Anda di halaman 1dari 29

CRITICAL JOURNAL REVIEW

MK. FILSAFAT PENDIDIKAN

PRODI S1 PENDIDIKAN
FISIKA - FMIPA

SKOR NILAI :

JURNAL FILSAFAT INDONESIA

(Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Perspektif


Epistemologi Islam ; Hasan Baharun Dan Robiatul Awwaliyah ; 2018)

NAMA MAHASISWA : Rini Nurpadilla

NIM : 4202421022

DOSEN PENGAMPU : Laurensia Masri P S.Pd.,M.Pd

MATA KULIAH : Filsafat Pendidikan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

DESEMBER 2020
EXECUTIVE SUMMARY

Heward dan Orlansky (1984) memilih untuk menyebutnya dengan anak luar biasa
(exceptional children). Anak luar biasa adalah istilah inklusi yang merujuk pada
anak-anak yang menunjukan perilaku yang berbeda dari anak pada umumnya,
bisa saja di bawah atau di atas kondisi normal, untuk itu program pendidikan
spesial ditujukan. Istilah anak luar biasa juga termasuk kepada anak yang
memiliki intelektual bawaan lahir dan bisa juga untuk anak-anak dengan
keterbelakangan. Pengertian anak luar biasa menurut Heward dan Orlansky
terdengar lebih manusiawi dan merepresentasikan semua perbedaan dari anak
berkebutuhan khusus dari anak pada umumnya.
Semua orang sadar bahwa anak-anak dengan kondisi tersebut, yang dapat kita
sebut dengan anak berkebutuhan khusus, juga memiliki hak untuk mengejar
kebahagiaannya sendiri. Sebagaimana disebutkan dalam deklarasi kemerdekaan
Amerika Serikat yang menyatakan bahwa setiap individu memiliki hak untuk
kehidupan, kemerdekaan, dan mengejar kebahagiaannya sendiri. Kesadaran
inillah yang mendorong adanya gerakan untuk menuntut kesamaan hak terhadap
orang-orang berkebutuhan khusus.

Namun yang menjadi pertanyaan di sini, bagaimanakah seharusnya perlakuan


persamaan tersebut dilakukan? Apakah adil bagi orang berkebutuhan khusus
untuk diperlakukan secara sama dengan orang normal lainnya dalam pendidikan,
pekerjaan, ekonomi, dan banyak aspek lainnya? Mengingat segala keterbatasan
yang mereka miliki. Ataukah justru tidak adil bagi mereka jika diberikan
perlakuan khusus atas segala keterbatasannya? Upaya terbaik apa yang dapat kita
lakukan untuk dapat membekali anak-anak berkebutuhan khusus agar dapat
bertahan hidup dengan usaha mereka sendiri di tengah-tengah masyarakat?

Layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK), lazim juga disebut


pendidikan luar biasa, ataupun special education. Lahirnya layanan pendidikan
ABK ini dilatar belakangi oleh kesadaran akan hak memperoleh pendidikan
sebagai hak asasi manusia. Dalam upaya melindungi hak anak secara formal dan
legal, dibentuklah United Nations International Children’s Emergency Fund
(UNICEF) pada tahun 1946, yang merupakan badan internasional yang
melindungi hak anak.Salah satu dimensi penting dan berarti yang menjadi
keputusan dalam konvensi tersebut adalah “anak tidak dipahami sebagai objek
dan pribadi pasif yang harus dilindungi, tetapi anak didudukkan secara
proporsional sebagai warga negara yang berada dalam proses perkembangan
(citizenship in development)”. Konvensi tersebut juga mengakui tentang hak
kebebasan dan kewajiban untuk memperoleh pendidikan dasar dan kebutuhan
untuk memperoleh pendidikan pada tingkat sekolah menengah sebagai suatu
kewajiban dan diperoleh secara bebas untuk semua.

i|R i niNu rp adil la


Salah satu hal yang spesifik juga disepakati bahwa perkembangan kepribadian
anak, bakat khusus, serta kemampuan mental dan fisik perlu mendapat perhatian
dan pelayanan yang maksimal agar potensi anak berkembang secara optimal
(fullest potentional), dan juga hak-hak bagi anak yang memiliki keterbatasan perlu
mendapat pelayanan secara optimal sesuai dengan kebutuhan anak. Dari sinilah
istilah layanan pendidikan ABK lahir.Istilah pelayanan pendidikan anak yang
berkebutuhan khusus digunakan dalam upaya menjelaskan tentan program dan
pelayanan yang berlaku dalam penyelenggaraan sistem pendidikan bagi anak-
anak yang mengalami kesulitan keterbatasan dalam mengikuti program
pendidikan dengan berbagai alasan dan membutuhkan bantuan khusus
(termasuk keterbatasan fisik dan belajar serta kebutuhan sosial). Menurut
UNESCO (2005), anak yang memerlukan pendidikan khusus adalah anak yang
mengalami kesulitan dalam mengikuti program pembelajaran reguler sebagai
akibat dari keterbatasan yang dimiliki anak atau ketidakberuntungan karena
masalah sosial, emosional, dan perilaku. Anak yang demikian membutuhkan
bantuan khusus.
Diceritakan oleh Heward dan Orlasky (1984) bahwa bertahun-tahun yang
lalu,makna special dalam special education sangat erat kaitannya dengan anak
cacat dan kata special dimaknai dengan pemisahan “separate”. Di masa-masa
awal, pendidikan khusus ditujukan untuk sekolah terpisah yang dikhususkan
untuk anak yang buta, tuli, ataupun memiliki keterbelakangan mental. Sama
halnya dengan upaya pemisahan anak-anak nakal ataupun anak yang memiliki
prestasi belajar yang kurang baik dalam satu kelas khusus. Tren di dunia
pendidikan saat itu adalah untuk mengelompokan anak-anak dengan masalah
yang serupa dalam kelas yang sama.Sekolah merasa perlu adanya penanganan
khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus dengan memisahkannya di kelas
khusus. Umumnya, jumlah anak dalam kelas ini lebih sedikit dari kelas umum.
Mengingat jumlah anaknya lebih sedikit, maka pembelajaran dalam kelas ini
menjadi lebih individual dan khusus. Dengan konsep ini, anak berkebutuhan
khusus ditempatkan dalam ruangan yang memungkinkan anak mendapatkan
perlakuan khusus yang diatur dan direncanakan untuk individual. Aktifitas anak
di dalamnya akan memungkinkan mereka untuk meningkatkan kemampuan
mereka dengan lebih baik dibanding di kelasnya sebelumnya.
Tujuannya pada saat itu adalah, bahwa anak-anak berkebutuhan khusus yang
dikelompokan dalam kelas/sekolah yang terpisah dapat mendapatkan
penanganan dari guru dan metode penanganan yang khusus pula. Atas dasar
tujuan tersebut, maka menjadi hal yang lumrah untuk memisahkan anak
berkebutuhan khusus dari anak normal di kelas. Namun, tanpa disadari, upaya
pemisahan ini memiliki dampak besar, bukan hanya sesederhana memisahkan
anak berkebutuhan khusus dalam kelas/sekolah yang khusus namun berdampak
menjadi upaya pemisahan orang berkebutuhan khusus dari orang-orang normal
dalam lingkungan masyarakat.

ii | R i n i N u r p a d i l l a
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

berkatNya sehingga p e n u l i s d a p a t m e n y e l e s a i k a n J u r n a l R e v i e w

unt uk m e m e n uh i t ug a s mata k ul i a h Filsafat Pendidikan. Dalam

penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis

hadapi.

Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan

materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang

tua, sehingga kendala -kendala yang penulis hadapi teratasi.

Penulis meng ucapkan t erima kasih kepada Ib u Laurensia Masri

P S.Pd. M. Pd selaku dosen mata kuliah Filsfat Pendidikan yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis. Dalam Critical Journal Review yang

berjudul “Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus dalam

Perspektif Epistomologi Islam” terdapat materi mengenai filsafat

pendidikan, Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan

pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga

tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Medan, 08 Desember 2020

Rini Nurpadilla

iii | R i n i N u r p a d i l l a
DAFTAR ISI

Executiva Summary ............................................................................... i

Kata Pengantar .................................................................................... iii

Daftar Isi ............................................................................................... iv

Bab I Pendahuluan .............................................................................. 1

A. Rasionalisasi Pentingnya Cjr ..................................................... 1


B. Tujuan Penulisan Cjr ................................................................ 1
C. Manfaat Cjr ................................................................................. 1
D. Identitas Jurnal ........................................................................... 2

Bab II Ringkasan Isi Artikel .............................................................. 3

A. Pendahuluan .............................................................................. 3
B. Deskripsi Isi ................................................................................ 5

Bab III Pembahasan Analisis ............................................................ 12

A. Pembahasan Isi Journal ........................................................... 12


B. Kelebihan Dan Kekurangan Isi Artikel Journal .................... 15

Bab IV Penutup .................................................................................. 16

A. Kesimpulan............................................................................... 16
B. Rekomendasi ............................................................................ 17

Daftar Pustaka..................................................................................... 18

Lampiran ............................................................................................. 19

iv | R i n i N u r p a d i l l a
BAB I

PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya CJR

Critical Journal Review( C J R ) m e r up a k a n s a l a h s a t u i n s t r um e nt

y a n g d a p a t menduk ung keberhasilan dalam proses pembelajaran

dibangku perk uliahan. Melalui Critical Jounal Review mahasiswa diajak

untuk menguji pemikiran dari pengarang maupun p e n u l i s b e r d a s a r k a n

s ud ut p a n d a n g y a n g a k a n d i b a n g u n o l e h s e t i a p m a h a s i s w a

berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki.

B. Tujuan Penulisan CJR

Adapun tujuan penulisan CJR ini yaitu :

1. Untuk menyelesaikan kewajiban tugas pada Mata Kuliah Filsafat

Pendidikan.

2. Untuk unt uk meningkatkan pengetahuan tentang Filsafat

Pendidikan.

3. U n t u k menambah pengetahuan dan wawasan

m e n g e n a i filsafat Pendidikan dan aplikasinya dalam kehidupan

sehari-hari.

4. Menguatkan pemikiran dalam meningkatkan analisis kita terhadap

suatu jurnal

C. Manfaat CJR

Adapun manfaat dari CJR ini yaitu:

1. Terpenuhinya salah satu bentuk penugasa KKNI, Critical Journal

Review.

2. Bertambahnya kemampuan mahasiswa dalam memahami inti dari suatu

jurnal.

1|R i niNu rp adill a


3. Meningkatnya kemampuan mahasiswa dalam menganalisis jurnal.

4. Semakin kuatnya kemampuan mahasiswa dalam memahami dan

menganalisis jurnal.

D. Identitas Artikel dan Journal yang direview

1. Judul Artikel : Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Dalam Perspektif Epistemologi Islam

2. Nama Journal : Jurnal Filsafat Indonesia

3. Edisi terbit : Tahun 2018

4. Pengarang artikel : Hasan Baharun, Robiatul Awwaliyah

5. Kota terbit : Probolinggo

6. Nomor ISSN : p-ISSN: 2442-3661; e-ISSN: 2477-667X, 57-71

7. Alamat Situs :

http://jurnal.stitnualhikmah.ac.id/index.php/modeling/article/view/209

2|R i niNu rp adill a


BAB II

RINGKASAN ISI ARTIKEL

A. Pendahuluan

Mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur secara materiel dan

spiritual berdasarkan pancasila merupakan tujuan pembangunan nasional. Salah

satu bagian penting dalam komponen masyarakat Indonesia ialah anak. Karena

anak adalah pemilik masa kini dan masa depan bangsa sekaligus pemilik bangsa,

karena di tangan merekalah diteruskan sejarah kehidupan manusia Indonesia

selanjutnya, begitu pentingnya mereka dalam rantai kelangsungan tradisi suatu

bangsa. 1 Tidak seorangpun menginginkan menjadi anak berkebutuhan khusus

atau cacat. Istilah anak berkebutuhan khusus secara eksplisit ditujukan kepada

anak yang dianggap mempunyai kelainan/penyimpangan dari kondisi rata-rata

anak normal pada umunya, dalam hal fisik, mental maupun karakteristik perilaku

sosialnya. Anak dikategorikan berkebutuhan khusus dalam aspek fisik meliputi;

kelainan dalam indera penglihatan (tunanetra), kelainan indera pendengaran

(tuna rungu), kelainan kemampuan berbicara (tuna wicara) dan kelainan fungsi

anggota tubuh (tuna daksa).2 Pendidikan merupakan wahana penting dan media

yang efektif untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan

etos kerja di kalangan warga masyarkat. Pendidikan juga dapat menjadi

instrument untuk memupuk kepribadian bangsa, memperkuat identitas nasional,

dan memantapkan jati diri bangsa. Pendidikan dapat menjadi wahana strategis

untuk membangun kesadaran kolektif sebagai warga dengan mengukuhkan

ikatan-ikatan sosial, tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku-bangsa,

agama, sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional.3 Semua anak berhak

mendapatkan pendidikan sebagaimana diatur dalam UU. No. 23 Tahun 2002

tentang perlindungan anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk

hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan

3|R i niNu rp adill a


martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi. Salah satunya adalah bahwa setiap anak berhak memperoleh

pendidikan dan pengajaran dalam rangka perkembangan pribadinya dan tingkat

kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.4 Adapun tujuan dari

pendidikan ialah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,

berkepribadian mandiri, tangguh, cerdas, kreatif, disiplin, beretos kerja,

professional, bertanggung jawab, produktif, dan sehat jasamani- rohani.5 Di

Indonesia, sistem pendidikan segregasi sudah berlangsung selama satu abad

lebih, sejak di mulainya pendidikan anak tunanetra pada tahun 1901 di Bandung.

