Oleh :
DHIKA NOVITA
NIM.20170662095
utama yang terjadi pada balita di Indonesia. Kematian oleh karena diare merupakan
dehidrasi sebagai akibat kehilangan air dan elektrolit melalui tinja yang tidak diganti
kesehatan, mulai dari gangguan ringan seperti mudah mengantuk, hingga penyakit
berat seperti penurunan fungsi ginjal. Pada awalnya anak akan merasa haus karena
telah terjadi dehidrasi ringan. Bila tidak ditolong, dehidrasi tambah berat dan timbulah
gejala-gejala. Karena itu, pengobatan awal untuk mencegah dan mengatasi keadaan
Insidensi diare nasional hasil Survei Morbiditas penyakit diare pada tahun 2014
fasilitas kesehatan pada tahun 2016 sebanyak 6.897.463 orang, Sedangkan jumlah
3.198.411 orang atau 46,4% dari target (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2016).
Penyakit diare yang dapat diobati di Kota Surabaya pada tahun 2015 adalah 65.447
kasus dari total 60.960 perkiraan kasus yang ditemukan (Profil Kesehatan Kota
Surabaya, 2016).
Diare merupakan buang air besar yang terjadi pada bayi dan anak yang
sebelumnya nampak sehat, dengan frekuensi tiga kali atau lebih per hari, disertai
perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah. Apabila pada diare
pengeluaran cairan melebihi pemasukan maka akan terjadi defisit cairan tubuh, maka
akan terjadi dehidrasi. Berdasarkan derajat dehidrasi maka diare dapat dibagi menjadi
diare tanpa dehidrasi, diare dehidrasi ringan sedang dan diare dehidrasi berat. Pada
dehidrasi berat terjadi defisit cairan sama dengan atau lebih dari 10% berat badan.7
Anak dan terutama bayi memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita dehidrasi
Bayi dan anak (terutama balita) lebih rentan mengalami dehidrasi karena
komposisi air tubuh lebih banyak, fungsi ginjal belum sempurna dan masih
bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuhnya, selain itu
penurunan berat badan juga relatif lebih besar. Pada anak yang lebih tua, tanda
dehidrasi lebih cepat terlihat dibandingkan bayi karena kadar cairan ekstrasel lebih
rendah . Menentukan derajat dehidrasi pada anak juga dapat menggunakan skor
WHO, dengan penilaian keadaan umum, kondisi mata, mulut dan turgor (Pringle K,
dkk, 2011).
asupan cairan dan meningkatnya jumlah air yang keluar (lewat ginjal, saluran cerna
atau insensible water loss/IWL), atau karena adanya perpindahan cairan dalam tubuh.
intrasel dan ekstrasel. Manifestasi klinis dehidrasi erat kaitannya dengan deplesi
syok hipovolemia yang akan menyebabkan gagal organ dan kematian (Leksana,
2015).
dengan keterlambatan diagnosis dan pemberian terapi yang tidak tepat. Dehidrasi
tersering terjadi dan paling berbahaya. Penyakit diare dan dehidrasi berperan dalam
14%-30% kematian bayi dan balita di dunia. Berbagai jenis gangguan elektrolit yang
terjadi, seperti abnormalitas kadar natrium (Na), kalium (K), magnesium (Mg),
klorida (Cl) dan kalsium (Ca) dalam serum, berhubungan dengan peningkatan laju
mortalitas anak dengan diare. Gangguan elektrolit ini dapat tidak terdeteksi, tetapi
Natrium dan kalium merupakan elektrolit yang penting bagi tubuh. Kadar Na +
dan K+ dapat mengalami perubahan oleh beberapa keadaan, seperti gangguan diet,
diare,nutrisi buruk, asidosis, alkalosis, gangguan fungsi ginjal, dan lain-lain. Diare
menyebabkan hilangnya air dan elektrolit terutama Na+ dan K+ dalam jumlah besar
pada saat asupan cairan melalui ORS tidak cukup atau tidak memungkinkan. Pada
tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler sampai tercapai perfusi jaringan.
elektrolit serum harus dilakukan saat anak mengalami dehidrasi berat atau sedang
yang menunjukkan tanda gangguan elektrolit, seperti kejang, perut kembung, atau
tentang “Gambaran Kadar Natrium Dan Kalium Pada Anak Diare Usia Toddler Di
natrium dan kalium pada anak diare usisa toddler di RS.Siti Khodijah Sepanjang
Sidoarjo.
Untuk menganalisa kadar natrium dan kalium pada anak usia toddler
A. Manfaat Teoritis
B. Manfaat Praktis
Untuk mengetahui hasil analisa kadar Na+ dan K+ paad anak diare usia
toddler.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu
bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi
dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air
(pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan
partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan ( Wahyudi,
2015/6)
Cairan berada dalam dua kompartemen utama, yaitu di dalam sel (cairan intra sel/
CIS) yang pada orang dewasa sekitar 40% dari berat badan atau 70% dari jumlah keseluruhan
cairan tubuh, dan cairan di luar sel (cairan ekstra sel/ CES) sekitar 20% dari berat badan atau
30% dari seluruh cairan tubuh. Cairan ekstrasel termasuk didalamnya cairan intravaskuler
(plasma) sekitar 4-5% dari berat badan, dan cairan interstitial atau cairan yang berada di
antara sel termasuk cairan limfe sekitar 15% dari berat badan(modul fkp unair,2016)
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu cairan intraselular dan cairan
ekstraselular. Cairan intraselular adalah cairan yang berada didalam sel seluruh tubuh,
sedangkan cairan ekstraselular adalah cairan yang berada diluar sel dan tediri dari tiga
kelompok yaitu cairan intavaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan
intravaskuler (plasma) adalah cairan didalam system vascular, cairan intersial adalah cairan
yang terletak diantara sel, sedangkan cairan seluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan
CAIRAN INTRASELULER:
40 %
CAIRAN TUBUH:
MEMBRAN SEL
60 %
CAIRAN
EKSTRASELULER:
20%
Membran sel bagian luar memegang peranan penting dalam mengatur volume dan
dengan K dengan perbandingan 3:2.Oleh karena membran selrelatif tidak permeable terhadap
ion Na dan ion K, oleh karenanya potasium akan dikonsentrasikan di dalam sel sedangkan
ion sodiumakandikonsentrasikan di ekstra sel. Potasiumadalah kation utama ICF dan anion
utamanya adalah fosfat. Akibatnya, potasium menjadi faktor dominant yang menentukan
terlarut yang nondifusif (anion), rasio pertukaran yang tidak sama dari 3 Na+ dengan 2 K+
oleh pompa membran sel adalah hal yang penting untuk pencegahan hiperosmolalitas
intraselular relativ. Gangguan pada aktivitas pompa Na-K-ATPase seperti yang terjadi pada
keadaan iskemi akan menyebabkan pembengkakan sel. (modul pembelajaran fkp unair, 2016)
