Anda di halaman 1dari 17

LECTURE NOTES

Character Building: Agama

Week 4

PERAN AGAMA MENCIPTAKAN


PERDAMAIAN DUNIA1

1
Materi ini diadaptasi dari Antonius Atosokhi Gea, Noor Rachmat, Antonia Panca Yuni Wulandari (2004).
Character Building III: Relasi dengan Tuhan. Jakarta: Elex Media Komputindo.

CHAR6021 – Character Building: Agama


LEARNING OUTCOMES

LO3 : Menjelaskan peran agama bagi perdamaian dunia

OUTLINE MATERI (Sub-Topic):

 Peran penting agama dalam menciptakan perdamaian


 Bentuk-bentuk dialog antar agama
 Agama sebagai kekuatan pembebas
 Bentuk-bentuk kerjasama antar agama
 Langkah-langkah konkrit yang bisa dilakukan agama untuk terciptanya perdamaian
dunia.

CHAR6021 – Character Building: Agama


PERAN AGAMA MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA

A. PENDAHULUAN

Sebuah pertanyaan yang kadang-kadang dilontarkan oleh beberapa kelompok tertentu


adalah apakah agama memiliki atau dapat diandalkan untuk menciptakan perdamaian dunia?
Pertannyaa ini tentu saja sangat penting. Hal ini disebabkan karena dibalik pertannyaan
tersebut, sebetulnya ada sebuah pesimisme dan bahkan sinisme terhadap agama mengenai
perannya dalam menciptakan perdamaian dunia.

Pesimisme dan sinisme tersebut lahir dari kenyataan bahwa hampir semua
konflik-konflik antara kelompok masyarakat bahkan antara bangsa berkaitan baik langsung
maupun tidak langsung dengan agama. Bahkan agama dapat dijadikan sebagai dasar yang
legitimate untuk berkonflik dengan yang lainnya. Konflik yang melibatkan identitas agama
tidak hanya terjadi antara kelompok agama yang satu dengan agama yang lainnya, tetapi
bahkan sangat sering konflik itu terjadi antara kelompok-kelompok dalam agama yang sama.
Tentang fenomena ini tidak terlalu sulit bagi kita untuk mencari dan menemukan contoh-
contoh aktualnya. Contoh-contoh itu datang dari berbagai belahan dunia ini.

Konflik merupakan satu kasus. Kasus-kasus yang lainnya adalah kemiskinan,


keterbelakangan pendidikan, dan berbagai persoalan-persoalan social lainnya. Dapatkan
agama berpatisipasi mengatasi persoalan-persoalan tersebut?

Agama seharusnya dapat berpartisipasi dalam menciptakan dunia yang lebih baik,
dunia yang lebih adil, dan dunia yang damai. Hal ini disebabkan karena, agama secara
historis dan teologis lahir dari kondisi di mana manusia hidup dalam dosa. Agama dalam
konteks ini mendorong transformasi social, dari situasi dosa (konflik), ketidakberdayaan
(kemisnikan, kebodohan) menjadi situasi yang lebih baik, adil, damai, sukacita. Singkatnya,
agama menghadirkan situasi surga di dunia ini.

Pesan transormatif agama dan teologinya tidak hanya bersifat historis.


Pesan transformatif agama dan teologinya masih terus relevan dewasa ini. Seperti yang yang
telah disinggung, dunia dewasa ini masih terus dilanda dosa (konflik), dan
penderitaan-penderitaan. Agama dalam konteks ini dapat menjadi contoh bagaimana dunia
harus dibangun, bukan menjadi contoh bagaimana dunia dihancurkan.

CHAR6021 – Character Building: Agama


Untuk dapat menjadi contoh bagi perdamaian dunia, agama tentu harus kembali pada
Tuhan, dan mendengarkan pesan-pesanya. Mendengar pesan-pesan Tuhan dapat dilakukan
dengan mempelajari Kitab Suci. Dalam Kitab Suci akan ditemukan pesan-pesan asali Tuhan
itu untuk perdamaian dunia. Kalau pesan-pesan itu tidak dapat dimengeri, berusahalah untuk
mendengarkan hati nurani masing-masing. Hati Nurani adalah tempat pewahyuan Tuhan.
Kalau pun itu juga tidak dapat dimengerti berusahalah untuk mendengarkan para pemimpin
yang agama yang bijaksana, para pemimpin yang selalu berusaha menciptakan perdamaian.
Tuhan selalu memberkan pesan-pesan-Nya dengan berbagai cara.

