PROPOSAL
OLEH :
Penulis juga mengetahui dan sadar bahwa dalam penulisan ini mesih
sangat jauh dari kesempurnaan yang memiliki kesalahan baik dalam materi
maupun pembahasannya. Oleh karena itu penulis sangat mengaharapkan kritikan
yang membangun demi memperbaiki proposal ini menadi lebih baik untuk
kedepannya. Akhir kata, penulis berharap proposal ini dapat membawa manfaat
bagi berbagai pihak.
1
LEMBAR PENGESAHAN NASKAH PROPOSAL
NIM : 1183351029
Tanggal Seminar :
Disetujui Oleh
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian
yang berjudul “Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Homeroom
Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Swasta Nasrani 1
Medan Tahun Ajaran 2021/2022” tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini,
penulis hendak berterima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan moral maupun materil sehingga proposal penelitian ini dapat selesai.
Ucapan terimakasih saya tujukan kepada :
3
DAFTAR ISI
4
2.3 Perilaku Kecanduan Merokok .....................................................................
2.3.1 Pengertian Perilaku Kecanduan Merokok ............................................
2.3.2 Tahap-Tahap Perilaku Merokok ...........................................................
2.3.3 Aspek-Aspek Perilaku Merokok ..........................................................
2.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok .......................
2.3.5 Dampak Perilaku Merokok ..................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................................
5
BAB 1
PENDAHULUAN
6
(reliefing beliefs) dan menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma
(permission beliefs/positive) (Joemana, 2004). Hal ini sejalan dengan kegiatan
merokok yang dilakukan oleh remaja yang biasanya dilakukan di depan orang
lain, terutama dilakukan di depan kelompoknya karena mereka sangat tertatik
kepada kelompok sebayanya atau dengan kata lain terikat dengan kelompoknya.
Masa remaja bisa jadi masa di mana individu mengkonsumsi rokok.
Pada saat ini usia pertama kali merokok umumnya berkisar antara usia 11-
13 tahun dan mereka pada umumnya merokok sebelum usia 18 tahun. Usia
tersebut dapat dikategorikan termasuk dalam rentangan masa remaja. Lebih jauh
lagi Data WHO mempertegas bahwa remaja memiliki kecenderungan yang tinggi
untuk merokok, data WHO menunjukkan bahwa dari seluruh jumlah perokok
yang ada di dunia sebanyak 30% adalah kaum remaja (Republika, 1988).
Kebiasaan merokok pada anak usia sekolah di Indonesia saat ini sudah
sering terlihat pada siswa SMP, karena pada usia ini merupakan suatu masa
peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Terdapat banyak alasan
yang melatar belakangi remaja untuk merokok. Secara umum berdasarkan kajian
Kurt Lewin, merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya,
perilaku merokok selain disebabkan dari faktor lingkungan juga disebabkan oleh
faktor diri atau kepribadian. Maka dari itu guru BK memiliki peran besar sebagai
pendidik yang memiliki tanggung jawab dalam mengupayakan pemberian bantuan
kepada anak didiknya dalam mengatasi masalah kecanduan merokok pada remaja
smp.
Perilaku merokok menurut Bigham (dalam Christarisa, 2015: 20) adalah
bentuk perilaku menyenangkan yang kemudian bergeser menjadi bentuk aktivitas
obsesif atau perilaku yang dilakukan secara berulang dikarenakan kandungan
nikoti dalam rokokyang bersifat candu atau adiktif sehingga dapat menyebabkan
kecanduan. Hal ini sejalan dengan perkataan Helmi yang berpendapat bahwa saat
pertama kali mengkonsumsi rokok, kebanyakan remaja mungkin mengalami
gejala-gejala batuk, lidah terasa getir, dan perut mual. Namun demikian, sebagian
dari para pemula tersebut mengabaikan pengalaman perasaan tersebut, biasanya
berlanjut menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi ketergantungan.
7
Ketergantungan ini dipersepsikan sebagai kenikmatan yang memberikan
kepuasan psikologis. Sehingga tidak jarang perokok mendapatkan kenikmatan
yang dapat menghilangkan ketidaknyamanan yang sedang dialaminya. Gejala ini
dapat djelaskan dari konsep tobacco dependency (ketergantungan rokok). Artinya,
perilaku merokok merupakan perilaku menyenangkan dan dapat menghilangkan
ketidak nyamanan dan bergeser menjadi aktivitas yang bersifat obsesif.
