranfusi darah dengan alasan agama, perawat yang
mempunyai kompetensi budaya akan memahami dan mengatasi masalah pasien tersebut
dengan masalah keanekaragaman budaya. Perawat mungkin menghadapi pasien dari
berbagai budaya dalam praktek sehari-hari dan tidak mungkin perawat dapat memahami
seluruh keanekaragaman budaya. Namun, perawat dapat memperoleh pengetahuan dan
skill dalam komunikasi transkultural untuk membantu memfasilitasi perawatan
individual yang didasarkan pada praktek-praktek budaya. Perawat yang terampil dalam
komunikasi transkultural akan lebih siap untuk memberikan perawatan yang kompeten
secara budaya untuk pasien mereka.
Baru-baru ini penelitian kualitatif menunjukkan bahwa masalah komunikasi adalah
alasan utama perawat tidak dapat memberikan perawatan yang kompeten dalam budaya
(Boi, 2000, Cioffi, 2003). Perawat menyampaikan bahwa mereka tidak nyaman dengan
pasien dari budaya lain selain mereka sendiri karena hambatan bahasa. Lebih penting
lagi, para perawat menjelaskan bahwa mereka tidak dapat memahami isyarat-isyarat lain
yang digunakan oleh para pasien untuk berkomunikasi. Perawat menyampaikan
memerlukan pendidikan dan pelatihan untuk memahami arti isyarat-isyarat komunikasi
nonverbal tertentu yang digunakan oleh kebudayaan yang berbeda, misalnya kontak
mata, sentuhan, diam, ruang dan jarak serta keyakinan terhadapkesehatan.
Kontak mata adalah alat komunikasi yang penting, juga merupakan variabel yang
paling berbeda diantara banyak budaya (Canadian Nurses Association, 2000). Perawat
Amerika diajarkan untuk mempertahankan kontak mata ketika berbicara dengan pasien
mereka. Berbeda dengan orang-orang Arab, yang menganggap kontak mata langsung
tidak sopan dan agresif. Demikian pula, penduduk asli Amerika Utara juga menganggap
kontak mata langsung hal yang tidak benar dalam budaya mereka, menatap lantai selama
percakapan menunjukkan bahwa mereka mendengarkan dengan hati-hati dengan
pembicara. Hispanik menggunakan kontak mata hanya bila dianggap tepat. Hal ini
didasarkan pada usia, jenis kelamin, kedudukan sosial, statusekonomi, dan posisi
kekuasaan. Misalnya, tetua Hispanik berbicara dengan anak-anak menggunakan kontak
mata, tapi dianggap tidak pantas bagi anak-anak Hispanik untukmelihat secara langsung
pada tetua mereka ketika berbicara. Dalam lingkungan perawatan kesehatan, pasien
Hispanik berharap bahwa perawat dan penyedia layanan kesehatan lainnya langsung
memberikan kontak mata saat berinteraksi dengan mereka, tetapi tidak diharapkan bahwa
pasien Hispanik membalas dengan kontakmata langsung ketika menerima perawatan
medis dan keperawatan. Ini hanya beberapa contoh untuk menunjukkan bahwa orang-
orang dari berbagai budaya kontak mata memandang berbeda. Sangat penting bahwa
perawat harus sadar bahwabeberapa makna yang dapat disertakan pada kontak mata
langsung agar dapat berkomunikasi secara efektif dengan pasien.
Oleh karena itu menjadi penting mahasiswa program megister keperawatan untuk
mempelajari lebih mendalam teori keperawatan Madeleine Leininger tentang
“Transkultural Nursing” melalui diskusi kelompok, pembuatan makalah dan presentasi
aplikasi Teori Keperawatan Madeleine Leininger “Transkultural Nursing” dalam Asuhan
Keperawatan.
BAB II
TEORI MADELEINE LEININGER
A. Sejarah Teori
Dr. Madeline Leininger, seorang perawat yang ahli antropologi, mempunyai andil
besar dalam meningkatkan riset dalam perawatan trans-kultural dan dalam merangsang
program-program studi yang erat kaitannya. Ia adalah pelopor keperawatan transkultural
dan seorang pemimpin dalam mengembangkan keperawatan transkultural serta teori
asuhan keperawatan yang berfokus pada manusia. Leininger juga adalah seorang perawat
professional pertama yang meraih pendidikan doctor dalam ilmu antropologi social dan
budaya.Madeline Leininger lahir di Sutton, Nebraska, dan memulai karir
keperawatannya setelah tamat dari program diploma di St. Anthony·s School of Nursing
di Denver.Pada tahun 1950 ia meraih gelar sarjana dalam ilmu biologi dari ´Benedictine
College, Atchison Kansas dengan peminatan pada studi filosofi dan humanistik. Setelah
menyelesaikan pendidikan tersebut ia bekerja sebagai instruktur, staf perawatan dan
kepela perawatan pada unit medikal bedah serta membuka sebuah unit perawatan
psikiatri yang baru dimana ia menjadi seorang direktur pelayanan keperawatan pada St.
Joseph·s Hospital di Omaha. Selama waktu ini ia melanjutkan pendidikan
keperawatannya di Creigthton University di Omaha. Tahun 1954 Leininger meraihgelar
M.S.N. dalam keperawatan psikiatrik dari Chatolic University of America diWashington,
D. C. Ia kemudian bekerja pada College of Health di Univercity of Cincinnati, dimana ia
menjadi lulusan pertama (M. S. N ) pada program spesialis keperawatan psikiatrik anak .
Ia juga memimpin suatu program pendidikan keperawatan psikiatri di universitas
tersebut dan juga sebagai pimpinan dalam pusat terapi perawatan psikiatri di rumah sakit
milik universitas tersebut. Leininger bersama C. Hofling pada tahun 1960 menulis
sebuah buku yang diberi judul Basic Psiciatric Nursing Consept yang dipublikasikan ke
dalam sebelas bahasa dandigunakan secara luas di seluruh dunia. Selama bekerja pada
unit perawatan anak diCincinnati, Leininger menemukan bahwa banyak staff yang
kurang memahami mengenai faktor-faktor budaya yang mempengaruhi perilaku anak-
anak. Dimana diantara anak-anak ini memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Ia mengobservasi perbedaan- perbedaan yang terdapat dalam asuhan dan
penangananpsikiatri pada anak-anak tersebut. Terapi psikoanalisa dan terapi strategi
lainnya sepertinya tidak menyentuh anak-anak yang memiliki perbedaan latar belakang
budaya dan kebutuhan. Leininger melihat bahwa para perawat lain juga tidak
menampilkan suatu asuhan yang benar-benar adekuat dalam menolong anak tersebut,dan
ia dihadapkan pada berbagai pertanyaan mengenai perbedaan budaya diantara anak-anak
tersebut dan hasil terapi yang didapatkan. Ia juga menemukan hanya sedikit staff yang
memiliki perhatian dan pengetahuan mengenai faktor-faktor budaya dalam mendiagnosa
dan manangani klien. Suatu ketika, Prof. Margaret Mead berkunjung pada departemen
psikiatri University of Cincinnati dan Leiniger berdiskusi dengan Mead mengenai adanya
kemungkinan hubungan antara keperawatan dan antropologi. Meskipun ia tidak
mendapatkan bantuan langsung, dorongan, solusi dari Mead , Leininger memutuskan
untuk melanjutkan studinya ke program doktor (Ph.D) yang berfokus pada
kebudayaan,sosial, dan antropologi psikologi pada Universitas Washington. Sebagai
seorang mahasiswa program doktor, Leininger mempelajari berbagai macam kebudayaan
dan menemukan bahwa pelajaran antroplogi itu sangat menarik dan merupakan area
yangperlu diminati oleh seluruh perawat. Kemudian ia menfokuskan diri pada
masyarakat Gadsup di Eastern Highland of New Guinea, dimana ia tinggal bersama
masyarakat tersebut selama hampir dua tahun. Dia dapat mengobservasi bukan hanya
gambaran unik dari kebudayaan melainkan perbedaan antara kebudayaan masyarakat
barat dan non barat terkait dengan praktek dan asuhan keperawatan untuk
mempertahankan kesehatan. Dari studinya yang dalam dan pengalaman pertama dengan
masyarakat Gad sup, Ia terus mengembangkan teori perawatan kulturalnya dan metode
ethno nursing. Teor idan penelitiannya telah membantu mahasiswa keperawatan untuk
memahami perbedaan budaya dalam perawatan, manusia, kesehatan dan penyakit. Dia
telah menjadi pemimpin utama perawat yang mendorong banyak mahasiswa dan fakultas
untuk melanjutkan studi dalam bidang anthropologi dan menghubungkan pengetahuan
ini kedalam praktik dan pendidikan keperawatan transkultural. Antusiasme dan
perhatiannya yang mendalam terhadap pengembangan bidang perawatan transkultural
dengan fokus perawatan pada manusia telah menyokong dirinya selama 4 dekade. Tahun
1950-an sampai 1960-an, Leininger mengidentifikasi beberapa area umum dari
pengetahuan dan penelitian antara perawatan dan anthropologi: formulasi konsep
keperawatan transkultural, praktek dan prinsip teori. Bukunya yang berjudul Nursing
and anthropology : Two Words to Blend, yang merupakan buku pertama dalam
keperawatan transkultural, menjadi dasar untuk pengembangan bidang keperawatan
transkultural, dan kebudayaan yang mendasari perawatan kesehatan. Buku yang
berikutnya,Transcultural Nursing : Concepts, theories, research, and practise (1978),
mengidentifikasi konsep mayor, ide-ide teoritis, praktek dalam keperawatan
transkultural, bukti ini merupakan publikasi definitif pertama dalam praktek perawatan
treanskultural. Dalam tulisannya, dia menunjukkan bahwa perawatan transkultural dan
anthropologi bersifat saling melengkapi satu sama lain, meskipun berbeda. Teori dan
kerangka konsepnya mengenai Cultural care diversity and universality dijelaskan dalam
buku ini. Sebagai perawat profesional pertama yang melanjutkan pendidikan ke jenjang
doktor dalam bidang antropologi dan untuk memprakarsai beberapa program pendidikan
magister dan doktor, Leininger memiliki banyak bidang keahlian dan perhatian. Ia telah
memepelajari 14 kebudayaan mayor secara lebih mendalam dan telah
memilikipengalaman dengan berbagai kebudayaan. Disamping perawatan transkultural
dengan asuhan keperawatan sebagai fokus utama , bidang lain yang menjadi
perhatiannya adalah administrasi dan pendidikan komparatif, teori-teori keperawatan,
politik,dilema etik keperawatan dan perawatan kesehatan, metoda riset kualitatif,
masadepan keperawatan dan keperawatan kesehatan, serta kepemimpinan keperawatan.
Theory of Culture Care saat ini digunakan secara luas dan tumbuh secara relevan serta
penting untuk memperoleh data kebudayaan yang mendasar dari kebudayaanyang
berbeda.
B. Konsep Teori
1. Pengertian
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang memfokuskan perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai perilaku caring dalam asuhan
keperawatan. Nilai sehat dan sakit didasarkan keyakinan, dan pola-pola prilaku
dengan tujuan untuk mengembangkan badan pengetahuan dan keilmuan untuk
memberikan praktek asuhan keperawatan pada budaya yang spesifik dan universal.
(Leininger, 2002).
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi
dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan
keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam
memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya
diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan,
masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara
umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan
bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang
universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu
tempat dengan tempat lainnya.