Selain itu, berusahalan untuk membangun dialong dengan berbagai kelompok agama
yang berbeda. Perbedaan dalam konteks ini adalah cara Tuhan memberikan pesan-Nya
kepada manusia. Tuhan tentu paling tahu bahwa otak manusia dan iman manusia tidak cukup
untuk menangkap berbagai pesan-Nya kepada manusia. Oleh karena itu, pesan-pesan itu
menjadi terkelompok dalam berbagai agama-agama. Dalam konteks ini, berdialong dengan
berbagai macam kelompok agama untuk membangun dunia yang lebih baik merupakan cara
agama untuk menemukan pesan Tuhan mengenai bagaiman perdamaian di dunia ini harus
diciptakan.

Dialog antara kelompok agama dalam konteks ini harus diterima sebagai fitrah
agama-agama. Tanpa dialog manusia tidak dapat pernah dapat mendengarkan pesan Tuhan
tentang bagiaman dunia harus dibangun.

B. DIALOG ANTAR AGAMA

1. Pengertian Dialog
Secara sederhana dialog dapat diartikan sebagai pembicaraan langsung antara
orang-orang yang mempunyai pandangan berbeda tentang suatu hal, untuk saling tukar
informasi, sehingga memperoleh saling pengertian di antara mereka.

CHAR6021 – Character Building: Agama


2. Model Dialog Antar Umat Bergama

2.1. Dialog Bertingkat

Ada lagi bentuk dan model dialog yang dikemukakan oleh Dr. Krishnanda Wijaya Mukti
(Gea, Rahmat, Wulandari, 2006; 367), dalam bukunya Wacana Budha Dharma dinyatakan
bahwa ada beberapa bentuk dialog, tetapi tidak setiap dialog itu cocok untuk setiap orang
dalam setiap kesempatan. Karena itu, dialog antar agama dibedakan sebagai berikut;

a. Dialog Kehidupan Sehari-hari


Sekalipun tidak langsung menyentuh perspektif iman dan ajaran, semua orang
bekerja sama, belajar mencontoh kebaikan dalam praktek sehari-hari, di dalam
lingkungan keluarga, sekolah, tempat kerja dan lain sebagainya.

b. Dialog Melakukan Pekerjaan Sosial


Bekerja dengan para pengikut agama lain dengan sasaran meningkatkan martabat
dan kualitas hidup manusia, misalnya membantu mereka yang mengalami
penderitaan, melaksanakan proyek-poryek pembangunan, dan sebagainya.

c. Dialog Pengalaman Keagamaan


Saling memperkaya dan memajukan penghayatan nilai-nilai dan cita-cita rohani
masing-masing pribadi dengan berbagai pengalaman berdoa, meditasi, dan
sebagainya. Pemeluk satu agama bisa tinggal untuk beberapa waktu di tengah
komunitas pemeluk agama lain. Berkumpul melakukan doa bersama (dengan cara
sendiri-sendiri) untuk tujuan yang sama, misalnya untuk perdamaian dunia,
keselamatan bersama, dan lain sebagainya.

d. Dialog Pandangan Teologis


Dialog ini dilakukan oleh ahli-ahli agama, untuk saling memahami dan
menghargai nilai-nilai rohani masing-masing. Melalui dialog ini mereka
mengangkat pandangan keagamaan dan warisan tradisi keagamaaan dalam
menyikapi persoalan yang dihadapi manusia.

CHAR6021 – Character Building: Agama


2.2. Menghargai Perbedaan Interpretasi Teks Suci
Model lain ditawarkan oleh Muhammad Ali (Gea, Rahmat, Wulandari, 2006; 368),
dengan mengetengahkan beberapa sikap yang perlu dipegang dalam melakukan dialog
seputar perbedaan pemahaman dan interpretasi atas teks-teks suci, sebagaimana
termuat dalam kitab-kitab keagamaan.

a) Mengakui perbedaan pemahaman terhadap Kitab Suci orang lain. Karena umat
Islam, umat Kristen dan Yahudi misalnya, berbagi sejarah yang sama, maka
juga memiliki interpretasi sendiri-sendiri. Kaum Muslim berhak memberikan
tafsiran atas Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru karena mereka merupakan
bagian dari warisan ini. Kaum Muslim bisa jadi memiliki kristologi sendiri
yang berbeda dengan pandangan Kristen, sebagaimana kaum Kristen dan
Yahudi berhak memiliki islamologinya sendiri. Terdapat interpretasi yang
berbeda antara umat Islam, Kristem dan Yahudi terhadap sosok Ibrahim
(Abraham), Musa dan Isa atau Yesus.
b) Menghargai perbedaan pemahaman terhadap Kitan Suci dalam agama tertentu.
Kalangan Liberal Yahudi misalnya, berpendapat bahwa Alkitab merupakan
pewahyuan Ilahi, namun tetap merupakan dokumen manusiawi dan bukan
produk pewahyuan secara harafiah. Sedangkan kaum konvervatif tidak
sependapat dengan itu. Mereka lebih memahami Taurat murni sebagai wahyu
ilahi, sekaligus teks dan isinya. Perbedaan pandagan seperti ini
memperlihatkan betapa setiap tradisi iman tidak saja memiliki pandangan
sejarah dan teologi yang berbeda tentang iman dan Kitab Suci orang atau
agama lain, melainkan juga tentang tradisi mereka sendiri.
c) Berdebat secara cerdas dan bukan berdebat kusir. Diskusi dan dialog harus
dilakukan dengan cara yang paling baik dan paling tepat. Tidak ada
penghujatan, pengkafiran, pelabelan ‘setan’ terhadap mitra dialog, atau
theological judgment. Lain yang tidak berdasarkan ilmu pengetahuan.
Persoalan siapa yang masuk surge dan siapa yang masuk neraka bukanlah
persoalan sesame manusia. Itu Pekerjaan Tuhan dan Tuhan yang menentukan
dan menjelaskannya nanti. Yang penting bagi kita ketika di dunia ini adalah
pencarian kebenaran secara tulus dan bertanggung jawab. Seorang Muslim

CHAR6021 – Character Building: Agama


misalnya hanya berhak mengatakan “kita memiliki pesan Allah melalui
Al=Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW yang otentik secara historis, dan
pesan ini harus disampaikan dengan cara terbaik kepada dunia, dan terserahlah
manusia apakah mau menerima atau tidak pesan tersebut. Hal yang sama
berlaku juga bagi agama-agama lain. Mereka hanya berhak menyatakan
sesuatu tentang apa yang mereka imani. Namun siapapun tidak bisa
mendahului Allah untuk melakukan penilaian. Dan, tidak boleh suatu agama
memaksakan seseorang untuk menerima pernyataan atau pewartaan iman
mereka.

C. AGAMA SEBAGAI KEKUATAN PEMBEBAS

Muncul kritik bahwa teologi cenderung melangit, jauh dari kenyataan dan urgensi
kemanusiaan. Teologi juga cenderung tekstual dan dogmatis sekali. Agama dibatasi lebih
sebagai kepercayaan teologis dan filosofis, dan tidak dikontekstualisasikan dalam sejarah
perjuangan hidup riil manusia. Padahal teologi adalah cara memahami pesan Tuhan dalam
konteks yang berbeda-beda. Teologi sebaiknya dikembangkan secara kritis dalam situasi
yang serba majemuk dan multi kompleks sekarang ini adalah teologi yang mampu
melahirkan pencerahan dan pembebasan dari berbagai belenggu keterikatan dan
ketertinggalan. Kita membutuhkan teologi yang membumi, teologi yang kontekstual, teologi
yang mampu menjawab masalah-masalah dasar kemanusiaan, serta dapat menjadi pegangan
dalam menggumuli berbagai praksis hidup dengan tantangannya.

1. Teologi yang Membebaskan


Dalam sejarah perjalanan agama kristen, teologi pembebasan adalah suatu gerakan
yang melibatkan sektor-sektor penting dari Geraja. Ini adalah gerakan keagamaan kaum
awam, suatu kegiatan pastoral yang merakyat, yang melibatkan kelompok-kelompok basis
dalam Gereja. Kemiskinan dan penindasan membuat mereka sadar dan berjuang dengan
dukungan keimanan.

