Disusun Oleh
Dingkar Likeme Harefa
Kelas 1A PJKR
STOK BINAGUNA MEDAN
TA.2020/2021
1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita panjatkan kehadiratan Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan laporan critical book, khususnya buku “Filsafat
Pendidikan” yang ditulis oleh Dr. H. Amka, M.Si. saya berterimakasih
kepada Ibu Elisa Haddina M.Pd selaku Dosen mata kuliah Filsafat
Pendidikan memberikan tugas ini kepada saya, karena penugasan ini
sangat memicu saya untuk kritis dalam mengkritisi buku,dan
menambah wawasan dan pengetahuan.
Saya selaku penulis sangat berharap kiranya critical book ini dapat
bermanfaat bagi pembaca untuk mengetahui isi buku beserta kelebihan
dan kekurangan dari buku tersebut sebelum membelinya. Saya juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam critical book ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan critical book yang telah
penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Daftar isi
2
Cover ....................................................................................1
Bab 1 Pendahuluan
Bab 2 IsI
2.4 Penilaian.................................................................56
Bab 3 Implikasi
Bab 4 Penutup
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
4
Penulisan laporan critical book report adalah salah satu bentuk
keterampilan seorang mahasiswa.Aktivitas yg sangat penting untuk
dilakukan oleh seorang mahasiswa karena melalui kegiatan ini,
mahasiswa akan mampu berpikir kritis untuk mengenali isi buku
mengenali kelebihan dan kekurangan buku serta menambah wawasan
dan pengetahuan tentang cara mengkritik yang baik
Selain daripada itu penulisan ini juga salah satu bentuk keaktifan
mahasiswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di
kampus.
5
2. Apa yang menjadi kelemahan dan kelebihan buku filsafat
pendidikan yang ditulis oleh Dr. H. Amka,M.Si.setelah
dibandingkan dengan buku filsafat pendidikan yang ditulis oleh
Elisa Haddina,M.Pd.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 IDENTITAS BUKU
6
a. Identitas buku kritik
Judul Buku : Filsafat Pendidikan
Penulis Buku : Dr.H.Amka,M.Si
Penerbit : Nizamia Learning Center
Jumlah Halaman : 132 lembar
Desain Cover : Rizki Janata
Kota terbit : Sidoarjo
7
Foto cover buku kritik
8
2.2 RINGKASAN BUKU KRITIK
Bab 1. Sejarah Lahirnya Filsafat Pendidikan
Pada bab ini kita akan mempelajari beberapa poin
diantaranya adalah hakikat pendidikan, sejarah lahirnya
filsafat pendidikan, tujuan mempelajari filsafat pendidikan,
Dan urgensi filsafat pendidikan.
A. Hakikat Pendidikan
Dalam materi ini jelaskan beberapa pengertian pendidikan
menurut beberapa sumber. Sumber dimaksud adalah
teori-teori yang disampaikan oleh beberapa ahli salah
satunya adalah Ki Hajar Dewantara, sumber yang lain juga
seperti menurut UU.
9
ditandai keseimbangan antara kedaulatan subjek didik
dengan kewibawaan pendidik;
2. Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik
menghadapi lingkungan yang mengalami perubahan yang
semakin pesat;
3. Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi
dan masyarakat;
4. Pendidikan berlangsung seumur hidup; Pendidikan
merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu.
10
ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran
tentang kebijakan dan prinsip-prinsip pendidikan yang
didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau
proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan
berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru
dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan
dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori
pendidikan.
Ada empat macam tujuan pendidikan yang tingkatan dan
luasnya berlainan, yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan
institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional.
a. Tujuan Pendidikan Nasional
pendidikan nasional yaitu membangun kualitas yang
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan selalu dapat
meningkatkan kebudayaan dengan-Nya sebagai warga
negara yang berjiwa pancasila yang mempunyai semangat
dan kesadaran yang tinggi,
b. Tujuan Institusional
11
Tujuan institusional adalah perumusan secara umum pola
perilaku dan pola kemampuan yang harus dimiliki oleh
lulusan suatu lembaga pendidikan
c. Tujuan Kurikuler
Tujuan Kurikuler yaitu untuk mencapai pola perilaku dan
pola kemampuan serta keterampilan yang harus
dimiliki oleh lulusan suatu lembaga, yang sebenarnya
merupakan tujuan institusional dari bagan pendidikan
tersebut.
d. Tujuan instruksional
Tujuan instruksional adalah rumusan secara terperinci apa
saja yang harus dikuasai oleh siswa dan anak didik sesudah
melewati kegiatan instruksional yang bersangkutan
dengan berhasil.
12
praktik-praktik pendidikan juga bisa menyumbang gagasan
terhadap perbaikan ide-ide filosofis tersebut. Sebab
pendidikan itu berkaitan dengan dunia ide juga aktivitas
praktis. Ide-ide yang baik memiliki implikasi yang baik pula
terhadap praktik-praktik pendidikan.