Konsep special education dan sistem pendidikan segregasi lebih melihat anak dari

segi kecacatannya (labeling), sebagai dasar dalam memberikan layanan

pendidikan. Oleh karena itu, terjadi dikotomi antara pendidikan khusus dengan

pendidikan reguler. Pendidikian khusus dan pendidikan regular dianggap dua

hal yang sama sekali berbeda. Secara paedagogis, sistem pendidikan segregasi

mengabaikan eksistensi anak sebagai individu yang unik dan holistik, sementara

itu kecacatan anak lebih ditonjolkan. Secara psikologis, sistem segregasi kurang

memperhatikan kebutuhan dan perbedaan individual. Terdapat kesan

menyamakan layanan pendidikan anak berdasarkan kecacatan yang

disandangnya. Secara filosofis sistem pendidikan segregasi menciptakan dikotomi

masyarakat eklusif normal dan tidak normal. Padahal sesunguhnya secara

filosofis, penyandang cacat merupakan bagian dari masyarakat yang alami (David

Smith, 1995). Konsep dan pemahaman terhadap pendidikan anak penyandang

cacat terus berkembang, sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat.

Pemikiran yang berkembang saat ini, melihat persoalan pendidikan anak

penyandang cacat dari sudut pandang yang lebih bersifat humanis, holistik,

perbedaan individu dan kebutuhan anak menjadi pusat perhatian. Dengan

demikian, layanan pendidikan tidak lagi didasarkan atas label kecacatan anak,

4|R i niNu rp adill a


akan tetapi didasarkan pada hambatan belajar dan kebutuhan setiap individu

anak. Seiring dengan ini kemudian muncul konsep pendidikan inklusif. Salah satu

kesepakatan internasional yang mendorong terwujudnya sistem pendidikan

inklusif adalah Conventional on the Right of Person with Disabiliteis and optional

Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Yang mana pada pasal 24 dalam

konvensi ini dijelaskan bahwa setiap Negara berkewajiban untuk

menyelenggarakan sistem pendidikan inklusif di setiap tingkatan pendidikan.6

Untuk memahami lebih dalam tentang pendidikan inklusi berikut akan

dipaparkan apa yang menjadi motif serta sumber munculnya pendidikan inklusif

dengan menggunakan sudut pandang Epistemologi Islam, yang merupakan

pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pendidikan inklusi diperoleh,

apakah dari akal pikiran, apakah dari pengalaman indrawi, apakah dari

perasaan/ilustrasi, apakah dari Tuhan.

B. Deskripsi Isi

Pendidikan Inklusi Istilah inklusif memiliki makna yang sangat luas. Inklusif

dapat dikaitkan dengan adanya persamaan atau kesetaraan hak individual dalam

pembagian sumber- sumber tertentu, seperti politik, pendidikan, sosial, dan

ekonomi. Aspek-aspek tersebut tidaklah berdiri sendiri-sendiri, melainkan

berkaitan satu sama lainnya. Berdasarkan pandangan Reid, hal ini dapat dilihat

bahwa istilah inklusif berkaitan dengan berbagai aspek hidup manusia yang

didasarkan atas prinsip persamaan, keadilan, dan pengakuan atas hak individu.

Sementara apabila dikaitkan dengan ranah pendidikan, Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 disebutkan bahwa

yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan

pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang

memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa

untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan

secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Pendidikan inklusi

5|R i niNu rp adill a


adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus

belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman seusianya.

Sekolah penyelenggara pendidikan inklusi adalah sekolah yang menampung

semua murid di kelas yang sama. Pendidikan inklusi adaah termasuk hal yang

baru di Indonesia pada umunya. Pendidikan inklusi merupakan sebuah

pendekatan yang berusaha mentransformasikan sistem pendidikan dengan

meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk

berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Pendidikan inklusif adalah pendidikan

yang mempersatukan layanan PLB dengan pendidikan reguler dalam satu sistem

pendidikan atau penempatan semua ALB di sekolah biasa. Dengan pendidikan

inklusif semua anak luar biasa dapat bersekolah di sekolah terdekat dan sekolah

yang menampung semua anak. Dalam konsep pendidikan luar biasa, pendidikan

inklusif diartikan sebagai penggabungan penyelenggaraan pendidikan luar biasa

dan pendidikan reguler dalam satu sistem pendidikan yang dipersatukan.

Adapun yang dimaksud dengan pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang

diselenggarakan bagi siswa luar biasa atau berkelainan dalam makna dikaruniai

keunggulan (gifted and talented) maupun berkelainan karena adanya hambatan

fisik, sensorik, motorik, intelektual, emosi, dan/atau sosial.

Direktorat Pendidikan Luar Biasa memberikan arahan bahwa yang dimaksud

dengan inklusif adalah keterbukaan untuk belajar bersama bagi semua peserta

didik tanpa kecuali. Anak berkebutuhan khusus yang harus mendapatkan

layanan pendidikan intensif ialah :

(1) Tunanetra,

(2) Tunarungu,

(3) Tunawicara,

6|R i niNu rp adill a


(4) Tunagrahita, yaitu anak dengan keterbelakangan mental menunjukkan

keterlambatan perkembangan pada hamper seluruh aspek fungsi akademik dan

fungsi social,

(5) Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami bentuk kelainan atau kecacatan pada

sistem otot, tulang, dan persendian yang dapat mengakibatkan gangguan

koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan perkembangan keutuhan

pribadi,

(6) Tunalaras,

(7) Berkesulitan belajar, yaitu anak mengalami kesulitan dalam tugas-tugas

akademiknya yang disebabkan oleh adanya disfungsi minimal otak sehingga

prestasi belajarnya tidak sesuai dengan potensi yang sebenarnya,

(8) Lamban belajar, yaitu anak yang kurang mampu menguasai pengetahuan

dalam batas waktu yang ditentukan karena ada factor tertentu yang

mempengaruhinya,

(9) Autis, yaitu anak yang mengalami gangguan perkembangan dan ditandai oleh

ketidakmampuan anak untuk berhubungan dengan orang lain,

(10) Memiliki gangguan motoric,

(11) Menjaadi korban penyalahgunaan narkoba/zat aditif,

(12) Memiliki kelainan,

(13) Tunaganda, yaitu anak yang mengalami kelainan lebih dari satu jenis

kelainan.

Tujuan pendidikan inklusif mengacu kepada UU. No. 2, tahun 2003, Sisdiknas

Pasal 1, ayat 1 : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

7|R i niNu rp adill a


mengembangkan potensi pribadinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Tujuan pendidikan inklusif adalah memberikan intervensi bagi anak

berkebutuhan khusus sedini mungkin. Di antara tujuannya adalah:

(1) Untuk meminimalkan keterbatasan kondisi pertumbuhan dan perkembangan

anak dan untuk memaksimalkan kesempatan anak terlibat dalam aktivitas yang

normal.

(2) Jika memungkinkan untuk mencengah terjadinya kondisi yang lebih parah

dalam ketidak teraturan perkembangan sehingga menjadi anak yang tidak

berkemampuan.

(3) Untuk mencengah berkembangnya keterbatasan kemampuan lainnya sebagai

hasil yang diakibatkan oleh ketidakmampuan utamanya.

Adapun model sekolah inklusi yang dapat dilakukan di Indonesia yaitu:

(1) Kelas Reguler (Inklusi Penuh) yaitu Anak berkebutuhan khusus belajar

bersama anak normal sepanjang hari di kelas regular dengan menggunakan

kurikulum yang sama.

(2) Kelas regular dengan Cluster yaitu Anak berkebutuhan khusus belajar

bersama anak normal di kelas regular dalam kelompok khusus.

(3) Kelas Reguler dengan Pull Out, yaitu Anak berkebutuhan khusus belajar

bersama anak normal di kelas regular namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik

dari kelas regular ke ruang lain untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.

(4) Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out, yaitu Anak berkebutuhan khusus

belajar bersama anak norma di kelas regular dalam kelompok khusus, dan dalam

8|R i niNu rp adill a


waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas regular ke kelas lain untuk belajar dengan

guru pembimbing khusus.

(5) Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian, yaitu Anak berkebutuhan

khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah regular, namun dalam bidang-

bidang tertentu dapat belajar bersama anak normal di kelas regular.

(6) Kelas Khusus Penuh, yaitu Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas

khusus pada sekolah regular.

a) Epistemologi Islam

Epistemologi merupakan cabang ilmu filsafat yang mempelajari batas-batas

pengetahuan yang mencoba untuk digunakan sebagai alat penghubung masa

silam.Epistemologi merupakan teori pengetahuan yang membahas berbagai segi

pengetahuan, seperti kemungkinan, asal mula, sifat alami, batas-batas, asumsi dan

landasan, validitas dan reliabilitas sampai pada soal kebenaran. Epistemologi

membicarakan antara lain hakikat pengetahuan, yaitu apa pengetahuan

sesungguhnya. Juga membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara

memperoleh pengetahuan. Epistemologi atau Filsafat pengetahuan merupakan

usaha untuk membiarkan pikiran untuk mencapai pengenalan akan esensinya

sendiri. Usaha pikiran untuk mengekspresikan dan menunjukkan kepada dirinya

sendiri dasar-dasar kepastian yang kokoh.

Harold H. Titus mengklasifikasikan 3 persoalan pokok dalam bidang

epistemology yaitu : (1) Apakah sumber-sumber pengetahuan itu ? dan manakah

pengetahuan yang benar itu dating dan bagaimana cara mengetahuinya ?

(2) Apakah watak pengetahuan itu ? Apakah ada dunia yang benar-benar diluar

fikiran manusia, dan kalau ada apakah manusia dapat mengetahuinya ? Ini adalah

persoalan tentang apa yang kelihatan versus hakikatnya (reality)

9|R i niNu rp adill a


(3) Apakah pengetahuan itu benar (valid) ? Bagaimana membedakan yang benar

dan yang salah ?ini adalah soal tentang mengkaji kebenaran/verifikasi.

Salah satu sumber Epistemologi adalah alam semesta ini. Yang dimaksud

dengan alam adalah alam materi, alam ruang dan alam waktu, alam gerakan,

alam yang sekarang kita tengah hidup di dalamnya, dan kita memiliki hubungan

dengan alam ini menggunakan berbagai alat indera kita. Aliran Empirisme

mengatakan bahwa, manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya.

Pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi. Seperti manusia tau Es

dingin karena ia menyentuhnya. Adapun bapak dari aliran ini ialah John Locke,

mengemukakan teori tabula rasa yang secara bahasa berarti meja lilin. Artinya

pada mulanya manusia kosong dari pengetahuan lantas pengalaman mengisinya

kemudian barulah manusia memiliki pengetahuan. Mula-mula tangkapan indera

itu sederhana, lama-kelamaan sulit, lalu tersusunlah pengetahuan berarti.

Kelemahan dalam aliran ini ialah karena keterbatasan indera manusia.

b) Pendidikan Inklusi dalam Perspektif Epitemologi Islam

Manusia diciptakan oleh Allah bukan tanpa latar belakang dan tujuan.

Tujuan penciptaan manusia ialah sebagai khalifah dibumi. Dalam kedudukan ini,

manusia tidak akan mampu melaksanakan tugas kekhalifahannya tanpa

dilatarbelakangi dengan potensi yang memungkinkan dirinya mengemban tugas

tersebut. Setiap manusia memiliki potensi. Potensi tersebut merupakan embrio

semua kemampuan manusia yang memerlukan penempaan lebih lanjut untuk

bisa berkembang. Untuk mengaktualisasi potensi tersebut, manusia memerlukan

bantuan orang lain yaitu dengan proses pendidikan.

Kebutuhan manusia yang terbagi ke dalam dua kebutuhan pokok, yaitu

kebutuhan primer seperti, kebutuhan jasmani (makan, minum, seks, dan

sebagainya). Yang kedua, kebutuhan sekunder, yaitu kebutuhan rohaniah yang

dibagi kembali pada enam macam yakni :

10 | R i n i N u r p a d i l l a
(1) Kebutuhan kasih sayang,

(2) Kebutuhan akan rasa aman,

(3) Kebutuhan akan rasa harga diri,

(4) Kebutuhan akan rasa bebas,

(5) Kebutuhan akan sukses,

(6) Kebutuhan akan suatu kekuatan pembimbing atau pengendalian diri.

11 | R i n i N u r p a d i l l a
BAB III

PEMABAHASAN ANALISIS

A. Pembahasan Isi Jurnal

Ada beberapa teori yang melandasi pendidikan menurut (John

Locke,2018:63), mengemukakan teori tabula rasa yang secara bahasa berarti meja

lilin. Artinya pada mulanya manusia kosong dari pengetahuan lantas pengalaman

mengisinya kemudian barulah manusia memiliki pengetahuan. Mula-mula

tangkapan indera itu sederhana, lama-kelamaan sulit, lalu tersusunlah

pengetahuan berarti.Kelemahan dalam aliran ini ialah karena keterbatasan

indera manusia.

Sedangkan ,Menurut teori konvergensi hasil pendidikan anak dalam stern (

hendayat,2005) dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu pembawaan dan lingkungan.

Diakui bahwa anak lahir telah memiliki potensi yang berupa pembawaan. Namun

pembawaan yang sifatnya potensial itu harus dikembangkan melalui pengaruh

lingkungan, termasuk lingkungan pendidikan, oleh sebab itu tugas pendidik

adalah menghantarkan perkembangan semaksimal mungkin potensi anak

sehingga kelak menjadi orang yang berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, nusa,

dan bangsanya.

Lebih detail disampaikan oleh Teori Navitisme

Schopenhauer(hendayat,2005)Lawan dari empirisme ialah nativisme. Nativus

(latin) berarti karena kelahiran. Aliran nativisme berpendapat bahwa tiap-tiap

anak sejak dilahirkan sudah mempunyai berbagai pembawaan yang akan

berkembang sendiri menurut arahnya masing-masing. Pembawaan anak-anak itu

ada baik dan ada yang buruk. Pendidikan tidak perlu dan tidak berkuasa apa-apa.

Dalam ketiga pendapat diatas, yang melandasi pendidikan yaitu adi, jelas

di sini bahwa hak orang-orang itu tidak mutlak. Hak itu terikat oleh hukum alam

12 | R i n i N u r p a d i l l a
dan hukum Tuhan, dan pendidikan itu harus pula sesuai dengan kesejahteraan

umum. Tetapi, hak negara yang demikian (turut campur tangan) tidak untuk

menduduki tempat orang tua, namun hanya untuk menambah yang kurang saja.

Apabila perlu – misalnya, hak orang tua itu dicabut (gila dan sebagainya) – negara

harus berusaha memberikan pendidikan kepada si anak, yang sedapat-dapatnya

mendekati pendidikan keluarga si anak atau menyerahkan anak itu pada keluarga

lain, tidak perlu menjadikan anak milik negara.

Lebih lanjut, negara harus berusaha dan memberi kesempatan agar semua warga

negara mempunyai pengetahuan cukup tentang kewajiban-kewajiban sebagai

warga negara dan sebagai anggota bangsa yang mempunyai tingkat

perkembangan jasmani dan rohani yang cukup, yang diperlukan untuk

kesejahteraan umum (pendidikan kewarganegaraan), dan tidak bertentangan

dengan tujuan pendidikan yang berlaku di negara yang bersangkutan.

Anak Berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang mengalami kelainan

atau penyimpangan dalam proses pertumbuhan atau perkembangan baik berupa

fisik, mental, dan emosional. Anak berkebutuhan khusus (ABK) dibandingkan

dengan anak normal pada umumnya mereka memerlukan pelayanan pendidikan

khusus (Jannah & Darmawanti, 2004 :15).

ABK (anak berkebutuhan Khusus) adalah anak yang memiliki perbedaan

dengan anak-anak secara umum lainnya. Anak ini dikatakan berkebutuhan

khusus jika ada sesuatu yang kurang atau bahkan lebih dalam dirinya. ABK

adalah anak yang memerlukan penanganan khusus sehubungan dengan

gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Mereka yang

digolongkan pada anak yang berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan

berdasarkan gangguan atau kelainan pada aspek fisik/motorik, kognitif, bahasan

& bicara, pendengaran, pengelihatan, serta sosial dan emosi (Ratnasari : 2013).

13 | R i n i N u r p a d i l l a
Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki kelainan atau

yang berbeda dengan anak normal pada umumnya. Adapun pengertian anak

berkebutuhan khusus menurut Frieda Mangunsong dalam buku “Psikologi dan

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus”, (2009 : 4) anak berkebutuhan khusus

atau anak luar biasa adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak normal

dalam ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan

neuromaskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, serta

memerlukan modifikasi dari tugas-tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan

untuk pengembangan potensi.

Lebih detail, Pengertian ABK dari sudut pandang pendidikan, Arum

(dalam Azwandi, 2007 : 12) menjelaskan bahwa ABK adalah anak yang dalam

proses pertumbuhan atau perkembangan secara signifikan mengalami kelainan

atau penyimpangan dalam kelainan fisik, mental intelektual, sosial atau emosi

dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Menurut Prof. Dr. Bandhi Delphi

dalam buku “Pembelajaran Anak Tunagrahita” bahwa Anak Berkebutuhan

Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk anak luar biasa yang menandakan

adanya kelainan khusus. ABK mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu

dan lainnya.

Dalam ketiga pendapat disatas, disampaikan bahwa Beberapa definisi dari

para ahli di atas tentang anak berkebutuhan khusus dapat disimpulkan bahwa

anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan anak yang mengalami

penyimpangan atau perbedaan dari rata-rata anak normal lainnya. Pada proses

pertumbuhan atau perkembangannya terjadi kelainan seperti kelainan fisik,

mental, sosial dan emosi. Anak berkebutuhan khusus ini pun memiliki

karakteristik yang berbeda antara satu dan lainnya atau memiliki perbedaan

sesuai dengan jenis kelainan yang dialami oleh anak. ABK ( Anak Berkebutuhan

Khusus) juga layak mendapatkan pendidikan yang sama seperti anak normal

14 | R i n i N u r p a d i l l a
lainnya tetapi layanan pendidikan yang diberikan kepada anak berkebutuhan

khusus adalah layanan pendidikan berupa layanan khusus yang diterapkan atau

yang telah diatur oleh pemerintah seperti program pelayanan pendidikan inklusi.

B. Kelebihan Dan Kekurangan Jurnal

 Berdasarkan kelengkapan materi

Kekurangnnya, Dalam segi isi artikel, materi yang disajikan dalam jurnal

ini belum begitu lengkap. Di awal artikel, diawali dengan membahas

pengertian pendidikan, karakter, dan kemudian dilanjutkan

dengan pendidikan berkebutuhan khusus. Dalam permasalahan yang

dibahas disajikan pula peran serta masyarakat dalam permasalahan yang

terjadi. Kelebihannya, setelah dibandingkan dengan buku, dan jurnal

pembanding. Materi dalam artikel ini lebih lengkap dengan

pembandingnya, dan sudah mencukupi untuk membuat suatu penelitian.

 Berdasarkan sistematika dan tata bahasa

Dalam sistematika yang diberikan masih banyak kekurangan dalam jurnal

ini, seperti tidak dilengkapinya dengan metode dari penelitian, hasil

analisis, dan dasar teori yang tidak dibuatkan dalam judul terpisah,

sehingga pembaca masih sulit mengidentifikasi bagian-bagian dalam

jurnal.

15 | R i n i N u r p a d i l l a
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan anak yang memiliki

kelainan atau gangguan pada perkembangan. Anak berkebutuhan khusus

(ABK) memiliki perbedaan antara satu dan lainnya sesuai dengan jenis

kelainan yang dialami oleh anak. Pada buku (Ilahi : 2013) Anak berkebutuhan

khusus dikategorikan dalam dua kelompok yaitu anak berkebutuhan khusus

yang bersifat temporer (sementara) dan anak berkebutuhan khusus yang

bersifat menetap (permanen). Anak berkebutuhan khusus yang bersifat

sementara (temporer) adalah anak yang memiliki hambatan belajar dan

hambatan perkembangan karena faktor eksternal, seperti kondisi dan situasi

lingkungan. Sedangkan anak berkebutuhan khusus bersifat menetap

(permanen) adalah anak yang memiliki hambatan belajar dan perkembangan

yang bersifat internal dikarenakan kecacatan atau bawaan sejak lahir

(Hurlock, 1995:23) dalam Ilahi (2013).

Adapun jenis penanganan bagi anak berkebutuhan khusus yang dilakukan

oleh pemerintah terkait dengan pendidikan inklusi dilihat dari layanan

pendidikan yang diberikan terhadap siswa berkebutuhan khusus menurut

Hallahan dan Kaufman dalam Purwanto . Model layanan pendidikan bagi

anak berkebutuhan khusus :

a) Reguler Class Only (kelas biasa dengan guru biasa)

b) Regular Class with Consultations (kelas biasa dengan konsultan guru

PLB)

c) Itinerant Teacher (kelaas biasa dengan guru kunjung)

d) Resource Teacher (Guru sumber, yaitu guru kelass biasa dengan guru

biasa namun beberapa kesempatan anak berada di ruang sumber

dengan guru sumber)

16 | R i n i N u r p a d i l l a
e) Pusat Diagnostik-Presciption

f) Hospital or Homebound instruction (pendidikan di rumah atau di

rumah sakit

g) Self-contained class(kelas khusus di sekolh biasa bersama guru PLB)

h) Spesial Day school (seklah luar biasa tanpa asrama)

i) Residential school (sekolah luar biasa berasrama)

Berdasarkan paparan di atas disimpulkan bahwa penanganan untuk anak

berkebutuhan khusus berbeda-beda. Penanganan yang dilakukan untuk anak

berkebutuhan khusus sesuai dengan jenis kelainan yang dimiliki anak, karena

penanganan anak berkebutuhan khusus harus tepat sesuai dengan kebutuhan

anak agar tercapai.

B. Rekomendasi

Adapun beberpa rekomendasi dalam jurnal ini, yaitu:

Sebelum memulai kritisi suatu jurnal, carilah terlebih dahulu refrensi untuk

pengetahuan awal kita seperti teori – teori, maupun sistematika jurnal tersebut,

dalam mengkritisi suatu jurnal. Carila jurnal yang tahunnya masi tergolong

baru, karena perkembangan suatu teori yang bermunculan semakin banyak,

dan memudahkan kita dalam membandingkan suatu teori dalam jurnal.

17 | R i n i N u r p a d i l l a
DAFTAR PUSTAKA

Baharun, Hasan da Awwaliyah, Robiatul. (2018). Pendidikan Inklusi Bagi Anak

Berkebutuhan Khusus Dalam Perspektif Epistemologi Islam. Jurnal Program Studi PGM,

Vol. 5, No. 1, Hal. 57-71.

Setiawan,Wari . (2019). Internalisasi Pendidikan Agama Islam Untuk Anak Berkebutuhan

Khusus Perspektif Teori Barat Dan Islam. Jurnal stit Islamic, Vol. 2, No. 2, Hal. 35-57.

Yusnadi,dkk (2019). Filsafat Pendidikan. Jakarta:halamanmoeka.

18 | R i n i N u r p a d i l l a
LAMPIRAN

19 | R i n i N u r p a d i l l a
20 | R i n i N u r p a d i l l a
21 | R i n i N u r p a d i l l a
22 | R i n i N u r p a d i l l a
23 | R i n i N u r p a d i l l a
24 | R i n i N u r p a d i l l a

Anda mungkin juga menyukai