Anda di halaman 1dari 38

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN

TEKNIK PROBLEM SOLVING DALAM MENGURANGI


PERILAKU KECANDUAN MEROKOK PADA SISWA KELAS
X IPA II SMAN 18 MEDAN T.A 2021/2022

PROPOSAL

Guna Memenuhi Tugas Akhir Dari


Mata Kuliah Seminar kapita Selekta

OLEH :

Khairiyah Hasana Lubis


1183351029
BK Reguler C 2018

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas Kehadirat Allah tuhan yang Maha
Esa atas segala bantuanNya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan
proposal mengenai “Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik
Problem Solving Dalam Mengurangi Perilaku Kecanduan Merokok Pada Siswa
Kelas X Ipa Ii Sman 18 Medan T.A 2021/2022”. Sebagai tugas akhir dari Mata
Kuliah Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling

Selama tahap penyelesain proposal ini,penulis tentunya menghadapi


banyak hambatanhambatan yang cukup menyulitkan, namun Alhamdulilah
penulis akhirnya mampu menyelesaikan proposal ini dengan tepat dan sesuai
dengan waktunya. Secara khusus penulis mengucapkan terimkasih kepada Bapak
Dr. Edidon Hutasuhut, M.Pd selaku dosen Seminar Kapita Selekta atas bimbingan
yang beliau ajarkan kepada penulis pada saat proses pembelajaran sehingga pada
akhirnya dengan ilmu dari beliau,penulis dapat menyelesaikan proposal ini.

Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada


teman-teman dan sahabat, baik dari kelompok penulis sendiri maupun
temanteman di kelas BK Reguler C untuk seluruh semangat,bantuan,kritikan dan
masukan yang telah diberikan kepada penulis selama pengerjaan proposal ini.

Penulis juga mengetahui dan sadar bahwa dalam penulisan ini mesih
sangat jauh dari kesempurnaan yang memiliki kesalahan baik dalam materi
maupun pembahasannya. Oleh karena itu penulis sangat mengaharapkan kritikan
yang membangun demi memperbaiki proposal ini menadi lebih baik untuk
kedepannya. Akhir kata, penulis berharap proposal ini dapat membawa manfaat
bagi berbagai pihak.

Medan, 04 Oktober 2021

Khairiyah Hasana Lubis


1183351029

1
LEMBAR PENGESAHAN NASKAH PROPOSAL

Judul : Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik


Problem Solving Dalam Mengurangi Perilaku Kecanduan
Merokok Pada Siswa Kelas X Ipa Ii Sman 18 Medan T.A
2021/2022

Penyusun : Khairiyah Hasana Lubis

NIM : 1183351029

Pembimbing : Dr.Edidon Hutasuhut, M.Pd

Tanggal Seminar :

Disetujui Oleh

Pembimbing Ketua Jurusan PPBK/BK

Dr. Edidon Hutasuhut M.Pd Mirza Irawan S.Pd., M.Pd


NIP. NIP.

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian
yang berjudul “Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Homeroom
Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Swasta Nasrani 1
Medan Tahun Ajaran 2021/2022” tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini,
penulis hendak berterima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan moral maupun materil sehingga proposal penelitian ini dapat selesai.
Ucapan terimakasih saya tujukan kepada :

1. Kedua orang tua saya yang telah membimbing saya, memberikan


dukungan dan doa, serta memberikan gambaran agar saya mendapat
gambaran dan ide dalam menyusun proposal penelitian ini.
2. Kepada Bapak Dr. Edidon Hutasuhut, M.Pd selaku dosen pengampu
pada matakuliah Seminar Kapita Selekta yang telah menugaskan
proposal penelitian ini kepada saya, dan mengarahkan dalam
penyususnan proposal penelitian ini.
3. Kepada teman-teman saya BK Reguler C 2018 yang memberi dukungan
agar proposal penelitian ini terselesaikan

Meskipun telah berusaha maksimal menyelesaikan proposal penelitian ini


tentunya masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca guna menyempurnakan segala
kekurangan dalam penyusunan proposa penelitian ini. Akhir kata penulis berharap
semoga proposal penelitian ini berguna bagi para pembaca dan pihak-pihak lain
yang berkepentingan..

Medan, November 2021

Khairiyah Hasana Lubis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................

KATA PENGANTAR ..............................................................................................

DAFTAR ISI .............................................................................................................

DAFTAR TABEL ....................................................................................................

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................

1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................
1.3 Hipotisis Dalam Masalah ............................................................................
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................

2.1 Layanan Bimbingan Konseling ...................................................................


2.1.1 Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok .........................................
2.1.2 Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok ...............................................
2.1.3 Jenis-Jenis Layanan Bimbingan Kelompok .........................................
2.1.4 Asas-Asas Layanan Bimbingan Kelompok ..........................................
2.1.5 Fungsi Layanan Bimbingan Kelompok ................................................
2.1.6 Komponen Layanan Bimbingan Kelompok .........................................
2.1.7 Tahap-Tahap Layanan Bimbingan Kelompok .....................................
2.2 Problem Solving ..........................................................................................
2.2.1 Pengertian Problem Solving .................................................................
2.2.2 Tujuan Metode Problem Solving..........................................................
2.2.3 Langkah-Langkah Metode Problem Solving ........................................
2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Metode Problem Solving .........................

4
2.3 Perilaku Kecanduan Merokok .....................................................................
2.3.1 Pengertian Perilaku Kecanduan Merokok ............................................
2.3.2 Tahap-Tahap Perilaku Merokok ...........................................................
2.3.3 Aspek-Aspek Perilaku Merokok ..........................................................
2.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok .......................
2.3.5 Dampak Perilaku Merokok ..................................................................

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................


3.2 Subjek Penelitian ........................................................................................
3.3 Variabel Penelitian ....................................................................................
3.4 Definisi Operasional dan Indikator ............................................................
3.5 Jenis Penelitian............................................................................................
3.6 Desain Penelitian ........................................................................................
3.7 Teknik Pengumpulan Data ..........................................................................
3.8 Instrumen Penelitian ...................................................................................
3.9 Indikator Penelitian .....................................................................................
3.10 Jadwal Penelitian .......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................

LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................................

5
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Remaja adalah seseorang individu yang baru beranjak selangkah dewasa
dan baru mengenal mana yang benar dan mana yang salah, mengenal lawan jenis,
memahami peran dalam dunia sosial, menerima jati diri ada dirinya, dan mampu
mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri individu. Remaja saat ini
dituntut harus siap dan mampu dalam menghadapi tantangan kehidupan dan
pergaulan. Usia remaja adalah usia yang paling kritis dalam kehidupan seseorang,
rentang usia peralihan dari masa kanak-kanak menuju remaja dan akan
menentukan kematangan usia dewasa.
Salah satu periode dalam rentang kehidupan individu adalah masa remaja.
Masa remaja diartikan sebagai suatu masa transisi atau peralihan, yaitu periode
dimana individu secara fisik maupun psikis berubah dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa( Hurlock 1997).
Pada usia remaja terjadi perubahan hormon, fisik, dan psikis yang
berlangsung secara berangsur-angsur. Tahapan perkembangan remaja (adolescent)
dibagi dalam 3 tahap yaitu early (awal), middle (madya), dan late (akhir). Masing-
masing tahapan memiliki karakteristik dan tugas-tugas perkembangan yang harus
dilalui oleh setiap individu agar perkembangan fisik dan psikis tumbuh dan
berkembang secara matang, jika tugas perkembangan tidak dilewati dengan baik
maka akan terjadi hambatan dan kegagalan dalam menjalani fase kehidupan
selanjutnya yakni fase dewasa.
Perilaku remaja pada era kontemporer, merokok merupakan suatu
pemandangan yang sangat tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat
memberikan kenikmatan bagi perokok, namun di lain pihak dapat menimbulkan
dampak buruk bagi perokok sendiri maupun orang-orang disekitarnya. Berbagai
kandungan zat yang terdapat di dalam rokok memberikan dampak negatif pada
tubuh penghisapnya.
Beberapa motivasi yang melatar belakangi merokok adalah untuk
mendapat pengakuan (anticipatory beliefs) untuk menghilangkan kekecewaan

