Anda di halaman 1dari 72

CRITICAL BOOK REPORT

Disusun Oleh
Dingkar Likeme Harefa
Kelas 1A PJKR
STOK BINAGUNA MEDAN
TA.2020/2021

1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita panjatkan kehadiratan Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan laporan critical book, khususnya buku “Filsafat
Pendidikan” yang ditulis oleh Dr. H. Amka, M.Si. saya berterimakasih
kepada Ibu Elisa Haddina M.Pd selaku Dosen mata kuliah Filsafat
Pendidikan memberikan tugas ini kepada saya, karena penugasan ini
sangat memicu saya untuk kritis dalam mengkritisi buku,dan
menambah wawasan dan pengetahuan.

Saya selaku penulis sangat berharap kiranya critical book ini dapat
bermanfaat bagi pembaca untuk mengetahui isi buku beserta kelebihan
dan kekurangan dari buku tersebut sebelum membelinya. Saya juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam critical book ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan critical book yang telah
penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Daftar isi

2
Cover ....................................................................................1

Kata Pengantar .....................................................................2

Daftar isi ...............................................................................3

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar belakang ........................................................5

1.2 Rumusan Masalah ................................................6

1.3 Tujuan Penulisan ....................................................6

Bab 2 IsI

2.1 Identitas buku .........................................................7

2.2 Ringkasan buku kritik ............................................9

2.3 Ringkasan buku Pembanding ..............................27

2.4 Penilaian.................................................................56

Bab 3 Implikasi

3.1 Teori dan Analisis buku kritik.................................61

3.2 Teori dan Analisis buku pembanding ...................64

Bab 4 Penutup

4.1 Kesimpulan ............................................................67

4.2 daftar pustaka ........................................................69

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

4
Penulisan laporan critical book report adalah salah satu bentuk
keterampilan seorang mahasiswa.Aktivitas yg sangat penting untuk
dilakukan oleh seorang mahasiswa karena melalui kegiatan ini,
mahasiswa akan mampu berpikir kritis untuk mengenali isi buku
mengenali kelebihan dan kekurangan buku serta menambah wawasan
dan pengetahuan tentang cara mengkritik yang baik

Selain daripada itu penulisan ini juga salah satu bentuk keaktifan
mahasiswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di
kampus.

Adapun latar belakang penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi


tugas mata kuliah filsafat pendidikan

Kegiatan ini diharapkan bermanfaat kepada mahasiswa yakni menjadi


terbiasa dalam hal menganalisis dan mengkritisi serta mahasiswa
memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang lebih banyak tentang
filsafat pendidikan

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan laporan critical buku ini
adalah

1. Jelaskan secara ringkas materi filsafat pendidikan yang ditulis oleh


Dr. H. Amka, M.Si. dan buku yang ditulis oleh Elisa Haddina

5
2. Apa yang menjadi kelemahan dan kelebihan buku filsafat
pendidikan yang ditulis oleh Dr. H. Amka,M.Si.setelah
dibandingkan dengan buku filsafat pendidikan yang ditulis oleh
Elisa Haddina,M.Pd.

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah

 Memenuhi tugas mata kuliah filsafat pendidikan yang diampu


oleh ibu Elisa Haddina,M.Pd.
 Melatih diri untuk mengembangkan kemampuan menganalisis
dan mengkritisi.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 IDENTITAS BUKU

6
a. Identitas buku kritik
 Judul Buku : Filsafat Pendidikan
 Penulis Buku : Dr.H.Amka,M.Si
 Penerbit : Nizamia Learning Center
 Jumlah Halaman : 132 lembar
 Desain Cover : Rizki Janata
 Kota terbit : Sidoarjo

b. Identitas buku pembanding


Judul buku : Filsafat Pendidikan
Penulis buku : Elisa Haddina,M.Pd
Penerbit :-
Jumlah halaman : 97 lembar
Kota terbit : Medan

7
Foto cover buku kritik

8
2.2 RINGKASAN BUKU KRITIK
Bab 1. Sejarah Lahirnya Filsafat Pendidikan
Pada bab ini kita akan mempelajari beberapa poin
diantaranya adalah hakikat pendidikan, sejarah lahirnya
filsafat pendidikan, tujuan mempelajari filsafat pendidikan,
Dan urgensi filsafat pendidikan.
A. Hakikat Pendidikan
Dalam materi ini jelaskan beberapa pengertian pendidikan
menurut beberapa sumber. Sumber dimaksud adalah
teori-teori yang disampaikan oleh beberapa ahli salah
satunya adalah Ki Hajar Dewantara, sumber yang lain juga
seperti menurut UU.

Namun dari beberapa sumber tentang pengertian maka


dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah bimbingan
atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa
kepada perkembangan anak untuk mencapai
kedewasaannya dengan tujuan agar anak
cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak
dengan bantuan orang lain.
Hakikat pendidikan dapat dirumuskan sebagi berikut :
1. Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang

9
ditandai keseimbangan antara kedaulatan subjek didik
dengan kewibawaan pendidik;
2. Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik
menghadapi lingkungan yang mengalami perubahan yang
semakin pesat;
3. Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi
dan masyarakat;
4. Pendidikan berlangsung seumur hidup; Pendidikan
merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu.

B.Sejarah Filsafat Pendidikan


sejarah filsafat lama membawa manusia untuk
mengetahui cerita dalam katagori filsafat spiritualisme
kuno. Kira-kira 1200-1000 SM sudah terdapat cerita-cerita
lahirnya Zarathusthra, dari keluarga Sapitama, yang lahir di
tepi sebuah sungai,yang ditolong oleh Ahura Mazda dalam
masa pemerintahan raja-raja Akhamania (550-530 SM).
Timur jauh yang termasuk dalam wilayah Timur jauh ialah
Cina India dan jepang. Di India berkembang filsafat
Spiritualisme, Hinduisme, dan Buddhisme. Sedangkan di
Jepang berkembang Shintoisme. Begitu juga di Cina
berkembang, Taoisme, dan Komfusianism.
C.Tujuan Filsafat Pendidikan
Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi
bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang

10
ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran
tentang kebijakan dan prinsip-prinsip pendidikan yang
didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau
proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan
berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru
dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan
dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori
pendidikan.
Ada empat macam tujuan pendidikan yang tingkatan dan
luasnya berlainan, yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan
institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional.
a. Tujuan Pendidikan Nasional
pendidikan nasional yaitu membangun kualitas yang
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan selalu dapat
meningkatkan kebudayaan dengan-Nya sebagai warga
negara yang berjiwa pancasila yang mempunyai semangat
dan kesadaran yang tinggi,

berbudi pekerti luhur dan berkepribadian yang kuat,


cerdas, terampil, dan dapat mengembangkan dan
menyuburkan tingkat demokrasi, dapat memelihara
hubungan yang baik antara sesama manusia dan dengan
lingkungannya, sehat jasmani, mampu mengembangkan
daya estetika, sanggup membangun diri dan masyarakat.

b. Tujuan Institusional

11
Tujuan institusional adalah perumusan secara umum pola
perilaku dan pola kemampuan yang harus dimiliki oleh
lulusan suatu lembaga pendidikan
c. Tujuan Kurikuler
Tujuan Kurikuler yaitu untuk mencapai pola perilaku dan
pola kemampuan serta keterampilan yang harus
dimiliki oleh lulusan suatu lembaga, yang sebenarnya
merupakan tujuan institusional dari bagan pendidikan
tersebut.
d. Tujuan instruksional
Tujuan instruksional adalah rumusan secara terperinci apa
saja yang harus dikuasai oleh siswa dan anak didik sesudah
melewati kegiatan instruksional yang bersangkutan
dengan berhasil.

Manfaat Mempelajari Filsafat


Manfaat mempelajari filsafat ada bermacam-macam,
namun sekurang-kurangnya ada 4 macam faedah, yaitu :
1. Agar terlatih berpikir serius
2. Agar mampu memahami filsafat
3. Agar mungkin menjadi filsafat
4. Agar menjadi warga negara yang baik
D. Urgensi Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan aplikasi ide-ide filosofis ke
dalam masalah-masalah pendidikan. Begitupun sebaliknya,

12
praktik-praktik pendidikan juga bisa menyumbang gagasan
terhadap perbaikan ide-ide filosofis tersebut. Sebab
pendidikan itu berkaitan dengan dunia ide juga aktivitas
praktis. Ide-ide yang baik memiliki implikasi yang baik pula
terhadap praktik-praktik pendidikan.

BAB II
SISTEMATIKA FILSAFAT PENDIDIKAN
Dalam bab ini,kita akan mempelajari beberapa bagian
penting yakni ontologi, epistimologi, dan aksiologi.
A. Ontologi Filsafat Pendidikan
Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau
merupakan bagian dari metafisika, dan metafisika
merupakan salah satu bab dari filsafat. Obyek telaah
ontologi adalah yang ada tidak terikat pada satu
perwujudan tertentu, ontologi membahas tentang yang
ada secara universal, yaitu berusaha
mencari inti yang
dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas
dalam semua bentuknya.
B. Epistemologi Filsafat Pendidikan
Kajian epistemologi membahas tentang bagaimana proses
mendapatkan ilmu pengetahuan, hal-hal apakah yang
harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan yang
benar, apa yang disebut kebenaran dan apa kriterianya.

13
Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan
bagaimana sesuatu itu datang, bagaimana kita
mengetahuinya, bagaimana kita membedakan dengan
lainnya, jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang
serta waktu mengenai sesuatu hal.Jadi yang menjadi
landasan dalam tataran epistemologi ini adalah proses apa
yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika,
etika, estetika,bagaimana cara dan prosedur memperoleh
kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, apa
yang disebut dengan kebenaran ilmiah, keindahan seni
dan kebaikan moral. Dalam memperoleh ilmu
pengetahuan yang dapat diandalkan tidak cukup dengan
berpikir secara rasional ataupun sebaliknya berpikir secara
empirik
saja karena keduanya mempunyai keterbatasan dalam
mencapai kebenaran ilmu pengetahuan.
C. Aksiologi Filsafat Pendidikan
yang menjadi landasan dalam tataran aksiologi adalah
untuk apa pengetahuan itu digunakan? Bagaimana
hubungan penggunaan ilmiah dengan moral etika?
Bagaimana penentuan obyek yang diteliti secara moral?
Bagimana kaitan prosedur ilmiah dan metode ilmiah
dengan kaidah moral?

14
Jadi aksiologi filsafat pendidikan adalah mengkaji tentang
hubungan antara pendidikan dengan nilai moral dan
norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat.

BAB III ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN


Dalam bab ini kita akan mempelajari 3 poin penting yakni
progresivisme konstruktivisme dan humanistik.
A. Progresivisme
Dalam pandangan Progresivisme, manusia harus selalu maju
(progress) bertindak konstruktif, inovatif, reformatif, aktif dan
dinamis. Sebab manusia mempunyai naluri selalu menginginkan
perubahan-perubahan. Menurut Imam Barnadib, Progresivisme
menghendaki pendidikan yang progresif (maju), semua itu
dilakukan oleh pendidikan agar manusia dapat mengalami
kemajuan (Progress), sehingga orang akan bertindak dengan
intelegensinya sesuai dengan tuntutan dan lingkungan.
B. Konstruktivisme
Teori konstruktivisme berpandangan bahwa dalam proses
belajar, siswa yang harus mendapat penekanan. Siswa yang
harus aktif dalam mengembangkan pengetahuan, bukan guru
atau orang lain. Kreativitas dan keaktifan siswa membantu

15
siswa menjadi orang yang kritis menganalisis suatu hal karena
siswa berpikir dan bukan meniru saja.
C. Humanistik
Aliran humanistik muncul pada pertengahan abad 20 sebagai
reaksi teori psikodinamika dan behavioristik.
Teori psikodinamika yang dipelopori oleh Sigmund Freud yang
berupaya menjelakan hakekat dan perkembangan tingkah laku
kepribadian. Model psikodinamika yang di ajukan Freud disebut
dengan Teori Psikoanalisis (analytic theory). Menurut teori ini
tingkah laku manusia merupakan hasil tenaga yang beroperasi
di dalam pikiran yang sering tanpa disadari oleh individu. Freud
menyakinibahwa tingkah laku manusia lebih ditentukan dan
dikontrol oleh kekuatan psikologi yang tidak disadarinya.
Tingkah laku manusia lebih ditentukan dan dikontrol oleh
kekuatan psikologis, naluri irasional (terutama naluri
menyerang dan naluri sex) yang sudah ada sejak awal setiap
individu. Sedangkan behavioristik merupakan aliran dalam
pemahaman tingkah laku manusia yang dikembangkan oleh
Jhon B. Watson. Perspektif behavioristik berfokus pada peran
dari belajar dalam menjelaskan tingah laku manusia. Asumsi
dasar mengenai tingkah laku manusia menurut teori ini, bahwa
tingkah laku manusia sepenuhnya ditentukan oleh aturan-
aturan, bisa diramalkan, dan juga bisa dikendalikan.

BAB IV PERANAN FILSAFAT PENDIDIKAN

16
Dalam bab ini dipaparkan bagaimana tentang konsep-konsep
pendidikan metode-metode dalam menjalankan dan
mengembangkan pendidikan. Tak lari dari topik atau judul
pembahasan yaitu peranan filsafat pendidikan.punipun
dijabarkan di bagian akhir sebagai kesimpulan dari pada materi
pada bab ini. Dan sebagai kesimpulannya adalah Analisa filsafat
berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti terhadap
data-data kependidikan tersebut, dan untuk selanjutnya
menyimpulkan serta dapat disusun teori-teori pendidikan yang
realistis dan selanjutnya akan berkembanglah ilmu pendidikan
(paedagogik). Filsafat, juga berfungsi memberikan arah agar
teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh para ahlinya,
yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat
tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata.
Artinya mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat
pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan
dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan
kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat.
Peranan pendidikan di dalam kehidupan manusia, lebih-lebih
dalam zaman modern ini
diakui sebagai sesuatu kekuatan yang menentukan prestasi dan
produktivitas seseorang. Tidak ada suatu fungsi dan jabatan di
dalam masyarakat tanpa melalui proses pendidikan. Seluruh
aspek kehidupan memerlukan proses pendidikan dalam arti
demikian, terutama berlangsung di dalam dan oleh lembaga-

17
lembaga pendidikan formal (sekolah, universitas). Akan tetapi
scope pendidikan lebih dari padanya hanya pendidikan formal
itu. Di dalam masyarakat keseluruhan terjadi pula proses
pendidikan kembangan kepribadian manusia. Proses
pendidikan yang berlangsung di dalam kehidupan sosial yang
disebut pendidikan informal ini, bahkan berlangsung sepanjang
kehidupan manusia.

BAB V AKSIOLOGI FILSAFAT DAN SISTEM PENDIDIKAN


NASIONAL
Dalam bab ini,kita akan bahas lebih dalam lagi tentang
aksiologi,yakni salah satu sub bab dari bab sebelumnya
A. Aksiologis Sebagai Cabang Filsafat
Nilai-nilai kebenaran, keindahan, kebaikan, dan religius adalah
nilai-nilai keluhuran hidup manusia. Nilai nilai
keluhuran hidup manusia dibahas oleh cabang filsafat yang
disebut aksiologi. Aksiologi membahas tentang nilai secara
teoretis yang mendasar dan filsafati, yaitu membahas nilai
sampai pada hakikatnya. Karena aksiologi membahas tentang
nilai secara filsafati, maka juga disebut philosophy of value
(filsafat nilai). Aksiologi adalah cabang Filsafat yang
menganalisis tentang hakikat nilai yang meliputi nilai-nilai
kebenaran, keindahan, kebaikan, dan religius.

18
Hirarkhi Nilai

Nilai-nilai dalam kenyataannya ada yang lebih tinggi dan ada


yang lebih rendah. Hirarkhi nilai dikelompokkan ke dalam
empat tingkatan seperti berikut. Pertama, nilainilai kenikmatan.
Tingkatan nilai ini meliputi nilai-nilai kebendaan yang
mengenakkan secara jasmaniah dan menyebabkan orang
senang. Contoh: rasa enak setelah makan, atau karena
mempunyai uang yang banyak. Kedua, nilai-nilai kehidupan.
Tingkatan nilai kehidupan meliputi nilai-nilai yang penting bagi
kehidupan pribadi dan bermasyarakat. Contoh: keterampilan,
kesehatan, kesejahteraan perorangan sampai dengan keadilan
bermasyarakat. Ketiga, nilai-nilai spiritual
Tingkatan nilai spiritual meliputi macam-macam nilai kejiwaan
yang sama sekali tidak tergantung pada keadaan jasmani. Nilai
kejiwaan ini meliputi kebenaran, keindahan, dan kebaikan.
Keempat, nilai-nilai kerohanian. Tingkatan nilai kerohanian
meliputi modalitas nilai yang suci. Nilai kerohanian ini terdiri
dari nilai- nilai pribadi, terutama
dalam hubungannya dengan Tuhan sebagai pribadi paling tinggi
dan suci. Contoh: keimanan dan ketakwaan.

Norma Moral

19
Nilai kebaikan manusia secara khusus dibahas dalam etika
sehingga nilai kebaikan sering disebut nilai etis. Nilai etis
menjadi sumber nilai bagi penilaian baik atau buruknya
manusia sebagai manusia, bukan dalam hubungan dengan
peran tertentu, misalnya sebagai ilmuwan, seniman, atau
pedagang. Etika yang secara khusus membahas nilai kebaikan
manusia dalam perkembangannya dapat dibedakan dua
macam, yaitu sebagai berikut.Pertama, etika dipahami dalam
pengertian yang sama dengan moralitas. Etika berkaitan
dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik,
baik
pada diri seseorang atau masyarakat. Kebiasaan hidup yang
baik tersebut dianut dan diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Kebiasaan hidup yang baik ini lalu
dibakukan dalam bentuk kaidah aturan atau norma yang
disebarluaskan, dipahami, dan diajarkan secara lisan dalam
masyarakat. Kaidah aturan atau norma ini pada dasarnya
menyangkut baik atau buruknya perilaku manusia.Kedua, etika
dipahami dalam pengertian yang berbeda dengan moralitas.
Etika dimengerti sebagai refleksi kritis tentang bagaimana
manusia harus hidup dan bertindak dalam situasi konkret,
situasi khusus tertentu. Etika adalah filsafat moral yang
membahas dan mengkaji secara kritis persoalan baik dan buruk
secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi
konkret. Manusia melakukan refleksi kritis untuk menentukan

20
pilihan, sikap, dan bertindak secara benar secara moral sebagai
manusia. Refleksi kritis ini menyangkut tiga hal. (1) Refleksi
kritis tentang norma moral yang diberikan oleh etika dan
moralitas dalam pengertian pertama, yaitu tentang norma
moral yang dianut selama ini. (2) Refleksi
kritis tentang situasi khusus yang dihadapi dengan segala
keunikan dan kompleksitasnya.
(3) Refleksi kritis tentang berbagai paham yang dianut oleh
manusia atau kelompok masyarakat tentang segala sesuatu
yang ada di dunia. Misalnya, paham tentang manusia, Tuhan,
alam, masyarakat, sistem sosial politik, dan sistem ekonomi.
Moralitas (karakter) seseorang dan kelompok masyarakat dapat
dinilai tinggi atau rendah ditinjau dari sudut pandang nilai
kebaikan. Norma-norma moral adalah pedoman-pedoman
untuk hidup luhur sesuai dengan nilai kebaikan. Norma-norma
moral bersumber dari kebiasaan hidup yang baik dan tata cara
hidup yang baik. Norma-norma moral merupakan tolok ukur
untuk menentukan benar atau salah sikap dan tindakan
manusia ditinjau dari segi baik atau buruk sebagai manusia dan
bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.Nilai
kebaikan sebagai sumber norma-norma moral memunyai ciri-
ciri sebagai berikut. Pertama, absolut dan objektif karena
moralitas pada manusia seharusnya bebas dari sifat- sifat
mementingkan diri sendiri yang terdapat pada kehendak-

21
kehendak relatif. Kedua, primer, karena moralitas pada
manusia melibatkan suatu komitmen untuk bertindak dan
merupakan landasan hasrat yang paling utama. Ketiga, real
atau nyata karena moralitas merupakan kenyataan bukan
sekedar angan-angan atau semu belaka. Keempat, universal
dan terbuka, karena moralitas mengharuskan lingkup yang
terbuka sepanjang waktu. Kelima, bersifat positif dan bukan
yang negatif, karena norma moral dapat berwujud anjuran-
anjuran maupun larangan- larangan. Keenam, hierarkhi tinggi,
karena nilai kebaikan memiliki ciri intrinsik yang menjadi
sumber nilai bagi norma-norma moral.

B. Landasan Aksiologis Sistem Pendidikan Nasional

Nilai-nilai Budaya

Nilai sesungguhnya merupakan bagian yang tak terpisahkan


dari kebudayaan. Para ahli kebudayaan berpandangan bahwa
membahas tentang kebudayaan harus didasarkan pada
petunjuk keyakinan tentang nilainilai kejiwaan, yaitu baik-
buruk, benar-salah, indah-jelek, dan suci-dosa. Nilai sebagai
hasil konsep ukuran yang diyakini seseorang atau kelompok
masyarakat merupakan bagian dari kebudayaan. Konsep
ukuran tersebut tidaklah bebas dari penilaian. Konsep ukuran
nilai sekaligus juga merupakan objek bernilai yang potensial

22
untuk dinilai. Hal ini membawa konsekuensi bahwa penilaian
seseorang pada dasarnya merupakan penilaian yang bersifat
sementara. Suatu ketika seseorang dapat memutuskan hasil
penilaian atas dasar konsep ukuran yang telah diyakininya,
namun hasil penilaian itu akan berubah seiring dengan berubah
atau berkembangnya konsep ukuran yang diyakininya.Hasil
penilaian seseorang memang dapat berubah, tetapi tidak
berarti bahwa seseorang tidak mempunyai pendirian. Sangat
berbahaya justru apabila seseorang tetap mempertahankan
konsep ukuran lama yang telah diyakini, sedangkan konsep
ukuran baru yang lebih baik telah hadir. Kenyataan demikian
justru harus disadari agar seseorang mau terbuka, mau terus
menerus mengadakan dialog dengan lingkungan masyarakat
dalam arti luas,yaitu dengan sistem keyakinan yang dianut,
dengan hasil penilaian yang telah dibuat, dengan budaya baru
yang hadir. Dialog dengan lingkungan masyarakat akan
memunculkan suatu pemahaman yang lebih kaya atas objek-
objek bernilai sehingga konsep ukuran yang diyakini juga akan
menjadi lebih kaya (Brameld, 1999:12).Benoit (1996:85)
menekankan bahwa pemilihan nilai-nilai budaya ditentukan
dalam konteks sosial, yaitu sebagai berikut.
Pertama, dari sudut pandang sejarah, nilai-nilai budaya
merupakan hasil dari gerakan sejarah yang konkret. Meskipun
nilai-nilai budaya dari sudut pandang filsafat merupakan nilai
mutlak, mendasar, dan universal, namun nilai-nilai itu

23
dinyatakan (diajarkan, disajikan, digaris bawahi) dan dipelajari.
Pernyataan dan penjelasan mengenai nilai-nilai tersebut
merupakan produk sosial, hasil kerja manusia, atau hasil dari
gerakan sejarah yang konkret.Kedua, dari sudut pandang
sosiologi, ada gunanya dibedakan beberapa kelompok nilai
budaya. Nilai-nilai ada yang mengungkapkan perintah secara
umum abstrak. Nilai-nilai yang seperti ini kerap kali
menunjukkan kebutuhan (hak, kewajiban) yang dipandang
mutlak dan universal, misalnya keadilan, cinta kasih, kejujuran.
Nilainilai juga dapat menunjukkan kebutuhan umum tetapi
kurang mendasar, misalnya keramahan, ketekunan, kesopanan
dan sebagainya. Nilai-nilai yang bersifat umum dan abstrak,
yang tidak mengacu pada keadaan Selain daripada itu,nilai nilai
yang berhubungan denganpendidikan adalah nilai nilai
Pancasila,yg dijabarkan sebaik mungkin dan serincih mungkin

BAB VI FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM PROGRAM


PENDIDIKAN KARAKTER

Dalam bab ini kita akan membahas beberapa poin


penting,yakni filsafat fungsi pikiran,Definisi Pendidikan
Berkarakter,Landasan Filsafat Tentang Pendidikan

24
Karakter,Pandangan Filsafat Pancasila dalam Pendidikan,Peran
Filsafat Pendidikan dalam Membangun Manusia Berkarakter,
hingga pemaparan tentang bagaimana Peran Guru Filsafat
dalam Pendidikan Karakter di Sekolah.

A. Filsafat Fungsi Pikiran


Filsafat pendidikan merupakan proses membangun kekuatan
pikiran sesuai dengan fungsi nilai. Pikiran merupakan rahmat
dan anugerah yang tidak terpana nilainya.
Dengan pikiran manusia dapat berkomunikasi ke luar dan
menafsirkan berbagai hal, meminba pengetahuan dan
pengalaman. Pikiran telah membuat manusia berkembang
sedemikian rupa, menciptakan berbagai alat dan sarana untuk
memenuhi kebutuhan, menggali sumber alam, menyusun
masyarakat berbangsa dan bernegara, membangun budaya dan
peradaban.

B.Defenisi Pendidikan Berkarakter


Pendidikan berkarakter merupakan upaya-upaya yang
dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu
peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan

25
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya,
dan adat istiadat. Pendidikan karakter melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan
(action).

C. Landasan Filsafat Tentang Pendidikan Karakter

Aliran progresivisme adalah aliran yang menjadi dasar


atau landasan terbentuknya pendidikan karakter.
Pandangan yang mengatakan bahwa manusia memiliki
potensi-potensi dan kemampuan untuk mengatasi
masalah-masalah. Progresivisme yang juga menaruh
kepercayaan terhadap kebebasan manusia dalam
menentukan hidupnya, serta lingkunganhidup yang
dapatmempengaruhi kepribadianya. Beberapa hal yang
terkandung dalam aliran progresivisme ini kemudian
secara mendalam dipikirkan untuk kemudian
memunculkan sebuah paradigma pendidikan yang
sedang menjadi primadona paradigma pendidikan
dewasa ini, yang tidak lain adalah pendidikan karakter.

D. Pandangan Filsafat Pancasila dalam Pendidikan Karakter

26
Penerapan pendidikan berkarakter di Indonesia adalah
salah satu hal yang sangat baik dan benar,karena melalui
cara ini sila sila Pancasila juga
ikut ditegakkan

E. Peran Filsafat Pendidikan dalam Membangun Manusia


Berkarakter

Peran filsafat pendidikan dalam kehidupan manusia


adalah,membuat hidup manusia menjadi lebih baik.

F. Peran Guru Filsafat dalam Pendidikan Karakter di


Sekolah

Guru harus mampu melibatkan semua pemangku


kepentingan (siswa, guru bidang studi, orang tua, kepala
sekolah) di dalam mensukseskan pelaksanaan program
pendidikan berkarakter.

27
2.3 RINGKASAN BUKU PEMBANDING

Buku pembanding terdiri dari 6 (enam) BAB,


Nomor itu terdiri dari
1. Konsep dasar filsafat
2. Konsep filsafat pendidikan
3. Landasan filsafat pendidikan
4. Filsafat pendidikan barat
5. Filsafat pendidikan Ki Hajar Dewantara
6. Filsafat pendidikan Driyarkara.

BAB 1.KONSEP DASAR FILSAFAT


Dalam bab ini kita akan membahas beberapa poin
penting,yakni pengertian filsafat,objek filsafat,ciri khas
filsafat,dan cabang cabang dalam filsafat.
A.Pengertian filsafat
Pada bagian ini akan dipaparkan arti dari filsafat yang
diperoleh dari beberapa sumber,baik dari asal kata,
menurut teori para ahli dan sumber lainnya.Dari

28
beberapa pengertian,maka dapat disimpulkan bahwa
Pengertian filsafat secara etimologis berasal dari bahasa
Yunani: philein dan sophos yang berarti cinta
kebijaksanaan atau cinta kearifan. Secara terminologis,
filsafat diartikan sebagai ilmu yang membahas hakikat
segala sesuatu yang ada (manusia, alam semesta dan
Tuhan). Secara historis, filsafat adalah induk segala ilmu.
Sebelum ilmu-ilmu berkembang dan mempunyai nama-
nama sendiri seperti sekarang, dahulu kebenaran rasional
yang direnungkan dan ditemukan orang dinamakan
filsafat.
B.Objek Filsafat

Dalam bagian ini, kita akan membahas bahan utama


atau bahan pokok yang dibicarakan dan didalami
dalam filsafat pendidikan.
Dimana bahwa sesungguhnya Objek material filsafat
adalah manusia, alam semesta dan Tuhan.
Pembahasan filsafat selama ini lebih banyak membahas
tentang manusia dilihat dari berbagai dimensinya. Objek
formal filsafat adalah perenungan atau refleksi terhadap

29
segala sesuatu (manusia, alam dan Tuhan) untuk
mendapatkan hakikatnya yang terdalam.

C.Ciri khas filsafat


Pada bagian ini,kita akan mempelajari hal yang akan
selalu ada dalam filsafat, selalu ditemui dalam
filsafat hingga menjadi identitas dan ciri filsafat itu
sendiri.
Sebagai sebuah kajian, filsafat mempunyai ciri
berpikir tersendiri, yaitu radikal, sistematis dan universal.
Ciri radikal yang merupakan ciri pokok filsafat. Dua ciri
yang lain (sistematis dan universal) juga terdapat pada
ilmu-ilmu empiris maupun ilmu
agama.

D.Cabang Filsafat
Poin ini menjelaskan cabang cabang filsafat, dimana
bahwa Ada banyak pandangan tentang cabang-cabang

30
filsafat. Tiap-tiap ahli filsafat mempunyai telaah sendiri-
sendiri. Akan tetapi ada cabang-cabang filsafat yang
utama, yaitu metafisika, epistemologi, aksiologi, logika,
etika, estetika dan filsafat khusus. Filsafat khusus di
antaranya adalah filsafat sains, filsafat hukum, filsafat
sosial, filsafat politik, dan filsafat pendidikan. Pada uraian
selanjutnya akan dibahas khusus mengenai filsafat
pendidikan.

BAB 2. KONSEP DASAR FILSAFAT


PENDIDIKAN

Dalam bab ini kita akan mempelajari beberapa poin


penting, yakni
 Pengertian pendidikan
 Berbagai pengertian filsafat pendidikan
 Hubungan filsafat dengan pendidikan

31
 Manfaat mempelajari filsafat pendidikan
 Ruang lingkup kajian filsafat pendidikan.

A.Pengertian Pendidikan.

Pendidikan sudah banyak diberi arti oleh para ahli baik di


luar maupun dari dalam negeri sendiri.
Namun kita dapat menarik garis besarnya bahwa

1.Pendidikan dapat diartikan dalam arti sempit dan luas.


Dalam arti sempit, pendidikan adalah proses transformasi
pengetahuan, sikap, nilai-nilai, perilaku dan keterampilan
dari pendidik kepada peserta didik. Dalam arti luas,
pendidikan adalah proses pembudayaan yang berlangsung
sepanjang hidup manusia.
2. Pendidikan mengandaikan adanya hubungan antara
dua pihak, yaitu pendidik dan subjek didik yang saling

32
memengaruhi walaupun berbeda kemampuannya, untuk
melaksanakan proses pendidikan
3. Pendidikan adalah proses sepanjang hayat yang
tidak berhenti sampai manusia menghadapi kematian.
4. Pendidikan merupakan usaha yang menjadi ciri khas
aktivitas manusia.

B.Berbagai Pengertian Filsafat Pendidikan

Pengertian tentang filsafat pendidikan ini sudah banyak


disampaikan oleh para ahli,
Namun dari beberapa pengertian tersebut,kita dapat
simpulkan bahwa Dari uraian di atas dapat diketahui
bahwa filsafat pendidikan merupakan cabang filsafat yang
berusaha untuk memahami pendidikan secara lebih
mendalam, menafsirkannya dengan menggunakan

33
konsep-konsep umum yang dapat menjadi petunjuk atau
arah bagi tujuan-tujuan dan kebijakan pendidikan.

C.Hubungan Filsafat Dengan Pendidikan


Filsafat dan pendidikan tidak dapat dipisahkan karena
filsafat mengandung hal-hal yang seharusnya
dilaksanakan di dalam praktik pendidikan. Demikian pula
praktik pendidikan dapat menjadi bahan pemikiran
reflektif mengenai pendidikan.

D.Manfaat Mempelajari Filsafat Pendidikan


Manfaat belajar filsafat pendidikan lebih bersifat
manfaat teoretis, bukan praktis-teknis, yaitu agar para
peserta didik (mahasiswa) terbiasa untuk memahami
persoalan hakiki pendidikan secara kritis, terbuka,
dan reflektif.

E. Ruang Lingkup Kajian Filsafat Pendidikan

34
Hal-hal yang menjadi kajian filsafat pendidikan sangat
luas cakupannya, sebagai berikut.
1. Merumuskan secara tegas sifat hakiki pendidikan
2. Merumuskan hakikat manusia sebagai subjek dan objek
pendidikan.
3. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat
pendidikan, agama dan kebudayaan. 4. Merumuskan
hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori
pendidikan.
5. Merumuskan hubungan antara filsafat negara
(ideologi), filsafat pendidikan

BAB 3 LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN


Dalam bab ini,kita akan mempelajari beberapa poin
penting, yakni
1. Tiga landasan utama filsafat pendidikan
2. Landasan ontologis pendidikan

35
3. Landasan epistemologi pendidikan
4. Dan landasan aksiologi pendidikan

A.Tiga Landasan Utama Filsafat Pendidikan

Yang ke tiga landasan ini adalah ontologis pendidikan,


epistemologi pendidikan,dan aksiologi pendidikan.
Penjabaran dan penjelasan tentang landasan ini pun
akan diuraikan pada poin selanjutnya.

B.Landasan Ontologis Pendidikan

Landasan Ontologis Pendidikan adalah memberikan dasar


bagi pendidikan mengenai pemikiran tentang Yang Ada,
yaitu pemikiran tentang Tuhan, manusia, dan alam
semesta. Corak pendidikan yang akan dilaksanakan

36
sangat dipengaruhi oleh pandangan tentang Yang Ada
tersebut.

C.Landasan Epistemologi Pendidikan

Landasan epistemologis memberikan dasar filsafati bagi


teori dan praktik pendidikan dalam hal metode
memperoleh pengetahuan. Oleh karena pendidikan itu
sangat erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan, maka
pandangan tentang sumber-sumber pengetahuan dan
jenis-jenis pengetahuan berpengaruh pula terhadap
kurikulum dan metode pengajaran.

D.Landasan Aksiologi Pendidikan

Landasan aksiologis memberikan dasar filsafati


dalam hal nilai-nilai yang melandasi teori
pendidikan dan menjadi acuan dalam praktik

37
pendidikan; di antaranya nilai-nilai yang diyakini
tersebut tecermin dalam perumusan tujuan
pendidikan.

BAB IV FILSAFAT PENDIDIKAN BARAT


Dalam BAB ini,kita akan mempelajari beberapa poin
penting, yakni sebagai berikut.
A.Aliran Aliran Filsafat Pendidikan
Aliran aliran filsafat yang dikenal dalam dunia pendidikan
ada 4
Yaitu
1.Perenialisme
Perenialisme adalah paham filsafat pendidikan yang
muncul pada awal abad XX sebagai reaksi dari
gerakan progresivisme di Amerika Serikat.
Perenialisme sering juga disebut sebagai aliran
filsafat pendidikan yang regresif, yaitu menengok ke

38
belakang; ke zaman Yunani Kuno dan Abad
Pertengahan di Eropa yang telah menghasilkan nilai-
nilai abadi (perenial) dalam kehidupan. Nilai-nilai
perenial sampai kapan pun akan diperlukan oleh
manusia sehingga pendidikan tidak boleh
meninggalkan nilai-nilai abadi tersebut dalam
usahanya untuk mengembangkan potensi manusia.
Perenialisme sebagaimana aliran filsafat pendidikan
lainnya mempunyai tiga landasan filsafati, yaitu
landasan ontologis, landasan epistemologis, dan
landasan aksiologis.
2.Essensialisme
Essensialisme merupakan aliran filsafat pendidikan
yang tumbuh pertama kali di Amerika Serikat.
Essensialisme merupakan aliran filsafat pendidikan
yang ingin kembali kepada kebudayaan-kebudayaan
lama sebagai warisan sejarah yang telah
membuktikan keunggulan dalam kebaikan-kebaikan

39
bagi kehidupan manusia. Humanisme merupakan
filsafat yang mendasari essensialisme. Humanisme
merupakan pandangan yang memberikan reaksi
terhadap hidup yang mengarah kepada keduniawian,
serba ilmiah dan materialistik. Selain itu
Essensialisme dipengaruhi juga oleh filsafat
idealisme dan realisme dengan tokoh Plato dan
Aristoteles. Esensialisme memandang bahwa
pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang dapat
memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan
kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempu
3.Progresivisme
Aliran progresivisme lahir di Amerika Serikat
sekitar tahun 1870. Para reformis yang menamakan
diri kaum progressive menentang sistem pendidikan
tradisional yang sangat kaku, menuntut disiplin ketat,
dan membuat peserta didik menjadi pasif. Gerakan
pembaharuan yang sudah ada sejak akhir abad 19 itu

40
mendapatkan angin baru pada abad 20 dengan
munculnya aliran filsafat Pragmatisme. John Dewey
berusaha menjalin pendidikan progresif dengan
filsafat Pragmatisme (Sudarminta, 1994: 44). Selaras
dengan pandangan kaum Pragmatis yang menyatakan
bahwa realitas itu terus menerus berubah. Pendidikan
bagi kaum progressive merupakan proses penggalian
pengalaman terus-menerus. Pendidik haruslah
senantiasa siap sedia mengubah metode dan
kebijakan perencanaan pembelajaran yang dapat
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
perubahan lingkungan. Inti pendidikan tidak terletak
dalam usaha penyesuaian dengan masyarakat atau
dunia luar sekolah, dan juga tidak terletak dalam
usaha untuk menyesuaikan dengan standar kebaikan,
kebenaran, dan keindahan yang abadi. Akan tetapi
pendidikan merupakan usaha terus menerus
merekostruksi (menyusun ulang) pengalaman hidup.

41
4.Rekonstruksionisme
Berikut ini pokok-pokok pemikiran
rekonstruksionisme terkait dengan dunia, masyarakat,
dan pendidikan.
1.Pandangan tentang Dunia dan Pendidikan
Rekonstruksionisme sosial secara mencolok
bersifat kontras dengan kaum konservatif .
Rekonstruksionisme menganggap bahwa dunia
dan moral manusia mengalami degradasi di sana-
sini sehingga perlu adanya rekonstruksi tatanan
sosial menuju kehidupan yang demokratis,
emansipatoris dan seimbang. Keadaan yang
timpang dan hanya menguntungkan salah satu
belahan dunia harus diatasi dengan merekonstruksi
pendidikan untuk memajukan peradaban. Kaum
rekonstruksionis percaya bahwa dengan pendidikan
yang baik, maka moral manusia dapat pula menjadi

42
baik. Pendidikan yang mengedepankan kepekaan
sosial dan perjuangan HAM mendapat penekanan.
Kaum rekonstruksionis meyakini bahwa
masyarakat modern dan daya tahan manusia
modern saling berkaitan erat. Untuk menjamin
keberlangsungan hidup manusia dan untuk
menciptakan peradaban yang lebih memuaskan,
manusia harus menjadi insinyur sosial, yaitu orang
yang mampu merancang jalannya perubahan dan
mengarahkan ilmu pengetahuan dan teknologi
secara dinamis untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Kaum rekonstruksionis percaya bahwa
semua reformasi sosial muncul dalam kehidupan
itu sendiri.

