Anda di halaman 1dari 3

Pembahasan

Untuk mengetahui kelayakan simplisia dan ekstrak, dilakukan beberapa


parameter. pengujian parameter non spesifik antara lain susut pengeringan, kadar
air, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam. Penetapan susut pengeringan
bertujuan untuk memberikan batasan maksimal besarnya senyawa yang hilang
pada proses pengeringan.
Pada percobaan dua ini dilakukan penetapan susut pengeringan pada simplisia
dengan metode gravimetri. Karena menurut Farmakope Indonesia tahun 2009
yang sangat cocok digunakan untuk penetapan susut pengeringan dan tidak
membutuhkan pelarut adalah metode gravimetri. Prinsip metode gravimetri pada
susut pengeringan berdasarkan pengukuran secara kuantitatif dengan
penimbangan dan pemanasan dalam oven pada suhu 105o C.
Bahan yang digunakan adalah daun tempuyung. Penetapan susut pengeringan
merupakan metode penetapan kadar bagian senyawa yang menguap atau
menghilang pada saat proses pemanasan atau pengeringan bahan simplisia.
Metode gravimetri adalah metode dengan mendasarkan pada berat tetap suatu
sampel (Ibnu dan abdul, 2007). Metode gravimetri tersebut menggunakan alat
pengering berupa oven. Suhu yang digunakan pada susut pengeringa yaitu pada
suhu 105˚C hingga bobot tetap (Depkes RI, 1979 hal. 807). Prinsip percobaan
susut pengeringan tersebut yaitu mengukur kadar senyawa yang hilang atau
menguap selama proses pemanasan dengan cara mengoven serbuk simplisia
sebanyak gram yang dperlukan dan dilakukan berkali-kali hingga diperoleh bobot
yang konstan.
Simplisia yang digunakan yaitu daun tempuyung yang berasal dari tanaman
tempuyung. Tempuyung dapat digunakan sebagai diuretik, obat batu ginjal,
kegemukan (Dalimarta,2002 ; 158). Selain itu ekstrak tempuyung bisa memecah
batu ginjal dan batu saluran kencing (Winarto,2004 : 8).
Pada percobaan penetapan susut pengeringan dilakukan pengaturan oven
terlebih dahulu pada suhu 105˚C sesuai dengan peraturan susut pengeringan di
farmakope. Disipakan simplisia daun tempuyung yang terlebih dahulu sudah
dihaluskan, tujuannya karena simplisia daun tempuyung itu berupa bagian bagian
kasar ukurannya diperkecil agar mudah dalam penimbangan. Kemudian
dipanaskan cawan penguap kosong pada suhu pengeringan selama 20 menit,
tujuan pengeringan yaitu untuk mengurangi kadar air yang terjerap di dalam
cawan sehingga tidak akan mengganggu pada saat penimbangan dan perhitungan
susut pengeringan. kemudian didinginkan selama 5 menit pada desikator yang
bertujuan untuk mendinginkan cawan dan juga agar cawan tidak terkena molekul
pengotor lagi setelah dipanaskan, dengan adanya silica gel dimana silica gel ini
bersifat polar berfungsi untuk menyerap molekul air yang berasal dari uap panas
dari cawan, karena untuk penimbangan bobot cawan kosong ataupun cawan yang
berisi simplisia tidak boleh dilakukan penimbangan pada suhu tinggi, maka
sampai suhu turun menjadi suhu kamar maka kemudian ditimbang dan didapat
hasil berupa (gram), dilakuakan pengulangan selama 2 kali agar hasil yang didapat
untuk mengetahui bobot konstan selama penimbangan. kemudian setelah
pengeringan dan penimbangan cawan kosong kemudian dilakukan prosedur yang
sama yaitu pengeringan cawan penguap dengan ditambah simplisia daun
tempuyunh yang sudah ditimbang sebanyak 2 gram yang kemudian di oven
selama 20 menit, dilakukan pengulangan selama 3 kali. Kemudian setelah
dilakukan pengeringan yaitu didinginkan cawan berisi sampel tersebut dengan
menggunakan eksikator hingga suhu kamar, kemudia ditimbang. Tujuan
didinginkan ke dalam eksikator supaya suhu saat penimbangan tidak tinggi, dan
juga agar cawan dan simplisia tidak terkena pengotor kembali setelah di oven.
Maka dari itu dilakukan pendinginan di eksikator tersebut selama 5 menit sampai
suhu kamar, kemudian bisa dilanjut penimbangan. Prosedur di atas dilakukan
penetapan hingga diperoleh bobot tetap. Bobot tetap adalah bobot yang diperoleh
dari 2 penimbangan berturut-turut setelah dipanaskan tidak lebih dari 0,25% atau
tidak lebih dari 0,5 mg (Depkes RI, 1989).
Pada percobaan tersebut yang dilakukan duplo masing- masing baik itu cawan
satu maupun cawan dua. Pada penimbangan cawan kosong maupun cawan isi
sampel semakin lama pengeringan maka bobot yang diperoleh juga mengalami
penurunan yang berarti terjadi susut pengeringan pada cawan tersebut. Untuk
cawan 1 diperoleh % susut pengeringan yaitu 8,1176 % sedangkan untuk cawan
ke 2 diperoleh % susut pengeringan yaitu 11,1018 %. Hal tersebut dapat diketahui
dengan waktu yang sama pada kedua cawan tersebut baik kesamaan bobot
awalnya, kesamaan pengeringan tetapi hasil persentasenya tidak sama. Nilai
parameter susut pengeringan yang diperoleh menunjukan besarnya senyawa yang
hilang pada proses pengeringan ( Depkes RI, 2009). Dengan perbedaan hasil
tersebut maka bisa saja terdapat kesalahan saat dilakukan pengerjaan pada saat
penimbangan tidak dilakukan secara tepat 2 gram atau berkurangnya bahan karena
ada simplisia yang jatuh secara tidak sengaja atau bisa karena ketepatan waktu
mengambil simplisia tidak sama maka hasilnya akan ada sedikit perbedaan.

DAFAR PUSTAKA
Dalimartha, S., (2002). RamuanTradisional Untuk Pengobatan Kanker,
Penebar Swadaya: Jakarta.
Depkes RI, 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI, 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi 1. Jakarta: Departemen
kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 1989. Materia Medika Indonesia jilid V. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makan.
Ibnu, G.G, dan Abdul, R,. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama.
Winarto, I.W. (2004). Khasiat dan Manfaat Kunyit. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai