Anda di halaman 1dari 17

KONSEP DASAR MEDIS DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

DIAGNOSA KERATITIS

MATAKULIAH KMB III

Disusun Oleh :

Bella Dinita R. 20181420146012


Dewi zakiyah 20181420146013

Dosen Pembimbing :
Ns. Achmad Wahdi,M.Tr.Kep

S1 KEPERAWATAN STIKES BAHRUL ULUM


TAMBAK-BERAS JOMBANG
2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, atas karunia dan rahmat-Nya
lah makalah yang berjudul “Konsep dasar medis Keratitis” dapat diselesaikan
untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB III. Adapun makalah ini masih jauh
dari sempurna dan perlu kajian yang lebih dalam lagi. Penyusun membuka diri
jika ada saran dan kritik yang ditujukan pada tulisan ini.

Penyusun

Jombang, 01 Maret 2021

1
DAFTAR ISI
Cove
r
Kata pengantar.......................................................................................................1
Daftar isi..................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan...............................................................................................3
1.1 Latar belakang.............................................................................................3
1.2 Rumusan masalah........................................................................................3
1.3 Tujuan..........................................................................................................3
1.4 Manfaat........................................................................................................3
BAB II Tinjauan Teori..........................................................................................4
2.1 Definisi Keratitis.........................................................................................4
2.2 Faktor resiko................................................................................................4
2.3 Etiologi........................................................................................................4
2.4 Epidemiologi...............................................................................................5
2.5 Patofisiologi.................................................................................................5
2.6 WOC............................................................................................................6
2.7 Klasifikasi....................................................................................................7
BAB III Asuhan keperawatan Keratitis............................................................14
3.1 Pengkajian.................................................................................................
3.2 Analisa Data..............................................................................................
3.3 Diagnosa keperawatan...............................................................................
3.4 Intervensi keperawatan..............................................................................
3.5 Implementasi dan Evaluasi........................................................................
BAB IV Penutup...................................................................................................
4.1 Kesimpulan................................................................................................
4.2 Saran..........................................................................................................
Daftar pustaka......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Kornea merupakan media
refraksi terbesar yang dalam pembiasan sinar, oleh karena itu kornea harus
tetap jernih dan permukaannya rata agar tidak menghalangi proses tersebut.
Kelainan yang bisa merusak bentuk dan kejernihan kornea dapat
menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya di
sentral (daerah pupil), bila kelainan ini tidak diobati maka dapat terjadi
kebutaan.
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada
kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya
kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam penglihatan akan menurun.
Mata merah pada keratitis terjadi akibat injeksi pembuluh darah perikorneal
yang dalam atau injeksi siliar. Keratitis biasanya diklasifikasikan dalam lapis
yang terkena seperti keratitis superfisial dan profunda atau interstisial (Ilyas,
2004).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana konsep dasar medis dan asuhan keperawatan pada Keratitis

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan khusus : Mengetahui secara umum tentang penyakit Keratitis
1.3.2 Tujuan umum : Mengetahui konsep dasar medis mengenai Keratitis

1.4 Manfaat
Dari makalah ini di harapkan dapat di pakai sebagai bahan tambahan dalam
ilmu pengetahuan seputar penyakit Keratitis.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada
kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya
kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam penglihatan akan menurun.
Mata merah pada keratitis terjadi akibat injeksi pembuluh darah perikorneal
yang dalam atau injeksi siliar. Keratitis biasanya diklasifikasikan dalam lapis
yang terkena seperti keratitis superfisial dan profunda atau interstisial (Ilyas,
2004).

2.2 Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor (Ilyas, 2004), diantaranya:
1) Virus.
2) Bakteri.
3) Jamur.
4) Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari.
5) Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.
6) Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak
cukupnya pembentukan air mata.
7) Adanya benda asing di mata.
8) Reaksi terhadap obat seperti neomisin, tobramisin, polusi, atau partikel
udara seperti debu, serbuk sari (Wijaya, 2012).

2.3 Faktor Resiko


Menurut Green, Apel and Stapleton (2008), faktor resiko terjadinya kreatitis
antara lain :
1) Penggunaan lensa kontak
2) Riwayat tindakan bedah pada mata
3) Penyakit mata superfisial seperti konjungtivitis
4) Paparan sinar ultraviolet yang berlebihan
2.4 Epidemiologi
Menurut Murillo Lopez (2006), Sekitar 25.000 orang Amerika terkena
keratitis bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih
sedikit pada negara-negara industri yang secara signifikan lebih sedikit
memiliki jumlah pengguna lensa kontak. Insiden keratitis jamur bervariasi
sesuai dengan lokasi geografis dan berkisar dari 2% dari kasus keratitis di
New York untuk 35%. di Florida. Spesies Fusarium merupakan penyebab
paling umum infeksi jamur kornea di Amerika Serikat bagian selatan (45-76%
dari keratitis jamur), sedangkan spesies Candida dan Aspergillus lebih umum
di negara-negara utara. secara signifikan lebih sedikit yang berkaitan dengan
infeksi lensa kontak.

2.5 Patofisiologi
Mata yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagai
pertahanan imunologik yang alamiah. Pada proses radang, mula-mula
pembuluh darah mengalami dilatasi, kemudian terjadi kebocoran serum dan
elemen darah yang meningkat dan masuk ke dalam ruang ekstraseluler.
Elemen-elemen darah makrofag, leukosit polimorf nuklear, limfosit, protein
C-reaktif imunoglobulin pada permukaan jaringan yang utuh membentuk
garis pertahanan yang pertama. Karena tidak mengandung vaskularisasi,
mekanisme kornea dimodifikasi oleh pengenalan antigen yang lemah,
sehingga sel-sel proinflamasi tersebut dapat merusak kornea.
Rangsangan untuk vaskularisasi timbul oleh adanya jaringan nekrosis
yang dapat dipengaruhi adanya toksin, protease atau mikroorganisme. Secara
normal kornea yang avaskuler tidak mempunyai pembuluh limfe. Bila terjadi
vaskularisasi terjadi juga pertumbuhan pembuluh limfe dilapisi sel. Sehingga
kornea yang seharusnya avaskuler menjadi tervaskularisasi dan menyebabkan
kornea tidak jernih serta menggangu dalam pembiasan cahaya.
Pada keratitis herpetika yang kronik dan disertai dengan neo-vaskularisasi
akan timbul limfosit yang sensitif terhadap jaringan kornea.
2.6 WOC

Penyebab: Virus, bakteri, sinar Hipersensitivitas, gang nervus


uv, benda asing, efek samping trigeminus, kurang vit. A, mata
obat, kosmetik kering

Mengenai lapisan kornea Gangguan sensibilitas dan


metabolisme kornea
Inflamasi
Kekeringan pada permukaan
kornea
Terbentuknya infiltrasi, sel
plasma, pada konjungtiva dan
kornea Abrasi pada lapisan kornea

Penimbunan infiltrat

Kerusakan epitel kornea

Ulserasi kornea
Mengganggu
kejernihan dan
Bradikinin KERATITIS
kelengkungan
kornea
Nosiseptor
Mengganggu pembiasan
cahaya ke retina
Cornu dorsalis medula spinalis
Pandangan kabur
Thalamus

Resiko Penurunan fungsi penglihatan


Korteks serebri cedera

Perubbahan Gangguan persepsi sensori


Interpretasi nyeri status kes.

Nyeri Kurang pengetahuan Ansietas

Dapat menularkan ke orang lain Resiko infeksi


2.7 Klasifikasi
Menurut Biswell (2010), keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa
hal.
1) Keratitis Pungtata
Keratitis yang terkumpul di daerah Bowman, dengan infiltrat
berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata superfisial memberikan
gambaran seperti infiltrat halus bertitik-titik pada permukaan kornea.
Merupakan cacat halus kornea superfisial dan hijau bila diwarnai
fluoresein. Sedangkan keratitis pungtata subepitel adalah keratitis yang
terkumpul di daerah membran Bowman.

(1) Etiologi
Keratitis Pungtata ini disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan
dapat terjadi pada Moluskum kontangiosum, Akne rosasea, Herpes
simpleks, Herpes zoster, Blefaritis neuroparalitik, infeksi virus,
vaksinisia, trakoma, trauma radiasi, dry eye, keratitis lagoftalmos,
keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan bahaya pengawet
lainnya
(2) Gejala
Gejala klinis dapat berupa rasa sakit, silau, mata merah, dan merasa
kelilipan.
(3) Pemeriksaan laboratorium
Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk
lonjong dan jelas yang menampakkan bintik-bintik pada pemulasan
dengan fluoresein, terutama di daerah pupil. Uji fluoresein
merupakan sebuah tes untuk mengetahui terdapatnya kerusakan epitel
kornea. Dasar dari uji ini adalah bahwa zat warna fluoresein akan
berubah berwarna hijau pada media alkali. Zat warna fluoresein bila
menempel pada epitel kornea maka bagian yang terdapat defek akan
memberikan warna hijau karena jaringan epitel yang rusak bersifat
lebih basa. Kekeruhan subepitelial dibawah lesi epitel sering terlihat
semasa penyembuhan epitel ini, uji sensibilitas kornea juga diperiksa
untuk mengetahui fungsi dari saraf trigeminus dan fasial. Pada
umumnya sensibilitas kornea juga akan menurun (Ilyas, 2003).
(4) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada ketratitis pungtata superfisial pada
prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan etiologi. Untuk virus dapat
diberikan idoxuridin, trifluridin atau asiklovir. Untuk bakteri gram
positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin
dan bakteri gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau
polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikan jika terdapat
sekret mukopurulen yang menunjukkan adanya infeksi campuran
dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu natamisin,
amfoterisin atau fluconazol.
Selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata
superfisial ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar
dapat memberikan rasa nyaman seperti air mata buatan, sikloplegik
dan kortikosteroid (Ilyas, 2003).
2) Keratitis Marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan
limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis
kataral atau keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya
terdapat pada pasien usia petengahan, dengan disertai adanya
blefarokonjungtivitis.

(1) Etiologi
Strepcoccus pneumonie, Hemophilus aegepty, Moraxella lacunata
dan Esrichia.
(2) Gejala Klinis
Penderita akan mengeluhkan sakit, seperti kelilipan, lakrimasi,
disertai fotofobia berat. Pada mata akan terlihat blefarospasme pada
satu mata, injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang memanjang,
dangkal unilateral dapat tunggal ataupun multipel, sering disertai
neovaskularisasi dari arah limbus.
(3) Pemeriksaan loboratorium
Pemeriksaan kerokan kornea yang dipulas dengan pewarnaan Gram
maupun Giemsa dapat mengidentifikasi organisme, khususnya
bakteri (Biswell, 2010).
(4) Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika yang sesuai dengan
penyebab infeksi lokalnya dan steroid dosis ringan. Pada pasien dapat
diberikan vitamin B dan C dosis tinggi (Ilyas, 2004).
3) Keratitis Interstitial
Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya
pembuluh darah ke dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya
transparansi kornea. Keratitis interstitial dapat berlanjut menjadi
kebutaan. Sifilis adalah penyebab paling sering dari keratitis interstitial.

