Anda di halaman 1dari 6

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
Sekretariat: RS. UNIVERSITAS HASANUDDIN Lt. IV
Jl. Perintis Kemerdekaan KM. 11 – Tamalanrea Makassar – Indonesia 90245
Telp. / Fax (586078) Email : mataunhas@yahoo.com

STATUS DISKUSI
Nama : Tn.BY No. Reg. : 0120132512
Agama : Islam Umur : 47 Tahun
Suku / Bangsa : Bugis Laki / Perempuan : Laki-Laki
Pekerjaan : Petani Tg. Penerimaan : 18 Feb 2021
Alamat : Makassar Pemeriksa : Ade Nusraya
DIAGNOSIS : Pytergium duplex
I. ANAMNESIS
A Keluhan Utama : mata merah dan rasa tidak nyaman pada mata kiri. Keluhan ini
dialami sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu namun memberat
sekitar 2 minggu yang lalu, ketika bercermin pasien melihat
seperti ada sesuatu yang tumbuh pada mata kiriya. Awalnya
kecil yang lama kelamaan makin mendekati bagian mata hitam
pasien. Pasien kadang merasakan gatal, kadang ada nyeri,
pasien juga tidak mengeluhkan rasa silau, tidak ada kotoran
mata, tidak ada mata berair, ataupun tidak ada penurunan
penglihatan. Pasien biasa mengucek matanya dan sering
terkena debu ataupun paparan sinar matahari dengan
pekerjaannya sebagai petani. Pasien sering menggunakan obat
tetes mata yang dijual bebas jika matanya merah.

B Penglihatan : Tidak terganggu


C Sakit : Ada sedikit nyeri, dirasakan sejak dua minggu lalu
D Sekret / Air Mata : Sekret -, air mata +
E Kacamata : -
F Peny. Mata peny. Lain : Tidak ada
G Peny. Mata Dlm Kel. : Tidak ada

II. PEMERIKSAAN
A. INSPEKSI OD OS
1 Palpebra : Edema (-) ,darah (-), nanah (-), Edema (-), darah (-), nanah (-),
hiperemis (-) hiperemis (-)
2 Aparatus Lakrimalis : Normal Normal
3 Silia : Hiperlakrimasi (+),sinekia (-) Hiperlakrimasi (-),sinekia (-) sekret
(-), normal
sekret (-)
4 Konjungtiva : Bulbi : IC (-),IPC (-) Sekret (-), Bulbi : IC (-),IPC (-) Sekret (-),
Nodular (-) Nodular (-)
Tampak jaringan fibrovaskular Tarsal : Hiperemi (-)
berbentuk segitiga dan
berwarna merah di sisi nasal
dan temporal

5 Bola Mata : normal Normal


6 Mekanisme Muskuler :
-ODS : Normal Normal

-OD : Normal Normal


: Normal Normal
-OS
7 Kornea : Jernih, infiltrat (-) Jernih, infiltrat (-)
- Tes Sinsitivitas : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Placido : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8 Bilik Mata Depan : Normal Normal
9 Iris : Coklat, Krypte + Coklat, Krypte +
10 Pupil : Bulat, Central, +2mm, RC/RCTL Bulat, Central, +2mm, RC/RCTL (+)
(+)
11 Lensa : Jenih Jermih

B. PALPASI
1 Tensi Okuler : Tidak dilakukan
2 Nyeri Tekan : -
3 Massa Tumor : Tidak ada
4 Glandula Pre-aurikuler : Normal
C. TONOMETRI

NCT 17 / 17

D. VISUS
VOD : 20/20 F VOS : 20/20
Kor : _____-____ s AX Kor : ___-___ s
AX
Menjadi : _____-_____ Menjadi : ___-_______
Lihat Dekat : _____-_____
Koreksi : _____-_____ Gagang : ____-_______
DP : _____-_____ Warna Lensa : ____-_______
E CAMPUS VISUAL
Tidak dilakukan

F. COLOR SENSE

Tidak dilakukan

G. LIGHT SENSE

Normal

H. PENYINARAN OBLIK DEKSTER SENISTER


Palpebra hiperemis (-), massa
Normal
(-), fissure rapat, margo
palpebral kesan normal, silia
normal , sekret (-).
Konjungtiva bulbi normal,
Tampak jaringan
fibrovaskular berbentuk
segitiga dan berwarna merah
di sisi nasal dan temporal,
kornea jernih, BMD VH4,
Iris coklat, kripte (+). Pupil
isokor, bulat, RC (+) / RCTL
(+), lensa kesan jernih.

J. OFTALMOSKOPI

Tidak dilakukan

K. SLIT LAMP

OD : Palpebra hiperemis (-), massa (-), fissure rapat, margo palpebral kesan normal, silia
kesan hiperlakrimasi (+), sekret (-).Konjungtiva bulbi normal, Tampak jaringan
fibrovaskular berbentuk segitiga dan berwarna merah di sisi nasal dan temporal, kornea
jernih, BMD VH4, Iris coklat, kripte (+). Pupil isokor, bulat, RC (+) / RCTL (+), lensa
kesan jernih.

OS : Palpebra hiperemis (-), massa (-), fissure rapat, margo palpebral kesan normal, silia
hiperlakrimasi (-), Sekret(-). Konjungtiva bulbi hiperemis (-),kornea jernih, BMD VH4, Iris
coklat, kripte (+). Pupil isokor, bulat, RC (+) / RCTL (+), lensa kesan jernih.

L. LABORATORIUM

Tidak dilakukan

III. RESUME

Pasien laki - laki 27 tahun datang dengan keluhan mata merah pada mata kanan sejak 1 tahun terakhir
memberat 2 minggu yang lalu, Pasien kadang merasakan gatal, kadang ada nyeri,
Riwayat berobat sebelumnya tidak ada.
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus ODS 20/20, dan NCT ODS 17/17.

Pada pemeriksaan OD tampak Konjungtiva bulbi normal, Tampak jaringan fibrovaskular berbentuk
segitiga dan berwarna merah di sisi nasal dan temporal, apparatus lakrimalis normal, kornea jernih, bilik
mata depan kesan dalam, iris coklat, kripte +, pupil kesan bulat, simetris +2mm, RC/RCTL +, lensa
jernih
Pada pemeriksaan OS, palpebral udem (-), silia tidak terdapat sekret, konjungtiva tidak hiperemis,
apparatus lakrimalis normal, kornea jernih, bilik mata depan kesan dalam, iris coklat, kripte +, pupil
bulat, simetris +2mm RC/RCTL +, lensa jernih.
IV DIAGNOSIS / DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis:
- Pterygium duplex Oculus Dextra

Diagnosis banding :
 Pseudopterigium
 Pinguekula

V TERAPI
- Rencana eksisi pterygium

- Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, rencana pengobatan, serta komplikasi yang
dapat terjadi.
- Menjelaskan perlunya kontrol.
- Menyarankan menghindari debu, daerah kering dan berangin, dan paparan sinar matahari
- Menyarankan memakai kacamata hitam atau topi lebar saat beraktivitas di luar rumah saat siang
hari.

Medikamentosa
- Oral :-
- Topikal :
R/ C.Lyteers 1tts/8 jam/ ODS
C.Xitrol 1tts/8jam/ OS

VI DISKUSI

Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat


degeneratif dan invasif berbentuk triangular dengan apeks di kornea. Pterigium biasanya terdapat di
daerah nasal. Diduga penyebab pterigium adalah paparan atau sorotan berlebihan dari sinar
matahari yang diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, berperan penting dalam hal
ini. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti zat alergen, kimia, dan
pengiritasi lainnya. Umumnya angka prevalensi pterigium pada daerah tropis lebih tinggi
dibandingkan daerah lainnya. Karena Indonesia beriklim tropis, penduduknya memiliki risiko tinggi
mengalami pterigium. Di daerah tropis seperti Indonesia, dengan paparan sinar matahari tinggi,
risiko timbulnya pterigium 44×lebih tinggi dibandingkan daerah non-tropis, dengan prevalensi
untuk orang dewasa > 40 tahun adalah 16,8%, laki-laki 16,1% dan perempuan 17,6%.
Hasil survei di Sulawesi Selatan, pterigium menduduki peringkat kedua dari sepuluh macam
penyakit utama dengan insidens sekitar 8,2%. Beberapa teori yang telah dikemukakan untuk
menerangkan patogenesis terjadinya pterigium, tetapi etiologinya yang pasti dan penyebabnya
bersifat multifaktorial. Selain itu, pterigium menimbulkan masalah kosmetik dan berpotensi
mengganggu penglihatan bahkan berpotensi menjadi penyebab kebutaan pada stadium lanjut.
Penegakan diagnosis dini pterigium diperlukan agar gangguan penglihatan tidak semakin
memburuk dan dapat dilakukan pencegahan terhadap komplikasi
Klasifikasi:
-Berdasarkan lokasi:
1. Pterygium Simpleks, jika terjadi hanya di nasal atau temporal saja
2. Pterygium Dupleks, jika terjadi di nasal dan temporal
-Berdasarkan derajat:
1. Derajat 1 : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.
2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak
lebih dari 2 mm melewati kornea.
3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan
normal sekitar 3 – 4 mm)
4. Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.

Prinsip penanganan pterigium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obat-obatan jika
pterygium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan pada pterygium yang
melebihi derajat 2. Tindakan bedah juga dipertimbangkan pada pterigium derajat 1 atau 2 yang
telah mengalami gangguan penglihatan. Pengobatan tidak diperlukan karena bersifat rekuren,
terutama pada pasien yang masih muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu
tetes mata dekongestan. Lindungi mata yang terkena pterigium dari sinar matahari, debu dan udara
kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang beri air mata buatan bila perlu dapat
diberikan steroid.
Indikasi untuk eksisi pterigium adalah ketidaknyamanan yang menetap termasuk gangguan
penglihatan, ukuran pterigium >3-4 mm, pertumbuhan yang progresif menuju tengah kornea atau
visual axis dan adanya gangguan pergerakan bola mata. Eksisi pterigium bertujuan untuk mencapai
keadaan normal yaitu gambaran permukaan bola mata yang licin. Teknik bedah yang sering
digunakan untuk mengangkat pterigium adalah dengan menggunakan pisau yang datar untuk
mendiseksi pterigium ke arah limbus. Walaupun memisahkan pterigium dengan bare sclera ke arah
bawah pada limbus lebih disukai, namun tidak perlu memisahkan jaringan tenon secara berlebihan
di daerah medial, karena kadang-kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma tidak
disengaja di daerah jaringan otot. Setelah dieksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol
perdarahan.
Lebih dari setengah pasien yang dioperasi pterigium dengan teknik simple surgical removal
akan mengalami rekuren. Suatu teknik yang dapat menurunkan tingkat rekurensi hingga 5% adalah
conjunctival autograft. Dimana pterigium yang dibuang digantikan dengan konjungtiva normal
yang belum terpapar sinar UV (misalnya konjungtiva yang secara normal berada di belakang
kelopak mata atas). Konjungtiva normal ini biasaya akan sembuh normal dan tidak memiliki
kecenderungan unuk menyebabkan pterigium rekuren.
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Sedapat
mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi
dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk menurunkan
angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil yang
baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mungkin, angka kekambuhan yang
rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium yang rekuren,
mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.

Diagnosis Banding
Pseudopterygium terjadi akibat inflamasi permukaan okular yang disebabkan karena trauma,
konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah atau ulkus. Lebih lanjut, pseudopterygium tidak memiliki ciri
melekat pada limbus kornea. Secara morfologi, tidak bisa dibedakan dengan jelas antara bagian cap,
head, dan body sedangkan Pyterigeum memeliiki cap , head dan body

Pinguecula
Pterygium memiliki penampilan berwarna seperti daging dan berbentuk bulat, lonjong, atau
memanjang. Pterygium biasanya tumbuh di kornea sedangkan Pinguecula tumbuh di sisi-
sisi kornea.

Anda mungkin juga menyukai