Fungsi dasar dari cairan ekstraselular adalah menyediakan nutrisi bagi sel dan
terutama komponen sirkulasi (volume intravaskular) adalah hal yang sangat penting. Oleh
sebab itu secara kuantitatifsodium merupakan kation ekstraselular terpenting dan merupakan
faktor utama dalam menentukan tekanan osmotik dan volume sedangkan anion utamanya
adalah klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3- ). Perubahan dalam volume cairan ekstraselular
berhubungan dengan perubahan jumlah total sodium dalam tubuh. Hal ini tergantung
darisodium yang masuk, ekskersisodium renal dan hilangnya sodium ekstra renal (Modul
Normalnya sebagian kecil cairan interstisial dalam bentuk cairan bebas. Sebagian
besar air interstisial secara kimia berhubungan dengan proteoglikan ekstraselular membentuk
gel. Pada umumnya tekanan cairan interstisial adalah negatif (kira-kira -5 mmHg). Bila
terjadi peningkatan volume cairan iterstisial maka tekanan interstisial juga akan meningkat
dan kadang-kadang menjadi positif. Pada saat hal ini terjadi, cairan bebas dalam gel akan
meningkat secara cepat dan secara klinis akan menimbulkan edema. Hanya sebagian kecil
dari plasma protein yang dapat melewati celah kapiler, oleh karena itu kadar protein dalam
cairan interstisial relatif rendah (2 g/dl). Protein yang memasuki ruang interstisial akan
dikembalikan ke dalam sistim vaskular melalui sistim limfatik (Modul FKP Unair, 2016).
Gambar 2.4 Cairan Interstisial, cairan intravaskuler dan proses transport aktif
Sumber: http://plasmacirculation.org/
intravaskular oleh endotel vaskular. Sebagian besar elektrolit dapat dengan bebas keluar
masuk melalui plasma dan interstisial yang menyebabkan komposisi elektrolit keduanya yang
tidak jauh berbeda. Bagaimanapun juga, ikatan antar sel endotel yang kuat akan mencegah
keluarnya protein dari ruang intravaskular. Akibatnya plasma protein (terutama albumin)
merupakan satu-satunya zat terlarut secara osmotik aktif dalam pertukaran cairan antara
merefleksikan volume intravaskular dan interstisial. Bila tekanan interstisial berubah menjadi
positif maka akan diikuti dengan peningkatan cairan ekstrasel yang akan menghasilkan
ekspansi hanya pada kompartemen cairan interstisial. Pada keadaan ini kompartemen
interstisial akan berperan sebagai reservoir dari kompartemen intravaskular. Hal ini dapat
dilihat secara klinis sebagai edema jaringan. Distribusi cairan pada tiap kompartemen yang
dihubungkan dengan berat badan pada berbagai kelompok usia dapat dilihat pada table 1.
Cairan tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. Dua pertiga bagian
(67%) dari cairan tubuh berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan sepertiganya (33%)
berada di luar sel (cairan ekstrasel/ CES). CES dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah
yang meliputi 20% CES atau 15% dari total berat badan, dan cairan intersisial yang mencapai
80% CES atau 5% dari total berat badan. Selain kedua kompartmen tersebut, ada
kompartmen lain yang ditempati cairan tubuh, yaitu cairan transel. Namun, volumenya
diabaikan karena kecil, yaitu cairan sendi, cairan otak, cairan perikard, liur pencernaan, dll.
Ion Na+ dan Cl- terutama terdapat pada cairan ekstrasel, sedangkan ion K+ di cairan intrasel.
Anion protein tidak tampak dalam cairan intersisial karena jumlahnya paling sedikit
Perbedaan komposisi cairan tubuh berbagai kompartmen terjadi karena adanya barier
yang memisahkan mereka. Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan intersisial,
sedangkan dinding kapiler memisahkan cairan intersisial dengan plasma. Dalam keadaan
normal, terjadi keseimbangan susunan dan volume cairan dan elektrolit antar kompartmen.
Bila terjadi perubahan konsentrasi atau tekanan di salah satu kompartmen, maka akan terjadi
perpindahan cairan atau ion antar kompartmen sehingga terjadi keseimbangan kembali
(Kuntarti,)
Dalam kondisi normal, cairan tubuh stabil dalam petaknya masing-masing. Apabila
terjadi perubahan, tubuh memiliki sistem kendali atau pengaturan yang bekerja untuk
.a Kendali Osmolar Mekanisme kendali ini dominan dan efektif dalam mengatur
pada hipotalamus anterior bagian dari nukleus supra optik. Terdiri dari
oleh tubulus ginjal. Korteks adrenal merupakan faktor utama yang menjaga
Angiotensin I di hati yang kemudian oleh converting enzim dari paru diubah
(Butterworth, 2013)
reseptor stretch apabila terjadi dilatasi atrium kiri. Bila reseptor ini
terangsang, maka akan timbul impuls aferen melalui jalur simpatis yang
dan keluar. Melalui mekanisme keseimbangan, tubuh berusaha agar cairan didalam tubuh
setiap waktu selalu berada dalam jumlah yang kosntan. Dalam keadaan normal, masukan
cairan akan dipenuhi melalui minum atau makanan yang masuk ke dalam tubuh secara
peroral, serta air yang diperoleh sebagai hasil metabolisme. Air yang keluar dari tubuh,
termasuk yang dikeluarkan sebagai urin, air didalam feses, isensibel dan air yang dikeluarkan
melalui kulit dan paru-paru6. Gambaran keseimbangan masukan dan keluaran cairan dapat
Masukan Keluaran
Terlihat Tak Terlihat Terlihat Tak Terlihat
Minuman 650 Urine 700
Makanan - 750 Kulit - 500
Oksigenasi - 350 Nafas - 400
Feces - 1500
650 ml 1100 ml 700 ml 1050 ml
Kebutuhan air setiap hari dapat ditentukan dengan dua cara, ditentukan berdasarkan
umur dan berat badan. Jika berdasarkan umur ditentukan dari umur 0-1 tahun memerlukan air
sekitar 120 ml/kg BB, 1-3 tahun memerlukan air sekitar 100 ml/kg BB, 3-6 tahun
memerlukan air sekitar 90 ml/kg BB, 7 tahun memerlukan air sekitar 70 ml/kg BB, dan
dewasa memerlukan sekitar 40-50 ml/kg BB. Sedangkan berdasarkan berat badan ditentukan
mulai dari 0-10 kg kebutuhan cairannya 100 ml/kg BB, 10-20 kg kebutuhan cairannya 1000
ml ditambah dengan 50 ml/kg BB (jika diatas 10 kg), dan jika diatas 20kg kebutuhan
cairannya sekitar 1500ml ditambah 20 ml/kg BB (jika diatas 20 kg), dan jika dewasa
Pengeluaran cairan sebagai bagian dalam mengimbangi kebutuhan cairan pada orang
dewasa. Pengeluaran cairan ini dibagi menjadi empat proses yaitu urin, IWL (Insensible
Water Loss), keringat, dan feses. Dalam kondisi normal, output urin sekitar 1400-1500 ml per
24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam. Pada orang sehat kemungkinan produksi urin
bervariasi dalam setiap harinya. Bila aktivitas kelenjar keringat meningkat, maka produksi
urin akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan keseimbangan dalam tubuh. IWL
terjadi melalui paru-paru dan kulit, melalui mekanisme difusi. Pada orang dewasa normal,
kehilangan cairan tubuh melalui IWL berkisar 200-400 ml perhari. Tetapi, IWL akan
meningkat jika ada proses peningkatan suhu tubuh dan proses respirasi
meningkat.Pengeluaran cairan dari proses berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi
tubuh yang panas, respon ini berasal dari anterior hypothalamus, lalu impulsnya akan
ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan saraf simpatis pada
kulit.Pada pengeluaran air melalu feses, berkisar antara 1500 mL per hari, yang diatur melalui
Untuk mengetahui imbang masukan dan keluaran cairan tubuh, dilakukan penilaian
klinis non invasive dan invansif. Untuk penilaian non invasive dilakukan pencatatan tanda
dan gejala klinis sebelum dilakukan terapi cairan, selama terapi dan sampai terapi dinyatakan
5. Produksi urin, diusahakan produksi urin paling sedikit 0,5 ml/kg BB/jam.
Untuk penilaian invasive dilakukan pemasangan kateter vena sentral melalui vena di
lengan atas, vena subklavia, atau vena jugularis. Kanulasi ini disamping untuk mengukur
tekanan vena sentral juga digunakan untuk jalur infus jangka panjang dan nutrisi parenteral.
Apabila dilakukan kanulasi vena sentral, bisa digunakan sebagai penuntun dalam program
terapi cairan, terutama pada pasien kritis yang memerlukan terapi cairan (Mangku, 2010).
2.2 Tinjauan Tentang Elektrolit Tubuh
Elektrolit adalah senyawa didalam larutan yang berdiosasi menjadi partikel yang
bermuatan (ion) positif atau negative. Ion bermuatan positif disebut kation dan ion yang
Sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi
elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyak gangguan. Cairan dan elektrolit
masuk kedalam tubuh melalui makanan, minuman, dan Ciaran intravena (IV) dan didistribusi
Setelah bergabung dengan air, elektrolit ini ada yang menjadi bermuatan listrik positif
disebut kation, yaitu: Na, K, Ca, Mg, dan bermuatan listrik negative disebut anion, yaitu: Cl
dan HCO3. Untuk mempertahankan keadaan fisiologis yang stabil rasio anion dengan kation
serta konsentrasinya di setiap kompartemen harus seimbang dan relative menetap (Modul
Jenis elektrolit yang berada di tiap kompartemen adalah sama tetapi konsentrasinya
berbeda. Elektrolit utama di ekstrasel adalah natrium dan chloride, sedangkan elektrolit
utama intrasel adalah kalium dan fosfat. Adanya perubahan konsentrasi elektrolit dan atau
rasio anion dan kation akan menimbulkan perubahan aktivitas sel yang dapat membahayakan
kehidupan. Secara rinci komposisi elektrolit yang terdapat dalam tiap kompartemen cairan
Cairan tubuh dan zat elektrolit yang terlarut didalamnya, berada dalam mobilitas yang
konstan. Ada proses menerima dan mengeluarkan cairan secara terus menerus.2 Setiap
kompartemen akan dipisahkan oleh barrier atau membran yang membatasi mereka. Setiap zat
yang akan pindah harus dapat menembus barrier tersebut. Bila substansi zat tersebut dapat
menembus berarti membran tersebut permeabel terhadap zat tersebut. Jika substansi zat tidak
dapat menembusnya, maka membran tersebut tidak permeabel terhadap zat tersebut. Jika
membran disebut dengan semi permeabel (permeabel selektif) bila beberapa partikel dapat
Perpindahan cairan dan elektrolit dibagi menjadi tiga fase yaitu pertama, cairan yang
terkandung oleh nutrisi dan oksigen diambil dari paru-paru dan saluran gastrointestinal akan
dibawa melalui pembuluh darah berpindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi,
dimana cairan tersebut merupakan bagian dari cairan intravaskular. Kedua, cairan
intravaskular dan zat-zat yang terlarut didalamnya akan saling bertukar dengan cairan
interstitial melalui membran kapiler yang semipermeabel dan cairan interstitial tersebut
bertukar tempat dengan cairan intraseluler melalui membran sel yang permeabel selektif
(Waterhouse, 2012)
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme
transportasi aktif dan pasif. Mekanisme transportasi aktif memerlukan energi, sedangkan
mekanisme transportasi pasif tidak. Ada empat mekanisme perpindahan cairan dan elektrolit
tubuh yakni terdiri dari difusi, osmosis, filtrasi, dan transpor aktif.2 Difusi adalah gerakan
acak dari molekul yang disebabkan energi kinetik yang dimilikinya dan bertanggung jawab
terhadap sebagian besar pertukaran cairan dan zat terlarutnya antara kompartemen satu
dengan yang lain. Kecepatan difusi suatu zat melewati sebuah membran tergantung pada
permeabilitas zat terhadap membran, perbedaan konsentrasi antar dua sisi, perbedaan tekanan
antara masing-masing sisi karena tekanan akan memberikan energi kinetik yang lebih besar
dan yang terakhir potensial listrik yang menyeberangi membran akan memberi muatan pada
Pada mekanisme osmosis, jika ada suatu substansi larut di dalam air, konsentrasi air
dalam larutan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi air dalam larutan air
murni dengan volume yang sama. Hal ini terjadi karena tempat molekul air telah ditempati
oleh molekul substansi tersebut. Jadi bila konsentrasi zat yang terlarut meningkat, konsentrasi
air akan menurun. Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu membran yang semipermeabel
dengan larutan yang volumenya sama namun berbeda konsentrasi dengan zat yang terlarut,
maka akan terjadi perpindahan cairan atau zat pelarut dari larutan yang memiliki konsentrasi
zat terlarut rendah ke larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi (Miller,
2015)
Filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi oleh
membran. Cairan akan keluar dari daerah yang mempunyai tekanan tinggi menuju ke daerah
yang bertekanan rendah. Jumlah cairan yang keluar akan sebanding dengan besar perbedaan
mempengaruhi filtrasi ini disebut dengan tekanan hidrostatik (Mangku, 2010) Transport aktif
diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara pasif dari daerah yang
konsentrasinya lebih rendah ke daerah yang memiliki konsentrasi yang lebih tinggi. Transport
aktif memerlukan energi berupa adenosin trifosfat (ATP) untuk melawan perbedaan
konsentrasi. Salah satu contohnya adalah transportasi pompa kalium dan natrium. (Khrisna,
2017).