2.Pandangan tentang Pendidik, Peserta Didik, dan


Kurikulum
Kaum rekonstruksionis percaya bahwa semua
reformasi sosial muncul dalam kehidupan itu sendiri.

43
Peserta didik diharapkan dapat menemukan masalah
besar yang menghadang umat manusia. Kepekaan
akan kesadaran adanya diskriminasi mengandung
makna bahwa peserta didik atau siswa mampu
mengenali kekuatan dinamik yang ada sekarang ini.
Juga, siswa diharapkan mampu untuk mendeteksi
keyakinan-keyakinan, kebiasaan-kebiasaan, dan
lembaga-lembaga yang menghalangi perbaikan
budaya. Nilai-nilai budaya yang dominan semata-
mata karena sudah menjadi kebiasaan memasyarakat
harus dibuang bila tidak sesuai dengan semangat
perbaikan budaya. Moral dan budaya ideologis yang
sarat dengan nilai-nilai peninggalan zaman prailmiah
dan pratekonologi tidak dapat dipakai lagi. Sikap
fanatik, kebencian, tahayul, dan ketidaktahuan harus
diidentifikasi dan dibuang (Gutek, 1974: 165).

5.Pedagogi Kritis.

44
Giroux menegaskan bahwa hasil untuk sistem sekolah
yang mengadopsi ideologi ini mengembangkan
bentuk otoritarian kontrol sekolah dan bentukbentuk
pendidikan yang lebih standar dan lebih bisa dikelola.
Ideologi ini juga dibuat untuk relasi-relasi publik yang
baik di dalam hal administrator sekolah, yang dapat
memberikan solusi-solusi teknis untuk masalah-
masalah sosial, politik dan ekonomi yang kompleks
yang dihadapi oleh sekolah-sekolah mereka.
Sementara pada saat yang sama sistem yang demikian
itu memunculkan prinsipprinsip akuntabilitas sebagai
indikator keberhasilan. Pesan untuk publik menjadi
jelas: jika masalah ini bisa diukur, maka masalah ini
bisa dipecahkan

BAB V
FILSAFAT KI HADJAR DEWANTARA

45
Ki Hadjar Dewantara merupakan tokoh pendidikan Indonesia
yang berasal dari kalangan istana Pakualaman Yogyakarta.
Oleh karena pemikiran dan jasa besarnya, khususnya dalam
pendidikan nasional dan sepak terjangnya dalam upaya
kemerdekaan bangsa, Ki Hadjar Dewantara memperoleh banyak
penghargaan. Hakikat pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara
adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Artinya,
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu,
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapat mencapai keseluruhan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya. Kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya
atau hidupnya kekuatankekuatan itu, agar dapat “memperbaiki
lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya”.Ki Hadjar
Dewantara memiliki pandangan yang responsif gender.
Pandangan ini tentunya sangat humanis, yaitu bahwa pendidikan
berdiri di atas dasar kodrat dan kenyataanKonsep dan Asas
Pendidikan Taman Siswa yang Humanis-Religius dapat
ditunjukkan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara sebagai
berikut: metode among. Sistem among berarti mendidik anak
agar menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka
pikirannya, merdeka tenaganya; Sistem tri sentra atau tripusat

46
merupakan tiga tempat-pergaulan yang menjadi pusat-
pendidikan yang amat penting baginya, yaitu: alam-keluarga,
alam perguruan, dan alam pergerakan pemuda; Asas Tri-kon,
yaitu Kontinyuitas, artinya garis hidup di zaman sekarang harus
merupakan “kelanjutan, terusan” dari hidup di zaman yang
silam, jangan “ulangan ataupun tiruan bangsa lain.
Konvergensi, artinya keharusan untuk menghindari “hidup
menyendiri” (isolasi) dan untuk menuju ke arah pertemuan
dengan hidupnya bangsa-bangsa lain. Konsentrisitas, artinya
sesudah bersatu dengan bangsa-bangsa lain sedunia, jangan
kehilangan “kepribadian” sendiri, sungguhpun sudah bertitik
pusat satu, namun di dalam lingkaran-lingkaran yang
“konsentris” itu, kita tetap masih mempunyai sirkel/lingkaran
sendiri; Tringa yang meliputi ngerti, ngarsa, nglakoni,
mengingatkan agar terhadap segala ajaran hidup atau cita-cita
diperlukan pengertian, kesadaran, dan kesanggupan untuk
melaksanakan; Trihayu yang meliputi mamayu hayuning salira
(membahagiakan diri sendiri), mamayu hayuning bangsa
(membahagiakan hidup bangsa), dan mamayu hayuning
manungsa (membahagiakan hidup manusia umumnya);
Tripantangan yang meliputi penyalahgunaan kekuasaan yang

47
dimiliki, pelanggaran kesusilaan, khususnya mengenai
kewanitaan penyelewengan mengenai keuangan. Guru dalam
menjalankan fungsinya dapat memosisikan diri sebagai
pemimpin dengan melaksanakan yaitu a) Tut Wuri Handayani,
b) Ing Madya Mangun Karsa, c) Ing Ngarso Sung Tuladha. Tut
Wuri Handayani jangan dimaknai lepas dari konsep Ing Ngarso
Sung Tulodo (di depan harus menjadi teladan), Ing Madya
Mangun Karso (di tengah memberi motivasi). Ketiga asas
pendidikan ini harus dimaknai secara utuh, holistik. Demikian
pula tut wuri handayani justru merupakan sebuah konsep yang
berlawanan dengan konsep komando. Artinya, manusia tidak
lagi dapat dikemudikan dari luar atau dari atas, tetapi dari dalam.
Kemerdekaan budaya menjadi tujuan kebudayaan nasional.
Pendidikan adalah proses pembudayaan. Hal ini mengandung
makna kemampuan bangsa Indonesia atau pendidikan yang
dapat memfilter masuknya budaya-budaya asing yang masuk,
sehingga tidak merusak nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai
dengan kepribadian bangsa.

48
BAB VI

FILSAFAT DRIYARKARA

sering dikelompokkan dalam pemikir humanism,


walau pun pandangannya tidak sama dengan filsafat
humanisme yang berkembang di Eropa setelah
Reanessance. Membicarakan perkembangan wacana
humanisme di Indonesia tidak mungkin melepaskan diri
dari seorang sosok bernama Dr Nicolaus Driyarkara, SJ.
Pemikirannya meluas dari wilayah pendidikan, sosial,
budaya hingga kesenian.

Driyarkara merupakan sosok pemikir atau akademisi


dan oleh beberapa ahli dikategorikan sebagai seorang
filsuf. Hal ini terlihat dalam karya-karyanya. Gelar doktor
bidang filsafat diperoleh pada tahun 1952 di Universitas
Gregoriana dengan disertasi mengenai Nicolas
Malebrance. Driyarkara berpendapat pendidikan adalah

49
fenomena fundamental atau asasi dalam kehidupan
manusia. Kehidupan dan pendidikan merupakan dua
konsep yang tidak dapat dipisahkan. Pendidikan bukan
suatu tindakan yang dapat dipisahkan dengan hidup
bersama.

Driyarkara berpendapat pendidikan pada hakikatnya


adalah suatu perbuatan fundamental dalam bentuk
komunikasi antar pribadi. Komunikasi tersebut
merupakan sebuah proses pemanusiaan manusia muda.
Pendidikan dalam arti proses hominisasi dan humanisasi.
Proses hominisasi berarti proses pertumbuhan biologis
kodrati menjadi manusia. Sementara proses humanisasi
dimaksudkan proses pemanusiaan dalam arti kebudayaan.
Kedua proses itu tidak dapat dipisahkan satu dengan
lainnya dengan melibatkan kegiatan bersama manusia
dewasa (pendidik) dan manusia muda (peserta didik).

