Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

PENDEKATAN DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA


ANEMIA

Pembimbing :
dr. Hari Sutanto, Sp.PD

Disusun oleh :
Prima Putri Pentana
406182005

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


PERIODE 30 MARET 2020 – 12 APRIL 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Prima Putri Pentana


NIM : 406182005
Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta
Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Periode : 30 Maret – 12 April 2020
Judul : Anemia
Pembimbing : dr. Hari Sutanto, Sp.PD

Jakarta, 1 April 2020


Pembimbing Bagian
Ilmu Penyakit Dalam, FK Untar

dr. Hari Sutanto, Sp.PD


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena penulis telah diberi
kesempatan untuk menyusun referat yang berjudul Pendekatan Diagnosis dan
Tatalaksana Anemua. Penyusunan laporan kasus ini bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan mahasiswa/i tentang Migrain. Pada kesempatan kali ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Hari Sutanto, Sp.PD sebagai pembimbing bagian Ilmu Penyakit Dalam, yang
telah memberikan bimbingan, ilmu pengetahuan, serta pengajaran yang baik
selama penulis mengikuti kepaniteraan.
2. Teman – teman dan para sahabat yang selalu membantu selama proses penulisan
referat ini.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga referat ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.

Jakarta, 1 April 2020

Penulis
PENDEKATAN DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA ANEMIA

DEFINISI
Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai baik di klinik maupun
dilapangan. Untuk mendapatkan pengertian tentang anemia maka kita perlu menetapkan
definisi anemia : (1) Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan atau massa
hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan tubuh. (2) secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan di bawah normal kadar
hemoglobin, yaitu eritrosit dan hematokrit (packed red cell). Berdasarkan data World Heath
Organization (WHO), dinyatakan anemia bila nilai kadar Hb laki-laki dewasa <13g/dL,
perempuan dewasa tak hamil <12 g/dL, perempuan hamil <11g/dL, anak umur 6-14 tahun
<12g/dL, anak umur 6 bulan – 6 tahun <11g/dL. Derajat anemia antara lain ditentukan oleh
kadar hemoglobin, klasifikasi derjat anemia yang umum dipakai adalah sebagai berikut :
sangat ringan Hb 10g/dl – cut off point, ringan Hb 8-9,9 g/dL, sedang 6-7,9g/dL, berat Hb <6
g/dL. Penyebab anemia dikarenakan menurunnya produksi sel darah merah, kehilangan darah
dan peningkatan destruksi sel darah merah.
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran morfologis eritrosit pada
pemeriksaan apusan darah tepi atau dengan melihat indeks eritrosit (tabel 1-1) dan klasfikasi
etiopatogenesis yang berdasrakan etiologi dan pathogenesis terjadinya anemia (tabel 1-2).
Tabel 1-1 . Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi eritrosit

source: Hematologic emergency(Current diagnosis and treatment emergency medicine,7 th ed)


Tabel 1-2. Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatogenesis
A. Produksi eritrosit menurun

1. Kekurangan bahan untuk eritrosit a. Besi : anemia defisiensi besi


b. Vit B12 dan asam folat  anemia
megaloblastik

2. Gangguan utilisasi besi a. Anemia akibat penyakit kronik


b. Anemia sideroblastik

3. Kerusakan jaringan sumsum tulang a. Atrofi dengan penggantian oleh


jaringan lemak : anemia
aplastic/hipoplastik
b. Penggantian oleh jaringan
fibrotic/tumor: anemia
leukoeritroblastik/mieloptisik

4. Fungsi sumsum tulang kurang baik a. anemia diseritropoetik


karena tidak diketahui b. anemia pada sindrom mielodisplastik

B. Kehilangan eritrosit dari tubuh 1. Anemia pascaperdarahan akut


2. Anemia pascaperdarajan kronik

C. Peningkatan penghancuran eritrosit


dalam tubuh (hemolisis)

1. Faktor ekstrakorpuskuler a. Antibodi terhadap eritrosit :


Autoantibodi-AHA (Autoimmune
hemolytic anemia), isoantibodi-
HDN (hemolytic disease of the
newborn)
b. Hipersplenisme
c. Pemaparan terhadap bahan kimia
d. Akibat infeksi bakteri/parasite
e. Kerusakan mekanik

2. Faktor interkorpuskuler a. Gangguan membrane  hereditary


spherocytosis, hereditary
elliptocutosis
b. Gangguan enzim  defisiensi
pyruvate kinase, defisiensi G6PD
c. Gangguan hemoglobin 
hemoglobinopati structural,
thalassemia

D. Bentuk campuran

E. Bentuk yang patogenesisnya belum


jelas

source: Hematologi klinik ringkas.


PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya gejala anemia timbul karena :
1. Anoksia organ target : menimbulkan gejala tergantung pada organ mana yang terkena.
2. Mekanisme adaptasi (kompensasi) terhadap anaemia:
a. Penurunan afinitas Hb terhadap oksigen dengan meningkatkan enzim 2,3 DPG
(2,3 diphospho glycerate)
b. Meningkatkan curah jantung (COP = cardiac output)
c. Redistribusi aliran darah
d. Menurunkan tekanan oksigen vena
e. Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun
f. Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut
tipis dan halus.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum anemia sindrom anemia atau anime syndrome adalah gejala yang timbul dalam
setiap kasus anemia, apapun penyebabnya dan apabila kadar hemoglobin turun di bawah nilai
tertentu.
Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu:
1. Gejala umum anemia. Gejala umum anemia disebut juga sindrom anemia. Gejala ini
muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu
(Hb <7g/dl). Sindrom anemia terdiri dari terasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga
mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak napas dan
dyspepsia. Peredaran darah yang hiperdinamik mungkin tampak sebagai takikardia,
denyut nadi yang melonjak, pembesaran jantung dan bising aliran sistolik khususnya pada
apeks. Pada pemeriksaan, yang terlihat pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva,
mukosa mulut, Telapak tangan dan jaringan kuku
2. Gejala khas masing-masing anemia.
a. Anemia defisiensi besi: sebagian, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan
kuku sendok (koilonychia).
b. Anemia Megaloblastik : glositis, ulkus kaki dengan sel Sabit, gangguan
neurologic pada defisiensi vitamin B 12.
c. Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali, dan hepatomegali
d. anemia aplastic: perdarahan dan tanda tanda infeksi

Gejala penyakit dasar. Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan
anemia. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang, pembengkakan parotis dan
warna kuning pada telapak tangan seperti jerami. Kanker kolon dapat menimbulkan
gejala berupa perubahan sifat defekasi (change of bowel habit), feses bercampur darah
atau lendir.

Gambar 1-1. Manifestasi klinis Anemia

source: Hematologic and oncologic disorder (Tintinalli emergency medicine,8 th ed)

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Diagnosis anemia dapat sederhana, tetapi sering juga bersifat sangat kompleks.
Untuk menegakkan diagnosis anemia perlu diperlukan:
1. Anamnesis
Seperti anamnesis pada umumnya, anamnesis pada kasus anemia harus ditujukan
untuk mengeksplorasi
a. Riwayat penyakit sekarang
- Gejala spesifik bisa membantu untuk identifikasi dan diagnosis anemia;
riwayat trauma baru, hematochezia, melena, hemoptysis, hematemesis,
hematuria, atau menorrhagia yang menunjukan kemungkinan anemia.
- Riwayat ikterus, urin berwarna teh pekat: hemolitik
b. Riwayat penyakit dahulu
- Gambaran riwayat penyakit lain termasuk komorbiditas yang relevant seperti
penyakit peptic ulcers, penyakit hati kronis dan penyakit ginjal kronis
c. Riwayat gizi
- Anemia nutrisional
d. Anamnesis mengenai lingkungan, pemaparan bahan kimia dan fisik serta riwayat
pemakaian obat;
- Pekerjaan pasien : petani, penyemprot hama, zat kimia
- Riwayat tempat tinggal : daerah malaria

Tabel 1-3. Obat yang memproduksi stress oksidatif pada RBC dan menimbulkan
hemolysis

source: Hematologic emergency(Current diagnosis and treatment emergency medicine,7 th ed)

e. Riwayat keluarga
- Riwayat penyakit keluarga seperti thalassemia dan penyakit genetik lain
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematik dan menyeluruh. Perhatian
khusus diberikan pada berikut:
a. Warna kulit: pucat, plethora, sianosis, icterus, kulit telapak tangan kuning seperti
jerami;
b. Purpura: petechie dan ecchymosis;
c. Kuku: koilonychias (kuku sendok);
d. Mata: icterus , konjunctiva pucat, perubahan fundus;
e. Mulut: ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi papil lidah, glossitis dan
stomatitis angularis;
f. Limfadenopati;
g. Hepatomegaly;
h. Splenomegaly;
i. Nyeri tulang atau nyeri sternum;
j. Hemarthrosis atau ankilosis sendi;
k. Pembengkakan testis;
l. Pembengkakan parotis;
m. Kelainan sistem saraf;
3. Pemeriksaan laboratorium hematologik
Pemeriksaan laboratorium hematologik dilakukan secara bertahap. Pemriksaan
berikutnya dilakukan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan terdahulu sehingga
lebih terarah dan efisien. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
a. Tes penyaring: tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Dengan pemeriksaan ini maka dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk
morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi :
i. Kadar hemoglobin
ii. Indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC). Dengan perkembangan
electronic counting di bidang hematologi maka hasil HB, WBC(darah
putih) dan PLT (trombosit) serta indeks eritrosit dapat diketahui sekaligus.
Dengan pemeriksaan yang baru in maka juga diketahui RDW (red cell
distribution width) yang menunjukan tingkat anisositosis sel darah merah.
Tabel 1-4. Sel darah marah nomal pada dewasa

source: Hematologic emergency(Current diagnosis and treatment emergency medicine,7 th ed)

iii. Apusan darah tepi

Tabel 1-5. Gambaran apusan darah tepi pada anemia


source : Long, B., & Koyfman, A. (2018). Emergency Medicine Evaluation and Management of
Anemia. Emergency Medicine Clinics of North America, 36(3), 609–
630. doi:10.1016/j.emc.2018.04.009
Gambar 1-2 Gambaran apusan darah tepi

b. Pemeriksaan rutin : pemeriksaan ini juga dikerjakan pada semua kasus anemia,
untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang
harus dikerjakan adalah:
i. Laju endap darah;
ii. Hitung diferensial;
iii. Hitung retikulosit;
c. Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian
besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis definitive meskipun ada
beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum
tulang.
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini baru dikerjakan jika kita telah
mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk
mengkonfirmasi dugaan diagnosis tersebut. Pemeriksaan tersebut antara lain:
i. Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferrin dan ferritin
serum
ii. Anemia megaloblastik: asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
iii. Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes Coombs, elektroforesis Hb
iv. Anemia pada leukemia akut: pemeriksaan sitokimia
4. Pemeriksaan laboratorium nonhematologik: pemeriksaan yang perlu dikerjakan antara
lain:
a. Faal ginjal;
b. Faal endokrin;
c. Asam urat;
d. Faal hati;
e. Biakan kuman;
f. Dan lain-lain.
5. Pemeriksaan penunjang lain
Pada beberapa kasus anemia diperlukan pemeriksaan penunjang seperti:
a. Biopsy kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologis
b. Radiologi: torak, bone survey, USG, CT-scan, limfangiografi.
c. Pemeriksaan sitogenik
d. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR= polymerase chain reaction, FISH =
flurosence in situ hybridization dan lain-lain)

Tabel 1-6. Interpretasi pemeriksaan lab pada evaluasi anemia

source : Hematologic and oncologic disorder (Tintinalli emergency medicine,8 th ed)


STRATEGI DIAGNOSIS KASUS ANEMIA
Untuk menegakan diagnosis anemia harus ditempuh 3 langkah, yaitu:
1. Membuktikan adanya anemia
2. Menetapkan jenis anemia yang dijumpai
3. Menentukan penyebab anemia tersebut

Untuk dapat melaksanakan ketiga langkah tersebut dilakukan:


1. Pendekatan klinik
2. Pendekatan laboratorik
3. Pendekatan epidemiologik

Pendekatan klinik bergantung pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik untuk
dapat mencari adanya sindroma anemia, tanda-tanda khas masing- masing anemia, serta
gejala penyakit dasar. Sementara itu, pendekatan laboratorik dilakukan dengan menganalisis
hasil pemeriksaan laboratorium menurut tahapan-tahapannya : pemeriksaan penyaring,
pemeriksaan rutin dan pemeriksaan khusus(tabel 1-8). Pendekatan epidemiologik sangat
penting dalam tahap penentuan etiologi. Dengan mengetahui pola etiologi anemia di suatu
daerah makan petunjuk manuju diagnosis etiologik lebih mudah dikerjakan.
Dibawah ini diajukan algorithma pendekatan diagnostic anemia berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium :

Gambar 1-2 Algorithma pendekatan diagnosis anemia


Gambar 1-3 Algorithma pendekatan diagnosis anemia hipokromik mikrositer

Gambar 1-4 Algorithma pendekatan diagnosis anemia normokromik normositer


Gambar 1-6. Algorithma pendekatan diagnosis anemia makrositer

PRINSIP TERAPI
Pada setiap terapi kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakan
2. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional dan efisien
jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah :
1. Terapi gawat darurat
2. Terapi khas untuk masing-masing anemia
3. Terapi kausal
4. Terapi ex-juvantivus
1. Terapi untuk mengatasi keadaan gawat darurat
Pada kasus anemia dengan upaya jantung atau ancaman payah jantung maka harus segera
diberikan terapi darurat dengan transfusi sel darah merah yang dimampatkan (packed red
cell) untuk menjaga perburukan payah jantung tersebut. Dalam keadaan demikian,
spesimen untuk pemeriksaan yang dipengaruhi oleh transfusi harus diambil terlebih
dahulu, seperti apusan darah tepi, bahan untuk pemeriksaan besi serum, dan lain lain.
Tidak semua pasien dengan anemia diberikan transfusi darah kecuali pasien dengan
perdarahan akut. Keputusan untuk dilakukan transfusi RBC harus disesuaikan dengan
masing-masing pasien dengan mempertimbangkan gejala klinis, usia pasien, adanya
penyakit komorbiditas dan kemungkinan kehilangan darah lebih lanjut. Pada umumnya,
pasien yang memiliki gejala dan ketidaksatabilan hemodinamik dan menunjukan bukti
hipoksia jaringan harus mendapatkan transfusi RBC. Sebagian besar pasien dengan
anemia karena kehilangan darah akut dapat bermanfaat dengan transfusi pada kadar
hemoglobin 6-8 g/dL. Strategi transfusi liberal (didefinisikan sebagai ambang hemoglobin
9,5 hingga 10 g/dL) tidak terkait dengan manfaat klinis, sehingga ambang batas nilai
hemoglobin 6-8 g/dL untuk transfusi RBC direkomendasikan dalam sebagian besar
situasi. Berdasarkan kategori perdarahan akut dikategorikan ke dalam 4 kelompok, yakni
(untuk pasien dengan berat badan 70kg) :
 Perdarahan derajat 1 : kehilangan darah s/d 750 ml = s/d 15% volume cairan
tubuh
 Perdarahan derajat 2 : kehilangan darah 750 -1500 ml = s/d 15 - 30% volume
cairan tubuh
 Perdarahan derajat 3 : kehilangan darah s/d 1500-2000 ml = 30-40% volume
cairan tubuh
 Perdarahan derajat 4 : kehilangan darah >2000 ml => 40% volume cairan tubuh
Pada pasien dengan perdarahan kelas 3 dan 4 merupakan indikasi untuk dilakukan
transfusi. Pasien di IGD dengan anemia kronis atau anemia yang baru didiagnosis,
etiologi tidak pasti yang tidak menyebabkan kehilangan darah akut tidak memerlukan
transfusi segera kecuali mereka secara hemodinamik tidak stabil, hipoksia atau memiliki
asidosis atau iskemia jantung yang sedang berlangsung.
2. Terapi khas untuk masing- masing anemia
Terapi bergantung pada jenis anemia yang dijumpai. Misalnya preparat besi untuk anemia
defisiensi besi, asam folat untuk anemia defisiensi asam folat, dan lain lain. (tabel 1-7)
(tabel 1-8)
Tabel 1-7. Terapi spesifik anemia

source : Hematologic and oncologic disorder (Tintinalli emergency medicine,8 th ed)


3. Terapi untuk mengobati penyakit dasar
Penyakit sering menjadi penyebab anemia harus diobati dengan baik. Jika tidak, anemia
akan kambuh kembali. Misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi
cacing tambang harus diberikan obat anti cacing tambang. Akan tetapi, tidak semua
penyebab anemia dapat dikoreksi, seperti anemia yang bersifat herediter.
4. Teapi ex juvantivus
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika terapi ini
berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi ini hanya dilakukan jika tidak tersedia
fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini , penderita harus
diawasi dengan ketat. Jika terdapat respon yang baik terapi diteruskan, tetapi jika tidak
terdapat respon maka harus dilakukan evaluasi kembali.

Tabel 1-8. Diagnosis dan Terapi anemia


ANEMIA
HIPOKROMIK
MIKROSITER
DIAGNOSIS TATALAKSANA
Anemia defisiensi besi MCV <80 fl dan MCHC <31% 1. Terapi kausal
dengan salah satu dari a,b,c dan 2. Preparat besi:
d sulfas ferosus
a. Dua dari 3 parameter 3x200 mg slm 6
dibawah ini : bulan setelah kadar
1. Besi serum <50 Hb normal
mg/dl 3. Obat lain: vit C
2. TIBS >350 mg/dl 3x100 mg untuk
3. Saurasi transferrin meningkatakan abs
<15% besi
b. Ferritin serum <20 ug/dl
c. Perl’s stain  cadangan
besi (butir hemosiderin -
)
d. Pemberian sulfas ferosus
3x200 mg/hari atau
preparat besi lain yang
setara slm 4 mgg  Hb
naik >2 g/dl
Anemia akibat penyakit a. Anemia ringan-sedang 1. Obati penyakit
kronik pd setting peny dasar: dasar
infeksi/inflamasi kronik 2. Pemberian besi,
dan neolplasma asam folat,vit B12
b. Anemia hipokromik 3. Eritropoetin
mikrositer/normokromik
normositer
c. Besi serum menurun
disertai TIBC menurun
dg cadangan besi
sumsum tulang (+)
d. Menyingkirkan adanya
PGK, hati kronik dan
hipitiroid
Anemia sideroblastik Ditemukan cincin sideroblas 1. Simptomatik 
pada pengecatan besi sumsum transfusi darah
tulang 2. Vit B6 (sebagian
responsive terhadap
piridoksin)
Thalassemia Gejala klinik, asal etnis, riw Terapi thalassemia
keluarga, lab : elektroforesis major :
Hb: -HbF dan HbA2, studi - Transfuse teratur ,
“globin chain synthesis” capai Hb >10 g/dl dg
jalan pemberian
transfuse 2-4 unit darah
setiap 4-6 mgg
- Iron chelator
- Asam folat 5 mg/hari
Splenektomi, jika
splenomegali cukup
ANEMIA
NORMOKROMIK
NORMOSITER
Anemia hemolitik 2 tahap diagnosis : Tergantung penyebab
1. Menentukan adanya hemolisisnya, dasarnya
anemia hemolitik dpaat dibagi 3 golongan
a. Tanda destruksi besar :
eritrosit berlebihan 1. terapi gawat darurat
disertai tanda :
peningkatan - hemolysis akut dg syok
eritropoesis: anemia, & gagal ginjal akut :
retikulositosis, atasi syok, pertahankan
peningkatan bilirubin keseimbangan cairan
indirek pd darah, dan elektrolit, perbaiki
tidak dijumpai tanda fungsi ginjal
perdarahan dlm - anemia berat 
rongga tubuh transfusi yg sudah di
b. Anemia persisten cross match  masih
disertai hemolysis 
retikulositosis tanpa pertimbangkan
perdarahana yg jelas exchange transfusi
dan defisiensi akibat - AIHA disertai
terapi hemolysis berat 
c. Penurunan kadar Hb transfuse (washed red
>1 g/dl dlm sau cell), parenteral steroid
minggu dosis tinggi, pemberian
d. Terdapat
hemolglobinuria atau hiperimunglobulin
tanda hemolysis 2. supportif-
intravaskuler lain simtomatik
2. Penyebab spesifik - splenektomi pd
anemia hemolitik: hemolitik kronik
pemeriksaan apusan - steroid, jk tdk respon
darah dan tes coombs  Azathioprin
- Tes coombs (+) : anemia - transfusi pd hemolitik
imonohemolitik kronik familier dan
- Tes coombs (-) : herediter herediter juga
Kelainan morfologi thalassemia
- Sel target  thalassemia - asam folat 0.15 – 0,3
- Sel sabit patognomik mg/hari pd anemia
anemia sel sabit hemolitik kronik
- fragmentasi eritrosit u/cegah krisi
ekstensif  anemia megaloblastik
hemolitik mikroangiopatik 3. terapi kausal
tanpa kelainan - transplantasi sumsum
morfologi yang khas tulang pd anemia
dan tes coombs (-) hemolitik herediter
 elektroforesis Hb,
tes denaturasi panas,
tes penyaring

AIHA AIHA tipe panas : AIHA tipe panas :


- tanda anemia hemolitik 1. obati/ hilangkan
didapat (gejala klinik, penyakit dasar :
anemia normokrom SLE/ peny
normositer, hemolysis limfoproliferatif.
ekstravaskuler, kompensasi Pemakaiana oat,
sumsum tulang pd px lab) Metildopa harus
- tes antiglobulin direk dihentikan
coombs (+), jika manfes 2. kortikosteroid dosis
kearah tipe panas tapi tes tinggi : prednisone
coombs (-)  th/ ex- PO 60-100 mh/hari,
juvantivus dg imunosupresif Hb naik teruskan
dosis slm 2 mgg
tap off,
maintenance dose :
15 mg/hari selang
seling
- turunan steroid lain dpt
diberikan:
metilprednisolon
3. splenektomi : tdk
ada respon thdp
steroid dlm 2-3
mgg atau
maintenance dose
>15 mg/hari
4. imonosupresif:
- azathioprim /
siklofosfamid pulse
dose 1000 mg IV slm
1-3x pemberian
- mycophenolate mofetil
5. transfuse -> anemia
berat , (washed red
cell)
6. pd keadaan gawat
darurat
hyperimune
globulin
7. asam folat u/ cegah
krisis
megaloblastik
Anemia hemolitik non-
imun
Anemia hemolitik karena Terdapat tanda malaria disertai Terapi kausal 
malaria parasite malaria positif dalam antimalarial
darah Tranfusi jika Hb <7 g/dl
atau anemia bersifat
simtomatik
Paroxysmal Nocturnal Lab : Tidak ada terapi definitive,
Hemoglobinuria 1. anemia, retikulositosis, transplantasi sumsum
kdg normoblast darah tulang dapat memebrikan
tepi kesembuhan permanen
2. leukopenia sedang Terapi simptomatik :
dengan trombositopenia - transfuse SDM yang
bervariasi dicuci
3. hemoglobinemia, - pemeberian besi pd def
haptoglobin menurun besi ak/
dan hemoglobinuria hemosiderinuria
4. bukti meningkatnya - antikoagulan oral
sensitivitas tdhp (warfarin) u/
komplemen : a. Acid thrombosis
hemolysis test (Ham - kortikosteroid
test) (+), surose/sugar
water positif (+)
5. jika ada dapat dilaukan
pemeriksaan GPI
Anemia defisiensi G6PD : 1. riwayat klinis Tergantung dari derajat
kel enzim erirosit pemaparan obat atau penyakit
infeksi - Menghentikan obat
2. tanda hemolysis yang memicu
3. adanya heinz’s body hemolysis
4. aktifitas enxim G6PD - Hemolysis
menurun yg dapat diukur intravaskuler berat 
scr langsung pertahankan fungsi
ginjal
- Anemia berat 
transfusi
Sferositosis herediter : Apusan darah tepi : sferosit, - Splenektomi
gangguan membran eritrosit bulat dg bagian pucat (sebaiknya pada umur
eritrosit ditengah, polikromasia, kdg <5th)
normoblast, retikulosit - Vaksin pneumokokus
meningkkat 5-20% setelah splenektomi
Aktivitas eritropoesis meningkat - Asam folat
pd sumsum tulang : hyperplasia
noemoblastik
Biokimia darah : bilirubin
indirek meningkat
Konfirmasi dxTes fragilitas
osmotic, fragilitas meningkat
Tes coombs (-)
Anemia sel sabit (sickle - Anemia sedang dengan Hb - Asam folat 5 mg/hari
cell anemia) 6-9 g/dl - Jika terjadi krisis:
- Apusan darah tepi : sel sbait, suasana hangat, berikan
sel target dan tanda atrofi infus salin fisiologik
lien : Howell- Jolly body 3l/hari, infeksi diatasi,
- Tes sickling analgetik secukupnya
- Tanda hemolysis : bilirubin - Pencegahan krisis:
indirek meningkat dan transfuse teratur dpt
retikulosistosis dipertimbangkan pada
- Elektrofoesis Hb : HbS 25- penderika krisis
40%, HbA kosong dan HbF berulang, Hidroksiurea
5-15% dosis 15-20 mg/kg
- Transplantasi sumsum
tulang
Anemia aplastik Darah tepi : 1. Terapi kausal 
pansitopenia/bisitopenia dg hindarkan pemaparan
hypoplasia sumsum tulang lebih lanjut thdp agen
Menurut IAASG : penyebab yang
1. Satu dari tiga sbg diketahui
berikut: 2. Th/ u/ pansitopenia
- Hb < 10 g/dl, Ht <30% A. Hygiene mulut
- Trombosit <50x109/L B. Identifikasi sumber
- Leukosit < 3,5x109/L atau infeksi : antibiotic,
netrofil <1,5 x 109/L kalo blm ada
2. Retikulosit <30x109/L hasil Ab
3. Gambaran sumsum spectrum luas u/
tulang : - penurunan kuman gram :
selularitas dg hilangnya derivate penisilin:
atau menurunnya sel ampisilin dan
hemopoetik, tidak gentamisin,
adanya fibrosis yang sefalosposrin
bermakna atau infiltrasi - Tranfusi granulosit
neoplastic konsentrat u/ sepsis
4. Pansitopenia karena obat berat kuman gram (-)
sitostatika atau radiasi dg neutropenia berat yg
terapeutik harus tdk memberikan respon
diekslusi pd Ab adekuat
C. Tranfusi PRC jk
Hb <7 g/dl
D. u/ atasi perdarahan
 transfuse
konsentrat
trombosit jk trombo
<20.000/mm3
3. terapi u/ memperbaiki
fungsi sumsum tulang
a. anabolic steroid:
oksimetolon 2-
3mg/kg/BB/hari,
efek th/tampak 6-
12 mgg
stanozol
b. kortikosteroid dosis
rendah sampai
menengah :
prednisone 60-100
mg/hari , jk 4 mggu
tidak respon baik
- stop
c. GM-CSF atau G-
CSF
4. Terapi definitif
a. Imunosupresif: anti
lymphocyte
globuline (ALG)
pilihan pertama
untuk ps anemia
aplastic >40 th dan
pemberian anti
thymocyte globulin
(ATG)
b. Metilprednisolon
dosis tinggi denan
atau siklosporin A
c. Transplantasi
sumsum tulang :
pilihan pertama
usia >40 tahun
d. Diberikan
siklosporin A untuk
mengatasi GvHD
Anemia mieloptisik Gambaran leukoeritroblastik 1. Terapi kausal :
pada darah tepi menghilngkan
Sel asing dalam sumsum tulang pendesakan
Adanya penyakit primer sumsum tulang o/
peny primer
2. Terapi supportif :
memeperbaiki
anemia atau
trombositopenia
Anemia pada gagal ginjal Dijumpai burr cell pada apusan 1. Memperbaiki
kronik darah tepi, sumsum tulang penyakit ginjalnya :
gambaran normoseluler tanpa transplantasi ginjal,
kelianan maturasi ps HD kronik :
monitor kadar besi
dan folat , berika
besi jika ferritin
<35 ug/L dan beri
asam folat 1
mg/hari
2. Anemia berat atau
simptomatik (Hb
<7 dan Ht <20%)
transfusi
3. Recombinant
human
erythroportin
(rHuEpo) 20.000 –
40.000 unit
2x/minggu
Anemia pada penyakit Gamabran hematologik : Terapi anemia pada
hati menahun 1. Anemia derajat sedang penyakit hari kronik tidak
kecuali jika terjadi spesifik.
perdarahan GI akut Anemia berta atau
2. Anemia makrositer simptonatik  transfuse
nonmegaloblsatik dg darah
MCV 100-115 fl; Asam folat
3. Apusan darah tepi : thin Perbaiki fungsi hati
macrocyte,
polikromasia, dan sel
target
4. Leukopenia dan
trombositopenia,
splenomegaly,
hipersplenisme
5. Sumsum tulang :
hyperplasia eritrroid dg
makronormoblast tanpa
tanda megaloblastik
ANEMIA
MAKROSITER
Anemia def. B12 Gejala neurologic : neuritis Hydoroxycobalamin
perife, ggg posisi, vibrasi, tes intramuscular 200 mg/hari
Romberg (+), spastisitas, ggg atau 1000 mg tiap minggu
serebrasi slm 7 hari
Px khusus:
 vit B12 serum <100
pg/ml
 respon thdp th/ B12
fisiologik eksresi
 methymalonic acid urine
meningkat
 tes supresi deoxyuridine
 schilling test u/ manila
absorpsi
Anemia def. asam folat Tanpa gejala neurologic Asam folat 5 mg/hari
Px khusus: selama 4 bulan
 Asam folat <3 ng/ml
 Respon thdp As.folat
fisiologik
 Eksresi formioglutamic
acid (FIGLU) urine
meningkat
 Tes supresi deoxyuridine
Anemia Vit B12 serum < 100 pg/ml Sama dg terapi anemia
perniciosa=Addisionan Tes schilling positif megaloblastik
anemia Analisa gaster  akhlorida  Replacement terapi
Antibody terhadap sel parietal dg vit B12
atau antibody terhadap factor  Th/ pemelliharaan
intrinsik  Monitor
kemungkinan CA
gaster
Source : Bakta I, M. 2006. Hematologi Klinik Ringkas., hal: 33-115. Jakarta: EGC.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta I, M. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Bab Hematologi dalam Subbab
Pendekatan terhadap Pasien Anemia, ed. 4., hal: 2575-2579. Jakarta: Interna
Publishing.
2. Bakta I, M. 2006. Hematologi Klinik Ringkas., hal: 11-25. Jakarta: EGC.
3. Keith C. 2011. CURRENT Diagnosis and Treatment Emergency Medicine, ed. 7.,
hal :720-724. Texas: The McGraw- Hill Companies.
4. Judith E. 2016. Tintinalli’s Emergency Medicine, ed. 8.,hal 1483-1487. California:
Mc Graw Hill Education
5. Long, B., & Koyfman, A. (2018). Emergency Medicine Evaluation and Management
of Anemia. Emergency Medicine Clinics of North America, 36(3), 609–
630. doi:10.1016/j.emc.2018.04.009.

Anda mungkin juga menyukai