CHAR6021 – Character Building: Agama


Teologi pembebasan dalam lingkup kekristenan adalah wujud dari gugatan moral dan
sosial terhadap ketergantungan pada kapitalisme, wujud kesetiakawanan menuntut
kebebasan, sebagai alternative terhadap sikap individualistic. Teologi pembebasan adalah
suatu pembacaan baru pada Kitab Suci, sebuah paradigm baru mengena perjuangan
pembebasan, dan sebagai reaksi penentuan terhadap sturktur-struktur ketidakadilan dan
ketergantungan ekonomi yang menindas begitu banyak orang miskin. Ajaran Kristen sendiri
diyakini berasal dari praktek-praktek pembebasan Yesus Kristus dari Nazareth bersama
dengan masyarakat pengikutnya pada abad pertama Masehi di Palestina. Konsili Vatikan II
memberi andil yang amat besar kepada pembaruan dengan menyatakan tatanan masyarakat
yang mapan sebagai sumber ketidakadilan, penindasan hak asasi manusia, dan kekerasan
yang dilembagakan. Konsili mendukung aspirasi untuk membebaskan diri dari segala bentuk
penghambaan terhadap sesame manusia. Pada tahun 1987 dalam ensiklik Sollicitudo Rei
Socialis, Paus Yohanes Paulus I mengajak seluruh dunia untuk mengusahakan perkembangan
dan pembebasan, yang mewujudkan diri dalam cinta dan pelayanan sesame, khususnya
mereka yang paling miskin.

2. Takdir dan Kebebasan Memilih

Dalam ajaran agama Islam, nilai pembebasan menuju keadilan juga sangat
ditekankan. Nabi Muhammad SAW, nabinya orang Islam, juga sangat concern terhadap
pembebasan orang-orang yang lemah, seperti menganjurkan pembebasan para budak, karena
hal itu bertentangan dengan kesamaan harkat dan martabat manusia di hadapan Tuhan. Doa
orang-orang yang tertindas akan sangat ampuh, jika mereka berdoa akan didengar oleh
Tuhan. Bagitu juga kerja keras dalam rangka menegakkan kebaikan dan mencegah atau
melawan keburukan, adalah nilai luhur yang ditekankan oleh Islam. Wacana kebebasan
manusia dan takdir sesungguhnya bermuara pada pemahaman bahwa manusia bebas memilih
perbuatanya sendiri. Tuhan memberi kebebasan kepada manusia untuk memilih dan
menentukan pilihannya sendiri di antara sekian banyak kemungkinan. Sesungguhnya Allah
tidak akan pernah mengubah nasib seseorang, atau suatu kaum, kecuali orang atau kaum itu
mau mengubah nasibnya sendiri (Quran 13:11).

CHAR6021 – Character Building: Agama


Islam mengecam pratek-praktek monopoli dan riba, yang secara umum berarti segala
bentuk penindasan dan eksploitasi oleh seseorang atau sekelompok orang.
Namun memberikan jalan untuk berdagan dan bertansaksi dalam kesetaraan, dan
menganjurkan pemberian bantuan berupa zakat atau sedekah. Berdasarkan nilai tauhid, Islam
mengajarakan penegakan keadilan ekonomi, politik, hukum dan moral dalam kehidupan
sosial.

Nabi Muhammad SAW, sebagaimana nabi-nabi lain adalah seorang pembebas.


Beliau pembebas dari pemberhalaan manusia dan ketidakadilan, kepada penyerahan diri
kepada Tuhan dan keadilan; dari ekspolitasi dan dominasi terhadap sesame, kepada keadilan
dan kerja sama; dari fanatisme golongan, kepada persaudaraan iman dan manusia.

Islam telah memberikan suatu kode hak asasi manusia yang ideal kepada umat manusia.
Tujuan dari hak-hak itu adalah untuk memberikan kehormatan dan harga diri kepada
manusia, serta untuk menghapuskan eksploitasi, penindasan dan ketidakadilan.