BAB II
SISTEMATIKA FILSAFAT PENDIDIKAN
Dalam bab ini,kita akan mempelajari beberapa bagian
penting yakni ontologi, epistimologi, dan aksiologi.
A. Ontologi Filsafat Pendidikan
Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau
merupakan bagian dari metafisika, dan metafisika
merupakan salah satu bab dari filsafat. Obyek telaah
ontologi adalah yang ada tidak terikat pada satu
perwujudan tertentu, ontologi membahas tentang yang
ada secara universal, yaitu berusaha
mencari inti yang
dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas
dalam semua bentuknya.
B. Epistemologi Filsafat Pendidikan
Kajian epistemologi membahas tentang bagaimana proses
mendapatkan ilmu pengetahuan, hal-hal apakah yang
harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan yang
benar, apa yang disebut kebenaran dan apa kriterianya.
13
Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan
bagaimana sesuatu itu datang, bagaimana kita
mengetahuinya, bagaimana kita membedakan dengan
lainnya, jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang
serta waktu mengenai sesuatu hal.Jadi yang menjadi
landasan dalam tataran epistemologi ini adalah proses apa
yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika,
etika, estetika,bagaimana cara dan prosedur memperoleh
kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, apa
yang disebut dengan kebenaran ilmiah, keindahan seni
dan kebaikan moral. Dalam memperoleh ilmu
pengetahuan yang dapat diandalkan tidak cukup dengan
berpikir secara rasional ataupun sebaliknya berpikir secara
empirik
saja karena keduanya mempunyai keterbatasan dalam
mencapai kebenaran ilmu pengetahuan.
C. Aksiologi Filsafat Pendidikan
yang menjadi landasan dalam tataran aksiologi adalah
untuk apa pengetahuan itu digunakan? Bagaimana
hubungan penggunaan ilmiah dengan moral etika?
Bagaimana penentuan obyek yang diteliti secara moral?
Bagimana kaitan prosedur ilmiah dan metode ilmiah
dengan kaidah moral?
14
Jadi aksiologi filsafat pendidikan adalah mengkaji tentang
hubungan antara pendidikan dengan nilai moral dan
norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat.
15
siswa menjadi orang yang kritis menganalisis suatu hal karena
siswa berpikir dan bukan meniru saja.
C. Humanistik
Aliran humanistik muncul pada pertengahan abad 20 sebagai
reaksi teori psikodinamika dan behavioristik.
Teori psikodinamika yang dipelopori oleh Sigmund Freud yang
berupaya menjelakan hakekat dan perkembangan tingkah laku
kepribadian. Model psikodinamika yang di ajukan Freud disebut
dengan Teori Psikoanalisis (analytic theory). Menurut teori ini
tingkah laku manusia merupakan hasil tenaga yang beroperasi
di dalam pikiran yang sering tanpa disadari oleh individu. Freud
menyakinibahwa tingkah laku manusia lebih ditentukan dan
dikontrol oleh kekuatan psikologi yang tidak disadarinya.
Tingkah laku manusia lebih ditentukan dan dikontrol oleh
kekuatan psikologis, naluri irasional (terutama naluri
menyerang dan naluri sex) yang sudah ada sejak awal setiap
individu. Sedangkan behavioristik merupakan aliran dalam
pemahaman tingkah laku manusia yang dikembangkan oleh
Jhon B. Watson. Perspektif behavioristik berfokus pada peran
dari belajar dalam menjelaskan tingah laku manusia. Asumsi
dasar mengenai tingkah laku manusia menurut teori ini, bahwa
tingkah laku manusia sepenuhnya ditentukan oleh aturan-
aturan, bisa diramalkan, dan juga bisa dikendalikan.
16
Dalam bab ini dipaparkan bagaimana tentang konsep-konsep
pendidikan metode-metode dalam menjalankan dan
mengembangkan pendidikan. Tak lari dari topik atau judul
pembahasan yaitu peranan filsafat pendidikan.punipun
dijabarkan di bagian akhir sebagai kesimpulan dari pada materi
pada bab ini. Dan sebagai kesimpulannya adalah Analisa filsafat
berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti terhadap
data-data kependidikan tersebut, dan untuk selanjutnya
menyimpulkan serta dapat disusun teori-teori pendidikan yang
realistis dan selanjutnya akan berkembanglah ilmu pendidikan
(paedagogik). Filsafat, juga berfungsi memberikan arah agar
teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh para ahlinya,
yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat
tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata.
Artinya mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat
pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan
dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan
kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat.
Peranan pendidikan di dalam kehidupan manusia, lebih-lebih
dalam zaman modern ini
diakui sebagai sesuatu kekuatan yang menentukan prestasi dan
produktivitas seseorang. Tidak ada suatu fungsi dan jabatan di
dalam masyarakat tanpa melalui proses pendidikan. Seluruh
aspek kehidupan memerlukan proses pendidikan dalam arti
demikian, terutama berlangsung di dalam dan oleh lembaga-
17
lembaga pendidikan formal (sekolah, universitas). Akan tetapi
scope pendidikan lebih dari padanya hanya pendidikan formal
itu. Di dalam masyarakat keseluruhan terjadi pula proses
pendidikan kembangan kepribadian manusia. Proses
pendidikan yang berlangsung di dalam kehidupan sosial yang
disebut pendidikan informal ini, bahkan berlangsung sepanjang
kehidupan manusia.
18
Hirarkhi Nilai
Norma Moral
19
Nilai kebaikan manusia secara khusus dibahas dalam etika
sehingga nilai kebaikan sering disebut nilai etis. Nilai etis
menjadi sumber nilai bagi penilaian baik atau buruknya
manusia sebagai manusia, bukan dalam hubungan dengan
peran tertentu, misalnya sebagai ilmuwan, seniman, atau
pedagang. Etika yang secara khusus membahas nilai kebaikan
manusia dalam perkembangannya dapat dibedakan dua
macam, yaitu sebagai berikut.Pertama, etika dipahami dalam
pengertian yang sama dengan moralitas. Etika berkaitan
dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik,
baik
pada diri seseorang atau masyarakat. Kebiasaan hidup yang
baik tersebut dianut dan diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Kebiasaan hidup yang baik ini lalu
dibakukan dalam bentuk kaidah aturan atau norma yang
disebarluaskan, dipahami, dan diajarkan secara lisan dalam
masyarakat. Kaidah aturan atau norma ini pada dasarnya
menyangkut baik atau buruknya perilaku manusia.Kedua, etika
dipahami dalam pengertian yang berbeda dengan moralitas.
Etika dimengerti sebagai refleksi kritis tentang bagaimana
manusia harus hidup dan bertindak dalam situasi konkret,
situasi khusus tertentu. Etika adalah filsafat moral yang
membahas dan mengkaji secara kritis persoalan baik dan buruk
secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi
konkret. Manusia melakukan refleksi kritis untuk menentukan
20
pilihan, sikap, dan bertindak secara benar secara moral sebagai
manusia. Refleksi kritis ini menyangkut tiga hal. (1) Refleksi
kritis tentang norma moral yang diberikan oleh etika dan
moralitas dalam pengertian pertama, yaitu tentang norma
moral yang dianut selama ini. (2) Refleksi
kritis tentang situasi khusus yang dihadapi dengan segala
keunikan dan kompleksitasnya.
(3) Refleksi kritis tentang berbagai paham yang dianut oleh
manusia atau kelompok masyarakat tentang segala sesuatu
yang ada di dunia. Misalnya, paham tentang manusia, Tuhan,
alam, masyarakat, sistem sosial politik, dan sistem ekonomi.
Moralitas (karakter) seseorang dan kelompok masyarakat dapat
dinilai tinggi atau rendah ditinjau dari sudut pandang nilai
kebaikan. Norma-norma moral adalah pedoman-pedoman
untuk hidup luhur sesuai dengan nilai kebaikan. Norma-norma
moral bersumber dari kebiasaan hidup yang baik dan tata cara
hidup yang baik. Norma-norma moral merupakan tolok ukur
untuk menentukan benar atau salah sikap dan tindakan
manusia ditinjau dari segi baik atau buruk sebagai manusia dan
bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.Nilai
kebaikan sebagai sumber norma-norma moral memunyai ciri-
ciri sebagai berikut. Pertama, absolut dan objektif karena
moralitas pada manusia seharusnya bebas dari sifat- sifat
mementingkan diri sendiri yang terdapat pada kehendak-
21
kehendak relatif. Kedua, primer, karena moralitas pada
manusia melibatkan suatu komitmen untuk bertindak dan
merupakan landasan hasrat yang paling utama. Ketiga, real
atau nyata karena moralitas merupakan kenyataan bukan
sekedar angan-angan atau semu belaka. Keempat, universal
dan terbuka, karena moralitas mengharuskan lingkup yang
terbuka sepanjang waktu. Kelima, bersifat positif dan bukan
yang negatif, karena norma moral dapat berwujud anjuran-
anjuran maupun larangan- larangan. Keenam, hierarkhi tinggi,
karena nilai kebaikan memiliki ciri intrinsik yang menjadi
sumber nilai bagi norma-norma moral.
Nilai-nilai Budaya
22
untuk dinilai. Hal ini membawa konsekuensi bahwa penilaian
seseorang pada dasarnya merupakan penilaian yang bersifat
sementara. Suatu ketika seseorang dapat memutuskan hasil
penilaian atas dasar konsep ukuran yang telah diyakininya,
namun hasil penilaian itu akan berubah seiring dengan berubah
atau berkembangnya konsep ukuran yang diyakininya.Hasil
penilaian seseorang memang dapat berubah, tetapi tidak
berarti bahwa seseorang tidak mempunyai pendirian. Sangat
berbahaya justru apabila seseorang tetap mempertahankan
konsep ukuran lama yang telah diyakini, sedangkan konsep
ukuran baru yang lebih baik telah hadir. Kenyataan demikian
justru harus disadari agar seseorang mau terbuka, mau terus
menerus mengadakan dialog dengan lingkungan masyarakat
dalam arti luas,yaitu dengan sistem keyakinan yang dianut,
dengan hasil penilaian yang telah dibuat, dengan budaya baru
yang hadir. Dialog dengan lingkungan masyarakat akan
memunculkan suatu pemahaman yang lebih kaya atas objek-
objek bernilai sehingga konsep ukuran yang diyakini juga akan
menjadi lebih kaya (Brameld, 1999:12).Benoit (1996:85)
menekankan bahwa pemilihan nilai-nilai budaya ditentukan
dalam konteks sosial, yaitu sebagai berikut.
Pertama, dari sudut pandang sejarah, nilai-nilai budaya
merupakan hasil dari gerakan sejarah yang konkret. Meskipun
nilai-nilai budaya dari sudut pandang filsafat merupakan nilai
mutlak, mendasar, dan universal, namun nilai-nilai itu
23
dinyatakan (diajarkan, disajikan, digaris bawahi) dan dipelajari.
Pernyataan dan penjelasan mengenai nilai-nilai tersebut
merupakan produk sosial, hasil kerja manusia, atau hasil dari
gerakan sejarah yang konkret.Kedua, dari sudut pandang
sosiologi, ada gunanya dibedakan beberapa kelompok nilai
budaya. Nilai-nilai ada yang mengungkapkan perintah secara
umum abstrak. Nilai-nilai yang seperti ini kerap kali
menunjukkan kebutuhan (hak, kewajiban) yang dipandang
mutlak dan universal, misalnya keadilan, cinta kasih, kejujuran.
Nilainilai juga dapat menunjukkan kebutuhan umum tetapi
kurang mendasar, misalnya keramahan, ketekunan, kesopanan
dan sebagainya. Nilai-nilai yang bersifat umum dan abstrak,
yang tidak mengacu pada keadaan Selain daripada itu,nilai nilai
yang berhubungan denganpendidikan adalah nilai nilai
Pancasila,yg dijabarkan sebaik mungkin dan serincih mungkin
24
Karakter,Pandangan Filsafat Pancasila dalam Pendidikan,Peran
Filsafat Pendidikan dalam Membangun Manusia Berkarakter,
hingga pemaparan tentang bagaimana Peran Guru Filsafat
dalam Pendidikan Karakter di Sekolah.
25
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya,
dan adat istiadat. Pendidikan karakter melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan
(action).
26
Penerapan pendidikan berkarakter di Indonesia adalah
salah satu hal yang sangat baik dan benar,karena melalui
cara ini sila sila Pancasila juga
ikut ditegakkan
27
2.3 RINGKASAN BUKU PEMBANDING
28
beberapa pengertian,maka dapat disimpulkan bahwa
Pengertian filsafat secara etimologis berasal dari bahasa
Yunani: philein dan sophos yang berarti cinta
kebijaksanaan atau cinta kearifan. Secara terminologis,
filsafat diartikan sebagai ilmu yang membahas hakikat
segala sesuatu yang ada (manusia, alam semesta dan
Tuhan). Secara historis, filsafat adalah induk segala ilmu.
Sebelum ilmu-ilmu berkembang dan mempunyai nama-
nama sendiri seperti sekarang, dahulu kebenaran rasional
yang direnungkan dan ditemukan orang dinamakan
filsafat.
B.Objek Filsafat
29
segala sesuatu (manusia, alam dan Tuhan) untuk
mendapatkan hakikatnya yang terdalam.
D.Cabang Filsafat
Poin ini menjelaskan cabang cabang filsafat, dimana
bahwa Ada banyak pandangan tentang cabang-cabang
30
filsafat. Tiap-tiap ahli filsafat mempunyai telaah sendiri-
sendiri. Akan tetapi ada cabang-cabang filsafat yang
utama, yaitu metafisika, epistemologi, aksiologi, logika,
etika, estetika dan filsafat khusus. Filsafat khusus di
antaranya adalah filsafat sains, filsafat hukum, filsafat
sosial, filsafat politik, dan filsafat pendidikan. Pada uraian
selanjutnya akan dibahas khusus mengenai filsafat
pendidikan.
31
Manfaat mempelajari filsafat pendidikan
Ruang lingkup kajian filsafat pendidikan.
A.Pengertian Pendidikan.
32
memengaruhi walaupun berbeda kemampuannya, untuk
melaksanakan proses pendidikan
3. Pendidikan adalah proses sepanjang hayat yang
tidak berhenti sampai manusia menghadapi kematian.
4. Pendidikan merupakan usaha yang menjadi ciri khas
aktivitas manusia.
33
konsep-konsep umum yang dapat menjadi petunjuk atau
arah bagi tujuan-tujuan dan kebijakan pendidikan.
34
Hal-hal yang menjadi kajian filsafat pendidikan sangat
luas cakupannya, sebagai berikut.
1. Merumuskan secara tegas sifat hakiki pendidikan
2. Merumuskan hakikat manusia sebagai subjek dan objek
pendidikan.
3. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat
pendidikan, agama dan kebudayaan. 4. Merumuskan
hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori
pendidikan.
5. Merumuskan hubungan antara filsafat negara
(ideologi), filsafat pendidikan
35
3. Landasan epistemologi pendidikan
4. Dan landasan aksiologi pendidikan
36
sangat dipengaruhi oleh pandangan tentang Yang Ada
tersebut.
37
pendidikan; di antaranya nilai-nilai yang diyakini
tersebut tecermin dalam perumusan tujuan
pendidikan.
38
belakang; ke zaman Yunani Kuno dan Abad
Pertengahan di Eropa yang telah menghasilkan nilai-
nilai abadi (perenial) dalam kehidupan. Nilai-nilai
perenial sampai kapan pun akan diperlukan oleh
manusia sehingga pendidikan tidak boleh
meninggalkan nilai-nilai abadi tersebut dalam
usahanya untuk mengembangkan potensi manusia.
Perenialisme sebagaimana aliran filsafat pendidikan
lainnya mempunyai tiga landasan filsafati, yaitu
landasan ontologis, landasan epistemologis, dan
landasan aksiologis.
2.Essensialisme
Essensialisme merupakan aliran filsafat pendidikan
yang tumbuh pertama kali di Amerika Serikat.
Essensialisme merupakan aliran filsafat pendidikan
yang ingin kembali kepada kebudayaan-kebudayaan
lama sebagai warisan sejarah yang telah
membuktikan keunggulan dalam kebaikan-kebaikan
39
bagi kehidupan manusia. Humanisme merupakan
filsafat yang mendasari essensialisme. Humanisme
merupakan pandangan yang memberikan reaksi
terhadap hidup yang mengarah kepada keduniawian,
serba ilmiah dan materialistik. Selain itu
Essensialisme dipengaruhi juga oleh filsafat
idealisme dan realisme dengan tokoh Plato dan
Aristoteles. Esensialisme memandang bahwa
pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang dapat
memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan
kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempu
3.Progresivisme
Aliran progresivisme lahir di Amerika Serikat
sekitar tahun 1870. Para reformis yang menamakan
diri kaum progressive menentang sistem pendidikan
tradisional yang sangat kaku, menuntut disiplin ketat,
dan membuat peserta didik menjadi pasif. Gerakan
pembaharuan yang sudah ada sejak akhir abad 19 itu
40
mendapatkan angin baru pada abad 20 dengan
munculnya aliran filsafat Pragmatisme. John Dewey
berusaha menjalin pendidikan progresif dengan
filsafat Pragmatisme (Sudarminta, 1994: 44). Selaras
dengan pandangan kaum Pragmatis yang menyatakan
bahwa realitas itu terus menerus berubah. Pendidikan
bagi kaum progressive merupakan proses penggalian
pengalaman terus-menerus. Pendidik haruslah
senantiasa siap sedia mengubah metode dan
kebijakan perencanaan pembelajaran yang dapat
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
perubahan lingkungan. Inti pendidikan tidak terletak
dalam usaha penyesuaian dengan masyarakat atau
dunia luar sekolah, dan juga tidak terletak dalam
usaha untuk menyesuaikan dengan standar kebaikan,
kebenaran, dan keindahan yang abadi. Akan tetapi
pendidikan merupakan usaha terus menerus
merekostruksi (menyusun ulang) pengalaman hidup.
41
4.Rekonstruksionisme
Berikut ini pokok-pokok pemikiran
rekonstruksionisme terkait dengan dunia, masyarakat,
dan pendidikan.
1.Pandangan tentang Dunia dan Pendidikan
Rekonstruksionisme sosial secara mencolok
bersifat kontras dengan kaum konservatif .
Rekonstruksionisme menganggap bahwa dunia
dan moral manusia mengalami degradasi di sana-
sini sehingga perlu adanya rekonstruksi tatanan
sosial menuju kehidupan yang demokratis,
emansipatoris dan seimbang. Keadaan yang
timpang dan hanya menguntungkan salah satu
belahan dunia harus diatasi dengan merekonstruksi
pendidikan untuk memajukan peradaban. Kaum
rekonstruksionis percaya bahwa dengan pendidikan
yang baik, maka moral manusia dapat pula menjadi
42
baik. Pendidikan yang mengedepankan kepekaan
sosial dan perjuangan HAM mendapat penekanan.
