Anda di halaman 1dari 15

CRITICAL JOURNAL REVIEW

ETIKA PROFESI BK
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 1


DAFTAR ISI.................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 3


1.2 Tujuan ............................................................................................................... 3
1.3 Manfaat ............................................................................................................. 3

BAB II JOURNAL REVIEW ..........................................................................................

2.1 Journal Utama ................................................................................................... 4


2.2 Journal Pembanding ....................................................................................... 10

Page | 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Seperti layaknya sebuah pembelajaran bimbingan dan konseling juga membutuhkan apa
yang dinamakan setrategi dalam pelaksanaanya. Dalam hal untuk mengetahui strategi apa yang
tepat untuk digunakan kepada seorang yang hendak dibimbing (konseli) itulah seorang yang
hendak membimbing (konselor) membutuhkan kode etik untuk menjalankan profesinya tersebut.
Dalam masalah bimbingan dan konseling kode etik sangat dibutuhkan. kode etik
dibutuhkan ketika seseorang (konselor) hendak membimbing seorang atau individu (konseli)
kearah pengembangan pribadinya. peran kode etik yaitu sebagai acuan dan tuntunan dalam
memberikan masukan-masukan kepada konseli agar masukan yang diberikan oleh konselor tidak
menyelewwng atau keluar dari aturan-aturan, norma-norma yang berlaku dimasyarakat maupun
di kalangan konselor sendiri.

1.2 TUJUAN

Adapun tujuan dari pembuatan makalah CJR ini adalah :

1. Membantu mahasiswa berfikir kritis dalam memilih jurnal yang berhubungan dengan
etika profesi bk
2. Untuk menyelesaikan salah satu tugas wajib dalam mata kuliah etika profesi bk
3. Membuat mahasiswa dapat membandingkan antara kedua jurnal yang dibahas

1.3 MANFAAT

Manfaat dari pembuatan makalah CJR ini adalah :

1. Menambah wawasan dan bahan bacaan baru bagi penulis dan pembaca
2. Menjadi salah satu referensi jurnal dalam mata kuliah etika profesi bk

Page | 2
BAB II
JOURNAL REVIEW

1.1 JOURNAL UTAMA

1 Judul Tingkat Pemahaman Kode Etik Profesi Bk Guru Bk Di SMP


Negeri Se-Kelompok Kerja Kabupaten Bantul
2 Jurnal Fakultas Ilmu Pendidikan
3 Download http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/fipbk/article/view/47
69
4 Volume dan Volume 5, Nomor 11
Halaman
5 Tahun 2016
6 Penulis Fajar Ilham
7 Reviewer
8 Tanggal
9 Abstrak Penelitian
1) Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
penelitian pemahaman kode etik profesi bimbingan dan konseling pada guru
Bk di SMP Negeri Se-Kelompok Kerja Kabupaten Bantul
2) Subjek Subjek dalam penelitian ini adalah populasi guru bimbingan dan
Penelitian konseling di SMP Negeri sekelompok kerja di Kabupaten Bantul
yang terdiri dari 54 guru bimbingan dan konseling tersebar di 17
SMP.
3) Assesment Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif dengan
Penelitian metode survei. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
tes pemahaman dengan pembetulan. Analisis data menggunakan
statistik deskriptif dan model Miles dan Huberman.
4) Kata Kunci Kode etik, profesi, bimbingan dan konseling
10 Pendahuluan
1) Latar Bimbingan dan konseling merupakan profesi. Suatu jabatan

Page | 3
Belakang dan atau pekerjaan disebut profesi apabila memiliki syarat-syarat atau
Teori ciriciri tertentu seperti memiliki kerangka ilmu yang jelas,
sistematis, dan eksplisit; menguasai kerangka ilmu dengan
mengikuti pendidikan dan latihan dalam jangka waktu yang cukup
lama.
Setiap jabatan atau profesi ada kode etik. Ondi Saondi dan Aris
Suherman (2010: 95-96) memaparkan bahwa syarat suatu profesi
salah satunya menentukan baku standarnya sendiri atau dalam hal
ini yaitu kode etik. Kode etik mengatur tingkah laku suatu
masyarakat khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan
tertulis yang diharapkan dipegang teguh oleh seluruh kelompok
tersebut. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya,
salah satu syarat mutlak bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi
sendiri. Kode etik tidak akan efektif, ketika dibuat dari instansi
pemerintah atau instansi lain, karena tidak akan dijiwai oleh cita-
cita dan nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri (K.
Bertens, 2002: 279-282).
Kode etik bimbingan dan konseling yang pertama dibuat oleh
American Counseling Association (ACA) oleh Donald Super dan
disetujui pada tahun 1961 (Herlihy & Corey, 2006 dalam
Gladding, 2012: 69) berdasarkan kode etik American
Psychological Association yang asli (Allen, 1986 dalam Gladding,
2012: 69). Kode etik bimbingan dan konseling yang pertama
dibuat saat Konvensi yang diselenggarakan di Malang pada tahun
1975 oleh Organisasi Profesi bimbingan dinamakan Ikatan
Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) (sekarang, Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia, atau ABKIN) yang mengikat
anggota pada mutu standar dan tanggung jawab sebagai anggota
organisasi profesi (Tim Dosen PPB FIP UNY, 2000: 4). Setiap
kali diadakannya konvensi Organisasi Profesi, kode etik sebaiknya
dikembangkan dan dikaji kembali agar dapat menyesuaikan

Page | 4
dengan situasi dan kondisi pada saat-saat tertentu sehingga para
anggota profesi dapat menjalankan tugas dan perannya tanpa
melanggar kode etik yang telah ditetapkan secara tertulis dalam
kode etik profesi tersebut.
Adapun kemungkinan penyebab guru bimbingan dan konseling
belum dapat menerapkan asas kerahasiaan yang sebagaimana
tercantum penjelasannya dalam kode etik profesi bimbingan dan
konseling yaitu belum mengetahui dan memahami isi kode etik
profesi bimbingan dan konseling, padahal dalam (K. Bertens,
2002: 282) mengemukakan bahwa agar pelaksanaan kode etik
berhasil dengan baik perlu diawasi terus menurus ketika seorang
profesional sedang bertugas, misalkan bila ada teman sejawat
yang melanggar kode etik sebaiknya dilaporkan kepada pihak
yang berhak untuk memberikan sanksi sesuai dengan mekanisme
yang telah diatur dalam kode etik profesi tersebut.
11 Metode Penelitian
1) Langkah Langkah-langkah dalam penelitian ini, adalah:
Penelitian 1. Melakukan observasi awal.
2. Mengidentifikasi beberapa permasalahan.
3. Memfokuskan permasalahan yang akan di teliti.
4. Fokus penelitian ingin mengetahui tingkat pemahaman kode
etik profesi bimbingan dan konseling pada guru BK di SMP
Negeri seKelompok Kerja Kabupaten Bantul.
5. Melakukan penelitian, dalam bentuk survei dengan teknik
pengumpulan data instrumen tes.
6. Menganalisis data untuk menarik kesimpulan dari penelitian
yang dilakukan. Analisis data menggunakan teknik analisis
statistik deskriptif dengan persentase.
2) Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
Penelitian 1. Pemahaman kode etik profesi bimbingan dan konseling
terkategori tinggi dengan persentase 55,77%.

Page | 5
2. Pemahaman pada aspek dasar kode etik profesi BK terkategori
tinggi dengan persentase 50%; pemahaman aspek kualifikasi
guru BK, kompetensi BK, dan kegiatan profesional BK
terkategori tinggi dengan persentase 57,7%; pemahaman aspek
pelaksanaan pelayanan BK terkategori tinggi dengan
persentase 63,5%; pemahaman aspek pelanggaran dan sanksi
kode etik profesi BK terkategori tinggi dengan persentase
48,08%; pemahaman aspek tugas pokok dan fungsi dewan
kode etik profesi BK terkategori tinggi dengan persentase
55,77%.
3) Diskusi Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri seKelompok Kerja
Penelitian Kabupaten Bantul pada bulan November 2015 s.d. Juni 2016.
Data dalam penelitian ini, adalah data kuantitatif dan kualitatif
yang diperoleh dari hasil survei menggunakan tes pemahaman
benar-salah dengan pembenaran. Instrumen yang digunakan
adalah instrumen tes pemahaman kode etik profesi bimbingan dan
konseling. Teknik pengumpulan datanya adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data subyek penelitian.
2. Meminta subyek untuk mengisi instrumen tes.
3. Mengolah data
4) Daftar 1. ABKIN. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor
Pustaka dan Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur
Pendidikan Formal. Bandung: Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia.
2. Bimo Walgito. (2004). Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
Yogyakarta: Andi.
3. K. Bertens. (2002). Etika. Jakarta: Gramedia Pustsaka Utama.
4. Gladding, Samuel T. (2012). Konseling: Profesi yang
Menyeluruh, edisi Keenam. (Alih bahasa: Dr. Ir. P.M.
Winarmo, M. Kom; drg. Lilian Yuwono). Jakarta: Indeks.
5. Ondi Saondi & Aris Suherman. (2010). Etika Profesi

Page | 6
Keguruan. Bandung: Refika Aditama.
6. Mungin Eddy Wibowo. (2005). Konseling Kelompok
Perkembangan. Semarang: UNY Press.
12 Analisis Jurnal
1) Kekuatan Menurut pendapat saya, penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
Penelitian deskriptif dan menggunakan metode survei langsung ke lapangan
sehingga mendapatkan hasil yang akurat, pada pembuatan jurnal
ini peneliti mencantumkan semua data yang dihasilkan beserta
penjabarannya secara rinci.
2) Kelemahan Saya tidak menemukan kelemahan pada jurnal ini.
Penelitian
13 Kesimpulan 1. Tingkat pemahaman kode etik profesi bimbingan dan
konseling pada guru BK di SMP Negeri se-Kabupaten Bantul
berada pada kategori tinggi dengan presentase sebesar 55,77%
dari 52 subyek yang masuk dalam interval skor X  44,3.
2. Tingkat pemahaman aspek dasar kode etik profesi bimbingan
dan konseling pada guru BK di SMP Negeri se-Kabupaten
Bantul berada pada kategori tinggi dengan presentase sebesar
50% dari 52 subyek yang masuk dalam interval skor X  11.
Tingkat pemahaman aspek kualifikasi guru bimbingan dan
konseling, kompetensi guru bimbingan dan konseling, dan
kegiatan profesional bimbingan dan konseling pada guru BK di
SMP Negeri se-Kabupaten Bantul berada pada kategori tinggi
dengan presentase sebesar 57,7% dari 52 subyek yang masuk
dalam interval skor X  8,67. Tingkat pemahaman aspek
pelaksanaan pelayanan BK pada guru BK di SMP Negeri se-
Kabupaten Bantul berada pada kategori tinggi dengan
presentase sebesar 63,5% dari 52 subyek yang masuk dalam
interval skor X  13. Tingkat pemahaman aspek pelanggaran
dan sanksi kode etik profesi BK pada guru BK di SMP Negeri
se-Kabupaten Bantul berada pada kategori tinggi dengan

Page | 7
presentase sebesar 48,08% dari 52 subyek yang masuk dalam
interval skor X  7,67. Tingkat pemahaman aspek tugas pokok
dan fungsi dewan kode etik profesi BK bimbingan dan
konseling pada guru BK di SMP Negeri se-Kabupaten Bantul
berada pada kategori tinggi dengan presentase sebesar 55,77%
dari 52 subyek yang masuk dalam interval skor X  4,67.

Page | 8
1.2 JOURNAL PEMBANDING

1 Judul Kode Etik Profesi Konseling Serta Permasalahan Dalam


Penerapannya
2 Jurnal Jurnal Ilmu Pendidikan
3 Download https://www.google.com/search?client=firefox-
bd&q=jurnal+KodeEtIk+ProfesI+Konseling+serta+permasalahan+Dalam+
Penerapannya
4 Volume dan Volume 14, Nomor 2
Halaman
5 Tahun 2018
6 Penulis Eko Sujadi
7 Reviewer Khairiyah Hasana Lubis (1183351029)
8 Tanggal Sabtu, 24 Oktober 2020
9 Abstrak Penelitian
5) Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah penerapan kode etik terjadi dalam
penelitian pelaksanaan layanan konseling baik yang disebabkan oleh konselor
ataupun pihak eksternal. Diperlukannya kesadaran oleh konselor
sehingga mampu meningkatkan kompetensi
6) Subjek Subjek penelitian ini adalah beberapa guru Bimbingan Konseling
Penelitian
7) Assesment Konseling merupakan proses pelayanan bantuan yang
Penelitian pelaksanaannya didasarkan atas keahlian. Dengan demikian, dapat
dipahami bahwa konseling tidak bisa dilaksanakan secara
asalasalan, namun harus ada keterampilan khusus yang dimiliki
konselor. Keterampilan tersebut tidak terbatas hanya pada
kompetensi profesional, dalam artian bagaimana konselor mampu
memahami teoritis pelayanan konseling dan menerapkannya,
namun lebih luas seorang konselor harus memenuhi dirinya dengan
kompetensi pribadi, sosial, dan pedagogik.
Berdasarkan karakteristik seperti yang telah dikemukakan di

Page | 9
atas, maka setiap praktisi bimbingan dan konseling dalam
melaksanakan tugasnya harus diiringi etika-etika khusus. Etika
dalam proses konseling disusun dalam bentuk kode etik profesi
sehingga mudah dipahami, dihayati, dan dilaksanakan oleh
konselor. Menurut Sunaryo Kartadinata (2011:15) kode etik profesi
adalah regulasi dan norma perilaku profesional yang harus
diindahkan oleh setiap anggota profesi dalam menjalankan tugas
profesi dan dalam kehidupannya di dalam masyarakat. Menurut
Abkin (2006:94) kode etik merupakan suatu aturan yang
melindungi profesi dari campur tangan pemerintah, mencegah
ketidaksepakatan internal dalam suatu profesi, dan melindungi atau
mencegah para praktisi dari perilaku-perilaku malpraktik.
Selanjutnya Abkin (2006:92) mengemukakan bahwa kekuatan dan
eksistensi suatu profesi muncul dari kepercayaan publik. Etika
konseling harus melibatkan kesadaran dan komitmen untuk
memelihara pentingnya tanggungjawab melindungi kepercayaan
klien.
8) Kata Kunci Kode Etik, Bimbingan dan Konseling, Permasalahan
10 Pendahuluan
2) Latar Abkin (2006:94) mengemukakan bahwa penegasan identitas
Belakang dan profesi Bimbingan dan Konseling harus diwujudkan dalam
Teori implementasi kode etik dan supervisinya. Sunaryo Kartadinata
(2011:15) menjelaskan bahwa penegakan dan penerapan kode etik
bertujuan untuk: (1) menjunjung tinggi martabat profesi; (2)
melindungi masyarakat dari perbuatan malpraktik; (3)
meningkatkan mutu profesi; (5) menjaga standar mutu dan status
profesi, dan (6) penegakan ikatan antara tenaga profesi dan profesi
yang disandangnya.
Hartono (2009) juga mengatakan bahwa di sekolah beberapa kali
terjadi kebijakan birokrasi yang justru mengaburkan eksistensi dan
peran bimbingan dan konseling sebagai layanan ahli, seperti adanya

Page | 10
penugasan menjadi guru pembimbing (konselor sekolah) bagi
seseorang guru yang tidak memiliki kompetensi bimbingan dan
konseling tanpa pendidikan dan pelatihan yang memadai. Padahal
berdasarkan kode etik profesi konseling, tercantum secara jelas
bahwa seorang guru BK harus memiliki kualifikasi yang memadai
yang meliputi nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan dan wawasan
dalam bidang Bimbingan dan Konseling, serta memperoleh
pengakuan atas kemampuan dan kewenangan sebagai Konselor.
11 Metode Penelitian
5) Langkah Adapun langkah penelitian yang digunakan :
Penelitian 1. Merumuskan masalah terkait dengan variabel yang akan diteliti
yang terjadi pada saat ini dirumuskan dalam bentuk kalimat
tanya kemudian dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan
penelitian. Untuk masalah yang bersifat
2. Menghubungkan gunakan hipotesis penelitian
3. Menentukan jenis data yang diperlukan terkait dengan data
kuantitatif atau data kualitatif
4. Menentukan prosedur pengumpulan data terkait dengan alat
pengumpul data/instrumen penelitian (tes, wawancara,
observasi, angket, sosiometri) dan sumber data/ sampel/subyek
penelitian (dari mana informasi/data itu diperoleh)
5. Menentukan prosedur pengolahan data-data yang dikumpulkan
mula-mula disusun, dijelaskan, kemudian dianalisa (sering
disebut metode analitis)
6. Pengolahan data terkait dengan jenis data yang dikumpulkan
6) Hasil Penerapan kode etik profesi bimbingan dan konseling di Indonesia
Penelitian masih belum tercapai secara maksimal. Masih banyak guru
BK/Konselor yang tidak mengetahui rincian kode etik profesi serta
tidak mampu melaksanakannya. Selain itu, pihak luar juga memiliki
andil pada terhambatnya penerapan kode etik profesi bimbingan
dan konseling. Permasalahan tersebut tentunya harus segera dapat

Page | 11
diatasi. Langkah pertama yang harus dilakukan yakni
menumbuhkan kesadaran pada diri masing-masing guru
BK/Konselor bahwa mereka harus senantiasa menjalankan tugas
pokoknya secara benar, mereka juga secara berkesinambunan harus
mengembangkan diri baik secara formal maupun berdiskusi dengan
rekan sejawat. Bagi para pembuat kebijakan, hendaknya dapat
menyusun regulasi yang jelas dan benar disertai dengan petunjuk
teknis pelaksanaannya. Pelaksanaan regulasi tersebut seharusnya
senantiasa diawasi baik dalam proses pelaksanaanya maupun pasca
pelaksanaan pelayanan
7) Diskusi Penulis dapat merumuskan sumber permasalahannya antara lain:
Penelitian 1. Pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling yang kurang
memiliki kompetensi. Hal ini dikarenakan banyak guru BK
yang tidak berlatar belakang pendidikan Bimbingan dan
Konseling. Selain itu kemauan guru BK untuk
mengembangkan kompetensi seperti mengikuti pelatihan/
seminar/ worskhop atau melanjutkan pendidikan yang linear
masih rendah. Implikasi dari rendahnya penguasaan
kompetensi tersebut yakni buruknya pelayanan yang diberikan
kepada pengguna pelayanan konseling, seperti ada guru BK
yang menjadi polisi sekolah, guru BK yang pemarah/galak,
guru BK yang tidak mampu menyusun program BK, guru BK
yang tidak mampu melakukan kerjasama dengan rekan
sejawat, di luar profesi atau hubungan dengan lembaga,
ketidakmampuan guru BK dalam menerapkan ilmu pendidikan
ketika melaksanakan pelayanan, ketidakmampuan guru BK
dalam melakukan evaluasi dan melakukan tindak lanjut dari
evaluasi, serta masih banyak lagi.
2. Pihak di luar BK. Bimbingan dan Konseling merupakan
bagian dari sistem pendidikan itu sendiri, sehingga bagaimana
dukungan dari sistem akan memberikan warna postif pada

Page | 12
terlaksananya pelayanan konseling. Namun seperti yang kita
lihat bahwa beberapa kebijakan yang dibuat oleh pihak
tertentu justru mengaburkan hakikat pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling. Hal ini disebabkan kurangnya
pengetahuan para pembuat kebijakan mengenai pelaksanaan
pelayanan konseling yang ideal. Contohnya seperti yang telah
dipaparkan di atas, bahwa ada kebijakan yang dikeluarkan
oleh pihak berwenang untuk mengangkat guru mata pelajaran
menjadi guru Bimbingan dan Konseling dikarenakan lebihnya
guru mata pelajaran. Dapat dibayangkan bagaimana
pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling yang
dilaksanakan oleh tenaga yang tidak mengerti mengenai
bimbingan dan konseling.
8) Daftar Pustaka 1. AS, Uman Suherman. (2007). “Kompetensi dan Aspek Etik
Profesional Konselor Masa Depan”. Educationist, 1 (1): 39-47.
2. Hartono. (2009). “Efektivitas Bimbingan Karier Berbantuan
Komputer Terhadap Kemandirian Pengambilan Keputusan
Karier Siswa SMA”. Jurnal PPB UNNESA, 10 (1).
3. Hayati, I., & Sujadi, E. (2018). Perbedaan Keterampilan
Belajar Antara Siswa IPA dan IPS. Tarbawi : Jurnal Ilmu
Pendidikan, 14(1), 1-10
4. Pengurus Daerah ABKIN Jawa Tengah. (2006). Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia. Jawa Tengah
5. Prayitno & Amti, Erman. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan
Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.
6. Suhertina. (2012). “Peningkatan Profesionalisme Konselor
Melalui Implementasi Kode Etik Bimbingan Konseling di
Sekolah”. Artikel disajikan dalam Seminar Internasional
Konseling Malindo-2, Jurusan BK UNP, Padang, 13-15
November.
7. Sukartini, S.P. (2011). “Pribadi Konselor”; dalam Mamat

Page | 13
Supriatna. (Ed), Bimbingan dan Konseling Berbasis
Kompetensi (Orientasi Dasar Pengembangan Profesi
Konselor). Jakarta: Rajawali Pers. Wardani, Ika Kusuma &
Hariastuti,
8. Retno Tri. (2009). “Mengurangi Persepsi Negatif Siswa
Tentang Konselor Sekolah dengan Strategi Pengubahan Pola
Pikir (Cognitive Restructuring)”. Jurnal PPB UNNESA, 10 (2).
12 Analisis Jurnal
3) Kekuatan Menurut pendapat saya, penelitian ini adalah penelitian kualitatif,
Penelitian penelitian ini berangkat dari teori teori para ahli yang sudah
diyakini kebenaran teorinya sehingga membuat penelitian ini dapat
dipercayai.
4) Kelemahan Menurut pendapat saya, pada penelitian ini tidak rinci dibahas siapa
Penelitian saja yang menjadi sampel penelitian nya.
13 Kesimpulan Penerapan kode etik profesi bimbingan dan konseling di Indonesia
masih belum tercapai secara maksimal. Masih banyak guru
BK/Konselor yang tidak mengetahui rincian kode etik profesi serta
tidak mampu melaksanakannya. Selain itu, pihak luar juga memiliki
andil pada terhambatnya penerapan kode etik profesi bimbingan
dan konseling. Permasalahan tersebut tentunya harus segera dapat
diatasi. Langkah pertama yang harus dilakukan yakni
menumbuhkan kesadaran pada diri masing-masing guru
BK/Konselor bahwa mereka harus senantiasa menjalankan tugas
poko knya secara benar, mereka juga secara berkesinambunan harus
mengembangkan diri baik secara formal maupun berdiskusi dengan
rekan sejawat. Bagi para pembuat kebijakan, hendaknya dapat
menyusun regulasi yang jelas dan benar disertai dengan petunjuk
teknis pelaksanaannya. Pelaksanaan regulasi tersebut seharusnya
senantiasa diawasi baik dalam proses pelaksanaanya maupun pasca
pelaksanaan pelayanan.

Page | 14

Anda mungkin juga menyukai