2. Konsep Transcultural Nursing
a. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari,
dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil
keputusan.
b. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau
sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi
tindakan dan keputusan.
c. Culture care diversity (Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan) merupakan
bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada
kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk
memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan
dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang
dan individu yang mungkin kembali lagi.
d. Cultural care universality (Kesatuan perawatan kultural) mengacu kepada suatu
pengertian umum yang memiliki kesamaan ataupun pemahaman yang paling
dominan, pola-pola, nilai-nilai, gaya hidup atau simbol-simbol yang
dimanifestasikan diantara banyak kebudayaan serta mereflesikan
pemberianbantuan, dukungan, fasilitas atau memperoleh suatu cara yang
memungkinkanuntuk menolong orang lain (Terminlogy universality) tidak
digunakan padasuatu cara yang absolut atau suatu temuan statistik yang
signifikan.
e. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa
budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang
lain.
f. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
g. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan
asal muasal manusia
h. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada
penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran
yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi
untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal
balik diantara keduanya.
i. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk
memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi
dan kualitas kehidupan manusia.
j. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung
dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau
antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.
k. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung
atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk
mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam
keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
l. Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena
percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok
lain.
A. PENDAHULUAN
Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan
membungkus uretra posterior. Paling sering mengalami pembesaran, baik jinak maupun
ganas. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika dan
menghambat aliran urin keluar dari buli-buli. Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan
Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) yang menghambat aliran urin dari buli-buli. Pembesaran
ukuran prostat ini akibat adanya hyperplasia stroma dan sel epitelial mulai dari zona
periurethra.
Gambar 1. Perbedaan aliran urin dari buli-buli pada prostat normal dan prostat yang
mengalami pembesaran. Bentuk kelenjar prostat sebesar buah kenari dengan berat normal
pada orang dewasa ± 20 gram. Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa
zona, antara lain: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior
dan zona periurethra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional,
sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
D. PATOFISIOLOGI
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia,
jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran
uretra prostatika dan menyumbat aliran urin. Keadaan ini dapat meningkatkan
tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka
otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urin keluar.
Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa
: Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-
buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan penderita sebagai keluhan pada
saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS.
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus
destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak
banyak berubah. Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata.
Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas
miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi
tidak adekuat sehingga tersisalah urin di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir,
seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan
tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia
dan haemorhoid. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya
melakukan ekspulsi urin dan terjadinya retensi urin, keadaan ini disebut sebagai
Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut
menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah
inkontinensia urin secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan,
sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup
menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah
ketidakmampuan otot detrusor memompa urin dan menjadi retensi urin. Retensi urin
yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal dikarenakan tekanan
pada kedua muara ureter ini menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau
terjadinya refluks vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal.
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan BPH adalah sebagai berikut :
a. Observasi (watchfull waiting)
Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan. Tindakan
yang dilakukan adalah observasi saja tanpa pengobatan.
b. Medikamentosa
1. Alfa 1-blocker
Contohnya doxazosin, prazosin, tamsulosin dan terazosin.
Obat-obat tersebut menyebabkan pengenduran (relaksasi) otot-otot pada kandung
kemih sehingga penderita lebih mudah berkemih.
2. Finasterid
Finasterid menyebabkan berkurangnya kadar hormon prostat sehingga memperkecil
ukuran prostat. Obat ini juga menyebabkan meningkatnya laju aliran air kemih dan
mengurangi gejala. Tetapi diperlukan waktu sekitar 3-6 bulan sampai terjadinya
perbaikan yang berarti. Efek samping dari finasterid adalah berkurangnya gairah
seksual dan impotensi.
3. Obat lainnya
Untuk mengobati prostatitis kronis, yang seringkali menyertai BPH, diberikan
antibiotik.
c. Operasi (Pembedahan)
1. Pembedahan terbuka
Prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling tua yang masih banyak
dikerjakan saat ini, paling invasive, dan paling efisien sebagai terapi BPH.
Prostatectomy terbuka dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik
transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin)
2. Pembedahan endourology
Transurethral resection of the prostate (TURP)
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop
dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat
pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini
memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan
invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai
efek merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada
prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan
reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis
selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi
dengangranulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-
gejala dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan
pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka
pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena
bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra,
ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak
mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali
8-10 tahun kemudian.
Setelah dilakukan TURP, pasien dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24
yang dilengkapi dengan balon 30 ml. Kateter ini digunakan untuk
memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi kandung
kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi.
Kemudian kateter dibilas setiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah
3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.
Pada pasien pembedahan menggunakan TURP dapat terjadi sindroma TUR
adalah suatu keadaan klinik yang ditandai dengan kumpulan gejala akibat gangguan
neurologik, kardiovaskuler, dan elektrolit yang disebabkan oleh diserapnya cairan
irigasi melalui vena-vena prostat atau cabangnya pada kapsul prostat yang terjadi
selama operasi.Sindroma TUR adalah suatu komplikasi yang paling sering dan
paling menakutkan dalam pembedahan urologi endoskopik. Di tangan para ahli yang
berpengalamanpun, Sindroma TUR dapat terjadi pada 2% kasus dengan mortalitas
yang masih tinggi. Sampai sekarang Sindrom TUR merupakan suatu komplikasi
yang sangat menakutkan baik untuk para urolog yang melakukan operasi maupun
para anestesiolog yang seharusnya melakukan diagnosa sindrom ini dan melakukan
intervensi untuk mencegah kematian. Diperkirakan 2% dari pasien yang dilakukan
TURP mengalami Sindrom TUR dari berbagai tingkat. Suatu penelitian yang
dilakukan di Filipina menunjukkan angka kekerapan sebesar 6%. Penelitian Marrero
menunjukkan frekuensi Sindrom TUR meningkat bila:
1. Prostat yang ukurannya lebih dari 45 gr
2. Operasi yang berlangsung lebih dari 90 menit
3. Pasien yang mengalami hiponatremi relative
4. Cairan irigasi 30 liter atau lebih
Karena itu TURP hanya boleh dilakukan kalau ahli bedah yakin bahwa operasi
pasti dapat diselesaikan tidak lebih dari 90 menit. Tetapi menurut penelitian ternyata
Sindroma TUR dapat terjadi pada operasi yang berlangsung 30 menit. Sebaliknya
risiko Sindrom TUR akan menurun bila:
1. Circulatory overload
Penyerapan cairan irigasi praktis terjadi pada semua operasi TURP
dan hal ini terjadi melalui jaringan vena pada prostat. Menurut penelitian,
dalam 1 jam pertama dari operasi terjadi penyerapan sekitar 1 liter cairan
irigasi yang setara dengan penurunan akut kadar Na sebesar 5-8
mmol/liter. Penyerapan air di atas 1 liter menimbulkan risiko timbulnya
gejala sindrom TUR. Penyerapan air rata-rata selama TUR adalah 20
ml/menit. Dengan adanya circulatory overload, volume darah meningkat,
tekanan darah sistolik dan diastolik menurun dan dapat terjadi payah
jantung.
Cairan yang diserap akan menyebabkan pengenceran kadar protein
serum, menurunnya tekanan osmotik darah. Pada saat yang sama, terjadi
peningkatan tekanan darah dan cairan di dorong dari pembuluh darah ke
dalam jaringan interstitial dan menyebabkan udema paru dan cerebri. Di
samping absorbsi cairan irigasi ke dalam peredaran darah sejumlah besar
cairan dapat terkumpul di jaringan interstitial periprostat dan rongga
peritoneal. Setiap 100 cc cairan yang masuk ke dalam cairan interstitial
akan membawa 10-15 ml eq Na. Lamanya pembedahan berhubungan
dengan jumlah cairan yang diserap. Morbiditas dan mortalitas terbukti
tinggi bila pembedahan berlangsung lebih dari 90 menit. Penyerapan
cairan intravaskuler berhubungan dengan besarnya prostat sedang
penyerapan cairan interstitial tergantung dengan integritas kapsul prostat.
Circulatory overload sering terjadi bila prostat lebih dari 45 gram. Faktor
penting yang berhubungan dengan kecepatan penyerapan cairan adalah
tekanan hidrostatik dalam jaringan prostat. Tekanan ini berhubungan
dengan tingginya tekanan cairan irigasi dan tekanan dalam kandung
kencing selama pembedahan. Tinggi dari cairan irigasi adalah 60 cm yang
dapat memberikan kecepatan 300 cc cairan permenit dengan visualisasi
yang baik .
2. Keracunan air
Beberapa pasien dengan sindrom TUR menunjukkan gejala dari
keracunan air karena meningkatnya kadar air dalam otak. Penderita
menjadi somnolen, inkoheren dan gelisah. Dapat terjadi kejang-kejang
dan koma, dan posisi desereberate. Dapat terjadi klonus dan refleks
babinsky yang postif. Terjadi papil udem dan midriasis. Gejala keracunan
air terjadi bila kadar Na 15-20 meq/liter di bawah kadar normal(1,3).
3. Hiponatremia
Na sangat penting untuk fungsi sel jantung dan otak. Beberapa
mekanisme terjadinya hiponatremia pada pasien TUR adalah:
a. Pengenceran Na karena penyerapan cairan irigasi yang besar.
b. Kehilangan Na dari daerah reseksi prostat ke dalam cairan irigasi.
c. Kehilangan Na ke dalam kantong-kantong cairan irigasi di daerah
periprostat dan rongga peritoneal.
Gejala hiponatremia adalah gelisah, bingung, inkoheren, koma, dan
kejang-kejang. Bila kadar Na di bawah 120 meq/liter, terjadi hipotensi
dan penurunan kontraktilitas otot jantung. Bila kadar Na di bawah 115
meq/liter, terjadi bradikardi dan kompleks QRS yang melebar, gelombang
ektopik ventrikuler dan gelombang T yang terbalik. Di bawah 100
meq/liter terjadi kejang-kejang, koma, gagal napas, takikardi ventrikel,
fibrilasi ventrikel, dan cardiac arrest.
Pencegahan Sindroma TUR dilakukan dengan Identifikasi gejala-
gejala awal sindrom TUR diperlukan untuk mencegah manifestasi berat
dan fatal pada pasien-pasien dengan pembedahan urologi endoskopik.
Bila diketahui adanya hiponatremi yang terjadi sebelum operasi terutama
pada pasien-pasien yang mendapat diuretik dan diet rendah garam harus
segera dikoreksi. Karena itu pemeriksaan natrium sebelum operasi TUR
perlu dilakukan. Pemberian antibiotik profilaktik mungkin mempunyai
peran penting dalam pencegahan bakteremia dan septicemia. Untuk
penderita-penderita dengan penyakit jantung, perlu dilakukan monitoring
CVP atau kateterisasi arteri pulmonalis.
Tinggi cairan irigasi yang ideal adalah 60 cm dari pasien. Lamanya
operasi TURP tidak boleh lebih dari 1 jam. Bila diperlukan waktu lebih
dari 1 jam, maka TURP sebaiknya dilakukan bertahap. Pemeriksaan
natrium serum sebaiknya dilakukan tiap 30 menit dan perlu dilakukan
koreksi sesuai dengan hasil serum natrium. Perlu dilakukan pemberian
furosemid profilaksis untuk mencegah overload cairan. Bila perlu
dilakukan transfusi darah, sebaiknya dilakukan dengan PRC bukan
dengan whole blood. Perlu dilakukan pencegahan hipotermi misalnya
dengan menghangatkan cairan irigasi sampai 37˚C.
Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen
melalui uretra. Satu atau dua buah insisidibuat pada prostat dan kapsul prostat
untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral.
Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang )
dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di
klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding
cara lainnya.
Elektrovaporasi Prostat
Cara ini sama dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball
yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga
mampu membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak
banyak menimbulkan perdarahan pada saat operasi, dan masa menginap
di rumah sakit lebih singkat. Namun teknik ini hanya diperuntukkan pada
prostat yang tidak terlalu besar (< 50 gram) dan membutuhkan waktu
operasi yang lebih lama.
Intraurethral Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi
karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal diantara leher buli-
buli dan disebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa
melewati lumen uretra prostatika. Stent dapat dipasang secara temporer dan
permanen. Pemasangan alat ini diperuntukkan bagi pasien yang tidak
mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup tinggi.
HIFU (High Intensity Focused Ultrasound)
Energy panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis pada prostat
berasal dari gelombang ultrasonografi dan transduser piezokeramik yang
mempunyai frekuensi 0,5-10 MHz. energy dipancarkan melalui alat yang
diletakkan transrektal dan difokuskan ke kelenjar prostat. Teknik ini
memerlukan anestesi umum. Data klinis menunjukkan terjadi perbaika gejala
klinis 50-60%, efek lebih lanjut dari tindakan belum diketahui, dan sementara
tercatat bahwa kegagalan terapi terjadi sebanyak 10% setiap tahun.
Meskipun sudah banyak modalitas yang telah ditemukan untuk
mengobati pembesaran prostat, sampai saat ini terapi yang memberikan hasil
paling memuaskan adalah TURP
TUMT (Transurethral Microwave Thermotherapy)
TUMT merupakan tindakan invasive ringan dimana sebuah microwave
antenna ditempatkan di kateter uretra untuk memanaskan dan menghancurkan
jaringan prostat yang berlebihan. Energy dari microwave akan
menghancurkan bagian prostat yang dipilih kemudian menggunakan system
pendingin untuk melindungi uretra. Kedua prosedur ini memakan waktu
sekitar 1 jam dan dapat dilakukan tanpa general anestesi. Study yang
dilakukan secara terbatas pada pasien TUMTmenunjukkan 65% mengalami
penurunan gejala subyektif perkemihan dan 45% mengalami kemajuan secara
objektif dari aliran kencing.
Transurethral Balloon Dilatation of the Prostate
Penggunaan prosedur ini tergolong aman dan merupakan tindakan invasive
yang ringan untuk penatalaksanaan pasien BPH. Keuntungan prosedur ini
adalah tidak mengakibatkan impotensi, ejakulasi dini, ataupun kematian.
Balon dilatasi ini tidak digunakan pada pasien dengan dekompensasi kandung
kemih, infeksi traktus urinarius, pembesaran kelenjar yang telah lama.
Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, seperti meraba ujung
hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada karsinoma
prostat, konsistensi prostat keras dan teraba nodul, dan mungkin antara lobus prostat tidak
simetri.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
pada saluran kemih. Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga
menganggu faal ginjal karena adanya penyulit seperti hidronefrosis menyebabkan infeksi dan
urolithiasis. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan
infeksi dan sekaligus menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan.Pemeriksaan sitologi urin digunakan untuk pemeriksaan sitopatologi sel-sel
uroteliumyang terlepas dan terikut urin. Pemeriksaan gula darah untuk mendeteksi adanya
diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli. Jika dicurigai
adanya keganasan prostat perlu diperiksa penanda tumor prostat (PSA).
3. Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, batu/kalkulosa
prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda
retensi urin. Pemeriksaan IVP dapat menerangkan adanya :
4. Pemeriksaan lain
- residual urin, diukur dengan kateterisasi setelah miksi atau dengan pemeriksaan
ultrasonografi setelah miksi
- pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya
miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan uroflowmetri.
G. PROGNOSIS
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap
individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera
ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker
prostat. Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2
pada pria setelah kanker paru-paru5. BPH yang telah diterapi juga menunjukkan
berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi penderita.
H. PENCEGAHAN
Berikut ini beberapa langkah untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain:
1. Mengurangi makanan kaya lemak hewan
2. Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan
laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)
3. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari
4. Berolahraga secara rutin
5. Pertahankan berat badan ideal
Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat di antaranya
adalah:
a. Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah
pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat
berkembang menjadi kanker prostat.
b. Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak terlalu berat.
c. Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan
pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal.
d. L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran
rangsangan ke susunan syaraf pusat.
e. Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas sperma.
N ASSESSMENT RASIONAL
O
1 UROLOGY IPSS dapat digunakan untuk mengetahui derajat keparahan
BPH sehingga dapat digunakan untuk menyimpulan tidakan medis
yang akan diberikan kepada pasien dapat hanya menggunakan
medikasi atau tidakan medis pembedahan. Proses BAK dikaji secara
mendetail di dalam pengkajian IPSS. Pemeriksaan VU dilakukan
untuk melihat distensi pada VU dikarenakan urine tidak keluar
akibat pembesaran prostat, semakin besar pembesaran prostat
semakin sedikit bahkan urine tidak bisa keluar sedikitpun
( Redrigues, et al, 2004)
Nyeri masih terasa pada post TURP dan dapat menggunakan tolls
VAS.
7 HEMATOLOGI Perdarahan arterial dapat lebih jelas dalam kasus-kasus infeksi pra
operasi atau retensi urin karena kelenjar prostat. Perdarahan vena
umumnya terjadi karena kapsul perforasi dan bukaan sinusoid
vena. Jumlah perdarahan intraoperatif tergantung pada ukuran
kelenjar prostat dan berat reseksi semakin besar ukuran prostat
maka semakin besar pula resiko terjadinya perdarahan sehingga
perlu dilakukan observasi perdarahan yaitu jumlah Hb, konjungtiva,
CRT, adanya sianosis dll yang dapat mengakibatkan syok ( Cashman
et al., 2004)
PATWAY BPH + TURP
( Proses Penuaan )
Hiperplasia prostat
Penyempitan lumen prostatika
Pemeriksaan I-PSS
(Internasional Prostat
Symtom Score)
Urine terhambat karena
pembesaran prostat
Operasi TURP
Post Op TURP
Masuknya
bakteri
Merangsang
Resiko infeksi
Nosiseptor (reseptor
nyeri)
Merangsang Medulla
spinalis
Nyeri akut
A. PENGAKAJIAN
Nama perawat : Deni Imam Maghfur
Tgl. Masuk : 29-Nov 2014
Dx. Medis : Benigna Prostat Hiperplasia
Tindakan medis : TUR-P
IDENTITAS PASIEN
PASIEN
Nama :Tn. B
Umur :64 Tahun
Agama :Islam
Pendidikan :SD
Perkerjaan :Petani
Status Pernikahan :Menikah
Alamat : Gunung kidul
Suku : Jawa
RIWAYAT KESEHATAN
KELUHAN UTAMA
Klien mengatakan nyeri pada daerah kemaluannya karena bekas operasi
MADELEINE LEININGER
TECHNOLOGICAL FACTOR
Klien mengatakan nyeri saat Bak terjadi
Persepsi sehat sakit sejak tahun 2013 nyeri juga terjadi saat
selesai Bab terasa panas seperti anyang
anyangen
Klien mengatakan biasa berobat hanya
membeli obat yang di jual di warung
Kebiasaan berobat/mengatasi masalah
terdekat, melakukan kerikan pada punggung
kesehatan
namun karena sakitnya tidak kunjung
sembuh klien baru pergi ke dokter
Klien mengatakan nyeri saat kencing makin
Alasan mencari bantuan kesehatan
berat, berobat agar sembuh
Klien mengatakan usaha yang dilakukan
sebelumnya berhasil namun sekarang
Alasan klien memilih pengobatan
kambuh lagi dengan rasa sakit yang lebih
parah sehingga klien berobat ke dokter
Klien mengatakan sangat percaya dengan
Persepsi klien tentang penggunaan dan
pengobatan dokter saat ini yang dimulai
pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
ketika awal terjadinya gejala nyeri Bak,klien
masalah kesehatan
berobat ke dokter dan sembuh
FAKTOR AGAMA DAN FALSAFAH HIDUP (RELIGIOUS AND PHILOSOPHICAL
FACTORS
Kesulitan mematuhi keyakinan beragama Klien mengatakan bisa melaksanakan ajaran
dari keyakinan yang dianutnya dengan
semampunya. Klien juga memiliki keyakinan
bahwa sakitnya merupakan cobaan hidup,
agar klien beristirahat di rumah
Mengungkapkan kekurangan harapan Klien berusaha untuk sembuh tanpa
mengenal putus asa, mengatakan tujuan
hidup utamanya untuk menjalani kehidupan
yang baik dengan anak istrinya setelah
Mengungkapkan kekurangan makna hidup sembuh
Penggantian pembayaran penyedia layanan Tidak ada biaya yang sebagian dari rumah
kesehatan sakit semua di tanggung individu
PEMERIKSAAN FISIK
PENAMPAKAN UMUM
Keadaan umum
GCS 15
IMT 22,05
HEAD TO TOE
KEPALA DAN LEHER
Rambut :
Rambut agak keriting, warna hitam ada uban, tidak romtok, dan tidak ada ketombe, tidak ada
nyeri tekan , tidak ada massa, dan tidak ada luka pada kulit kepala
Mata :
Bentuk kiri dan kanan sama (bulat), sclera berwarna kuning, pupil isokor, konjungtiva agak
pucat, iris berwarna kecoklatan, kornea coklat, gerakan bola mata baik, lapang pandang mata
baik.
Tidak ada benjolan.
Telinga anggota tubuh yang lainnya, tidak ada lesi, tidak ada kotoran di lubang telinga bagian
dalam.
Hidung :
Bentuk agak mengembang, serasi dengan warna kulit lainnya (kuning langsat), tidak ada
pendarahan dan tidak terdapat lender/ secret, tidak terdapat masa benjolan lubang hidung.
Mulut :
Bibir agak pucat dan kering, tidak sumbing, tidak ada lesi dan tidak ada stomatitis dan
kemerahan, tidak ada lesi pada gusi dan tidak ada pembengkakan
Gigi :
Gigi bersih , banyak plak, terdalam lubang gigi pada gigi geraham bawah
Leher :
Warna sama dengan warna anggota tubuh lainnya (kuning langsat), tidak ada lesi, gerakan
flexi dan rotasi rentang baik (normal) Tidak ada massa dan tidak ada nyeri tekan
DADA
Inspeksi :
Bentuk simetris, tidak menggunakan otot tambahan ketika bernafas, warna kulit sama dengan
anggota tubuh lainnya, tidak ada benjolan dan tidak ada lesi.
Palpasi :
Tidak ada teraba benjolan, tidak terdapat nyeri tekan pada dada, ekspansi dada simetris, tidak
ada fraktur kosta, taktil fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi :
Auskultasi :
Tidak ada suara nafas tambahan , suara nafas vesikuler di area lapang paru
JANTUNG
Inspeksi :
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan, teraba ictus cordis di intracosta ke 5 mid clavicula sinistra.
Perkusi :
Terdengar dulnees/pekak
Auskultasi :
Terdengan suara S1 dan S2, tidak ada bising aorta, tidak murmur tidak ada suara tambahan s3
s4
ABDOMEN
Inspeksi :
Abdomen agak buncit, contur permukaan kulit baik, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, warna
sama dengan anggota tubuh lainnya (sawo matang).
Auskultasi :
Perkusi :
Palpasi :
Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan baik pada daerah kuadran perut, turgor kulit perut
baik kurang dari 2 detik
ELIMINASI
Eliminasi alvi : pasien belum BAB sejak post operasi, bising usus 19x/menit
Eliminasi uri : terpasang kateter dengan ukuran 18 fr, warna urine kuning jernih, tidak tercium
bau menyengat, bau khas urine, aliran irigasi dialirkan dengan terbuka penuh. Spooling pada
hari ke 1 60 tpm dengan sterile water, terdapat bekuan darah pada selang kateter.