(1) Etiologi
Keratitis Interstisial dapat terjadi akibat alergi atau infeksi spiroket ke
dalam stroma kornea dan akibat tuberkulosis (Ilyas, 2004).
(2) Gejala klinis
Biasanya akan memberikan gejala fotofobia, lakrimasi, dan
menurunnya visus. Menurut Hollwich (1993) keratitis yang
disebabkan oleh sifilis kongenital biasanya ditemukan trias
Hutchinson (mata: keratitis interstisial, telinga: tuli labirin, gigi: gigi
seri berbentuk obeng), sadlenose, dan pemeriksaan serologis yang
positif terhadap sifilis. Pada keratitis yang disebabkan oleh
tuberkulosis terdapat gejala tuberkulosis lainnya (Ilyas, 2004)
(3) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan kerokan kornea yang dipulas dengan pewarnaan gram
maupun Giemsa dapat mengidentifikasi organisme, khususnya
bakteri (Biswell, 2010).
(4) Penatalaksanaan
Penatalaksanaannya dapat diberikan kortikosteroid tetes mata jangka
lama secara intensif setiap jam dikombinasi dengan tetes mata atropin
dua kali sehari dan salep mata pada malam hari (Hollwich, 1993).
4) Keratitis bakteri
(1) Etiologi
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus
pneumoniae and other Streptococcus spp.
(2) Gejala klinis
Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada
mata yang terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan
menjadi kabur (Kanski, 2005). Pada pemeriksaan bola mata eksternal
ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea,
infiltrasi kornea.
(3) Pemeriksaan laboratorium
Menurut Kanski (2005) pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan
menggores ulkus kornea dan bagian tepinya dengan menggunakan
spatula steril kemudian ditanam di media cokelat (untuk Neisseria,
Haemophillus dan Moraxella sp), agar darah (untuk kebanyakan
jamur, dan bakteri kecuali Neisseria) dan agar Sabouraud (untuk
jamur, media ini diinkubasi pada suhu kamar). Kemudian dilakukan
pewarnaan Gram (Biswell, 2010).
(4) Penatalaksanaan
Diberikan antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur
bakteri. Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang dapat
diberikan (American Academy of Ophthalmology, 2009).
5) Keratitis Jamur
Infeksi jamur pada kornea yang dapat disebut juga mycotic keratitis
(Dorland, 2000).
(1) Etiologi
Menurut Susetio (1993), secara ringkas dapat dibedakan :
 Jamur berfilamen (filamentous fungi) : bersifat multiseluler
dengan cabang-cabang hifa.
 Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp,
Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora
sp, Curvularia sp, Altenaria sp.
 Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
 Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan
tunas : Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
 Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang
media pembiakan membentuk miselium : Blastomices sp,
Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp, Sporothrix sp.
(2) Gejala klinis
Menurut Susetio (1993) untuk menegakkan diagnosis klinik dapat
dipakai pedoman berikut :
 Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal
lama.
 Lesi satelit.
 Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan
tonjolan seperti hifa di bawah endotel utuh.
 Plak endotel.
 Hipopion, kadang-kadang rekuren.
 Formasi cincin sekeliling ulkus.
 Lesi kornea yang indolen.
(3) Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis laboratorik sangat membantu diagnosis pasti,
walaupun negatif belum dapat menyingkirkan diagnosis
keratomikosis. Hal yang utama adalah melakukan pemeriksaan
kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar
dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Kemudian dapat dilakukan
pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India, dengan
angka keberhasilan masing-masing ± 20-30%, 50-60%, 60-75% dan
80%.
Sebaiknya melakukan biopsi jaringan kornea dan diwarnai
dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver, tetapi
memerlukan biaya yang besar. Akhir-akhir ini dikembangkan
Nomarski differential interference contrast microscope untuk melihat
morfologi jamur dari kerokan kornea (metode Nomarski) yang
dilaporkan cukup memuaskan. Selanjutnya dilakukan kultur dengan
agar Sabouraud atau agar ekstrak maltosa ( Susetio, 1993).
(4) Penatalaksanaan
Menurut Susetio (1993) terapi medikamentosa di Indonesia terhambat
oleh terbatasnya preparat komersial yang tersedia, tampaknya
diperlukan kreativitas dalam improvisasi pengadaan obat.
6) Keratitis virus
(1) Etiologi
Herpes simpleks virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus
tersering pada kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia
sebagai host, merupakan parasit intraselular obligat yang dapat
ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut, vagina dan
mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan
jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung
virus (Ilyas, 2004).
(2) Gejala klinis
Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri pada mata,
fotofobia, penglihatan kabur, mata berair, mata merah, tajam
penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang terkena (Ilyas,
2004).
Infeksi primer Herpes simpleks pada mata biasanya berupa
konjungtivitis folikularis akut disertai blefaritis vesikuler yang
ulseratif, serta pembengkakan kelenjar limfe regional. Kebanyakan
penderita juga disertai keratitis epitelial dan dapat mengenai stroma
tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh sendiri,
akan tetapi pada keadaan tertentu dimana daya tahan tubuh sangat
lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma.
(3) Pemeriksaan laboratorium
Menurut Biswell (2010) dilakukan kerokan dari lesi epitel pada
keratitis HSV dan cairan dari lesi kulit mengandung sel-sel raksasa.
Virus ini dapat dibiakkan pada membran korio-allantois embrio telur
ayam dan pada banyak jenis lapisan sel jaringan (misal sel HeLa,
tempat terbentuknya plak-plak khas).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Contoh kasus
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada
kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya
kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam penglihatan akan menurun.
Mata merah pada keratitis terjadi akibat injeksi pembuluh darah perikorneal
yang dalam atau injeksi siliar. Keratitis biasanya diklasifikasikan dalam lapis
yang terkena seperti keratitis superfisial dan profunda atau interstisial (Ilyas,
2004).

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai