Anda di halaman 1dari 1

Banjir Melanda Kampungku

Indah adalah saudara sepupu Dimas. ia tinggal di kampung dekat pantai. jarak
antara rumahnya dengan laut hanya sekitar satu kilometer. daerah ini rawan banjir.
selain banjir karena hujan, kampung itu juga sering dilanda banjir karena air laut
pasang.

Seminggu yang lalu, kampung Indah baru saja dilanda banjir cukup besar. oleh karena
itu, Dimas dan orangtuanya menengok keluarga Indah. disana, mereka berbincang-
bincang.
“Bagaimana terjadinya banjir itu?” Tanya Dimas pada Indah.
“Begini… senin pekan lalu, sejak jam empat sore, hujan turun. lama-kelamaan, hujan
makin deras disertai suara halilintar. saat itu, aku sudah menduga pasti akan banjir.
dugaanku benar. Jam setengah tujuh malam, air mulai mengenangi halaman rumah.
hujan tak reda juga. jam tujuh malam, air sudah mulai masuk ke dalam rumah. ayah,
ibu dan aku sudah mulai memindahkan barang-barang ke atas meja atau tempat tidur.
Di luar, orang-orang berteriak, ‘banjir, banjir, banjir.’ Kentongan pun dipukul bertalu-
talu. suasana benar-benar gaduh.
Sementara itu, hujan tetap saja deras. air di dalam rumah makin tinggi saja. setengah
jam kemudian, air sudah setinggi meja dan tempat tidur. kami mulai panik. aduh,
bagaimana ini? dalam keadaan panik, ayah memerintah untuk membawa barang yang
sangat berharga saja ke kantor kelurahan. kebetulan, kantor kelurahan berlokasi di
tempat yang tinggi.
Ternyata, di kelurahan sudah banyak orang. ibu-ibu dan anak-anak kecil berkumpul di
tempat itu. keadaannya penuh sesak dan hiruk-pikuk.
Jam delapan malam, hujan mulai reda. tinggi air di dalam rumah kurang lebih 80 cm.
terpaksa malam itu, kami tidur di kantor kelurahan. aku tak bisa tidur. dua hari lamanya
air baru surut. setelah surut, barulah kami membersihkan rumah dan membereskan
barang-barang.” Begitulah penjelasan Indah kepada Dimas.

Anda mungkin juga menyukai