Melihat fenomena yang terjadi dengan adanya permasalahan tersebut
penulis bermaksud mengatasi dengan menerapkan layanan bimbingan kelompok
teknik porblem solving. Alasan peneliti memilih solusi ini adalah, melalui layanan
bimbingan kelompok teknik problem solving diharapkan mampu membuat siswa
mengetahui bahaya merokok dengan melakukan beberapa tahapan atau treatment
sehingga mampu meninggalkan atau mengurangi kecanduan dalam merokok.
Wibowo (2005) menyatakan bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan
kelompok di mana pimpinan kelompok menyediakan informasi-informasi dan
mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial atau untuk
membantu anggota-anggota kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.
Prayitno menjelaskan bahwa layanan bimbingan kelompok mengaktifkan
dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi
pengembangan diri pribadi yang menjadi anggota kelompok.
Menurut Romlah (2001: 03) bimbingan kelompok adalah proses
pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasi kelompok yang
ditujukan untuk mencegah timbulnya suatu masalah pada siswa dan
mengembangkan potensi siswa serta pengelolaannya dilakukan dalam situasi
kelompok.
Layanan bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan
kepada siswa dalam situasi kelompok dengan dipimpin oleh guru bimbingan dan
konseling, layanan bimbingan kerlompok cenderung tidak dilaksanakan karena
lebih menggunakan media papan bimbingan dalam memberikan layanan, jika
memberikan layanan bimbingan kelompokpun layanan tersebut masih
(cenderung) bersifat kasuistik atau insidental.
Berdasarkan hasil pencarian data awal melalui wawancara dengan guru
bimbingan konseling SMAN 18 Medan pada September 2021, mendapatkan hasil
8
data yaitu pada siswa SMAN 18 Medan 20% siswa kelas X IPA II yaitu seorang
perokok aktif dengan total seluruh siswa kelas X IPA II berjumlah 32 orang siswa.
Data studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti bahwa terdapat siswa yang
juga melakukan perilaku merokok di lingkungan sekolah dan diketahui oleh pihak
sekolah. Guru BK mengetahuinya karena ketika saat mencium tangan tercium
aroma rokok pada siswa tersebut. Serta mendapatkan data dari buku pelanggaran
sekolah bahwa terdapat beberapa siswa yang juga melakukan kegiatan merokok di
lingkungan sekolah.
Pihak sekolah, baik Wakil Kepala Kesiswaan maupun guru bimbingan dan
konseling sudah melakukan upaya penanganan dan pelayanan bagi peserta didik
yang terbukti melakukan tindakan merokok. Namun, tindakan merokok yang
dilakukan siswa masih saja terjadi dan berulang. Pihak sekolah berupaya
mewujudkan kondisi ideal yang kondusif untuk keberlangsungan kegiatan belajar
dan mengajar di sekolah, yaitu peserta didik yang patuh dengan tata tertib dan
juga terciptanya lingkungan sekolah yang sehat. Didukung dengan sikap seluruh
stakeholder sekolah.
Maka dari itu berdasarkan pemikiran tersebut peneliti mengajukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok Teknik
Problem Solving Dalam Mengurangi Perilaku Kecanduan Merokok Pada Siswa
Kelas X IPA II SMAN 18 Medan T.A 2021/2022”.
9
1.3 HIPOTESIS DALAM PENELITIAN
A. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan manfaat sebagai
berikut :
a. Manfaat Teoritis :
Manfaat teoritis dalam penelitian ini adala dapat dijadikan bahan rujukan
serta informasi yang bermanfaat bagi orang banyak dalam perkembangan
ilmu saat ini terkhusus pada kecanduan merokok .
b. Manfaat praktis :
1. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan secraa terus
menerus untuk meminimalisir siswa yang kecanduan merokok
2. Bagi Konselor
10
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
masukan mengenai siswa yang mengalami masalah kecanduan
merokok sehingga siswa mampu mengurangi prilaku merokoknya.
3. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menghindari
atau mengurangi prilaku merokok dan memahami akan bahayanya
merokok.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
12
sehari-hari dan untuk perkembangan dirinya baik sebagai individu maupun
sebagai pelajar, dan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan
atau tindakan tertentu.mengarahkan diskusi agar anggota kelompok
menjadi lebih sosial atau untuk membantu anggota-anggota kelompok
untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.
13
2.1.2 Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok
Berikut ini merupakan tujuan layanan bimbingan kelompok
menurut beberapa ahli : Tujuan bimbingan keolompok juga dapat dilihat
dari dua sisi yaitu tujuan secara umum dan tujuan secara khusus, seperti
yang dijelaskan oleh Prayitno (2004:2) tujuan bimbingan kelompok dapat
dibagi menjadi dua, yaitu tujuan secara umum dan tujuan secara khusus.
Tujuan umum layanan bimbingan kelompok adalah
berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa siswa, khususnya
kemampuan komunikasi peserta layanan.
Sedangkan tujuan khusus layanan bimbingan kelompok
bermaksud membahas topik-topik tertentu yang mengandung
permasalahan actual (hangat) dan menjadi perhatian peserta. Melalui
dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topik-topik itu mendorong
pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap yang
menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif.
Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi, verbal maupun non verbal
ditingkatkan.
Sedangkan dan Romlah (2001:14) menyimpulkan tujuan
bimbingan kelompok adalah sebagai berikut:
1. Memberikan kesempatan-kesempatan pada siswa belajar
hal-hal penting yang bergua bagi pengarahan dirinya yang
berkaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan
sosial.
2. Memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui
kegiatan kelompok dengan mempelajari masalah-masalah
manusia pada umumnya serta menghilangkan ketegangan-
ketegangan emosi, menambahkan pengertian mengenai
dinamika kepribadian, dan mengarahkan kembali energi yang
terpakai untuk memecahkan masalah masalah tersebut dalam
suasana yang permisif.
14
3. Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan secara lebih
ekonomis dan efektif daripada melalui kegiatan bimbingan
individual.
4. Mempelajari masalah-masalah yang umum dialami oleh
individu dan dengan merendahkan atau menghilangkan
hambatan-hambatan emosional melalui kegiatan kelompok,
maka pemahaman terhadap masalah individu menjadi lebih
mudah.
15
1. Bimbingan Kelompok Tugas
Dalam penyelenggaraan bimbingan kelompok tugas, arti dan isi
kegiatannya tidak ditentukan oleh para anggota kelompok melainkan
diartikan kepada penyelesaian tugas. Tugas yang dikerjakan kelompok
itu berasal dari pemimpin kelompok. Pemimpin kelompok
mengemukakan suatu tugas untuk dibahas dan diselenggarakan oleh
anggota kelompok.
2. Bimbingan Kelompok bebas.
Dalam kegiatannya, anggota bisa mengemukakan segala
pikirandan perasaannya dalam kelompok. Topik yang dibahas berasal
dari anggota kelompok. Selanjutnya, apa yang disampaikan anggota
dalam kelompok itulah yang menjadi pokok bahasan kelompok.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa layanan
bimbingan kelompok mempunyai dua jenis, yaitu kelompok tugas dan
kelompok tugas. Dalam kelompok tugas, topik yang dibahas sudah
ditentukan oleh pemimpin kelompok, sedangkan kelompok bebas
membahas topik yang berasal dari anngota kelompok yang ada di
dalam bimbingan kelompok tersebut.
16
pencapaian tujuan bimbingan yang diharapkan. Anggota kelompok
harus terbuka tentang pengalaman yang dimilikinya dan mampu
menceritakannya kepada anggota kelompok lainnya.
3. Kegiatan
Proses bimbingan kelompok dapat dikatakan berhasil apabila klien
dapat menyelenggarakan kegiatan yang dimaksud dalam
menyelesaikan topik yang dibahas. Asas kegiatan ini menghendaki
agar setiap anggota kelompok aktif dalam mengemukakan
pendapat, menyangga, dan aktif berbicara dalam kegiatan
kelompok.
4. Kenormatifan
Pelaksanaan kegiatan bimbingan kelompok harus berkembang
sejalan dengan norma-norma yang berlaku.
5. Kekinian
Masalah yang dibahas dalam proses bimbingan kelompok adalah
masalah sekarang, artinya topik yang dibahas merupakan topik-
topik yang bersifat aktual.
6. Kerahasiaan
Asas kerahasiaan merupakan asas yan penting dalam layanan
bimbingan kelompok. Apa yang dibicarakan dan terjadi dalam
kelompok harus dijaga kerahasiaannya oleh semua anggota
kelompok dan tidak boleh disebarluaskan pada pihak-pihak lain.
17
mengenai antara anggota, melainkan pemahaman menyangkut latar
belakang kepribadian, kekuatan, dan kelemahannya serta kondisi
lingkungannya.
2. Fungsi Pengembangan
Adalah pengembanan tentang intelegensi, bakat dan minat
anggota kelompok yang menonjol. Individu mengembangkan
segenap aspek yang bervariasi dan komplek sehingga tidak dapat
berdiri sendiri dengan kegiatan bimbingan kelompok tiap anggota
dapat saling bantu membantu.
18
yaitu membahas bersama anggota kelompok, apa, mengapa dan
bagaimana layanan bimbingan kelompok dilaksanakan, 3) pertahapan
kegiatan bimbingan kelompok, 4) penilaian segera (laiseg) hasil
layanan bimbingan kelompok, 5) tindak lanjut layanan.
2. Anggota Kelompok
Tidak semua kumpulan individu dapat dijadikan anggota
bimbingan kelompok. Untuk terselenggarnya bimbingan kelompok
seorang konselor harus membentuk kumpulan individu menjadi sebuah
kelompok sesuai dengan persyaratan yang ada.
Besarnya kelompok (jumlah anggota kelompok), dan
homogenitas/heterogenitas anggota kelompok dapat memengaruhi
kinerja kelompok. Sebaiknya jumlah kelompok tidak terlalu besar and
tidak terlal kecil. Peranan anggota kelompok dalam kegiatan
bimbingan kelompok yaitu masing-masing anggota kelompok
beraktifitas langsung dan mandiri dalam bentuk: 1) mendengar dan
memahami, 2) berpikir dan berpendapat, 3) menganalisis dan
berargumentasi, 4) merasa, berempati, dan bersikap, dan 5)
berpartisipasi dalam kegiatan bersama.
3. Dinamika Kelompok
Kekuatan yang mendorong kehidupan dalam kelompok disebut
dengan dinamika kelompok. Dinamika kelompok merujuk pada
interaksi dan pergantian energi diantara anggota kelompok dan
pemimpin kelompok (Jacobs, 1994:32). Selanjutnya Gladding
(1995:27) mendefinisikan dinamika kelompok sebagai kekuatan dalam
kelompok yang memiliki manfaat tersendiri, untuk memanfaatkan
kekuatan tersebut adalah dengan melalui interaksi diantara para
anggota dan pemimpin kelompok. Dalam kegiatan bimbingan
kelompok dinamika kelompok sengaja ditumbuhkembangkan karena
dinamika kelompok adalah hubungan interpersonal yang ditandai
dengan semangat, kerjasama antar anggota kelompok, asling berbagi
pengetahuan, pengalaman dan mencapai tujuan kelompok. Dinamika
19
kelompok merupakan jiwa dalam kehidupan kelompok yang
menentukan gerak dan arah untuk mencapai tujuan bimbingan
kelompok
20
tahap selanjutnya, membahas suasana yang terjadi, dan meningkatkan
kemampuan keikutsertaan anggota kelompok.
Pada tahap peralihan, anggota dimantapkan lagi sebelum masuk ke
tahap selanjutnya. Anggota juga ditanya mengenai harapan yang ingin
dicapai dalam kegiatan bimbingan kelompok. Setelah jelas kegiatan
apa saja yang harus dilakukan maka tidak akan muncul keraguan atau
belum siapnya anggota dalam melaksanakan kegiatan dan manfaat
yang diperoleh setiap anggota kelompok.
3. Tahap Kegiatan
Tahap kegiatan merupakan tahap inti dari kegiatan bimbingan
kelompok. Dalam tahap ini, pembahasan topik dilakukan dengan
menghidupkan dinamika kelompok. Tahap kegiatan ini merupakan
kehidupan yang sebenarnya dari kehidupan kelompok. Tujuan yang
hendak dicapai dalam tahap ini yaitu terbahasnya secara tuntas
permasalahan yang dihadapi anggota kelompok dan terciptanya
suasana untuk mengembangkan diri, baik menyangkut pengembangan
kemampuan berkomunikasi maupun pendapat yang dikemukakan oleh
anggota kelompok.
4. Tahap Pengakhiran
Tahap pengakhiran merupakan tahapan akhir kegiatan untuk
melihat kembali apa yang sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok,
serta merencanakan kegiatan lanjutan (follow up). Pada tahap ini,
pemimpin kelompok menyimpulkan hasil pembahasan dan
diungkapkan pada anggota kelompok sekaligus melaksanakan
evaluasi. Pemimpin kelompok juga membahas tindak lanjut (follow
up) dari bimbingan kelompok yang telah dilakukan, serta menanyakan
tentang pesan dan kesan serta ganjalan yang mungkin dirasakan oleh
anggota selama kegiatan berlangsung.
Pada tahap akhir ini yang penting adalah bagaimnaa keterampilan
anggota, termasuk konselor, dalam mentransfer apa yang telah mereka
pelajari dalam kelompok itu ke dalam kehidupannya di luar lingkungan
21
kelompok, anggota kelompok berupaya merealisasikan rencana-
rencana tindakan sampai mencapai suatu perubahan perilaku yang
diinginkan.
22
kelompok. Masalah yang dipilih hendaknya mempunyai sifat conflict
issue atau kontroversial, masalahnya dianggap penting (important),
urgen dan dapat diselesaikan (solutionable) oleh siswa (Gulo, 2002).
Menurut Gagne (Rusyan, A.T, 2004:64) “kalau seorang peserta
didik dihadapkan suatu masalah, maka pada akhirnya mereka bukan
hanya sekedar memecahkan masalah tetapi belajar sesuatu yang baru”.
Oleh karena itu Pendekatan Problem Solving cocok untuk digunakan
di Sekolah Dasar.
Problem Solving bukan suatu yang sederhana meskipun berkenaan
dengan penerapan aturan-aturan belajar yang telah dipelahari
sebelumnya. Problem solving juga menghasilkan suatu proses yang
menghasilkan pelajaran baru, dimana peserta didik ditempatkan pada
suatu masalah dan mereka mengingat aturan-aturan yang diperoleh
dalam upaya menemukan suatu solusi atau pemecahan masalah.
Dalam proses berfikir anak mungkin mencoba sejumlah hipotesis
dan menerapkan kemampuannya, bila mereka menemukan suatu
kombinasi tertentu dari aturan-aturan dalam situasi yang cocok, maka
mereka tidak hanya memecahkan masalah, tetapi juga telah
mempelajari sesuatu yang baru. Problem Solving memegang peranan
penting agar pengajaran berjalan dengan fleksibel
Jadi dapat disimpulkan metode problem solving itu adalah metode
pembelajaran yang mengajarkan peserta didik untuk dapat
memecahkan suatu masalah pelik yang dimulai dari mencari data
sampai kepada menarik kesimpulan.
2.2.2 Tujuan Metode Problem Solving
Tujuan utama dari penggunaan metode pemecahan masalah
adalah:
1. Mengembangkan kemampuan berfikir, terutama didalam
mencari sebab-akibat dan tujuan suatu masalah. Metode ini
melatih murid dalam cara-cara mendekati dan cara-cara
mengambil langkah-langkah apabila akan memecahkan suatu
masalah.
23
2. Memberikan kepada murid pengetahuan dan kecakapan praktis
yang bernilai atau bermanfaat bagi keperluan hidup sehari-hari.
Metode ini memberikan dasar-dasar pengalaman yang praktis
mengenai bagaimana cara-cara memecahkan masalah dan
kecakapan ini dpat diterapkan bagi keperluan menghadapi
masalah-masalah lainnya didalam masyarakat.
24
1. Penemuan fakta
2. Penemuan masalah berdasar fakta-fakta yang telah dihimpun,
ditentukan masalah atau pertanyaan kreatif untuk dipecahkan
3. Penemuan gagasan, menjaring sebanyak mungkin alternatif
jawaban, untuk memecahkan masalah
4. Penemuan jawaban, penentuan tolok ukur atas kriteria
pengujian
jawaban, sehingga ditemukan jawaban yang diharapkan
5. Penentuan penerimaan, diketemukan kebaikan dan kelemahan
gagasan, kemudian menyimpulkan dari masing-masing yang
dibahas
25
2.3 Prilaku Kecanduan Merokok
2.3.1 Pengertian Perilaku Kecanduan Merokok
Perilaku merokok adalah aktivitas seseorang yang merupakan
respons orang tersebut terhadap rangsangan dari luar yaitu faktor-
faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merokok dan dapat
diamati secara langsung. Sedangkan menurut Istiqomah merokok
adalah membakar tembakau kemudian dihisap, baik menggunakan
rokok maupun menggunakan pipa. Temparatur sebatang rokok yang
tengah dibakar adalah 90 derajat Celcius untuk ujung rokok yang
dibakar, dan 30 derajat Celcius untuk ujung rokok yang terselip di
antara bibir perokok (Istiqomah, 2003).
Munculnya perilaku dari organisme ini dipengaruhi oleh faktor
stimulus yang diterima, baik stimulus internal maupun stimulus
eksternal. Seperti halnya perilaku lain, perilaku merokok pun muncul
karena adanya faktor internal (faktor biologis dan faktor psikologis,
seperti perilaku merokok dilakukan untuk mengurangi stres) dan
faktor eksternal (faktor lingkungan sosial, seperti terpengaruh oleh
teman sebaya). Sari dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok
adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan
menggunakan pipa atau rokok.
Menurut Ogawa (dalam Triyanti, 2006) dahulu perilaku merokok
disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini
merokok disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat
didefinisikan sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap,
biasanya lebih dari setengah bungkus rokok per hari, dengan adanya
tambahan distres yang disebabkan oleh kebutuhan akan tembakau
secara berulang-ulang.
Perilaku merokok dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas subjek
yang berhubungan dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui
intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam
kehidupan sehari-hari (Komalasari & Helmi, 2000).
26
Intensitas merokok sebagai wujud dari perilaku merokok
menurut (Bustan, M.N., 2000) rokok aktif adalah asap rokok yang
berasal dari isapan perokok atu asap utama pada rokok yang dihisap
(mainstream). Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
perokok aktif (active smoker) adalah orang yang merokok dan
langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi
kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar.
Perokok pasif adalah asap rokok yang dihirup oleh seseorang yang
tidak merokok (pasive smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi
manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya
terhadap perokok pasif dari pada perokok aktif. Asap rokok sigaret
kemungkinan besar berbahaya terhadap mereka yang bukan perokok,
terutama di tempat tertutup. Asap rokok yang dihembuskan oleh
perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali lebih banyak
mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung
tar dan nikotin (Wardoyo, 1996).
27
Pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian
dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan
untuk memperoleh efek yang menyenangkan.
28
merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit,
dan lain-lain. Mereka yang berani merokok di
tempat tersebut tergolong sebagai orang yang
tidak berperasaan, tidak mempunyai tata krama,
bertindak kurang terpuji dan kurang sopan, dan
secara tidak langsung mereka tega menyebar
“racun” kepada orang lain yang tidak bersalah.
Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi
a. Kantor atau di kamar tidur pribadi. Mereka yang
memilih tempat – tempat seperti ini yang sebagai
tempat merokok digolongkan kepada individu
yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa
gelisah yang mencekam.
b. Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan
sebagai orang yang suka berfantasi (Mu‟tadin,
2002).
4. Waktu Merokok
Waktu merokok Perilaku merokok dipengaruhi oleh
keadaan yang dialaminya pada saat itu, misalnya ketika sedang
berkumpul dengan teman, cuaca yang dingin, setelah dimarahi
orang tua, dll.
2.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok
Menurut Juniarti (1991) dalam Mu‟tadin (2002) dalam Poltekkes
Depkes Jakarta I (2012), faktor yang mempengaruhi kebiasaan
merokok adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh orang tua
Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa
anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak
bahagia, di mana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-
anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras, lebih
mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda
29
yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer
dan Corado dalam Atkinson,1999: 294).
2. Pengaruh teman
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa bila semakin banyak
remaja yang merokok, maka semakin besar kemungkinan
teman-temannya adalah perokok dan demikian sebaliknya.
Dari fakta tersebuut ada dua kemungkinan yang terjadi.
Pertama, remaja tadi terpengaruh oleh teman-temannya atau
bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh remaja
tersebut, hingga akhirnya mereka semua menjadi perokok.
Diantara remaja perokok, 87% mempunyai sekurang-
kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok, begitu pula
dengan remaja bukan perokok (Al Buchori, 1991 dalam
Poltekkes Depkes Jakarta I, 2012).
3. Faktor kepribadian
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu
atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, dan
membebaskan diri dari kebosanan.
4. Pengaruh iklan
Melihat iklan di media massa dan elektronik yang
menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang
kejantanan atau glamour, membuat remaja sering kali terpicu
untuk mengikuti perilaku seperti yang ada di dalam iklan
tersebut (Juniarti, 1991 dalam Poltekkes Depkes Jakarta I,
2012).
2.3.5 Dampak Merokok
Bahaya merokok bagi kesehatan menurut Tandra (2003) dalam
Poltekkes Depkes Jakarta I (2012) adalah dapat menimbulkan
berbagai penyakit. Banyak penyakit telah terbukti menjad akibat
buruk dari merkok, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Rokok memiliki 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan,
diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat
30
karsinogenik. Rokok memang hanya memiliki 8-20mg nikotin,yang
setelah dibakar 25 persennya akan masuk kedalam darah. Namun,
jumlah kecilinihanya membutuhkan waktu 15detik untuk sampai
keotak.
Dengan merokok mengurangi jumlah sel-sel berfilia (rambut
getar), menambah sel lendir sehingga menghambat oksigen ke paru-
paru sampai resiko delapan kali lebih besar terkena kanker
dibandingkan mereka yang hidup sehat tanpa rokok (Zulkifli, 2008).
Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh kebiasaan menghisap
rokok yang mungkinsaja tidak terjadi dalam waktu singkat namun
memberikan perokok potensi yang lebih besar. Beberapa diantaranya
antara lain:
1. Impotensi
Merokok dapat menyebabkan penurunan seksual karena
aliran darah ke penis berkurang sehingga tidak terjadi ereksi.
2. Osteoporosis
Karbon monoksida dalam asap rokok dapat mengurangi
daya angkut oksigen darah perokok sebesar 15 persen,
mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga lebih mudah patah
dan membutuhkan waktu 80 persen lebih lama untuk
penyembuhan.
3. Pada Kehamilan
Merokok selama kehamilan menyebabkan pertumbuhan
janin lambat dan dapat meningkatkan resiko Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR). Resiko keguguran pada wanita perokok 2-3
kali lebih sering karena karbon monoksida dalam asap rokok
dapat menurunkan kadar oksigen.
4. Jantung koroner
Penyakit jantung adalahs alah satu penyebab kematian
utama di indonesia. Sekitar 40 persen kematian disebabkan
oleh gangguan sirkulasi darah, dimana 2,5 juta adalah penyakit
jantung koroner. Perlu diketahui bahwa resiko kematian akibat
31
penyakit jantung koroner berkurang hingga 50% pada tahun
pertama sesudah rokokdihentikan. Akibat penggumpalan
(trombosit) dan pengapuran dinding pembuluh darah
(aterosklerosis), merokok jelas akan merusak pembuluh darah
perifer. Penyakit pembuluh Darah Perifer (PPDP) yang
melibatkan pembuluh darah arteri dan vena di tungkai bawah
atau tangan sering ditemukan pada dewasa muda perokok
berat, biasanya akan berakhir dengan amputasi (Poltekkes
Depkes Jakarta I, 2012).
5. Sistem Pernapasan
Kerugian jangka pendek sistem pernapasan akibat rokok
adalah kemampuan rokok untuk membunuh selrambut getar
(silia) disaluran pernapasan. Ini adalah awal dari bronkitis,
iritasi, batuk. Sedangkan untuk jangka panjang berupa kanker
paru, emphycema atau hilangnya elasitas paru-paru, dan
bronkitis kronis.
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa kelas X IPA II sebanya
32 orang di SMA Negeri 18 Medan Tahun Ajaran 2021/2022. Pertimbangan
penulis mengambil subyek penelitian tersebut dimana siswa kelas X IPA II SMA
Negeri 18 Medan
Menurut Sugiyono (2010 : 61) variabel penelitian adalah suatu atribut atau
sifat atau nilaidari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti dan dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Macam variabel (Sugiyono, 2010 : 61) yaitu :
1. Variabel Independen
Variabel independen sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor,
antecedent atau dengan kata lain disebut sebagai variabel bebas. Variabel
bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam
penelitian ini Bimbingan kelompok teknik problem solving merupakan
variabel independen (bebas) yaitu variabel yang mempengaruhi
mengurangi perilaku kecanduan merokok.
2. Variabel Dependen
Variabel ini sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen
atau dengan kata lain sebagai variabel terikat. Variabel terikat adalah
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas. Dalam penelitian ini kecanduan merokok merupakan
33
variabel dependen (terikat) yaitu yang dipengaruhi oleh variabel
independen (bimbingan kelompok teknik Problem Solving).
34
PTK memiliki ciri khusus yang membedakan dengan jenis penelitian lain.
Berkaitan dengan ciri Khusus tersebut, Arikunto (2007: 62) menjelaskan ada
beberapa karakteristik PTK tersebut, antara lain (1) adanya Tindakan yang nyata
yang dilakukan dalam situasi yang alami dan ditujukan untuk menyelesaikan
masalah, (2) menambah wawasan keilmiahan dan keilmuan, (3) sumber
permasalahan berasal dari masalah yang dialami guru, (4) permasalahan yang
diangkat bersifat sederhana, nyata, jelas, dan penting, (5) adanya kolaborasi antara
praktikan dan peneliti, (6) ada tujuan penting dalam pelaksanaan PTK, yaitu
meningkatkan profesionalisme guru, ada keputusan kelompok , bertujuan untuk
meningkatkan dan menambah pengetahuan.
1. Perencanaan
Perencanaan dilakukan oleh peneliti sebelum dilaksanakannya bimbingan
kelompok teknik problem solving pada siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri
18 Medan yang mengalami kecanduan merokok, berikut perencanaannya:
1) Mengidentifikasi siswa siswi yang menjadi peserta layanan
bimbingan kelompok teknik problem solving. Identifikasi siswa yang
35
memiliki gejala kecanduan merokokmenggunakn metode observasi
dan pengisisan angket oleh siswa siswi.
2) Merancang pelaksanaan pemecahan masalah kecanduan merokok
dengan menggunakan bimbingan kelompok teknik problem solving.
3) Menyususn jadwal kegiatan
4) Membuat format sarana / prasarana
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan yang dimaksud disini adalah pemberian bantuan
terhadap siswa yang mengalami kecanduan merokok dengan penerapan
layanan bimbingan kelompok teknik problem solving. Pelaksanaan
tindakan ini dilakukan oleh peneliti kepada siswa kelas X SMA Negeri 18
Medan yang mengalami kecanduan merokok.
3. Observasi
Kegiatan observasi dilakukan langsung oleh peneliti secara bersamaan
dengan pelaksanaan tindakan bimbingan kelompok teknik problem solving
terhadap siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 18 Medan yang memiliki
memiliki gejala kecanduan merokok. Observasi (penelitian sendiri)
menggunakan instrumen observasi, antara lain lembar observasi yang
dilengkapi dengan catatan lapangan. Observasi yang dilakukan meliputi
implementasi dalam kegiatanmonitoring/pemantauan, yaitu meliputi hal
hal berikut:
1) Pengamatan terhadap proses, baik prosedur pelaksanaannya maupun
keaktifan siswa selama beberapa kali pertemuan.
2) Pengamatan terhadap hasil sebelum dan sesudah pelaksanaan
tindakan
4. Refleksi
Setelah melalukan observasi dilakukan refleksi. Refleksi dilakukan dengan
menganalisis, mengkaji, dan memprediksi proses yang telah dilakukan.
Refleksi ini dilakukan oleh peneliti yang bertugas di sekolah.
5. Evaluasi
Madya (2006 : 64) mengemukakan kegiatan evaluasi dilakukan untuk
mempertimbangkan pedoman pelaksanaan bimbingan teknik homeroom
36
yang sudah dilakukan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
mengkaji ulang, mempertimbangkan hasil dari berbagai kriteria atau
indikator keberhasilan.
1) Skala
2) Menurut Bimo Walgito (2008: 167), model skala Likert digunakan untuk
mengukur sikap. Skala digunakan untuk mengukur aspek afektif. Skala
kecanduan merokok digunakan untuk mengetahui penurunan kecanduan
merokok siswa. Skala digunakan untuk mengukur kecanduan merokok
sebelum diberi perlakuan (pretest) dan mengukur kecanduan merokok
siswa setelah diberi perlakuan (posttest).
3) Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati
setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat
observasi tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti (Wina Sanjaya,
2006: 86). Observasi digunakan untuk mengetahui proses pelaksanaan
bimbingan kelompok teknik problem solving, hambatan ketika
melaksanakan bimbingan kelompok teknik problem solving dan periaku
siswa setelah melaksanakan bimbingan kelompok teknik homeroom.
37