Landasan ontologis filsafat pendidikan Driyarkara


bertitik pangkal pada manusia sebagai person. Pertanyaan

50
sentral terhadap apa dan siapa manusia menjadi penting
untuk dijawab. Driyarkara berpendapat bahwa manusia
sebagai makhluk jasmani-rohani, manusia sebagai
makhuk individu-sosial, manusia adalah makhluk yang
menyejarah, dan manusia sebagai makhluk bebas

Driyarkara tidak memiliki pandangan dualisme tentang


manusia sebagaimana filsuf Plato dan Descartes. Manusia
memiliki unsur jasmani dan rohani. Masing-masing unsur
ini merupakan entitas yang berbeda. Driyarkara
berpandangan bahwa manusia sekaligus ya jasmani dan
rohani. Sifat jasmani dan rohani ini tampak jelas bahwa
manusia itu berbadan dan sekaligus berjiwa

Driyarkara selalu menempatkan manusia dalam


keduanya dan kesatuannya dengan dirinya sendiri,
sesamanya, dunianya, bahkan Tuhan-Nya. Dari situlah
manusia menetap sebagai subyek sekaligus obyek,
memasuki sekaligus dimasuki, membuat sekaligus dibuat,
pasif sekaligus berpartisipasi. Integrasi manusia sebagai

51
bhineka tunggal ika yaitu jasmani-rohani ini akan
berimplikasi pada guru dan praktik pendidikan dalam
memandang manusia. Oleh karena itu ketika manusia itu
terdiri dari unsur jasmani-rohani mengandung implikasi
pada pendidikan.

Setiap person/pribadi merupakan seorang individu


tertentu yang merupakan kesatuan tak terbagi, unik, dan
otonom dan sekaligus manusia adalah makhluk sosial
yang selalu berada bersama dengan sesamanya. Relasi
atau hubungan dengan yang lain bukan hanya terjadi
secara kebetulan, tetapi secara struktural dan hakiki
terjalin keberadaannya sebagai manusia. Oleh karena
manusia harus dapat bersikap positif terhadap hakikat
kodratnya berarti manusia harus dapat menerima dan
menghargai hal-hal yang baik dan bermutu dari bangsa
dan kebudayaan lain. Penerimaan terhadap budaya asing
seharusnya diikuti dengan sikap kritis. Sikap kritis

52
berarti tidak sekedar meniru-niru dan mengambil alih
begitu saja yang berasal dari luar negeri.

Sejarah tidak dapat diartikan hanya sebagai kumpulan


peristiwa dan perbuatan masa lalu, tetapi sejarah
merupakan kontinuitas dari masa lalu, masa sekarang dan
masa yang akan datang. Implikasi mansia sebagai
makhluk menyejarah bagi pendidikan yaitu: pendidikan
dikembangkan mendasarkan pada fakta-fakta masa lalu,
baik perseorang mau pun sebagai bangsa dari peserta
didik; Pendidikan berkaitan dengan kebebasan
eksistensial, yakni kebebasan peserta didik untuk
menentukan dirinya sendiri. Perlunya pendidikan
mengacu pada dinamika perkembangan peserta didik.;
Pandangan Driyarkara tentang manusia sebagai makhluk
bebas dikaitkan dengan pandangan eksistensi manusia.
Hakikat kodrat manusia sebagai makhluk bebas ini
berimplikasi pada pendidikan. Pendidikan yang
memerdekakan berarti memperlakukan manusia sebagai

53
subjek. Pendidikan harus mampu membekali dan
mendampingi peserta didik secara perseorangan menjadi
pribadi yang cerdas, terampil, jujur, berkarakter, taqwa
dan utuh. Sementara dari segi sosial, menjadi manusia
dengan rasa

solidaritas dan pelibatan diri yang bertanggung-jawab.


Pendidikan ini disebuat dengan pendidikan emansipasi
(pemerdekaan). Tiga tujuan emansipatorik sebagai
berikut. a) Manusia eksplorator, b) Manusia kreatif, c)
Manusia integral. Guru berperan bukan sebagai instruktur,
indoktrinator, penatar, birokrat, komandan atau pawang,
melainkan guru sebagai ibu, bapak, abang, kakak,
sahabat, yang menyayangi peserta didik. Guru mendidik
dengan berprinsip ajrihasih dalam lingkungan sekolah
yang penuh rasa kekeluargaan, kesetiakawanan, saling
menolong, dan saling memajukan diri. Jika pendidikan
emansipatorik ini terwujud, maka pendidikan yang adil
yang tidak diskriminatif akan terwujud.

54
2.4 PENILAIAN
A.KELEBIHAN DAN KELEMAHAN BUKU KRITIK
1.Kelebihan Buku Kritik
 Materi dapat dipahami.
 Cakupannya luas,buktinya dapat dijabarkan
hingga 6 ( enam ) bab.
 Tiap bab memiliki sub bab,yang membuat materi
menjadi rinci dan dijabarkan lebih detail lagi.
 Buku memiliki identitas yang jelas
 Buku mampu merangkum beberapa teori para
ahli,hingga dibulatkan menjadi satu materi.
 Kaidah penulisan dan kebahasaan buang jelas.
 Memiliki indikator pembelajaran pada setiap bab
uila

55
 Memiliki uji kompetensi sbagai bentuk latihan
pada setiap akhir bab

2.Kelemahan Buku Kritik

 Adanya ketidaksesuaian judul bab dengan isi


khusus pada bab 1saja, dimana judul babnya
Sejarah Lahirnya Filsafat Pendidikan,tapi yang
dibahas malah Hakikat Pendidikan, bahkan tujuan
daripada Filsafat Pendidikan itu sendiri.
 tidak memiliki gambar sebagai media ilustrasi
 Tidak dimuatnya rangkuman materi pada tiap
akhir bab
 Penjelasan terlalu lebar.

B.KELEBIHAN DAN KELEMAHAN BUKU


PEMBANDING

1.Kelebihan Buku Pembanding

56
 Isi buku mudah dipahami( singkat,padat,dan
jelas)
 Cakupan materi yang luas,hingga memuat
filsafat dari beberapa tokoh, bahkan filsafat
pendidikan barat
 Memiliki rangkuman materi tiap akhir bab
 Kaidah penulisan dan kebahasaan yang jelas
 Tiap tiap bab terdapat sub sub bab yang
membuat materi lebih rinci dan lebih detail

2.Kelemahan Buku Pembanding

 Struktur buku yang tidak lengkap,mulai dari


cover, pengantar, daftar isi hingga pendahuluan
 Buku tidak memuat gambar atau simbol sebagai
bahan ilustrasi pembelajaran
 Tidak ada indikator pembelajaran pada tiap bab

57
 Tidak ada uji kompetensi sebagai bahan latihan
pada akhir bab

C.KETERKAITAN ANTAR KEDUA BUKU

Buku yang sudah dibandingkan adalah buku yang


memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain.

Keterkaitan mereka adalah kedua buku ini sama


sama menggali, menyampaikan,dan
mengembangkan materi tentang
filsafat,pendidikan,dan filsafat pendidikan.

Kedua buku sama sama mengemukakan kajian


secara teoritis mengenai filsafat pendidikan.Kedua
buku juga sama sama menggunakan teori tentang
filsafat pendidikan untuk dapat digunakan sebagai

58
metode berpikir bagi manusia,terutama bagi seorang
pelajar.

BAB 3

IMPLIKASI

3.1 TEORI FILSAFAT PENDIDIKAN DARI


BUKU KRITIK

A.Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut


Aristoteles (367-345 SM)

Menurut Aristoteles, agar orang bisa hidup baik


maka ia harus mendapatkan pendidikan.Pendidikan
bukanlah soal akal semata-mata,melainkan soal
memberi bimbingan kepada perasaanperasaan yang
lebih tinggi, yaitu akal, guna mengatur nafsu-nafsu.
Akal sendiri tidak berdaya, sehingga ia memerlukan

59
dukungan perasaan yang lebih tinggi agar di arahkan
secara benar.

B.Analisis Saya Selaku Mahasiswa Atas Teori


Dari Aristoteles.

Saya secara pribadi sangat setuju dengan apa yang


sudah dikemukakan oleh Aristoteles.Analisis saya
mengenai kehidupan manusia sudah sejalan dengan
yang disampaikan oleh Aristoteles, yang mana bahwa
hidup yang lebih baik biasanya diperoleh oleh
manusia manusia yang memiliki pengetahuan,dan
yang sudah menempuh pendidikan.Pendidikan
dimaksud bisa berupa pendidikan di sekolah,
keluarga,bahkan agama.

Pendidikan tersebut mengarahkan manusia untuk


bisa bertindak dengan baik, bekerja dengan
baik,bahkan hidup dengan baik juga,

60
Sedangkan yang tidak punya pendidikan,ia tidak
dapat mengatur jalan hidupnya,cara fikir dan cara
kerjanya.Ini dapat kita lihat dari keadaan saat
ini,dimana orang yang tidak berpendidikan sebagian
besar bekerja kepada orang yang sudah
berpendidikan.

3.2 TEORI FILSAFAT PENDIDIKAN DARI BUKU


PEMBANDING

A.Pemikitan Filsafat Pendidikan Menurut Driyarkara

Driyarkara berpendapat pendidikan pada


hakikatnya adalah suatu perbuatan fundamental dalam
bentuk komunikasi antarpribadi, Komunikasi tersebut
merupakan sebuah proses pemanusiaan manusia
muda. Pendidikan dalam arti proses hominisasi dan
humanisasi. Pendidikan merupakan kegiatan
fundamental atau mendasar karena secara asasi
mengubah atau membentuk peserta didik. Secara

61
hakiki kegiatan pendidikan merupakan memanusiakan
manusia muda. Pernyataan ini memuat makna bahwa
sekalipun peserta didik memang terlahir sebaga
manusia, tetapi dalam perjalanannya peserta didik
perlu dikembangkan kepribadiannya sehingga menjadi
pribadi yang semakin mengarah pada kesempurnaan
diri.
Proses hominisasi berarti proses pertumbuhan
biologis kodrati menjadi manusia. Proses humanisasi
dimaksudkan proses pemanusiaan dalam arti
kebudayaan. Kedua proses itu tidak dapat dipisahkan
satu dengan lainnya dengan melibatkan kegiatan
bersama manusia dewasa (pendidik) dan manusia
muda (peserta didik). Dengan bantuan manusia yang
sudah dewasa dalam pendidikan manusia muda
bertumbuh dan memperkembangkan diri menjadi
manusia (homo) yang human (Sudarminta, 1994:9).
Pandangan Driyarkara ini mengansumsikan bahwa
yang pantas untuk memanusiakan manusia muda

62
adalah orang dewasa yang memiliki kompetensi untuk
mengkomunikasikan pribadinya kepada peserta
didiknya. Dengn demikian pendidik merupakan
pribadi yang baik dan tentunya kepribadiannya yang
baik ini dikomunikasikan kepada peserta didik.
B.Pendapat Saya Berdasarkan Analisis Atas
Teori Dari Driyarkara
Menurut saya,teori dari Driyarkara adalah teori yang
benar dan masuk akal. Teori ini menyadarkan kita
akan pentingnya pendidikan, Teori ini memberikan
pemahaman kepada kita bahwa salah satu jalan
untuk memperoleh kehidupan yang baik adalah
menempuh proses pendidikan, Teori ini memberikan
pemahaman kepada kita bahwa cara untuk
mengubah pola pikir menjadi pikiran yang sempurna (
manusiawi ) adalah menerima didikan dari orang yang
dewasa.

63
Manusia yang sama sekali belum memiliki pendidikan,
mulai dari pendidikan dari keluarga, dari keagamaan,
dari orang tua saudara dan lingkungan
masyarakat,ada kemungkinan seseorang tersebut
menjalani hidup yang masih memiliki sifat
kebinatangan,tetapi orang sudah memperoleh
pendidikan mulai dari keluarga, lingkungan
masyarakat, pendidikan di sekolah, bahkan
pendidikan keagamaan, maka hidupnya sebagai
seorang manusia memiliki sifat dan pikiran
manusiawi, dan ia dapat hidup atau berbudaya sesuai
dengan kehidupan manusiawi.

BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

64
Dari penjelasan kedua buku,maka dapat disimpulkan
bahwa filsafat merupakan cara berpikir secara kritis,
ilmiah, radikal,dan universal, sedangkan pendidikan
adalah proses pemberian arahan didikan yang dilakukan
oleh seorang yang dewasa atau pendidik kepada
bawahannya atau yang dididik. Jadi Filsafat pendidikan
merupakan ilmu filsafat yang mempelajari hakikat
pelaksanaan dan pendidikan. Bahan yang dipelajari
meliputi tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan hakikat
pendidikan.sistematika filsafat pendidikan meliputi
Ontologi Filsafat Pendidikan,Epistemologi Filsafat
Pendidikan,Aksiologi Filsafat Pendidikan,dan aliran
filsafat pendidikan yaitu
Progresivisme,Konstruktivisme,dan Humanistik

Mempelajari filsafat ilmu memiliki manfaat praktis.


Setelah mahasiswa lulus dan bekerja mereka pasti
berhadapan dengan berbagai masalah dalam

65
pekerjaannya. Untuk memecahkan masalah diperlukan
kemampuan berpikir kritis dalam menganalisis berbagai
hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.
Dalam konteks inilah pengalaman mempelajari filsafat
ilmu diterapkan.

4.2 Daftar Pustaka


Akinpelu, J.A..1988. An Introduction to Philosophy of
Education.London and Basingstoke: Macmillan
Publishers Ltd.
Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Toumy. 1979. Falsafah
Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Armstrong, Thomas. The Best School: How Human Development
Research Should Inform Educational Practice. Virginia:
Association for Supervision and Curriculum Development
Barnadib, Imam.1996. Filsafat Pendidikan – Sistem dan Metode.
Yogyakarta: Andi Offset.
_____________. 2002. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Aditya
Karya Nusa
Chambliss, JJ. 2009. “Philosophy of Education Today”. Dalam
Jurnal: Educational Theory. Vol. 59, p. 233-251.
University of Illinois at Urbana: Dept. of Educational
Policy Studies.
Depdiknas .2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Dewey, John. 1916. Democracy and education [versi
elektronik].Diambil pada tanggal 25 Februari 2010 dari
http://en.wikisource.org/wiki/Democracy and Education.

66
Freire, Paulo. 2001. Pedagogi Hati. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Gazalba, Sidi. 1973. Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.
Giroux, Henry A. 1988. Teachers as Intellectual: Toward a
critical pedagogy of learning New York: Bergin &
Garvey.
______________.2010. Teachers Without Jobs and Education
Without Hope: Beyond Bailouts and the Fetish of the
Measurement Trap (Part 2) dalam
http://archive.truthout.org/ diunduh pada 8 Juni 2011.
Gutek, Gerald L. 1974. Philosophical Alternative in Education.
USA: A Bell & Howell Company
. ____________.1988. Philosophical and ideological perspectives
on education. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Hardiman, Francisco Budi. 1993. Kritik Ideologi. Pertautan
Pengetahuan dan Kepentingan.Yogyakarta: Kanisius.
Moleong, L. J. (1999). Methodologi Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Remaja Rosda Karya.

Nasuton, S. (2005). Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi


Aksara.

Notonagoro. 1980. Pancasila Secara Ilmiah Populer.


Jakarta: Pantjuran Tudjuh.

Profession Fundation of Modern Sosiologi series, New


Jersey: Englewood Cliffs.

Rogers, C. (1969). Freedom To Learn dalam C.H. Patterson,


Foundation for a

Soemargono. Pengantar Filsafat.Yogyakarta: Tiara Wacana.


Sudrajat, A. (2001). Kurikulum dan Pembelajaran Dalam

67
Paradigma Baru. Yogyakarta: Paramitra Publishing.

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan,


Pendekatan Kualitatif, Kualitatif R&D. Bandung:
Alfabeta.

Suharto, Toto. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta:


Ar-Ruzz Media.

Suparno, P. (2008). Filsafat Konstruktivisme dalam


Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Suriasumantri, Jujun S. 1994. Filsafat Ilmu Se- buah


Pengantar Populer. Jakarta: Swa- daya.

Taba, H. (1965). Curriculum Develoment, Theory and


Prative; Fondation Process, Desgn and Stratedy For
Planning Both Primary and Secondary. New York:
Harcourt, Brace & World Inc
Theory of Instructional and Educational Psychology.
Columbus, Ohio: Merrill

68
69
70
71

Anda mungkin juga menyukai