6
(reliefing beliefs) dan menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma
(permission beliefs/positive) (Joemana, 2004). Hal ini sejalan dengan kegiatan
merokok yang dilakukan oleh remaja yang biasanya dilakukan di depan orang
lain, terutama dilakukan di depan kelompoknya karena mereka sangat tertatik
kepada kelompok sebayanya atau dengan kata lain terikat dengan kelompoknya.
Masa remaja bisa jadi masa di mana individu mengkonsumsi rokok.
Pada saat ini usia pertama kali merokok umumnya berkisar antara usia 11-
13 tahun dan mereka pada umumnya merokok sebelum usia 18 tahun. Usia
tersebut dapat dikategorikan termasuk dalam rentangan masa remaja. Lebih jauh
lagi Data WHO mempertegas bahwa remaja memiliki kecenderungan yang tinggi
untuk merokok, data WHO menunjukkan bahwa dari seluruh jumlah perokok
yang ada di dunia sebanyak 30% adalah kaum remaja (Republika, 1988).
Kebiasaan merokok pada anak usia sekolah di Indonesia saat ini sudah
sering terlihat pada siswa SMP, karena pada usia ini merupakan suatu masa
peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Terdapat banyak alasan
yang melatar belakangi remaja untuk merokok. Secara umum berdasarkan kajian
Kurt Lewin, merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya,
perilaku merokok selain disebabkan dari faktor lingkungan juga disebabkan oleh
faktor diri atau kepribadian. Maka dari itu guru BK memiliki peran besar sebagai
pendidik yang memiliki tanggung jawab dalam mengupayakan pemberian bantuan
kepada anak didiknya dalam mengatasi masalah kecanduan merokok pada remaja
smp.
Perilaku merokok menurut Bigham (dalam Christarisa, 2015: 20) adalah
bentuk perilaku menyenangkan yang kemudian bergeser menjadi bentuk aktivitas
obsesif atau perilaku yang dilakukan secara berulang dikarenakan kandungan
nikoti dalam rokokyang bersifat candu atau adiktif sehingga dapat menyebabkan
kecanduan. Hal ini sejalan dengan perkataan Helmi yang berpendapat bahwa saat
pertama kali mengkonsumsi rokok, kebanyakan remaja mungkin mengalami
gejala-gejala batuk, lidah terasa getir, dan perut mual. Namun demikian, sebagian
dari para pemula tersebut mengabaikan pengalaman perasaan tersebut, biasanya
berlanjut menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi ketergantungan.

7
Ketergantungan ini dipersepsikan sebagai kenikmatan yang memberikan
kepuasan psikologis. Sehingga tidak jarang perokok mendapatkan kenikmatan
yang dapat menghilangkan ketidaknyamanan yang sedang dialaminya. Gejala ini
dapat djelaskan dari konsep tobacco dependency (ketergantungan rokok). Artinya,
perilaku merokok merupakan perilaku menyenangkan dan dapat menghilangkan
ketidak nyamanan dan bergeser menjadi aktivitas yang bersifat obsesif.
Melihat fenomena yang terjadi dengan adanya permasalahan tersebut
penulis bermaksud mengatasi dengan menerapkan layanan bimbingan kelompok
teknik porblem solving. Alasan peneliti memilih solusi ini adalah, melalui layanan
bimbingan kelompok teknik problem solving diharapkan mampu membuat siswa
mengetahui bahaya merokok dengan melakukan beberapa tahapan atau treatment
sehingga mampu meninggalkan atau mengurangi kecanduan dalam merokok.
Wibowo (2005) menyatakan bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan
kelompok di mana pimpinan kelompok menyediakan informasi-informasi dan
mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial atau untuk
membantu anggota-anggota kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.
Prayitno menjelaskan bahwa layanan bimbingan kelompok mengaktifkan
dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi
pengembangan diri pribadi yang menjadi anggota kelompok.
Menurut Romlah (2001: 03) bimbingan kelompok adalah proses
pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam situasi kelompok yang
ditujukan untuk mencegah timbulnya suatu masalah pada siswa dan
mengembangkan potensi siswa serta pengelolaannya dilakukan dalam situasi
kelompok.
Layanan bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan
kepada siswa dalam situasi kelompok dengan dipimpin oleh guru bimbingan dan
konseling, layanan bimbingan kerlompok cenderung tidak dilaksanakan karena
lebih menggunakan media papan bimbingan dalam memberikan layanan, jika
memberikan layanan bimbingan kelompokpun layanan tersebut masih
(cenderung) bersifat kasuistik atau insidental.
Berdasarkan hasil pencarian data awal melalui wawancara dengan guru
bimbingan konseling SMAN 18 Medan pada September 2021, mendapatkan hasil

8
data yaitu pada siswa SMAN 18 Medan 20% siswa kelas X IPA II yaitu seorang
perokok aktif dengan total seluruh siswa kelas X IPA II berjumlah 32 orang siswa.
Data studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti bahwa terdapat siswa yang
juga melakukan perilaku merokok di lingkungan sekolah dan diketahui oleh pihak
sekolah. Guru BK mengetahuinya karena ketika saat mencium tangan tercium
aroma rokok pada siswa tersebut. Serta mendapatkan data dari buku pelanggaran
sekolah bahwa terdapat beberapa siswa yang juga melakukan kegiatan merokok di
lingkungan sekolah.
Pihak sekolah, baik Wakil Kepala Kesiswaan maupun guru bimbingan dan
konseling sudah melakukan upaya penanganan dan pelayanan bagi peserta didik
yang terbukti melakukan tindakan merokok. Namun, tindakan merokok yang
dilakukan siswa masih saja terjadi dan berulang. Pihak sekolah berupaya
mewujudkan kondisi ideal yang kondusif untuk keberlangsungan kegiatan belajar
dan mengajar di sekolah, yaitu peserta didik yang patuh dengan tata tertib dan
juga terciptanya lingkungan sekolah yang sehat. Didukung dengan sikap seluruh
stakeholder sekolah.
Maka dari itu berdasarkan pemikiran tersebut peneliti mengajukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok Teknik
Problem Solving Dalam Mengurangi Perilaku Kecanduan Merokok Pada Siswa
Kelas X IPA II SMAN 18 Medan T.A 2021/2022”.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah utama dalam
penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana cara mengurangi perilaku kecanduan merokok pada siswa


kelas X IPA II SMAN 18 Medan?
2. Bagaimana tingkat kecanduan merokok pada siswa kelas X IPA II SMAN
18 Medan?
3. Apakah pelaksanaan bimbingan kelompok teknik problem solving dapat
mengurangi prilaku kecanduan merokok pada siswa kelas X IPA II SMAN
18 Medan??

9
1.3 HIPOTESIS DALAM PENELITIAN

Berdasarkan judul penelitian dan rumusan masalah maka peneliti


menegakkan hipotesis yaitu Hipotesis penelitian ini adalah jika dilakukan
penerapan layanan konseling kelompok dengan teknik problem solving ,maka
akan mengurangi perilaku kecanduan merakok pada peserta didik kelas X IPA II
SMAN 18 Medan.

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitain ini yaitu :

1. Mengetahui cara untuk mengurangi perilaku kecanduan merokok pada


siswa kelas X IPA II SMAN 18 Medan.
2. Mengetahui seberapa banyak dan seberapa lama kecanduan merokok pada
siswa kelas X IPA II SMAN 18 Medan
3. Dapat mengurangi kecanduan merokok pada siswa kelas X IPA II SMAN
18 Medan?

1.5 MANFAAT PENELITIAN

A. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan manfaat sebagai
berikut :

a. Manfaat Teoritis :
Manfaat teoritis dalam penelitian ini adala dapat dijadikan bahan rujukan
serta informasi yang bermanfaat bagi orang banyak dalam perkembangan
ilmu saat ini terkhusus pada kecanduan merokok .

b. Manfaat praktis :
1. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan secraa terus
menerus untuk meminimalisir siswa yang kecanduan merokok
2. Bagi Konselor

10
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
masukan mengenai siswa yang mengalami masalah kecanduan
merokok sehingga siswa mampu mengurangi prilaku merokoknya.
3. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menghindari
atau mengurangi prilaku merokok dan memahami akan bahayanya
merokok.

11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Layanan Bimbingan Kelompok


2.1.1 Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok merupakan salah satu layanan dalam
bimbingan konseling yang menggunakan kelompok (8-15 orang) dalam
pelaksanaannya. Dalam bimbingan kelompok, anggota kelompok sadar
dan mempunyai persepsi bersama akan hubungan mereka dengan anggota
lain seperti yang dikatakan oleh Smith (dalam Walgito, 2007:6) :
“We may define a social group as a unit consisting of a plural
number of separate organism (agents) who have a collective
perception of their unity and who have the ability to act or are
acting in a unitary manner toward their environment”
Berarti bahwa “kita mungkin mendefinisikan kelompok sosial
sebagai kesatuan yang terdiri dari berbagai individu yang berbeda-beda
(anggota) yang memiliki berbagai persepsi bersama dan yang memiliki
kemampuan untuk beraksi or berakting dalam keadaan berkelompok
terhadap lingkungan mereka”.

Istilah bimbingan kelompok mengacu pada aktivitas-aktivitas


kelompok yang berfokus pada penyediaan informasi atau oengalaman
lewat aktivitas kelompok yang terencana dan terorganisasi. Isinya dapat
meliputi informasi pendidikan, pekerjaan, pribadi, sosial, bertujuan
menyediakan bagi anggota-anggota kelompok informasi
akurat yang membantu mereka membuat perencanaan dan keputusan
hidup yang lebih tepat (Gibson, 2011:275).

Sukardi dan Kusmawati (2008:78) juga menyatakan bahwa


bimbingan kelompok merupakan layanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan siswa secara bersama-sama melalui dinamika kelompok
memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama guru
pembimbing) dan membahas secara bersama-sama pokok bahasan (topik)
tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dalam kehidupan

12
sehari-hari dan untuk perkembangan dirinya baik sebagai individu maupun
sebagai pelajar, dan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan
atau tindakan tertentu.mengarahkan diskusi agar anggota kelompok
menjadi lebih sosial atau untuk membantu anggota-anggota kelompok
untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.

Dijelaskan pula oleh Romlah (2001:3) bahwa bimbingan


merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara
berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah
mendapat latihan khusus untuk itu, dan dimaksudkan agar individu dapat
memahami dirinya dan lingkungannya, dapat mengarahkan dirinya dan
kesejahteraan masyarakat. Kemudian menyimpulkan bahwa bimbingan
kelompok sebagai proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu
dalam situasi kelompok.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan


kelompok merupakan suatu upaya pemberian bantuan dan pemberian
informasi kepada suatu kelompok atau sejumlah siswa, yang dilakukan
oleh seorang ahli untuk mencapai tujuan tertentu dengan memanfaatkan
dinamika kelompok. Dengan melalui layanan bimbingan kelompok,
diharapkan individu dapat membuat keputusan yang tepat, serta dapat
memperbaiki diri dan meningkatkan pemahaman terhadap diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan di sekitarnya, sehingga dapat tercipta
kehidupan sehari-hari yang efektif.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan


kelompok merupakan suatu upaya pemberian bantuan dan pemberian
informasi kepada suatu kelompok atau sejumlah siswa, yang dilakukan
oleh seorang ahli untuk mencapai tujuan tertentu dengan memanfaatkan
dinamika kelompok. Dengan melalui layanan bimbingan kelompok,
diharapkan individu dapat membuat keputusan yang tepat,
serta dapat memperbaiki diri dan meningkatkan pemahaman terhadap diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan di sekitarnya, sehingga dapat tercipta
kehidupan sehari-hari yang efektif.

13
2.1.2 Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok
Berikut ini merupakan tujuan layanan bimbingan kelompok
menurut beberapa ahli : Tujuan bimbingan keolompok juga dapat dilihat
dari dua sisi yaitu tujuan secara umum dan tujuan secara khusus, seperti
yang dijelaskan oleh Prayitno (2004:2) tujuan bimbingan kelompok dapat
dibagi menjadi dua, yaitu tujuan secara umum dan tujuan secara khusus.
Tujuan umum layanan bimbingan kelompok adalah
berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa siswa, khususnya
kemampuan komunikasi peserta layanan.
Sedangkan tujuan khusus layanan bimbingan kelompok
bermaksud membahas topik-topik tertentu yang mengandung
permasalahan actual (hangat) dan menjadi perhatian peserta. Melalui
dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topik-topik itu mendorong
pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap yang
menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif.
Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi, verbal maupun non verbal
ditingkatkan.
Sedangkan dan Romlah (2001:14) menyimpulkan tujuan
bimbingan kelompok adalah sebagai berikut:
1. Memberikan kesempatan-kesempatan pada siswa belajar
hal-hal penting yang bergua bagi pengarahan dirinya yang
berkaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan
sosial.
2. Memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui
kegiatan kelompok dengan mempelajari masalah-masalah
manusia pada umumnya serta menghilangkan ketegangan-
ketegangan emosi, menambahkan pengertian mengenai
dinamika kepribadian, dan mengarahkan kembali energi yang
terpakai untuk memecahkan masalah masalah tersebut dalam
suasana yang permisif.

14
3. Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan secara lebih
ekonomis dan efektif daripada melalui kegiatan bimbingan
individual.
4. Mempelajari masalah-masalah yang umum dialami oleh
individu dan dengan merendahkan atau menghilangkan
hambatan-hambatan emosional melalui kegiatan kelompok,
maka pemahaman terhadap masalah individu menjadi lebih
mudah.

Pendapat lain mengenai tujuan bimbingan kelompok dikemukakan


oleh Winkel dan Hastuti (2004:564) yaitu supaya orang yang dilayani
menjadi mampu mengatur kehidupan sendiri, memiliki pandangannya
sendiri dan tidak sekedar meniru pendapat orang lain, mengambil sikap
sendiri, dan berani menanggung sendiri efek serta konsekuensi dari
tindakan-tindakannya. Selanjutnya Sukardi dan Kusmawati (2008:78)
mengemukakan bahwa layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk
menunjang pemahaman pemahaman dan kehidupan siswa sehari-hari dan
untuk perkembangan dirinya baik sebagai individu maupun sebagai pelajar
serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan atau tindakan
tertentu.

Berdasarkan uraian mengenai tujuan bimbingan kelompok diatas,


dapat disimpulkan bahwa tujuan bimbingan kelompok adalah siswa dapat
mengungkapkan pendapat serta menerima pendapat oranglain, dapat
bersosialisasi dengan baik, dapat memahami dirinya dan mampu membuat
keputusan sendiri sehingga dapat mencapai perkembangan diri yang
optimal dan terlaksananya kehidupan efektif sehari-hari.

2.1.3 Jenis-Jenis Layanan Bimbingan Kelompok


Menurut Prayitno (1995:25), pelaksanaan bimbingan kelompok
dapat dikembangkan menjadi dua jenis kelompok, yaitu kelompok bebas
dan kelompok tugas. Berikut ini adalah penjelasannya:

15
1. Bimbingan Kelompok Tugas
Dalam penyelenggaraan bimbingan kelompok tugas, arti dan isi
kegiatannya tidak ditentukan oleh para anggota kelompok melainkan
diartikan kepada penyelesaian tugas. Tugas yang dikerjakan kelompok
itu berasal dari pemimpin kelompok. Pemimpin kelompok
mengemukakan suatu tugas untuk dibahas dan diselenggarakan oleh
anggota kelompok.
2. Bimbingan Kelompok bebas.
Dalam kegiatannya, anggota bisa mengemukakan segala
pikirandan perasaannya dalam kelompok. Topik yang dibahas berasal
dari anggota kelompok. Selanjutnya, apa yang disampaikan anggota
dalam kelompok itulah yang menjadi pokok bahasan kelompok.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa layanan
bimbingan kelompok mempunyai dua jenis, yaitu kelompok tugas dan
kelompok tugas. Dalam kelompok tugas, topik yang dibahas sudah
ditentukan oleh pemimpin kelompok, sedangkan kelompok bebas
membahas topik yang berasal dari anngota kelompok yang ada di
dalam bimbingan kelompok tersebut.

2.1.4 Asas-Asas Layanan Bimbingan Kelompok


Kegiatan bimbingan kelompok tidak terlepas dari asas-asas yang
harus dipatuhi agar tujuan bimbingan kelompok dapat tercapai. Menuru
Prayitno (2004:14) asas-asas yang harus dipatuhi dalam bimbingan
kelompok meliputi:
1. Kesukarelaan
Sikap sukarela harus ada dalam diri konselor maupun klien. Klien
secara sukarela mengikuti kegiatan bimbingan kelompok tanpa
adanya paksaan dari pihak manapun. Sedangkan pihak konselor
hendaknya member bantuan secara sukarela tanpa ada unsur
keterpaksaan.
2. Keterbukaan
Asas keterbukaan merupakan asas untuk mempermudah

16
pencapaian tujuan bimbingan yang diharapkan. Anggota kelompok
harus terbuka tentang pengalaman yang dimilikinya dan mampu
menceritakannya kepada anggota kelompok lainnya.
3. Kegiatan
Proses bimbingan kelompok dapat dikatakan berhasil apabila klien
dapat menyelenggarakan kegiatan yang dimaksud dalam
menyelesaikan topik yang dibahas. Asas kegiatan ini menghendaki
agar setiap anggota kelompok aktif dalam mengemukakan
pendapat, menyangga, dan aktif berbicara dalam kegiatan
kelompok.
4. Kenormatifan
Pelaksanaan kegiatan bimbingan kelompok harus berkembang
sejalan dengan norma-norma yang berlaku.
5. Kekinian
Masalah yang dibahas dalam proses bimbingan kelompok adalah
masalah sekarang, artinya topik yang dibahas merupakan topik-
topik yang bersifat aktual.
6. Kerahasiaan
Asas kerahasiaan merupakan asas yan penting dalam layanan
bimbingan kelompok. Apa yang dibicarakan dan terjadi dalam
kelompok harus dijaga kerahasiaannya oleh semua anggota
kelompok dan tidak boleh disebarluaskan pada pihak-pihak lain.

2.1.5 Fungsi Layanan Bimbingan Kelompok


Romlah (2001:3) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok
diajukan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa dan
mengembangkan potensi siswa. Fungsi yang terdapat dalam layanan
bimbingan kelompok antara lain:
1. Fungsi Pemahaman
Adalah pemahaman tentang anggota kelompok beserta
permasalahannya oleh anggota kelompok itu sendiri maupun
dengan lingkungan. Pemahaman tersebut tidak hanya saling

17
mengenai antara anggota, melainkan pemahaman menyangkut latar
belakang kepribadian, kekuatan, dan kelemahannya serta kondisi
lingkungannya.
2. Fungsi Pengembangan
Adalah pengembanan tentang intelegensi, bakat dan minat
anggota kelompok yang menonjol. Individu mengembangkan
segenap aspek yang bervariasi dan komplek sehingga tidak dapat
berdiri sendiri dengan kegiatan bimbingan kelompok tiap anggota
dapat saling bantu membantu.

2.1.6 Komponen-Komponen Layanan Bimbingan Kelompok


Komponen-komponen yang harus diperhatikan sehingga
bimbingan kelompok dapat berjalan menurut Prayitno (2004: 4-13) adalah:
1. Pemimpin Kelompok
Pemimpin kelompok (PK) adalah konselor yang terlatih dan
berwenang menyelenggarakan praktik konseling professional.
Sebagaimana untuk jenis layanan konseling lainnya, konselor memiliki
keterampilan khusus menyelenggarakan bimbingan kelompok. PK
diwajibkan menghidupkan dinamika kelompok antara semua peserta
seintensif mungkin yang mengarah kepada pencapaian tujuan-tujuan
umum dalam bimbingan kelompok.
PK agar dapat menjalankan tugas dan kewajibannya secara
professional, hendaknya memiliki karaktristik sebagai seorang yang
mampu membentuk dan mengarahkan kelompok sehingga terjadi
dinamika kelompok, berwawasan luas dan tajam, serta memiliki
kemampuan hubungan antar-personal yang hangat dan nyaman.
Sehubungan dengan keterampilan dan sikap yang menyangkut hal-
hal tersebut di atas, peranan PK menurut Prayitno (2004: 7) yaitu
dalammengarahkan suasana kelompok mempunyai peranan: 1)
pembentukan kelompok dari sekumpulan (calon) peserta (terdiri dari
8-10 orang), sehingga terpenuhi syarat-syarat kelompok yang mampu
secara aktif mengembangkan dinamika kelompok, 2) penstrukturan,

18
yaitu membahas bersama anggota kelompok, apa, mengapa dan
bagaimana layanan bimbingan kelompok dilaksanakan, 3) pertahapan
kegiatan bimbingan kelompok, 4) penilaian segera (laiseg) hasil
layanan bimbingan kelompok, 5) tindak lanjut layanan.

2. Anggota Kelompok
Tidak semua kumpulan individu dapat dijadikan anggota
bimbingan kelompok. Untuk terselenggarnya bimbingan kelompok
seorang konselor harus membentuk kumpulan individu menjadi sebuah
kelompok sesuai dengan persyaratan yang ada.
Besarnya kelompok (jumlah anggota kelompok), dan
homogenitas/heterogenitas anggota kelompok dapat memengaruhi
kinerja kelompok. Sebaiknya jumlah kelompok tidak terlalu besar and
tidak terlal kecil. Peranan anggota kelompok dalam kegiatan
bimbingan kelompok yaitu masing-masing anggota kelompok
beraktifitas langsung dan mandiri dalam bentuk: 1) mendengar dan
memahami, 2) berpikir dan berpendapat, 3) menganalisis dan
berargumentasi, 4) merasa, berempati, dan bersikap, dan 5)
berpartisipasi dalam kegiatan bersama.
3. Dinamika Kelompok
Kekuatan yang mendorong kehidupan dalam kelompok disebut
dengan dinamika kelompok. Dinamika kelompok merujuk pada
interaksi dan pergantian energi diantara anggota kelompok dan
pemimpin kelompok (Jacobs, 1994:32). Selanjutnya Gladding
(1995:27) mendefinisikan dinamika kelompok sebagai kekuatan dalam
kelompok yang memiliki manfaat tersendiri, untuk memanfaatkan
kekuatan tersebut adalah dengan melalui interaksi diantara para
anggota dan pemimpin kelompok. Dalam kegiatan bimbingan
kelompok dinamika kelompok sengaja ditumbuhkembangkan karena
dinamika kelompok adalah hubungan interpersonal yang ditandai
dengan semangat, kerjasama antar anggota kelompok, asling berbagi
pengetahuan, pengalaman dan mencapai tujuan kelompok. Dinamika

19
kelompok merupakan jiwa dalam kehidupan kelompok yang
menentukan gerak dan arah untuk mencapai tujuan bimbingan
kelompok

2.1.7 Tahap-Tahap Layanan Bimbingan Kelompok


Prosedur pelaksanaan layanan bimbingan kelompok dibagi menjadi
empat tahap. Menurut Prayitno (1995: 40-60) tahap-tahap bimbingan
kelompok yaitu tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap pelaksanaan
kegiatan, dan tahap pengakhiran. Pada masing-masing tahap tersebut
mempunyai sub-sub tahap dalam pelaksanaan bimbingan kelompok. Di
samping keempat tahap tersebut masih adal yang disebut tahap awal.
Tahap awal berlangsung sampai berkumpulnya para anggota kelompok
dan dimulainya tahap pembentukan. Berikut ini merupakan penjelasannya:
1. Tahap Pembentukan
Tahap pembentukan yaitu tahapan untuk membentuk kerumunan
sejumlah individu menjadi satu kelompok yang siap mengembangkan
dinamika kelompok dalam mencapai tujuan bersama. Tahap ini
merupakan tahap pengenalan dan keterlibatan anggota ke dalam
kelompok dengan tujuan anggota lebih memahami maksud dan tujuan
bimbingan kelompok. Tahap ini juga bertujuan untuk menumbuhkan
suasana saling mengenal, saling percaya, saling menerima, dan
membantu antar anggota kelompok.
2. Tahap Peralihan
Tahap peralihan atau disebut juga tahap transisi merupakan tahapa
untuk mengalihkan kegiatan dari tahap pembentukan ke tahap kegiatan
yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok. Pada tahap ini
pemimpin kelompok menegaskan jenis bimbingan kelompok yaitu
tugas atau bebas. Kegiatan yang dilakukan oleh pemimpin kelompok
pada tahap ini adalah menjelaskan kegiatan
yang akan ditempuh pada tahap berikutnya, menawarkan atau
mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada

20
tahap selanjutnya, membahas suasana yang terjadi, dan meningkatkan
kemampuan keikutsertaan anggota kelompok.
Pada tahap peralihan, anggota dimantapkan lagi sebelum masuk ke
tahap selanjutnya. Anggota juga ditanya mengenai harapan yang ingin
dicapai dalam kegiatan bimbingan kelompok. Setelah jelas kegiatan
apa saja yang harus dilakukan maka tidak akan muncul keraguan atau
belum siapnya anggota dalam melaksanakan kegiatan dan manfaat
yang diperoleh setiap anggota kelompok.
3. Tahap Kegiatan
Tahap kegiatan merupakan tahap inti dari kegiatan bimbingan
kelompok. Dalam tahap ini, pembahasan topik dilakukan dengan
menghidupkan dinamika kelompok. Tahap kegiatan ini merupakan
kehidupan yang sebenarnya dari kehidupan kelompok. Tujuan yang
hendak dicapai dalam tahap ini yaitu terbahasnya secara tuntas
permasalahan yang dihadapi anggota kelompok dan terciptanya
suasana untuk mengembangkan diri, baik menyangkut pengembangan
kemampuan berkomunikasi maupun pendapat yang dikemukakan oleh
anggota kelompok.

4. Tahap Pengakhiran
Tahap pengakhiran merupakan tahapan akhir kegiatan untuk
melihat kembali apa yang sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok,
serta merencanakan kegiatan lanjutan (follow up). Pada tahap ini,
pemimpin kelompok menyimpulkan hasil pembahasan dan
diungkapkan pada anggota kelompok sekaligus melaksanakan
evaluasi. Pemimpin kelompok juga membahas tindak lanjut (follow
up) dari bimbingan kelompok yang telah dilakukan, serta menanyakan
tentang pesan dan kesan serta ganjalan yang mungkin dirasakan oleh
anggota selama kegiatan berlangsung.
Pada tahap akhir ini yang penting adalah bagaimnaa keterampilan
anggota, termasuk konselor, dalam mentransfer apa yang telah mereka
pelajari dalam kelompok itu ke dalam kehidupannya di luar lingkungan

21
kelompok, anggota kelompok berupaya merealisasikan rencana-
rencana tindakan sampai mencapai suatu perubahan perilaku yang
diinginkan.

2.2 Problem Solving


2.2.1 Pengertian Problem Solving
Pengertian Problem Solving adalah Metode problem solving atau
sering juga disebut dengan nama Metode Pemecahan Masalah
merupakan suatu cara mengajar yang merangsang seseorang untuk
menganalisa dan melakukan sintesa dalam kesatuan struktur atau
situasi di mana masalah itu berada, atas inisiatif sendiri. Metode ini
menuntut kemampuan untuk dapat melihat sebab akibat atau relasi-
relasi diantara berbagai data, sehingga pada akhirnya dapat
menemukan kunci pembuka masalahnya. Kegiatan semacam ini
merupakan ciri yang khas daripada suatu kegiatan intelegensi (Angga
Wiguna, dkk., 2016).
Metode ini mengembangkan kemampuan berfikir yang dipupuk
dengan adanya kesempatan untuk mengobservasi problema, meng
umpulkan data, menganalisa data, menyusun suatu hipotesa, mencari
hubungan (data) yang hilang dari data yang telah terkumpul untuk
kemudian menarik kesimpulan yang merupakan hasil pemecahan
masalah tersebut. Cara berfikir semacam itu lazim disebut cara berfikir
ilmiah. Cara berfikir yang menghasilkan suatu kesimpulan atau
keputusan yang diyakini kebenarannya karena seluruh proses
pemecahan masalah itu telah diikuti dan dikontrol dari data yang
pertama yang berhasil dikumpulkan dan dianalisa sampai kepada
kesimpulan yang ditarik atau ditetapkan. Cara berfikir semacam itu
benar- benar dapat dikembangkan dengan menggunakan Metode
Pemecahan Masalah (Jusuf Djajadisastra, 1982; Nurliawaty, 2017).
Penyelesaian masalah dalam metode problem solving ini dilakukan
melalui kelompok. Suatu isu yang berkaitan dengan pokok bahasan
dalam pelajaran diberikan kepada siswa untuk diselesaikan secara

22
kelompok. Masalah yang dipilih hendaknya mempunyai sifat conflict
issue atau kontroversial, masalahnya dianggap penting (important),
urgen dan dapat diselesaikan (solutionable) oleh siswa (Gulo, 2002).
Menurut Gagne (Rusyan, A.T, 2004:64) “kalau seorang peserta
didik dihadapkan suatu masalah, maka pada akhirnya mereka bukan
hanya sekedar memecahkan masalah tetapi belajar sesuatu yang baru”.
Oleh karena itu Pendekatan Problem Solving cocok untuk digunakan
di Sekolah Dasar.
Problem Solving bukan suatu yang sederhana meskipun berkenaan
dengan penerapan aturan-aturan belajar yang telah dipelahari
sebelumnya. Problem solving juga menghasilkan suatu proses yang
menghasilkan pelajaran baru, dimana peserta didik ditempatkan pada
suatu masalah dan mereka mengingat aturan-aturan yang diperoleh
dalam upaya menemukan suatu solusi atau pemecahan masalah.
Dalam proses berfikir anak mungkin mencoba sejumlah hipotesis
dan menerapkan kemampuannya, bila mereka menemukan suatu
kombinasi tertentu dari aturan-aturan dalam situasi yang cocok, maka
mereka tidak hanya memecahkan masalah, tetapi juga telah
mempelajari sesuatu yang baru. Problem Solving memegang peranan
penting agar pengajaran berjalan dengan fleksibel
Jadi dapat disimpulkan metode problem solving itu adalah metode
pembelajaran yang mengajarkan peserta didik untuk dapat
memecahkan suatu masalah pelik yang dimulai dari mencari data
sampai kepada menarik kesimpulan.
2.2.2 Tujuan Metode Problem Solving
Tujuan utama dari penggunaan metode pemecahan masalah
adalah:
1. Mengembangkan kemampuan berfikir, terutama didalam
mencari sebab-akibat dan tujuan suatu masalah. Metode ini
melatih murid dalam cara-cara mendekati dan cara-cara
mengambil langkah-langkah apabila akan memecahkan suatu
masalah.

23
2. Memberikan kepada murid pengetahuan dan kecakapan praktis
yang bernilai atau bermanfaat bagi keperluan hidup sehari-hari.
Metode ini memberikan dasar-dasar pengalaman yang praktis
mengenai bagaimana cara-cara memecahkan masalah dan
kecakapan ini dpat diterapkan bagi keperluan menghadapi
masalah-masalah lainnya didalam masyarakat.

Problem solving melatih siswa terlatih mencari informasi dan


mengecek silang validitas informasi itu dengan sumber lainnya,
juga problem solving melatih siswa berfikir kritis dan metode ini
melatihsiswa memecahkan dilema. Sehingga dengan menerapkan
metode problem solving ini siswa menjadi lebih dapat mengerti
bagaimana cara memecahkan masalah yang akan dihadapi pada
kehidupan nyata atau di luar lingkungan sekolah.

Untuk mendukung strategi belajar mengajar dengan


menggunakan metode problem solving ini, guru perlu memilih
bahan pelajaran yang memiliki permasalahan. Materi pelajaran
tidak terbatas hanya pada buku teks di sekolah, tetapi juga di ambil
dari sumber-sumber lingkungan seperti peristiwa-peristiwa
kemasyarakatan atau peristiwa dalam lingkungan sekolah.

Tujuannya agar memudahkan siswa dalam menghadapi dan


memecahkan masalah yang terjadi di lingkungan sebenarnya dan
siswa memperoleh pengalaman tentang penyelesaian masalah
sehingga dapat diterapkan di kehidupan nyata.

2.2.3 Langkah-Langkah Metode Problem Solving


Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan
hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu
metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan
metode-metode lainnya dimulai dengan mencari data sampai
kepada menarik kesimpulan. Langkah-langkah problem solving
menurut Suryosubroto adalah:

24
1. Penemuan fakta
2. Penemuan masalah berdasar fakta-fakta yang telah dihimpun,
ditentukan masalah atau pertanyaan kreatif untuk dipecahkan
3. Penemuan gagasan, menjaring sebanyak mungkin alternatif
jawaban, untuk memecahkan masalah
4. Penemuan jawaban, penentuan tolok ukur atas kriteria
pengujian
jawaban, sehingga ditemukan jawaban yang diharapkan
5. Penentuan penerimaan, diketemukan kebaikan dan kelemahan
gagasan, kemudian menyimpulkan dari masing-masing yang
dibahas

2.2.4 Kelebihan Dan Kekurangan Metode Problem Solving


Terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dari metode
problem solving dalam pembelajaran ini, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Metode ini dapat membuat pendidikan disekolah menjadi
lebih
relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja.
2. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat
membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan
masalah secara terampil, apabila menghadapi permasalahan
di dalam kehidupan dalam keluarga, bermasyarakat, dan
bekerja kelak, suatu kemampuan yang sangat bermakna
bagi kehidupan manusia.
3. Metode ini merangsang pengembangan kemampuan
berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam
proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengna
menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka
mencari pemecahan.

25
2.3 Prilaku Kecanduan Merokok
2.3.1 Pengertian Perilaku Kecanduan Merokok
Perilaku merokok adalah aktivitas seseorang yang merupakan
respons orang tersebut terhadap rangsangan dari luar yaitu faktor-
faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merokok dan dapat
diamati secara langsung. Sedangkan menurut Istiqomah merokok
adalah membakar tembakau kemudian dihisap, baik menggunakan
rokok maupun menggunakan pipa. Temparatur sebatang rokok yang
tengah dibakar adalah 90 derajat Celcius untuk ujung rokok yang
dibakar, dan 30 derajat Celcius untuk ujung rokok yang terselip di
antara bibir perokok (Istiqomah, 2003).
Munculnya perilaku dari organisme ini dipengaruhi oleh faktor
stimulus yang diterima, baik stimulus internal maupun stimulus
eksternal. Seperti halnya perilaku lain, perilaku merokok pun muncul
karena adanya faktor internal (faktor biologis dan faktor psikologis,
seperti perilaku merokok dilakukan untuk mengurangi stres) dan
faktor eksternal (faktor lingkungan sosial, seperti terpengaruh oleh
teman sebaya). Sari dkk (2003) menyebutkan bahwa perilaku merokok
adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan
menggunakan pipa atau rokok.
Menurut Ogawa (dalam Triyanti, 2006) dahulu perilaku merokok
disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini
merokok disebut sebagai tobacco dependency sendiri dapat
didefinisikan sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap,
biasanya lebih dari setengah bungkus rokok per hari, dengan adanya
tambahan distres yang disebabkan oleh kebutuhan akan tembakau
secara berulang-ulang.
Perilaku merokok dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas subjek
yang berhubungan dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui
intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam
kehidupan sehari-hari (Komalasari & Helmi, 2000).

26
Intensitas merokok sebagai wujud dari perilaku merokok
menurut (Bustan, M.N., 2000) rokok aktif adalah asap rokok yang
berasal dari isapan perokok atu asap utama pada rokok yang dihisap
(mainstream). Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
perokok aktif (active smoker) adalah orang yang merokok dan
langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi
kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar.
Perokok pasif adalah asap rokok yang dihirup oleh seseorang yang
tidak merokok (pasive smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi
manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya
terhadap perokok pasif dari pada perokok aktif. Asap rokok sigaret
kemungkinan besar berbahaya terhadap mereka yang bukan perokok,
terutama di tempat tertutup. Asap rokok yang dihembuskan oleh
perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali lebih banyak
mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung
tar dan nikotin (Wardoyo, 1996).

2.3.2 Tahap-Tahap Perilaku Merokok


Laventhal dan Clearly (Komalasari & Helmi, 2000)
mengungkapkan empat tahap dalam perilaku merokok, yaitu :
1. Tahap Preparatory
Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan
mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat, atau dari
hasilbacaan, sehingga menimbulkan niat untuk merokok.
2. Tahap Initiation
Tahap perintisan merokok, yaitu tahap apakah seseorang
akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok.
3. Tahap Becoming A Smoker
Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak
empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan
menjadi perokok.
4. Tahap Maintaining Of Smoking

27
Pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian
dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan
untuk memperoleh efek yang menyenangkan.

2.3.3 Aspek-Aspek Perilaku Merokok


Aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang (dalam
Nasution, 2007), yaitu :
1. Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari
Fungsi merokok ditunjukkan dengan perasaan yang dialami
si perokok, seperti perasaan yang positif maupun perasaan
negatif.
2. Intensitas merokok Smet (1994) mengklasifikasikan
perokok berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap, yaitu
:
 Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang
rokok dalam sehari.
 Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok
dalam sehari.
 Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok
dalam sehari
3. Tempat merokok
Tipe perokok berdasarkan tempat ada dua (Mu‟tadin, 2002
dalam Poltekkes Depkes Jakarta I, 2012) yaitu :
 Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik
a. Kelompok homogen (sama-sama perokok),
Mereka menikmati kebiasaan merokok secara
bergerombol. Umumnya mereka masih
menghargai orang lain, karena itu mereka
menempatkan diri di area merokok (smoking
area).
b. Kelompok yang heterogen, Kelompok ini
biasanya merokok di antara orang lain yang tidak

28
merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit,
dan lain-lain. Mereka yang berani merokok di
tempat tersebut tergolong sebagai orang yang
tidak berperasaan, tidak mempunyai tata krama,
bertindak kurang terpuji dan kurang sopan, dan
secara tidak langsung mereka tega menyebar
“racun” kepada orang lain yang tidak bersalah.
 Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi
a. Kantor atau di kamar tidur pribadi. Mereka yang
memilih tempat – tempat seperti ini yang sebagai
tempat merokok digolongkan kepada individu
yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa
gelisah yang mencekam.
b. Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan
sebagai orang yang suka berfantasi (Mu‟tadin,
2002).
4. Waktu Merokok
Waktu merokok Perilaku merokok dipengaruhi oleh
keadaan yang dialaminya pada saat itu, misalnya ketika sedang
berkumpul dengan teman, cuaca yang dingin, setelah dimarahi
orang tua, dll.
2.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok
Menurut Juniarti (1991) dalam Mu‟tadin (2002) dalam Poltekkes
Depkes Jakarta I (2012), faktor yang mempengaruhi kebiasaan
merokok adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh orang tua
Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa
anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak
bahagia, di mana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-
anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras, lebih
mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda

29
yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer
dan Corado dalam Atkinson,1999: 294).
2. Pengaruh teman
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa bila semakin banyak
remaja yang merokok, maka semakin besar kemungkinan
teman-temannya adalah perokok dan demikian sebaliknya.
Dari fakta tersebuut ada dua kemungkinan yang terjadi.
Pertama, remaja tadi terpengaruh oleh teman-temannya atau
bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh remaja
tersebut, hingga akhirnya mereka semua menjadi perokok.
Diantara remaja perokok, 87% mempunyai sekurang-
kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok, begitu pula
dengan remaja bukan perokok (Al Buchori, 1991 dalam
Poltekkes Depkes Jakarta I, 2012).
3. Faktor kepribadian
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu
atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, dan
membebaskan diri dari kebosanan.
4. Pengaruh iklan
Melihat iklan di media massa dan elektronik yang
menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang
kejantanan atau glamour, membuat remaja sering kali terpicu
untuk mengikuti perilaku seperti yang ada di dalam iklan
tersebut (Juniarti, 1991 dalam Poltekkes Depkes Jakarta I,
2012).
2.3.5 Dampak Merokok
Bahaya merokok bagi kesehatan menurut Tandra (2003) dalam
Poltekkes Depkes Jakarta I (2012) adalah dapat menimbulkan
berbagai penyakit. Banyak penyakit telah terbukti menjad akibat
buruk dari merkok, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Rokok memiliki 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan,
diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat

30
karsinogenik. Rokok memang hanya memiliki 8-20mg nikotin,yang
setelah dibakar 25 persennya akan masuk kedalam darah. Namun,
jumlah kecilinihanya membutuhkan waktu 15detik untuk sampai
keotak.
Dengan merokok mengurangi jumlah sel-sel berfilia (rambut
getar), menambah sel lendir sehingga menghambat oksigen ke paru-
paru sampai resiko delapan kali lebih besar terkena kanker
dibandingkan mereka yang hidup sehat tanpa rokok (Zulkifli, 2008).
Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh kebiasaan menghisap
rokok yang mungkinsaja tidak terjadi dalam waktu singkat namun
memberikan perokok potensi yang lebih besar. Beberapa diantaranya
antara lain:
1. Impotensi
Merokok dapat menyebabkan penurunan seksual karena
aliran darah ke penis berkurang sehingga tidak terjadi ereksi.
2. Osteoporosis
Karbon monoksida dalam asap rokok dapat mengurangi
daya angkut oksigen darah perokok sebesar 15 persen,
mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga lebih mudah patah
dan membutuhkan waktu 80 persen lebih lama untuk
penyembuhan.
3. Pada Kehamilan
Merokok selama kehamilan menyebabkan pertumbuhan
janin lambat dan dapat meningkatkan resiko Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR). Resiko keguguran pada wanita perokok 2-3
kali lebih sering karena karbon monoksida dalam asap rokok
dapat menurunkan kadar oksigen.
4. Jantung koroner
Penyakit jantung adalahs alah satu penyebab kematian
utama di indonesia. Sekitar 40 persen kematian disebabkan
oleh gangguan sirkulasi darah, dimana 2,5 juta adalah penyakit
jantung koroner. Perlu diketahui bahwa resiko kematian akibat

31
penyakit jantung koroner berkurang hingga 50% pada tahun
pertama sesudah rokokdihentikan. Akibat penggumpalan
(trombosit) dan pengapuran dinding pembuluh darah
(aterosklerosis), merokok jelas akan merusak pembuluh darah
perifer. Penyakit pembuluh Darah Perifer (PPDP) yang
melibatkan pembuluh darah arteri dan vena di tungkai bawah
atau tangan sering ditemukan pada dewasa muda perokok
berat, biasanya akan berakhir dengan amputasi (Poltekkes
Depkes Jakarta I, 2012).
5. Sistem Pernapasan
Kerugian jangka pendek sistem pernapasan akibat rokok
adalah kemampuan rokok untuk membunuh selrambut getar
(silia) disaluran pernapasan. Ini adalah awal dari bronkitis,
iritasi, batuk. Sedangkan untuk jangka panjang berupa kanker
paru, emphycema atau hilangnya elasitas paru-paru, dan
bronkitis kronis.

32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilasanakan di SMA Negeri 18 Medan di Jl. Wahidin No.16


A Pandau Hulu I, Kec. Medan Kota, Kota Medan, Sumatera Uutara 20211.

3.2 Subjek Penelitian

Yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa kelas X IPA II sebanya
32 orang di SMA Negeri 18 Medan Tahun Ajaran 2021/2022. Pertimbangan
penulis mengambil subyek penelitian tersebut dimana siswa kelas X IPA II SMA
Negeri 18 Medan

3.3 Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2010 : 61) variabel penelitian adalah suatu atribut atau
sifat atau nilaidari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti dan dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Macam variabel (Sugiyono, 2010 : 61) yaitu :

1. Variabel Independen
Variabel independen sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor,
antecedent atau dengan kata lain disebut sebagai variabel bebas. Variabel
bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam
penelitian ini Bimbingan kelompok teknik problem solving merupakan
variabel independen (bebas) yaitu variabel yang mempengaruhi
mengurangi perilaku kecanduan merokok.
2. Variabel Dependen
Variabel ini sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen
atau dengan kata lain sebagai variabel terikat. Variabel terikat adalah
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas. Dalam penelitian ini kecanduan merokok merupakan

33
variabel dependen (terikat) yaitu yang dipengaruhi oleh variabel
independen (bimbingan kelompok teknik Problem Solving).

3.4 Defisini Operasional dan Indikator Penelitian


Faktor dari dalam remaja dapat dilihat dari kajian perkembangan remaja.
Remaja mulai merokok dikatakan oleh Erikson (Gatchel, 1989) berkaitan dengan
adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu
masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Dalam masa remaja ini, sering
dilukiskan sebagai masa badai dan topan karena ketidaksesuaian antara
perkembangan fisik yang sudah matang dan belum diimbangi oleh perkembangan
psikis dan sosial. Upayaupaya untuk menemukan jati diri tersebut, tidak semua
dapat berjalan sesuai dengan harapan masyarakat. Beberapa remaja melakukan
perilaku merokok sabagai cara kompensatoris.
Seperti yang diungkapkan oleh Leventhal & Clearly (dalam Cahyani,
1995) terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok yaitu:

1. Tahap Preparatory. Seseorang mendapatkan gambaran yang


menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat, atau
dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbukan minat untuk merokok.
2. Tahap Initiation. Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang
akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok.
3. Tahap becoming a smoker. Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok
sebanyak 4 batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi
perokok.
4. Tahap maintenance of smoking. Tahap ini merokok sudah menjadi salah
satu bagian dari cara pengarturan diri (selfregulating). Merokok dilakukan
untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan

3.5 Jenis Penelitian


Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan, yaitu penelitian yang
dilakukan dengantujuan memperbaiki mutu Pendidikan di kelas (Suhardjono
dalam Arikunto, 2007: 58). Penelitian Tindakan (PTBK) ini dilakukan secara
kolaboratif dan partisipatif bekerja sama dengan guru Bimbingan dan Konseling
di SMA Negeri 18 Medan.

34
PTK memiliki ciri khusus yang membedakan dengan jenis penelitian lain.
Berkaitan dengan ciri Khusus tersebut, Arikunto (2007: 62) menjelaskan ada
beberapa karakteristik PTK tersebut, antara lain (1) adanya Tindakan yang nyata
yang dilakukan dalam situasi yang alami dan ditujukan untuk menyelesaikan
masalah, (2) menambah wawasan keilmiahan dan keilmuan, (3) sumber
permasalahan berasal dari masalah yang dialami guru, (4) permasalahan yang
diangkat bersifat sederhana, nyata, jelas, dan penting, (5) adanya kolaborasi antara
praktikan dan peneliti, (6) ada tujuan penting dalam pelaksanaan PTK, yaitu
meningkatkan profesionalisme guru, ada keputusan kelompok , bertujuan untuk
meningkatkan dan menambah pengetahuan.

3.6 Desain Penelitian


Menurut S. Nasution (2009 : 23), desain penelitian merupakan rencana tentang
cara mengumpulkan dan menganalisis data agar dapat dilaksanakan secara
ekonomis serta serasi dengan tujuan penelitian. Desain Penelitian ini
menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model siklus yang
dikemukakan oleh Kemmis dan Taggart, Suharsimi Arikunto (2008 :16-190),
yang meliputi menyusun perancangan tindakan (planning), pelaksanaan tindakan
(acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting), dan evaluasi.
Untuk meyakinkan peneliti akan hasil penelitian melalui tindakan pada siklus I,
maka peneliti mengulang kembali penelitiannya pada siklus ke II yang dilakukan
sesuai dengan hasil evaluasi dari siklus I. Dalam prakteknya, prosedur penelitian
ini adalah perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, refleksi dan evaluasi.
Dalam prakteknya, prosedur penelitian ini adalah perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi, refleksi dan evaluasi.

1. Perencanaan
Perencanaan dilakukan oleh peneliti sebelum dilaksanakannya bimbingan
kelompok teknik problem solving pada siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri
18 Medan yang mengalami kecanduan merokok, berikut perencanaannya:
1) Mengidentifikasi siswa siswi yang menjadi peserta layanan
bimbingan kelompok teknik problem solving. Identifikasi siswa yang

35
memiliki gejala kecanduan merokokmenggunakn metode observasi
dan pengisisan angket oleh siswa siswi.
2) Merancang pelaksanaan pemecahan masalah kecanduan merokok
dengan menggunakan bimbingan kelompok teknik problem solving.
3) Menyususn jadwal kegiatan
4) Membuat format sarana / prasarana
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan yang dimaksud disini adalah pemberian bantuan
terhadap siswa yang mengalami kecanduan merokok dengan penerapan
layanan bimbingan kelompok teknik problem solving. Pelaksanaan
tindakan ini dilakukan oleh peneliti kepada siswa kelas X SMA Negeri 18
Medan yang mengalami kecanduan merokok.
3. Observasi
Kegiatan observasi dilakukan langsung oleh peneliti secara bersamaan
dengan pelaksanaan tindakan bimbingan kelompok teknik problem solving
terhadap siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 18 Medan yang memiliki
memiliki gejala kecanduan merokok. Observasi (penelitian sendiri)
menggunakan instrumen observasi, antara lain lembar observasi yang
dilengkapi dengan catatan lapangan. Observasi yang dilakukan meliputi
implementasi dalam kegiatanmonitoring/pemantauan, yaitu meliputi hal
hal berikut:
1) Pengamatan terhadap proses, baik prosedur pelaksanaannya maupun
keaktifan siswa selama beberapa kali pertemuan.
2) Pengamatan terhadap hasil sebelum dan sesudah pelaksanaan
tindakan
4. Refleksi
Setelah melalukan observasi dilakukan refleksi. Refleksi dilakukan dengan
menganalisis, mengkaji, dan memprediksi proses yang telah dilakukan.
Refleksi ini dilakukan oleh peneliti yang bertugas di sekolah.
5. Evaluasi
Madya (2006 : 64) mengemukakan kegiatan evaluasi dilakukan untuk
mempertimbangkan pedoman pelaksanaan bimbingan teknik homeroom

36
yang sudah dilakukan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
mengkaji ulang, mempertimbangkan hasil dari berbagai kriteria atau
indikator keberhasilan.

3.7 Teknik Pengumpulan Data


Untuk mengumpulkan data dari subyek, digunakan dua instrumen yang
antara lain:

1) Skala
2) Menurut Bimo Walgito (2008: 167), model skala Likert digunakan untuk
mengukur sikap. Skala digunakan untuk mengukur aspek afektif. Skala
kecanduan merokok digunakan untuk mengetahui penurunan kecanduan
merokok siswa. Skala digunakan untuk mengukur kecanduan merokok
sebelum diberi perlakuan (pretest) dan mengukur kecanduan merokok
siswa setelah diberi perlakuan (posttest).
3) Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati
setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat
observasi tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti (Wina Sanjaya,
2006: 86). Observasi digunakan untuk mengetahui proses pelaksanaan
bimbingan kelompok teknik problem solving, hambatan ketika
melaksanakan bimbingan kelompok teknik problem solving dan periaku
siswa setelah melaksanakan bimbingan kelompok teknik homeroom.

3.8 Instrumen Penelitian


Instrumen pengumpulan data menurut Suharsimi Arikunto (Riduwan,
2009 : 24) adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam
kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis. Adapun
jenis instrumen penelitian adalah angket, skala, inventori, check list, pedoman
wawancara, panduan observasi, dan soal ujian.

37

Anda mungkin juga menyukai