Air melintasi membran sel dengan mudah, tetapi zat-zat lain sulit atau diperlukan
proses khusus supaya dapat melintasinya, karena itu komposisi elektrolit di dalam dan di luar
sel berbeda. Cairan intraselular banyak mengandung ion K, ion Mg dan ion fosfat, sedangkan
Tekanan osmotik suatu larutan ditentukan oleh banyaknya partikel yang larut dam suatu
larutan. Dengan kata lain, makin banyak partikel yang larut maka makin tinggi tekanan
osmotik yang ditimbulkannya. Jadi, tekanan osmotik ditentukan oleh banyaknya pertikel
yang larut bukan tergantung pada besar molekul yang terlarut. Perbedaan komposisi ion
antara cairan intraseluler dan ekstraseluler dipertahankan oleh dinding yang bersifat
semipermeable (Krishna, 2017). Kandungan air dalam tiap organ tidak seragam seperti
Pergerakan zat dan air di bagian-bagian tubuh melibatkan transpor pasif, yang tidak
membutuhkan energi terdiri dari difusi dan osmosis, dan transporaktif yang membutuhkan
energi ATP yaitu pompa Na-K. Osmosis adalah bergeraknya molekulmelalui membran
semipermeable dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi
hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga
tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Tekanan osmotik plasma darah
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari
konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Difusi tergantung kepada perbedaan
konsentrasi dan tekanan hidrostatik.Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor
yang memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa
1. Keseimbangan Donnan
cairan ekstraseluler yang timbul akibat adanya peran dari sel membran. Protein yang
merupakan suatu molekul besar bermuatan negatif, bukan hanya ukuran molekulnya
yang besar namun merupakan suatu partikel aktif yang berperan mempertahankan
tekanan osmotik. Protein ini tidak dapat berpindah, tetapi akan mempengaruhi ion
muatan pada ion akan menyebabkan perbedaan konsentrasi ion yang secara langsung
mempengaruhi pergerakan cairan melalui membran ke dalam dan keluar dari sel
jumlah partikel, sehubungan dengan berat pelarut. Lebih khusus, itu adalah jumlah
sebagai jumlah osmol zat terlarut dalam satu liter larutan. Osmolaritas adalah properti
koligatif, yang berarti bahwa tergantung pada jumlah partikel terlarut dalam larutan.
Selain itu osmolaritas juga tergantung pada perubahan suhu (Butterworth, 2013)
Tekanan koloid osmotik merupakan tekanan yang dihasilkan oleh molekul koloid yang tidak
dapat berdifusi, misalnya protein, yang bersifat menarik air ke dalam kapiler dan melawan
tekanan filtrasi. Koloid merupakan molekul protein dengan berat molekul lebih dari 20.000-
30.000. Walaupun hanya merupakan 0,5% dari osmolalitas plasma total, namun mempunyai
arti yang sangat penting. Karena, hal ini menyebabkan permeabilitas kapiler terhadap koloid
sangat kecil sehingga mempunyai efek penahan air dalam komponen plasma, serta
mempertahankan air antar kompartemen cairan di tubuh. Bila terjadi penurunan tekanan
4. Kekuatan Starling (Starling’s Forces) Tekanan koloid osmotik plasma kira-kira 25 mmHg
sedang tekanan darah 36 mmHg pada ujung arteri dari kapiler darah dan 15 mmHg pada
ujung vena. Keadaan ini menyebabkan terjadinya difusi air dan ion-ion yang dapat berdifusi
keluar dari kapiler masuk ke cairan interstisiil pada akhir arteri dan reabsorsi berkisar 90%
dari cairan ini pada akhir arteri dan reabsosrsi berkisar 90% dari cairan ini pada ujung venous
(Mangku, 2010)
2.2.4 Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Tubuh manusia pada kelahiran mengandungi sekitar 75% berat cairan. Di usia satu
bulan, nilai ini menurun menjadi 65% dan pada saat dewasa berat cairan dalam tubuh
manusia bagi pria adalah 60% dan wanita pula sekitar 50%. Selain itu, faktor kandungan
lemak juga mengkontribusi kepada kandungan cairan dalam tubuh. Semakin tinggi jumlah
lemak yang terdapat dalam tubuh, seperti pada wanita, semakin ssemakin kurang kandungan
Nilai normal ambilan cairan dewasa adalah sekitar 2500ml, termasuk 300ml hasil
metabolism tenaga susbtrat. Rata-rata kehilangan cairan adalah sebanyak 2500ml dimana ia
terbahagi kepada 1500ml hasil urin, 400ml terevaporasi lewat respiratori, 400ml lewat
evaporasi kulit, 100ml lewat peluh dan 100ml melalui tinja. Kehilangan cairan lewat
mengkontrol sekitar 20-25% kehilangan haba tubuh. Perubahan pada kesimbanngan cairan
dan volume sel bisa menyebabkan impak yang serius seperti kehilangan fungsi pada sel,
Bentuk gangguan yang paling sering terjadi adalah kelebihan atau kekurangan cairan
1. Overhidrasi
Air seperti subtrat lain, berubah menjadi toksik apabila dikonsumsi secara berlebihan
dalam jangka waktu tertentu. Intoksikasi air sering terjadi bila cairan di konsumsi tubuh
dalam kadar tinggi tanpa mengambil sumber elektrolit yang menyeimbangi kemasukan cairan
tersebut (Butterworth, 2013). Overhidrasi terjadi jika asupan cairan lebih besar daripada
pengeluaran cairan. Kelebihan cairan dalam tubuh menyebabkan konsentrasi natrium dalam
aliran darah menjadi sangat rendah (Mangku, 2010) .Penyebab overhidrasi meliputi, adanya
gangguan ekskresi air lewat ginjal (gagal ginjal akut), masukan air yang berlebihan pada
terapi cairan, masuknya cairan irigator pada tindakan reseksi prostat transuretra, dan korban
Gejala overhidrasi meliputi, sesak nafas, edema, peningkatan tekanan vena jugular,
edema paru akut dan gagal jantung. Dari pemeriksaan lab dijumpai hiponatremi dalam
plasma. Terapi terdiri dari pemberian diuretik(bila fungsi ginjal baik), ultrafiltrasi atau
dialisis (fungsi ginjal menurun), dan flebotomi pada kondisi yang darurat (Stoelting, 2015)
2. Dehidrasi
Dehidrasi merupakan suatu kondisi defisit air dalam tubuh akibat masukan yang
kurang atau keluaran yang berlebihan. Kondisi dehidrasi bisa terdiri dari 3 bentuk, yaitu:
isotonik (bila air hilang bersama garam, contoh: GE akut, overdosis diuretik), hipotonik
(Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang
hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke
garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang.
hipernatremi, viskositas
plasma meningkat
Terapi dehidrasi adalah mengembalikan kondisi air dan garam yang hilang. Jumlah
dan jenis cairan yang diberikan tergantung pada derajat dan jenis dehidrasi dan elektrolit
yang hilang. Pilihan cairan untuk koreksi dehidrasi adalah cairan jenis kristaloid RL atau
Gangguan keseimbangan elektrolit yang umum yang sering ditemukan pada kasus-
B.1 Hiponatremia
Hiponatremia selalu mencerminkan retensi air baik dari peningkatan mutlak dalam
jumlah berat badan (total body weight, TBW) atau hilangnya natrium dalam relatif lebih
hilangnya air. Kapasitas normal ginjal untuk menghasilkan urin encer dengan osmolalitas
serendah 40 mOsm / kg (berat jenis 1,001) memungkinkan mereka untuk mengeluarkan lebih
dari 10 L air gratis per hari jika diperlukan. Karena cadangan yang luar biasa ini,
hiponatremia hampir selalu merupakan efeknya dari akibat kapasitas pengenceran urin
(Butterworth,2013)
Kondisi hiponatremia apabila kadar natrium plasma di bawah 130mEq/L. Jika < 120
mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan
henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma.
hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika),
n = Kadar Na sekarang
B.2 Hipernatremia
relatif terhadap TBW dan biasanya, tapi tidak selalu, berhubungan dengan hipernatremia ([Na
+]> 145 mEq / L). Hiperosmolalitas tanpa hipernatremia dapat dilihat selama hiperglikemia
ditandai atau mengikuti akumulasi zat osmotik aktif normal dalam plasma. Konsentrasi
natrium plasma dapat benar-benar berkurang karena air diambil dari intraseluler ke
plasma, natrium plasma menurun sekitar 1,6 mEq / L. Hipernatremia hampir selalu
merupakan hasil dari baik kerugian relatif air lebih dari natrium (hipotonik cairan rugi) atau
retensi dalam jumlah besar natrium. Bahkan ketika kemampuan berkonsentrasi ginjal
karena itu paling sering terlihat pada pasien lemah yang tidak dapat minum, sangat tua, yang
sangat muda, dan pasien dengan gangguan kesadaran. Pasien dengan hipernatremia mungkin
memiliki konten natrium tubuh total yang rendah, normal, atau tinggi (Butterworth, 2013)
Jika kadar natrium > 150 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental,
letargi, kejang, koma, lemah (Mangku, 2010) Manifestasi neurologis akan mendominasi
dahulu pada pasien dengan hipernatremia dan umumnya diduga hasil dari dehidrasi selular.
Gelisah, lesu, dan hyperreflexia dapat berkembang menjadi kejang, koma, dan akhirnya
kematian. Gejala berkorelasi lebih dekat dengan laju pergerakan air keluar dari sel-sel otak
daripada tingkat absolut hipernatremia. Cepat penurunan volume otak akan menyebabkan
pembuluh darah otak pecah dan mengakibatkan fokus perdarahan intraserebral atau
subarachnoid. Kejang dan kerusakan saraf serius yang umum, terutama pada anak-anak
dengan hipernatremia akut ketika plasma [Na +] melebihi 158 mEq / L. Hipernatremia kronis
biasanya ditoleransi lebih baik berbanding dengan bentuk akut (Butterworth, 2013)
Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (yang disebabkan oleh diare,
muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium
osmolalitas plasma normal serta mengoreksi penyebab yang mendasari. Defisit air umumnya
harus diperbaiki dalam 48 jam dengan larutan hipotonik seperti 5% dextrose dalam air.
Kelainan pada volume ekstraseluler juga harus diperbaiki. Namun, koreksi yang cepat dari
hipernatremia dapat mengakibatkan kejang, edema otak, kerusakan saraf permanen, dan
pengobatan. Secara umum, penurunan konsentrasi natrium plasma tidak harus melanjutkan
pada tingkat yang lebih cepat dari 0,5 mEq / L / jam.1 Terapi keadaan ini adalah penggantian
cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140 (Stoelting, 2015)
B.3 Hipokalemia
Nilai normal Kalium plasma adalah 3,5-4,5 mEq/L. Disebut hipokalemia apabila
kadar kalium 2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring
oleh EKG (untuk hipokalemia berat ; <2mEq/L disertai perubahan EKg, kelemahan otot
B.4 Hiperkalemia
Kalium (K+) memainkan peran utama dalam elektrofisiologi dari membran sel serta
karbohidrat dan protein sintesis. Potensial membran sel istirahat biasanya tergantung pada
Hiperkalemia adalah jika kadar kalium > 5 mEq/L. Hiperkalemia sering terjadi karena
insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,
siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat
(parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG) (Mangku,
2010). Efek paling penting dari hiperkalemia berada di otot rangka dan jantung. Kelemahan
otot rangka pada umumnya tidak terlihat sampai plasma [K +] lebih besar dari 8 mEq / L, dan
karena depolarisasi berkelanjutan spontan dan inaktivasi kanal Na + membran otot, akhirnya
mengakibatkan kelumpuhan.3 Perubahan EKG berlaku secara berurutan dari simetris
gelombang sinus, sebelum perkembangan fibrilasi ventrikel dan detak jantung. Kontraktilitas
dapat relatif baik dipertahankan sampai akhir dalam perjalanan hiperkalemia progresif.