3. Usaha Pembebasan yang Disertai Doa


Siddharta Budha Gautama adalah juga sosok yang ingin membebaskan manusia
dari rutinitas pikiran dan dharma, yang sebagian orang tidak mengerti dan hanya menerima
apa adanya saja. Kedanganan Siddarta justru ingin membebaskan manusia dari belenggu
samsara yang tidak berkesudahan dan tidak terelakan. Setelah Siddarta mendapat
pencerahan, Ia mencapai pembebasan. Ia mengajarkan bahwa penyebab dari penderitaan itu
adalah keinginan-keinginan yang datang dari dalam diri sendiri. Maka untuk membebaskan
manusia dari belenggu penderitaan, mesti dilakukan upaya pemadaman, dengan cara
menempuh Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dalam hidup keseharian, umat Buddha dituntut
berusaha keras dan tidak mengandalkan doa, karena perubahan nasib datang seiring dengan
usaha manusia untuk memperbaiki diri. Apalah artinya sebuah doa atau permintaan jika tanpa
usaha. Begitu pentingnya karya dan usaha dalam ajaran Buddha, sehingga seolah-olah tidak
ada ritual doa. Bagaimana mungkin seseorang mengadalkan permintaan kepada Tuhan,
sementara Tuhan sendiri bukalah zat yang riil, nyata atau berwujud, melainkan Dia adalah
sosok yang gaib, yang keberadaannya tidak tertangkap jelas oleh manusia.

CHAR6021 – Character Building: Agama


Dari berbagai keterangan yang dikemukakan di atas, nampak dengan jelas bahwa
tokoh pendiri agama-agama tampil sebagai pembawa kebebasan kepada manusia. Agama
semestianya mewariskan peran ini dalam dirinya. Adalah suatu kesalahan besar apabila
agama dalam banyak hal justru menjadi belenggu bagi manusia. Agama sesungguhnya
berperan membebaskan manusia dari berbagai belenggu, baik yang berasal dari dalam dirinya
sendiri-dari segala nafsu dan keserakahannya – maupun yang berasal dari luar; seperti
penindasan dan penganiayaan oleh sesame. Dengan kebebasan yang semain terhayati,
manusia semakin bertanggungjawab atas pilihan dan tindakan hidupnya. Itulah kemerdekaan
kita sebagai umat Tuhan. Iman yang dewasa adalah iman yang dihayati dengan bebas, namun
yang membuat manusia semakin mampu bertanggung jawab.

D. KERJASAMA ANTAR AGAMA

Kerjasama merupakan suatu keharusan bagi umat beragama untuk menghasilkan


pembaruan yang diperlukan. Kita adalah bagian-bagian yang tak terpisahkan sebagai bangsa,
sehingga nasib buruk yang melanda satu bagian atau kelompok akan mempengaruhi juga
bagian atau kelompok yang lainnya. Dengan memperkuat atau memberdayakan orang atau
kelompok lain, maka kita sendiri akan bisa tetap kuat dan bertahan.

1. Pentingnya Kerjasama
Untuk lebih efektif menjalankan perannya sebagai sebuah kekuatan pembebas,
maka agama-agama harus lebih proaktif lagi mewujudkan koeksistensinya yang paling tinggi,
yaitu kerjasama. Semua institusi agama dan juga etnis harus mengembangkan kesadaran
akan pentingnya kerjasama, karena hubungan yang paling dekat dan paling erat serta paling
berhasil dalam suatu kemajemukan adalah kerja sama. Jika kesadaran dan kerja sama antar
kelompok yang berbeda sedang berlangsung, maka apa yang disebut multikulturalisme
kolaboratif sedang dibangun. Multikulturalisme kolaboratif merupakan salah satu pendekatan
mengatasi masalah-masalah akibat perbedaan etnis, agama dan budaya, seperti konflik dan
disitegrasi nasional. Baik keterasingan budaya maupun asimilasi budaya dapat membawa
masalah apabila kerja sama tidak dikedepankan. Multikulturalisme kolaboratif menghargai

CHAR6021 – Character Building: Agama


perbedaan budaya secara mendasar dan tidak sekedar bersifat formalistik dan seremonial
belaka.

2. Bidang-bidang Kerja Sama


Ada banyak bidang di mana agama-agama dapat bekerja sama memainkan peran
pencerahan dan pembebasan yang membuahkan pemberdayaan bagi para penganutnya dan
warga Negara Indonesia seluruhnya. Beberapa hal penting di ataranya dapat kita sebut di sini:

a) Penegakan keadilan
Boleh dikatakan bahwa masyarakat kita sudah cukup lama menderita
ketidakadilan. Di berbagai sektor kehidupan berlangusng perlakuan yang tidak
sama, baik terhadap individu maupun kelompok (suku, etnis, daerah, wilayah,
gender, agama, status dan sebagainya). Diskriminasi dalam berbagai bentuk dan
cara, berlangsung di berbagai sektor kehidupn, tanpa ada yang sungguh-sungguh
peduli denga itu. Di sinilah agama-agama terpanggil untuk memainkan peran
pembebasannya. Bukan tidak mungkin agama-agama dapat secara bersama-sama
mengambil langkah-langkah sgtrategis untuk mengurangi bahkan memberantas
praktek yang sudah menyengsarakan rakyat dan umat dalam waktu yang cukup
lama itu.

b) Perbaikan taraf hidup (ekonomi)


Perbaikan taraf hidup warga dan umat sangat mendesak sekali. Ketertinggalan di
salah stu bidang akan mempengaruhi bidang-bidang lain juga. Kalau ekonomi
lemah, maka peningkatan pendidikan, kesehatan, dan sebagainya, juga ikut
terbengkelai. Bahkan untuk bisa menjalankan kewajiban agama dengan baik,
seseorang dituntut untuk mampu memenuhi persyaratan minimal. Seorang
Muslim misalnya, dia harus shalat, harus puasa, zakat dan pergi haji. Keempat
rukun Islam itu tidakalh dapat dijalani dengan sempurna kalau dia seorang miskin.
Melakukan ritual sholat, perlu berpakaian bersih dan rapi. Menjalani puasa, perlu
modal untuk berbuka dan makan sahur. Untuk mengeluarkan zakat, seseorang
tidak mungkin akan bisa kalau dirinya sendiri miskin. Apalagi untuk pergi haji
yang ongkosnya antara 25 sampai 35 juga rupiah. Jadi untuk bisa menjadi muslim

CHAR6021 – Character Building: Agama


yang baik mesti mempunyai kemampuan harta minimal. Bagitu juga seorang
Kristen yang baik, harus rajin mengikuti ritual-ritual keagamaannya secara teratur.
Untuk bisa melaukan itu, seseorang perlu berpakaian rapi dan bersih, perlu
kendaraan atau ongkos jalan ke Gereja. Perlu juga mengisi kas Gereja dan
memberi persembahan. Hal yang kurang lebih sama berlaku juga untuk agama-
agama lain.

c) Perbaikan akhlak
Tugas utama agama adalah bagaimana agar agama dengan berbagai pesan-pesan
moral yang terkandung didalamnya bisa menjadi sumber semangat dan moralitas
bagi umatnya. Di sini peran berbagai institusi keagamaan, termasuk departemen
agama sendiri sangat diharapkan. Para pemimpin dan tokoh-tokoh agama dituntut
untuk bisa menjadi nabi-nabi, guru dan iman zaman ini, yang menyarakan
kehendak Allah, bagi kebaikan, perdamaian, kebahagiaan dan keselamatan umat
manusia. Departemen agama dituntut untuk tampil sebagai pengayom bagi
tumbuh kembang iklim keagamaan yang harmonis, rukun dan damai di bumi
persada ini. Lembaga-lembaga keagamaan harus berefleksi kambali apakah sudah
memainkan peran yang tepat dalam menumbuh-kembangkan iklim keagamaan
yang kondusif di Indonesia. Juga dapat manyakan pada dirinya apakah sudah
menjadi sumber pembentukan watak dan akhlak bagi umat yang telah
dipercayakan Tuhan kepada mereka.

E. LANGKAH-LANGKAH YANG PERLU DIAMBIL

1. Memperbaiki paradigma hidup keagamaan


Sebagai bangsa beragama, kita berharap bahwa pesan-pesan keselamatan dari Tuhan
bukan hanya tinggal sebagai yang ideal saja, yang tidak tersentuh oleh manusia.
Agama-agama, dengan kerjasama yang semakin baik, harus mencari jalan agar pesan-pesan
keselamatan itu dapat menjadi milik manusia dan menyemangati hidupnya. Pada tataran
teologis agama-agama perlu mengubah paradigm teologis yang pasif, tekstual dan eksklusif,
Agama-agama harus mengembangkan teologi yang inklusif, pluralis, kontekstual, yang

CHAR6021 – Character Building: Agama


mampu mengguggah para pemeluk agama untuk menemukan kehendak Allah dalam berbagai
praksis dan pergumulan hidup mereka. Teologi harus memperjuangkan kebebasan dari segala
belenggu dan penindasan, sekaligus memberi dorongan dan kekuatan untuk hidup dengan
baik, di hadapan Tuhan dan sesame. Dialog antar agama perlu ditingkatkan lagi, untuk secara
bersama-sama mencari bagaimana pesan Allah dapat ditangkap oleh manusia Zaman ini, dan
dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi dalam menjalankan hidup yang semakin baik.

2. Membela kaum lemah


Kerja sama yang dibangun hendaknya terutama berorientasi untuk memihak yang
lemah dengan memberdayakan mereka. Perbaikan taraf hidup masyarakat sebaiknya
dilakukan secara simultan di berbagai sektor penting kehidupan. Namun dalam keyataanya,
kalau kemampuan ekonomi semain baik, maka perbaikan di bidang lain lebih mudah
dilakukan. Maka dapat dikatakan bahwa perbaikan kondisi ekonomi perlu dijadikan prioritas.
Kenyataannya menunjukkan bahwa kalau seseorang belum makan, anaknya tidak bisa
sekolah karena tidak ada biaya, kalau kondisi kesehatan mereka memprihatinkan, bagaimana
kita mengajak mereka untuk menghayati betapa baiknya Allah kepada mereka? Kebaikan
Tuhan bisa sampai kepada seseorang melalui sesamanya. Agama-agama terutama harus dapat
menjadi saluran berkat dari Tuhan bagi manusia. Untuk itu, lembaga-lembaga sosial
keagamaan harus bekerjasama mencari bentuk-bentuk kerjasama yang orientasinya terarah
untuk memberdayakan masyarakat lemah. Kerja sama ini harus bebas dari campur tangan
pihak luar serta tujuan-tujuan di luar tujuan yang sebenarnya.

3. Menghadirkan suasana surga di bumi


Setiap agama harus menujukkan sikap bersahabat yang tulus, sebagai yang
sama-sama memiliki tugas dan tangung jawab menciptakan pembaharuan di dunia ini.
Keselamatan abadi, sebagaimana dijanjikan oleh setiap agama, yang dalam istilah agama
disebut surga, tidak akan kita alami sekarang ini apabila hidup manusia bergeliman
penderitaan dan keterbelakangan, baik secara fisik maupun non-fisik. Surga dan nirwana
sebagai lambang kesejahteraan, kedamaian dan kebahagiaan hidup, bukalah hanya sebagai
kenyataan di akhirat nanti, melainkan seharusnya kita sudah mulai menikmatinya dalam
kehidupan di dunia ini. Hal itu terjadi dalam bentuk ketenteraman, keamanan, kerukukunan,
kedamaian, kesejahteraan, dan segala wujud kebaikan bersama. Itualh yang kita usahakan

CHAR6021 – Character Building: Agama


dalam semangat keagamaan dan iman, yang harus kita tumbuh kembangkan di atara kita
semuanya.

4. Menjadi pelopor perbaikan akhlak


Perbaikan akhlak dari bangasa kita ini sudah sangat mendesak sekali.
Potret keagamaan sebagaimana diungkapkan pada bagian pertama topik ini sangat berkaitan
dengan kepemilikan watak dan akhlak buruk sebagian besar orang berpengaruh di Negara ini.
Kalau watak, karakter atau akhlak tetap tidak berubah, maka kita akan semakin terperosok
ke jurang kehancuran. Sebuah bangsa akan hancur ketiaka moralitasnya hancur, demikian
kata penyair Syauqi Beik. Dalam hal perbaikan moralitas bangsa ini, agama tidak boleh
berpangku tangan saja. Ada tanggungjawab besar terletak dipundaknya, yang harus dia
jalankan dengan sepenuh hati, melebihi yang sudah-sudah. Dalam aktivitas sehari-hari, setiap
pribadi beriman hendaknya bisa menjadi teladan bagi sesamanya. Bagi masyarakat Indonesia
yang paternalistic, keteladanan sangat penting. Masing-masing tokoh, masing-masing umat
beragama yang mendapatkan kepercayaan untuk memimpin, entah itu pimpinan birokrat atau
pemimpin organisasi atau bahkan telah dipercaya menjadi wakil rakyat, hendaklah menjadi
teladan kebaikan, dengan menjalankan tugas dan pengabidannya penuh tangung jawab.

5. Bekerja sama memberantas kejahatan dan menebar kebaikan.


Kerjasama antar berbagai agama dapat diarahkan juga dengan bijak untuk
memberantas kejahatan di berbagai lingkup kehidupan. Agama secara bersama-sama dapat
mencari jalan umpamanya, bagaimana cara mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan
nepotisme. Indonesia, biar pun tingkat keberagamannya mendapat acungan jempo oleh
sementara bangsa dan Negara lain, namun korupsinya telah menjadi seni dan bagian dari
budaya-budayanya. Korupsi dan kejahatan lainnya menjadi sangat tidak ada korelasinya
dengan ketaatan beragama, padahal budaya korupsi adalah penyebab terjadinya kemunduran
dan keterbelakangan suatu masyarakat.

Pertanyaan kemudian adalah, mengapa beragama tidak berarti tidak korupsi atau
melakukan kejatahan lain? Kita tidak perlu under-estimate, seolah-olah agama tidak mampu
mendorong anti korupsi dan anti kejahatan lainnya. Bukan agama yang gagal melainkan
tokoh dan penganut agama itu yang memiliki pemahaman dan penghayatan agama secara
tidak benar. Kesalehan indivud nampaknya belum menjadi jaminan kesalehan sosial dan

CHAR6021 – Character Building: Agama


professional. Agama-agama tidak membenarkan kebejatan, ketidakjujuran dan segala bentuk
immoralitas sosial lainnya. Agama mengajarkan moral yang mulia, budaya malu, kokok
dalam kebaikan, gaya hidup sederhana, ethos kerja tinggi, serta orientasi pada kemajuan dan
prestasi. Agama dalam konteks demikian berposisi sebagai pembimbing dan control
tgransendental. Panganut agama seharusnya juga merasa dia tetap dikontrol oleh Yang Maha
Tahu, kapan pun dan di mana pun dia berada. Selain itu, agama juga mengajarkan kehidupan
sesudah mati, yang punya kaitan dengan kehidupan di dunia sekarang ini. Maka, meskipun
tindakan korupsi dan kejahatan lain yang dilakukan sekarang ini sempat lepas dari
pengawasan manusia, pengadilan di kemudian hari tidak akan melepaskannya begitu saja.
Keberagamaan yang substantive akan mampu mencegah penganutnya dari perilaku korup.
Melalui aktivigtas kemasyarakatan, hendaknya ada semacam gerakan moral bersama untuk
mencegah terjadinya perilaku korup dalam berbagai bentuk, dengan cara memberikan sangsi
moral bagi pelakunya. Agama-agama harus memasyarakatkan dan kemanusiaan, dan
mempengaruhi sebanyak mungkin orang untuk berbuat baik. Himbauan atau seruan yang
terus menerus dari tokoh- menyebarluaskan kebaikan melalui kerja sama di berbagai proyek
tokoh agama, yang disertai dengan keteladanan yang terpuji, dapat mendorong umat untuk
menjauhi kejahatan, dan berusaha hidup secara baik.

CHAR6021 – Character Building: Agama


KESIMPULAN

Agama memiliki peran penting dalam kehidupan manusia, salah satunya adalah
peran menciptakan perdamaian dunia. Agama semestinya bukan hanya masalah hubungan
pribadi dengan Tuhan, bukan juga hanya urusan menyangkut para pengikut agama masing-
masing. Kalau dilihat lebih dalam, sesungguhnya agama-agama, dengan berbagai ajaran suci
di dalamnya, memiliki visi dan misi yang sama, semua memuat pesan kebaikan, cinta kasih,
keadilan, yang mengarahkan umatnya untuk hidup semakin baik, dan menjadikan dunia ini
menjadi hunian yang semakin baik bagi manusia. Melihat visi, misi, dan pesan-pesan itu,
maka agama-agama memiliki peluang besar untuk memainkan peran penting bagi
terciptanya perdamaian dunia, memiliki pengaruh besar mendorong terciptanya hubungan
yang semakin baik antar antar sesama manusia, entah apapun latar belakangnya.

CHAR6021 – Character Building: Agama


DAFTAR PUSTAKA

Antonius Atosokhi Gea, Noor Rachmat, Antonia Panca Yuni Wulandari (2004). Character
Building III: Relasi dengan Tuhan. Jakarta: Elex Media Komputindo

CHAR6021 – Character Building: Agama

Anda mungkin juga menyukai