Kaum rekonstruksionis meyakini bahwa
masyarakat modern dan daya tahan manusia
modern saling berkaitan erat. Untuk menjamin
keberlangsungan hidup manusia dan untuk
menciptakan peradaban yang lebih memuaskan,
manusia harus menjadi insinyur sosial, yaitu orang
yang mampu merancang jalannya perubahan dan
mengarahkan ilmu pengetahuan dan teknologi
secara dinamis untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Kaum rekonstruksionis percaya bahwa
semua reformasi sosial muncul dalam kehidupan
itu sendiri.
43
Peserta didik diharapkan dapat menemukan masalah
besar yang menghadang umat manusia. Kepekaan
akan kesadaran adanya diskriminasi mengandung
makna bahwa peserta didik atau siswa mampu
mengenali kekuatan dinamik yang ada sekarang ini.
Juga, siswa diharapkan mampu untuk mendeteksi
keyakinan-keyakinan, kebiasaan-kebiasaan, dan
lembaga-lembaga yang menghalangi perbaikan
budaya. Nilai-nilai budaya yang dominan semata-
mata karena sudah menjadi kebiasaan memasyarakat
harus dibuang bila tidak sesuai dengan semangat
perbaikan budaya. Moral dan budaya ideologis yang
sarat dengan nilai-nilai peninggalan zaman prailmiah
dan pratekonologi tidak dapat dipakai lagi. Sikap
fanatik, kebencian, tahayul, dan ketidaktahuan harus
diidentifikasi dan dibuang (Gutek, 1974: 165).
5.Pedagogi Kritis.
44
Giroux menegaskan bahwa hasil untuk sistem sekolah
yang mengadopsi ideologi ini mengembangkan
bentuk otoritarian kontrol sekolah dan bentukbentuk
pendidikan yang lebih standar dan lebih bisa dikelola.
Ideologi ini juga dibuat untuk relasi-relasi publik yang
baik di dalam hal administrator sekolah, yang dapat
memberikan solusi-solusi teknis untuk masalah-
masalah sosial, politik dan ekonomi yang kompleks
yang dihadapi oleh sekolah-sekolah mereka.
Sementara pada saat yang sama sistem yang demikian
itu memunculkan prinsipprinsip akuntabilitas sebagai
indikator keberhasilan. Pesan untuk publik menjadi
jelas: jika masalah ini bisa diukur, maka masalah ini
bisa dipecahkan
BAB V
FILSAFAT KI HADJAR DEWANTARA
45
Ki Hadjar Dewantara merupakan tokoh pendidikan Indonesia
yang berasal dari kalangan istana Pakualaman Yogyakarta.
Oleh karena pemikiran dan jasa besarnya, khususnya dalam
pendidikan nasional dan sepak terjangnya dalam upaya
kemerdekaan bangsa, Ki Hadjar Dewantara memperoleh banyak
penghargaan. Hakikat pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara
adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Artinya,
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu,
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapat mencapai keseluruhan dan kebahagiaan yang setinggi-
tingginya. Kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya
atau hidupnya kekuatankekuatan itu, agar dapat “memperbaiki
lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya”.Ki Hadjar
Dewantara memiliki pandangan yang responsif gender.
Pandangan ini tentunya sangat humanis, yaitu bahwa pendidikan
berdiri di atas dasar kodrat dan kenyataanKonsep dan Asas
Pendidikan Taman Siswa yang Humanis-Religius dapat
ditunjukkan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara sebagai
berikut: metode among. Sistem among berarti mendidik anak
agar menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka
pikirannya, merdeka tenaganya; Sistem tri sentra atau tripusat
46
merupakan tiga tempat-pergaulan yang menjadi pusat-
pendidikan yang amat penting baginya, yaitu: alam-keluarga,
alam perguruan, dan alam pergerakan pemuda; Asas Tri-kon,
yaitu Kontinyuitas, artinya garis hidup di zaman sekarang harus
merupakan “kelanjutan, terusan” dari hidup di zaman yang
silam, jangan “ulangan ataupun tiruan bangsa lain.