(Butterworth, 2013).
dilakukan hemodialisis. Bila fungsi ginjal jelek, pertimbangkan hemodialisis lebih dini. Pada
B.5 Hipokalsemia
Meskipun 98% dari total kalsium tubuh dalam tulang, pemeliharaan konsentrasi
kalsium ekstraseluler normal adalah penting untuk homeostasis. Ion kalsium terlibat dalam
fungsi biologis hampir semua penting, termasuk kontraksi otot, pelepasan neurotransmitter
dan hormon, pembekuan darah, dan metabolisme tulang, dan kelainan pada keseimbangan
terjadi di usus terutama di usus kecil proksimal tetapi adalah variabel. Kalsium juga disekresi
ke dalam saluran usus, dimana sekresi ini tampaknya konstan dan independen dari
penyerapan. Hingga 80% dari asupan kalsium harian biasanya hilang dalam feses. Ginjal
bertanggung jawab untuk sebagian besar ekskresi kalsium. Rata-rata ekskresi kalsium ginjal
Biasanya, 98% dari kalsium disaring dan diserap kembali. Reabsorpsi kalsium paralel dengan
natrium dalam tubulus ginjal proksimal dan loop menaik Henle. Di tubulus distal,
sedangkan reabsorpsi natrium tergantung pada sekresi aldosteron. tingkat PTH meningkat
meningkatkan reabsorpsi kalsium distal dan dengan demikian menurunkan ekskresi kalsium
90% kalsium terikat dalam albumin, sehingga kondisi hipokalsemia biasanya terjadi
kongenital, idiopatik, defisiensi vit D, defisiensi 125(OH)2D3 pada gagal ginjal kronik, dan
parestesia, gelisah dan kebingungan, gangguan irama jantung, laring stridor (spasme laring),
tetani dengan spasme karpopedal (tanda Trousseau), masseter spasme (Tanda Chvostek), dan
kejang. kolik bilier dan bronkospasme. 1,3 EKG dapat mengungkapkan irritasi jantung atau
interval QT perpanjangan yang mungkin tidak berkorelasi antara tingkat keparahan dengan
hipotensi, atau keduanya. Penurunan respon terhadap digoxin dan β-adrenergik agonis juga
Seperti yang diketahui, hipokalsemia adalah suatu kondisi yang gawat darurat karena
menyebabkan kejang umum dan henti jantung. Dapat diberikan 20-30 ml preparat kalsium
glukonas 10% atau CaCl 10% dapat diulang 30-60 menit kemudian sampai tercapai kadar
kalsium plasma yang optimal. Pada kasus kronik, dapat dilanjutkan dengan terapi per oral
(Voldby, 2016).
hingga kolaps
sirkulasi
Hyponatremia Gangguan fungsi Infuse atau ingesti
kejang, koma,
kematian pada
beberapa kasus)
Kalium (3,8-5,0) Hiperkalemia (>8) Aritmia jantung Gagal ginjal,
asidosis kronik
Hipokalemia (>2) Kelemahan dan Diet rendah kalium,
hipersekresi
aldosteron
Kalsium (4,5-5,3) Hiperkalsemia (>11) Konfusi, nyeri otot, Hiperparatiroid,
berlebih.
Hipokalsemia (<4) Spasme otot, kejang, Diet yang jelek,
osteoporosi hipomagnesemia
A. Natrium
Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa mencapai 60
mmol per kilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 1014 mmol/L) berada dalam
cairan intrasel. Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam
yang mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium
Gibbs Donnan, sedangkan perbedaan kadar natrium dalam cairan ekstrasel dan intrasel
disebabkan oleh adanya transpor aktif dari natrium keluar sel yang bertukar dengan
masuknya kalium ke dalam sel (pompa Na+ dan K+ ) (Sacher dan Mcpherson, 2002). Jumlah
natrium dalam tubuh merupakan gambaran keseimbangan antara natrium yang masuk dan
natrium yang dikeluarkan. Pemasukan natrium yang berasal dari diet melalui epitel mukosa
saluran cerna dengan proses difusi dan pengeluarannya melalui ginjal atau saluran cerna atau
keringat di kulit. Pemasukan dan pengeluaran natrium perhari mencapai 48-144 mmol
Jumlah natrium yang keluar dari traktus gastrointestinal dan kulit kurang dari 10%.
Cairan yang berisi konsentrasi natrium yang berada pada saluran cerna bagian atas hampir
mendekati cairan ekstrasel, namun natrium direabsorpsi sebagai cairan pada saluran cerna
bagian bawah, oleh karena itu konsentrasi natrium pada feses hanya mencapai 40 mmol/L
Keringat adalah cairan hipotonik yang berisi natrium dan klorida. Kandungan natrium
pada cairan keringat orang normal rerata 50 mmol/L. Jumlah pengeluaran keringat akan
meningkat sebanding dengan lamanya periode terpapar pada lingkungan yang panas, latihan
Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini dilakukan
volume cairan tubuh. Natrium difiltrasi bebas di glomerulus, direabsorpsi secara aktif 60-
65% di tubulus proksimal bersama dengan H2O dan klorida yang direabsorpsi secara pasif,
sisanya direabsorpsi di lengkung henle (25-30%), tubulus distal (5%) dan duktus koligentes
Menurut Scott, dkk (2006) rentang nilai rujukan kadar natrium adalah:
B. Kalium
konsentrasi
±150 mmol/L. Sekitar 90 % dari total kalium tubuh berada dalam kompartemen ini.