Palpasi :
Ektrimitas teraba hangat, capilari refiil 2 detik baru kembali, tidak ada edema,
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Eosinofil 0 0-5
Netrofil 60 50-70
Limfosit 30 25-40
Monosit 10 2-8
Aptt 30
HB 15,4 12-17
Obat-obatan
Ceftriaxon golongan cefalosporin dengan spektrum luas, yang membunuh
bakteri dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri
1 DS:
Diagnosa Keperawatan
NOC: NIC :
Kolaborasi pemberian obat pencahar yaitu untuk
Konstipasi berhubungan dengan Bowl Elimination
mengurangi absorpsi air dan elektrolit, meningkatkan
o Fungsi:kelemahan otot abdominal post osmolalitas dalam lumen, dan meningkatkan tekanan
anasteri regioanal SAB, Aktivitas fisik Setelah dilakukan tindakan hidrostatik dalam usus, obat ini mengubah kolon yang
tidak mencukupi, perubahan keperawatan konstipasi pasien normalnya merupakan organ tempat terjadinya
lingkungan teratasi dengan kriteria hasil: penyerapan cairan menadi organ yang mensekresikan
o Toileting tidak adekuat: posisi air dan elektrolit sehingga feses dapat mudah
defekasi, privasi Pola BAB dalam batas dikeluarkan (Dipiro et al., 2005). Obat pencahar terdiri
normal dari 3 golongan yaitu:
Cairan dan serat adekuat
DS: Aktivitas adekuat 1. Pencahar yang melunakkan feses dalam waktu 1-
Hidrasi adekuat 3 hari: pencahar bulk-forming, docusates, dan
Perut terasa penuh dan sebah laktulosa
Perasaan tekanan pada rektum 2. Pencahar yang mampu menghasilkan feses yang
Defekasi dengan nyeri lunak atau semi cair dalam waktu 6-12 jam:
Pasien takut BAB karena merasa nyeri deriviat antrakuinon
di bagian prostat pos TURP 3. Pencahar yang mampu menghasilkan
Banyak makan karohidrat, sedikit pengeluaran feses yang cair dalam waktu 1-6
makan sayur dan buah saat di RS jam: minyak castor, larutan elektrolit
DO: polietilenglikol
DS : Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan keperawatan Cardiac Care : Acute
Klien mengatakan dada berdebar-debar, berhubungan dengan selama 3x24 jam penurunan curah Environmet management
nyeri dada sebelah kiri menyebar perubahan irama jantung jantung dapat lebih baik dari
ketengah dan sampai lengan kiri, klien sebelumnya dengan perubahan skala Maintenance
mengatakan nafas terasa berat. dari 2 ke skala 3 dengan kriteria : Evaluasi nyeri dada (intensitas, lokasi,
Klien mengatakan hubungan klien dengan Cardiopulmonary Status durasi, penyebaran, dan factor
masyarakat sekitar cukup baik sehingga Tekanan darah sistolik presipitasi dan factor memperingan
salah satu bentuk perhatian masyarakat Tekanan darah diastolic nyeri dan pengalaman nyeri)
yang ditunjukan berupa kunjungan Denyut nadi perifer Monitor frekuensi dan irama jantung
bersama dengan warga masyarakat yg Frekuensi apek jantung Auskultasi suara jantung
lain dalam jumlah banyak. Irama jantung Auskultasi suara paru akan adannya
Klien mengatakan makan sehari 3 kali Frekuensi pernafasan crakles/ronki atau suara nafas tambahan
dengan kebiasaan mengkonsumsi jeroan lainnya
Irama pernafasan
dan goreng-gorengan serta Monitor status neurologi
Kedalaman inspirasi
mengkonsumsi kopi hitam, dank lien juga Monitor intake/output, urin output, dan
mengatakan kalau tidak sehari minum Ekspirasi udara
berat badan harian
kopi rasanya pusing Out put urin
Monitor fungsi ginjal (BUN dan
DO : Indeks jantung
kreatinin)
TD : 150/90 mmHg, SH : 37 C, RR : 28, Saturasi oksigen
Monitor fungsi hati
Nadi : 110 x/ menit, terlihat bibir dan Sianosis, pucat
Monitor nilai laboratorium elektrolit
wajah pucat. Capillary refill lambat 3 Intoleransi aktivitas yang mungkin meningkatkan resiko
detik, ektrimitas dingin dan pucat, denyut Skala : disritmia (serum potassium dan
nadi perifer lemah dan cepat magnesium)
5 : Rentang normal
EKG : ST elevasi, HR : 110 , takikardi, Q 4 : ada deviasi tingkat ringan dari Monitor tekanan darah dan parameter
rentang normal hemodinamik terbaru (tekanan vena
patologis, irama irreguler
3 : ada deviasi tingkat sedang dari central dan kapilari paru atau tekanan
rentang normal arteri)
2 : ada deviasi tingkat berat dari rentang Monitor keefektifan terapi oksigen
normal Monitor dampak pemberian terapi
1 : ada deviasi tingkat sangat berat dari oksigen (PaO2 dan tingkat hemoglobin
rentang normal dan curah jantung
Pasang lead EKG untuk monitoring
berkelanjutan
Rekam EKG 12 lead
Pastikan tingkat serum CK, LDH, dan
AST
Negotiation
Kenali frustasi dan ketakutan
menyebabkan ketidakmampuan untuk
berkomunikasi
Atur lingkungan senyaman mungkin
(jumlah pengunjung, lingkngan fisik)
reconstruction
Berikan makanan kecil dengan teratur
Batasi konsumsi cafein, garam/sodium,
kolesterol, makanan kaya lemak
Atur lingkungan yang kondusif
Instrusikan pada pasien untuk
menghindari aktivitas yang
mengakibatkan valsafa maneuver
(mengejan)
DS: Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pain Management
Klien mengatakan dada berdebar-debar, dengan agen cedera selama 1x4 jam nyeri akut dapat lebih
nyeri dada sebelah kiri menyebar biologi (berkurangnya baik dari sebelumnya dengan perubahan Maintenance
ketengah dan sampai lengan kiri, klien suplya oksigen keotot skala dari 2 ke skal 4 dengan kriteria : Kaji lokasi nyeri, karakteristik nyeri,
mengatakan nafas terasa berat, Skala dan kualitas serta pengalaman nyeri
nyeri 8 jantung) Pain Level, Comfort pasien
Observasi tanda non verbal terhadap
Klien mengatakan untuk mengurangi Melaporkan nyeri berkurang/ ketidak nyamanan
nyerinya klien melakukan kerikan dan hilang. Kaji dampak nyeri terhadap kualitas
pliriti pada dada dan punggungnya yang Lama episode nyeri berkurang/ hidup.
sakit hilang. Monitor kepuasan pasien terhadap
Ekspresi wajah nyeri rileks. managemen nyeri yang ditetapkan.
DO : Posisi proteksi terhadap tubuh
150/90 mmHg, SH : 37 C, RR : 28, Nadi : tidak ada Negotiation
110 x/ menit
Tidak gelisah Bantu keluarga untuk memberikan
Otot tidak kencang support.
Tidak ada perubahan respirasi, Berikan alternatif terapi non
denyut nadi, tensi darah. farmakologi untuk mengurangi
Tidak berkeringat nyerinya
Tidak kehilangan selera
reconstruction
Skala
5 : Selalu menunjukkan Berikan informasi tentang nyeri,
4 : Sering menunjukkan penyebab, dan rencana antisipasi
3 : kadang menunjukkan Pertimbangkan type dan sumber nyeri
2 : Jarang menunjukkan ketika memilih strategi pertolongan /
1 : tidak pernah menunjukkan pembebasan nyeri
Kontrol faktor lingkungan terhadap
respon ketidak nyamanan
Kurangi / hilangkan faktor precipitasi
atau peningkatan kejadian nyeri
(ketakutan, lelah, kekurangan
pengetahuan)
Ajarkan penggunaan teknik non
farmakologi (relaksasi, guided imagery,
distaction, hot/cold application,
masage)
Berikan pertolongan / pembebasan
nyeri dengan analgesik yang
diresepkan.
Tingkatkan kedekuatan istirahat / tidur.
Dorong klien untuk mendiskusikan
pengalaman nyeri
Berikan informasi yang akurat untuk
meningkatkan pengetahuan keluarga
dalam merespon pengalaman nyeri.
Analgesik administration:
Maintenance
Kaji lokasi nyeri, karakteristik nyeri,
kualitas dan tingkat nyeri sebelum
pengobatan.
Evaluasi efektifitas analgesik dan efek
sampingnya.
Dokumentasikan respon klien terhadap
analgesik.
Negotiation
Cek program pemberian analgesik;
jenis, dosis dan frekwensi.
reconstruction
Ajarkan tentang penggunaan analgesik,
strategi menurunkan efek samping.
A. Kesimpulan
Teori keperawatan Madelai Leininger menghubungkan berbagai perawatan
individu, hubungan secara universal, social cultural, dan dimensi lain, dan mencakup
perawatan individu berbeda maupun sama, dalam mempertahankan atau meningkatkan
kesejahteraan, kesehatan dan dalam menghadapi kematian. Leininger percaya bahwa
dalam hal tersebut tetap akan dipengaruhi oleh culture atau budaya.
1. Teori ini dapat digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan dengan
mempertimbangkan aspek budaya, nilai–nilai, norma dan agama.
2. Teori ini dapat digunakan untuk melengkapi teori konseptual yang lain dalam praktik
asuhan keperawatan.
3. Aplikasi teori ini dapat dilakukan pada berbagai bidang peminatan dalam
keperawatan, namun demikian lebih tepat manakala digunakan pada area keperawatan
komunitas
B. Saran
1. Penerapan teori Leinienger diperlukan pengetahuan dan pemahaman tentang ilmu
antropologi agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik.
2. Pelaksanaan teori Leinienger memerlukan penggabungan dari teori keperawatan yang
lain yang terkait, seperti teori adaptasi, self care dan lain-lain.
3. Seorang perawat yang baik harus memiliki bekal dalam memahami karakteristik
budaya dari setiap pasien sehingga akan tercapai interaksi yang optimal dan
terwujudkan tujuan perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Alligood, MR & Tomey AN. (2006) Nursing Theorist and Their Work, Sixth Edition, St.
Louis Mosby
Andrews, M & Boyle, J.S. (1995) Transcultural Concepts in Nursing Care,Second edition,
Philadelphia, J.B Lippincot Company.
Diagnosis Keperawatan : definisi dan klasifikasi 2009-2011/editor, T.Heather Herdmen ; alih
bahasa, Made Sumarwati, Dwi Widiarti, Estu Tiar ; editor edisi bahasa Indonesia,
Monica Ester.—Jakarta : EGC, 2010
Fitzpatrick,J.J & Whall, A.L. (1998) Conceptual Models Of Nursing : Analysis and
Application, Normalk : Appleton & Lange.
Geiger & Davidhizar, (1995) Transcultural Nursing Assessment and Intervension, Second
edition, St Louis Mosby.
Johnson, M., & Maas,M (eds).(2004) Nursing Outcomes Classification (NOC) (4nd ed.). St.
Louis: Mosby
Leininger, M. & Mcfarland,M.R (2002). Transcultural Nursing : Concepts, Theories,
Research, and Practier, McGraw-Hill.
McCloskey, J.C., & Bulechek, M.C (Eds.).(2004). Nursing Intervention Classification (NIC)
(4nd ed.). St. Louis: Mosby
Nusring theories : the base for professional nursing practice/editor, Julia B.George.-4 th ed.
1995 Appleton & Lange
Potter, Patricia A, 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses, dan
praktik/Patricia A. Potter, Anne Griffin Perry, alih bahasa, Yasmin Asih...(et al); editor
edisi bahasa indonesia, Devi Yulianti. Monica.---Ed.4—Jakarta : EGC
Leininger, M. 2002. Journal of transcultural nursing. http//tcm.sagepub.com