Konvergensi, artinya keharusan untuk menghindari “hidup
menyendiri” (isolasi) dan untuk menuju ke arah pertemuan
dengan hidupnya bangsa-bangsa lain. Konsentrisitas, artinya
sesudah bersatu dengan bangsa-bangsa lain sedunia, jangan
kehilangan “kepribadian” sendiri, sungguhpun sudah bertitik
pusat satu, namun di dalam lingkaran-lingkaran yang
“konsentris” itu, kita tetap masih mempunyai sirkel/lingkaran
sendiri; Tringa yang meliputi ngerti, ngarsa, nglakoni,
mengingatkan agar terhadap segala ajaran hidup atau cita-cita
diperlukan pengertian, kesadaran, dan kesanggupan untuk
melaksanakan; Trihayu yang meliputi mamayu hayuning salira
(membahagiakan diri sendiri), mamayu hayuning bangsa
(membahagiakan hidup bangsa), dan mamayu hayuning
manungsa (membahagiakan hidup manusia umumnya);
Tripantangan yang meliputi penyalahgunaan kekuasaan yang
47
dimiliki, pelanggaran kesusilaan, khususnya mengenai
kewanitaan penyelewengan mengenai keuangan. Guru dalam
menjalankan fungsinya dapat memosisikan diri sebagai
pemimpin dengan melaksanakan yaitu a) Tut Wuri Handayani,
b) Ing Madya Mangun Karsa, c) Ing Ngarso Sung Tuladha. Tut
Wuri Handayani jangan dimaknai lepas dari konsep Ing Ngarso
Sung Tulodo (di depan harus menjadi teladan), Ing Madya
Mangun Karso (di tengah memberi motivasi). Ketiga asas
pendidikan ini harus dimaknai secara utuh, holistik. Demikian
pula tut wuri handayani justru merupakan sebuah konsep yang
berlawanan dengan konsep komando. Artinya, manusia tidak
lagi dapat dikemudikan dari luar atau dari atas, tetapi dari dalam.
Kemerdekaan budaya menjadi tujuan kebudayaan nasional.
Pendidikan adalah proses pembudayaan. Hal ini mengandung
makna kemampuan bangsa Indonesia atau pendidikan yang
dapat memfilter masuknya budaya-budaya asing yang masuk,
sehingga tidak merusak nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai
dengan kepribadian bangsa.
48
BAB VI
FILSAFAT DRIYARKARA
49
fenomena fundamental atau asasi dalam kehidupan
manusia. Kehidupan dan pendidikan merupakan dua
konsep yang tidak dapat dipisahkan. Pendidikan bukan
suatu tindakan yang dapat dipisahkan dengan hidup
bersama.
50
sentral terhadap apa dan siapa manusia menjadi penting
untuk dijawab. Driyarkara berpendapat bahwa manusia
sebagai makhluk jasmani-rohani, manusia sebagai
makhuk individu-sosial, manusia adalah makhluk yang
menyejarah, dan manusia sebagai makhluk bebas
51
bhineka tunggal ika yaitu jasmani-rohani ini akan
berimplikasi pada guru dan praktik pendidikan dalam
memandang manusia. Oleh karena itu ketika manusia itu
terdiri dari unsur jasmani-rohani mengandung implikasi
pada pendidikan.
52
berarti tidak sekedar meniru-niru dan mengambil alih
begitu saja yang berasal dari luar negeri.
53
subjek. Pendidikan harus mampu membekali dan
mendampingi peserta didik secara perseorangan menjadi
pribadi yang cerdas, terampil, jujur, berkarakter, taqwa
dan utuh. Sementara dari segi sosial, menjadi manusia
dengan rasa
54
2.4 PENILAIAN
A.KELEBIHAN DAN KELEMAHAN BUKU KRITIK
1.Kelebihan Buku Kritik
Materi dapat dipahami.
Cakupannya luas,buktinya dapat dijabarkan
hingga 6 ( enam ) bab.
Tiap bab memiliki sub bab,yang membuat materi
menjadi rinci dan dijabarkan lebih detail lagi.
Buku memiliki identitas yang jelas
Buku mampu merangkum beberapa teori para
ahli,hingga dibulatkan menjadi satu materi.
Kaidah penulisan dan kebahasaan buang jelas.
Memiliki indikator pembelajaran pada setiap bab
uila
55
Memiliki uji kompetensi sbagai bentuk latihan
pada setiap akhir bab
56
Isi buku mudah dipahami( singkat,padat,dan
jelas)
Cakupan materi yang luas,hingga memuat
filsafat dari beberapa tokoh, bahkan filsafat
pendidikan barat
Memiliki rangkuman materi tiap akhir bab
Kaidah penulisan dan kebahasaan yang jelas
Tiap tiap bab terdapat sub sub bab yang
membuat materi lebih rinci dan lebih detail
57
Tidak ada uji kompetensi sebagai bahan latihan
pada akhir bab
58
metode berpikir bagi manusia,terutama bagi seorang
pelajar.
BAB 3
IMPLIKASI
59
dukungan perasaan yang lebih tinggi agar di arahkan
secara benar.
60
Sedangkan yang tidak punya pendidikan,ia tidak
dapat mengatur jalan hidupnya,cara fikir dan cara
kerjanya.Ini dapat kita lihat dari keadaan saat
ini,dimana orang yang tidak berpendidikan sebagian
besar bekerja kepada orang yang sudah
berpendidikan.
61
hakiki kegiatan pendidikan merupakan memanusiakan
manusia muda. Pernyataan ini memuat makna bahwa
sekalipun peserta didik memang terlahir sebaga
manusia, tetapi dalam perjalanannya peserta didik
perlu dikembangkan kepribadiannya sehingga menjadi
pribadi yang semakin mengarah pada kesempurnaan
diri.
Proses hominisasi berarti proses pertumbuhan
biologis kodrati menjadi manusia. Proses humanisasi
dimaksudkan proses pemanusiaan dalam arti
kebudayaan. Kedua proses itu tidak dapat dipisahkan
satu dengan lainnya dengan melibatkan kegiatan
bersama manusia dewasa (pendidik) dan manusia
muda (peserta didik). Dengan bantuan manusia yang
sudah dewasa dalam pendidikan manusia muda
bertumbuh dan memperkembangkan diri menjadi
manusia (homo) yang human (Sudarminta, 1994:9).
Pandangan Driyarkara ini mengansumsikan bahwa
yang pantas untuk memanusiakan manusia muda
62
adalah orang dewasa yang memiliki kompetensi untuk
mengkomunikasikan pribadinya kepada peserta
didiknya. Dengn demikian pendidik merupakan
pribadi yang baik dan tentunya kepribadiannya yang
baik ini dikomunikasikan kepada peserta didik.
B.Pendapat Saya Berdasarkan Analisis Atas
Teori Dari Driyarkara
Menurut saya,teori dari Driyarkara adalah teori yang
benar dan masuk akal. Teori ini menyadarkan kita
akan pentingnya pendidikan, Teori ini memberikan
pemahaman kepada kita bahwa salah satu jalan
untuk memperoleh kehidupan yang baik adalah
menempuh proses pendidikan, Teori ini memberikan
pemahaman kepada kita bahwa cara untuk
mengubah pola pikir menjadi pikiran yang sempurna (
manusiawi ) adalah menerima didikan dari orang yang
dewasa.
63
Manusia yang sama sekali belum memiliki pendidikan,
mulai dari pendidikan dari keluarga, dari keagamaan,
dari orang tua saudara dan lingkungan
masyarakat,ada kemungkinan seseorang tersebut
menjalani hidup yang masih memiliki sifat
kebinatangan,tetapi orang sudah memperoleh
pendidikan mulai dari keluarga, lingkungan
masyarakat, pendidikan di sekolah, bahkan
pendidikan keagamaan, maka hidupnya sebagai
seorang manusia memiliki sifat dan pikiran
manusiawi, dan ia dapat hidup atau berbudaya sesuai
dengan kehidupan manusiawi.
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
64
Dari penjelasan kedua buku,maka dapat disimpulkan
bahwa filsafat merupakan cara berpikir secara kritis,
ilmiah, radikal,dan universal, sedangkan pendidikan
adalah proses pemberian arahan didikan yang dilakukan
oleh seorang yang dewasa atau pendidik kepada
bawahannya atau yang dididik. Jadi Filsafat pendidikan
merupakan ilmu filsafat yang mempelajari hakikat
pelaksanaan dan pendidikan. Bahan yang dipelajari
meliputi tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan hakikat
pendidikan.sistematika filsafat pendidikan meliputi
Ontologi Filsafat Pendidikan,Epistemologi Filsafat
Pendidikan,Aksiologi Filsafat Pendidikan,dan aliran
filsafat pendidikan yaitu
Progresivisme,Konstruktivisme,dan Humanistik
65
pekerjaannya. Untuk memecahkan masalah diperlukan
kemampuan berpikir kritis dalam menganalisis berbagai
hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.
Dalam konteks inilah pengalaman mempelajari filsafat
ilmu diterapkan.
66
Freire, Paulo. 2001. Pedagogi Hati. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Gazalba, Sidi. 1973. Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.
Giroux, Henry A. 1988. Teachers as Intellectual: Toward a
critical pedagogy of learning New York: Bergin &
Garvey.
______________.2010. Teachers Without Jobs and Education
Without Hope: Beyond Bailouts and the Fetish of the
Measurement Trap (Part 2) dalam
http://archive.truthout.org/ diunduh pada 8 Juni 2011.
Gutek, Gerald L. 1974. Philosophical Alternative in Education.
USA: A Bell & Howell Company
. ____________.1988. Philosophical and ideological perspectives
on education. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Hardiman, Francisco Budi. 1993. Kritik Ideologi. Pertautan
Pengetahuan dan Kepentingan.Yogyakarta: Kanisius.
Moleong, L. J. (1999). Methodologi Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Remaja Rosda Karya.
67
Paradigma Baru. Yogyakarta: Paramitra Publishing.
68
69
70
71