Sekitar 0,4 % dari total kalium tubuh akan terditribusikan ke ruangan vascular yang terdapat
pada cairan ekstraseluler dengan konsentrasi 3,5-5,0 mmol/L. Konsentrasi total kalium dalam
tubuh diperkirakan sebanyak 2g/kg berat badan. Namun jumlah ini dapat bervariasi
tergantung pada jenis kelamin, umur, dan massa otot. Kebutuhan minimun kalium
Kalium juga merupakan mineral bagi yang bermanfaat bagi tubuh kita yaitu berfungsi
untuk mengendalikan tekanan darah, terapi darah tinggi, serta membersihkan karbondioksida
didalam darah. Kekurangan kalium dapat berefek buruk dalam tubuh karena mengakibatkan
konsentrasi yang lebih tinggi lagi yang dapat menimbulkan henti jantung atau fibrilasi
Didalam tubuh kalium juga memiliki peranan dalam menjaga keseimbangan cairan
elektrolit dan keseimbangan asam basa. Selain itu, bersamadengan kalsium (Ca =) dan natrium
(N=), kalium akan berperan dalam tranmisi saraf, pengaturan enzim dan kontraksi otot.
Hampir sama dengan natrium, kalium juga merupakan garam yang dapat secara cepat diserap
oleh tubuh. Setip kelebihan kalium yang terdapat didalam tubuh dikeluarkan melalui urine
Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada didalam cairan intrasel. Konsentrasi
kalim intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi kaliam ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%).
Jumlah konsentrasi kalium pada orang dewasa sekitar 50-60/kg berat badan (3000-4000
mEq). Jumlah kalium ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Jumlah kalium wanita
25% lebih kecil disbanding laki-laki dan jumlah kalium pada orang dewasa lebih kecil 20%
disbanding anak-anak. Perbedaan kadar kalium didalam plasma dan cairan interstisial
dan cairan interstisial adalah akibat adanya transport aktif (transport aktif kalium kedalam sel
bertukar dengan natrium). Jumlah kalium dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan
yang masuk dan keluar. Pemasukan kalium melalui saluran cerna tergantung dari jumlah dan
jenis makanan. Orang dewasa pada keadaan normal mengkonsumsi 60-100 mEq kalium/hari
direabsorpsi Bersama natrium dan klorida dilengkung henle. Kalium dikeluarkan dari tubuh
melalui traktus gastrointestinal kurang dari 5% kulit dan urine mencapai 90 % (Risnawati,
2012).
C. Klorida
klorida dalam plasma berguna sebagai diagnosis banding pada gangguan keseimbangan asam
basa. Kosentrasi klorida lebih tinggi dibandingkan anak-anak atau dewasa. Nilai normal
klorida adalah 98-108 mEq/L. Keseimbangan antara klorida yang masuk tergantung dari
jumlah dan jenis makanan. Kandungan klorida dalam makanan sama dengan natrium orang
dewasa pada keadaan normal rerata mengkonsumsi 50-200 mEq/ klorida perhari,dan ekresi
klorida bersama feses sekitar 1-2 mEq perhari (Kultt J.S, 2006).
lebih tinggi dibanding dalam plasma. Klorida dapat menembus membran sel secara pasif
(Widmaler dkk, 2004). Perbedaan kadar klorida antara cairan interstisial dan cairan intrasel
disebabkan oleh perbedaan potensial di permukaan luar dan dalam membran sel (Eaton dkk,
2009).
Kadar klorida menurun misalnya sekresi cairan lambung yang berlebihan dapat
metabolik, penggunaan obat yang dapat meninggikan kadar klorida atau menurunkan kadar
klorida seperti thisid, furosemid, bikarbonat harus dihentikan sbelum pemeriksaan kadar
klorida. Peningkatan kadar klorida dapat terjadi pada nephitis, obstruksi kelenjar prostat dan
dehidrassi. Kadar rendah ditemukan pada gangguan fungsi gastrointernal dan ginjal
(Harjoeno, 2007).
Electrode/ISE)
Pemeriksaan kadar natrium, kalium, dan klorida dengan metode elektroda ion selektif
(Ion Selective Electrode/ISE) adalah yang paling sering digunakan. Data dari College of
American Pathologists (CAP) pada 5400 laboratorium yang memeriksa natrium dan kalium,
lebih dari 99% menggunakan metode ISE. Metode ISE mempunyai akurasi yang baik,
koefisien variasi kurang dari 1,5%, kalibrator dapat dipercaya dan mempunyai program
ISE ada dua macam yaitu ISE direk dan ISE indirek. ISE direk memeriksa secara
langsung pada sampel plasma, serum dan darah utuh. Metode inilah yang umumnya
digunakan pada laboratorium gawat darurat. Metode ISE indirek yang diberkembang lebih
dulu dalam sejarah teknologi ISE, yaitu memeriksa sampel yang sudah diencerkan (Kluuts
dkk, 2006).
Spectrofotometry/FES)
Spektrofotometer emisi nyala digunakan untuk pengukuran kadar natrium dan kalium.
cairan pengencer yang berisi litium atau cesium, kemudian dihisap dan dibakar pada nyala
gas propan. Ion natrium, kalium, litium, atau sesium bila mengalami pemanasan akan
memancarkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu (natrium berwarna kuning dengan
panjang gelombang 589nm, kalium berwarna ungu dengan panjang gelombang 768 nm,
litium 671 nm, sesium 825 nm). Pancaran cahaya akibat pemanasan ion dipisahkan dengan
berdasarkan aktivasi enzim yaitu aktivasi enzim beta-galaktosidase oleh ion natrium untuk
onitrofenol yang terbentuk diukur pada panjang gelombang 420 nm (Klutts dkk, 2006).
Prinsip pemeriksaan kalium dengan metode spektrofotometer adalah ion K+
mengaktivasi enzim tryptophanase (Klutts dkk, 2006). Prinsip pemeriksaan klorida dengan
metode spektrofotometer adalah reaksi klorida dengan merkuri thiosianat menjadi merkuri
klorida dan ion thiosianat. Ion thiosianat bereaksi dengan ion ferri dan dibaca pada panjang
Spectrophotometry/ AAS)
dengan elemen pada sampel mendapat sinar dari hollow cathode dan cahaya yang
ditimbulkan diukur sebagai level energi yang paling rendah. Elemen yang mendapat sinar
dalam bentuk ikatan kimia (atom) dan ditempatkan pada ground state (atom netral). Metode
Diare adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan air di
dalam tinja melebihi normal (10ml/kg/hari) dengan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari
3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari (Tanto dan Liwang, 2014).
Berdasarkan ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa diare adalah buang air besar
dengan bertambahnya frekuensi yang lebih dari biasanya 3 kali sehari atau lebih dengan
konsistensi cair.
2.3.2 Etiologi
(Candida albicans)
2 Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitits media
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2
tahun.
b. Faktor malabsorbsi
psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang
lebih besar).
Menurut jufrri dan Soenarto (2012), ada beberapa faktor resiko diare yaitu :
a. Faktor umur yaitu diare terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat
b. Faktor musim : variasi pola musim diare dapat terjdadi menurut letak
a. Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga
timbul diare.
usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus
dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
1) Faktor infeksi Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang
dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus
gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga
dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan transpor aktif dalam usus
sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga
terjadilah diare.
3) Faktor makanan Faktor ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu
menyebabkan diare.
Diare dibedakan menjadi diare akut, diare kronis dan persisiten. Diare akut adalah
buang air besar pada bayi atu anak-anak melebihi 3 kali sehari, disertai dengan perubahan
konsisitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lender dan darah yang berlangsung kurang
dari satu minggu, sedangkan diare kronis sering kali dianggap suatu kondisi yang sama
namun dengan waktu yang lebih lama yaitu diare melebihi satu minggu, sebagian besar
disebabkan diare akut berkepanjangan akibat infeksi, diare persisten adalah diare yang
berlangsung 15-30 hari, merupakan diare berkelanjutan dari diare akut atau peralihan antara
diare akut dan kronis biasanya ditandai dengan penurunan berat badan dan sukar untuk naik
Sedangkan klasifikasi diare menurut (Octa,dkk 2014) ada dua yaitu berdasarkan
2) Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan kehilangan
berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare
tersebut.
1) Diare sekresi Diare tipe ini disebabkan karena meningkatnya sekresi air dan
elekrtolit dari usus, menurunnya absorbs. Ciri khas pada diare ini adalah volume
2) Diare osmotik Diare osmotic adalah diare yang disebabkan karena meningkatnya
tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obatobat/zat
absorbs umum dan defek lama absorbi usus missal pada defisiensi disakarida,
malabsorbsi glukosa/galaktosa.
Menurut Maryunani (2010) sebagai akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai
berikut :
a. Kehilangan air (dehidrasi) Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih
banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
b. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis) Hal ini terjadi karena
benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya
anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria atau anuria) dan terjadinya pemindahan
c. Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi pada 2–3 % anak yang menderita diare, lebih
sering pada anak yang sebelumnya telah menderita Kekurangan Kalori Protein
(KKP). Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan atau penyediaan
glikogen dalam hati dan adanya gangguan etabol glukosa. Gejala hipoglikemia akan
muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 % pada bayi dan 50 % pada
anak– anak.
d. Gangguan gizi Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat, walaupun susu diteruskan sering diberikan dengan
pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama, makanan yang diberikan
sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik
e. Gangguan sirkulasi Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat,
dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera
Menurut Ngastiyah (2014) sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi
kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan
asam basa (asidosis metabolis, hipokalemia), gangguan gizi akibat kelaparan (masukan
1) Cairan per oral. Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan
diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCL dan NaHCO3, KCL dan
glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak di atas umur 6 bulan kadar
yang dapat dibuat sendiri (formula tidak lengkap) hanya mengandung garam
dan gula (NaCL dan sukrosa), atau air tajin yang diberi garam dan gula untuk
2) Cairan parental. Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai
dengan kebutuhan pasien misalnya untuk bayi atau pasien yang MEP. Tetapi
cairan ringer laktat (RL) selalu tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja.
Kwashiorkor dengan diare dehidrasi berat, misalnya dengan berat badan 3-10
kg, umur 1bln-2 tahun, jumlah cairan 200 ml/kg/24jam. Kecepatan tetesan 4
jam pertama idem pada pasien MEP.Jenis cairan DG aa. 20 jam berikutnya:
dengan diare atau pasien dengan kelainan jantung bawaan, yang memerlukan
dokter.
b. Dietetik (cara pemberian makanan). Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1
1) Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandug laktosa rendah dan asam
2) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila anak
3) Susu kusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan missalnya susu
yang tidsk mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau
tidak jenuh.
melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung
elektrolit dan glukosa atu karbohidrat lain (gula,air tajin, tepung beras dan
diare yang disertai kompikasi dan dehidrasi. Menurut William (2005), pemeriksaan darah
perlu dilakukan untuk mengetahui Analisa Gas Darah (AGD) yang menunjukan asidosis
infeksi virus.
rotavirus dalam feses. d. Nilai pH feses dibaah 6 dan adanya substansi yang
a. Pemeriksaan darah rutin, LED (laju endap darah), atau CPR (C-reactive
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif, yaitu untuk mengetahui tentang
gambaran kadar natrium dan kalium. Pada anak usia toddler di RS. Siti Khodijah Sepanjang
Sidoarjo.
Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia toddler yang dirawat di RS. Siti
A. .Kriteria Inklusi
1. Berusia 1-3 tahun
B. Kriteria Ekslusi
n =Z2α p (1-p)N
α2 (n-1)+ Z2α p(1-p)
Besar sampel pada penelitian ditentukan dengan menggunakan rumus diatas dan
Pada penelitian ini digunakan Teknik pengambilan sampel dengan simple random
sampel.
Lokasi penelitian sampel dilakukan di daerah RS. Siti Khodijah di Jl. Raya Bebekan
Penelitian ini mulai dilakukan pada 26 November 2019 hingga 30 juni 2020,
b. Variable terikat dalam penelitian ini adalah kadar natrium dan kalium pada
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data sekunder
Natrium
135-145 mmol/L Normal
>145 mmol/L Tinggi
<135 mmol/L Rendah
Kalium
3,5-5,5 mmo/L Normal
>5,5 mmol/L Tinggi
<3,5 mmol/L Rendah
Penggumpulan data pada tahap ini dengan metode peninjauan rekam media anak dan
dari data tersebut akan diambil sampel yang sesuai dengan kriteria yang sudah disebutkan
Data diperoleh dari tinjauan rekam medis pasien anak dikumpulkan dan ditabulasikan
dalam bentuk table dan disajikan secara pesentase (%) dalam diagram line.